Anda di halaman 1dari 6

KepDirJen PPR 34 Tahun 2015

Keputusan ini merupakan landasan atau pedoman bagi DJPPR dalam melaksanakan
penerapan manajemen resiko di lingkungan DJPPR. Pada pokoknya, keputusan ini
memberi pedoman yang meliputi:
1. Tata kerja manajemen risiko di lingkungan DJPPR:
a) Struktur, Tugas, dan Tanggung Jawab;
b) Rapat komite manajemen risiko, rapat ketua manajemen risiko, dan rapat
unit pemilik risiko;
c) Selera risiko (risk appetite);

2. Mekanisme penerapan Manajemen Risiko:


a) Penetapan konteks;
1) Data umum penerapan proses manajemen risiko
2) Identifikasi sasaran
3) Komposisi anggota tim
4) Daftar pemangku kepentingan (stakeholder eksternal)
5) Daftar pemangku kepentingan (stakeholder internal)
6) Daftar regulasi, kebijakan, peraturan, prosedur terkait
7) Struktur organisasi unit pemilik risiko
8) Kriteria risiko

b) Identifikasi risiko;
1) data judul (heading) formulir.
2) Tabel identifikasi risiko

c) Analisis risiko;
1) Sistem pengendalian yang ada
2) Tingkat konsekuensi risiko
3) Tingkat kemungkinan terjadinya risiko
4) Level risiko
5) Tren risiko

d) Evaluasi risiko;
e) Penanganan risiko;
1) Analisis opsi rencana penanganan risiko;
a. Risiko
b. Opsi penanganan yang mungkin
c. Opsi yang dipilih.
d. Dasar pemilihan opsi penanganan
2) Rencana penanganan risiko
a. Risiko
b. Perincian rencana penanganan risiko
c. Ukuran dan target kinerja
d. Risiko residual yang diharapkan setelah penanganan
e. Jadwal implementasi
f. Penanggung jawab
f) Monitoring dan reviu;
g) Periode pelaporan;
h) Pengembangan penerapan manajemen risiko.

Latar belakang diberlakukannya keputusan ini karena dinamika organisasi yang


dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal menyebabkan ketidakpastian bagi
organisasi sehingga organisasi memerlukan manajemen resiko sebagai salah satu tool
yang dapat membantu organisasi menghadapi ketidakpastian tersebut.

Adapun asas dari pada dilaksanakannya penerapan manajemen risiko ini ialah:
1. Patuh terhadap peraturan perundang-undangan
2. Berorientasi jangka panjang
3. Berimbang

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 845/KMK.01/2016


Keputusan ini berisikan petunjuk pelaksanaan manajemen resiko yang digunakan
sebagai acuan dalam melaksanakan proses manajemen risiko di lingkungan kementrian
keuangan yang mana proses tersebut dilaksanakan melalui tahapan:
a. Komunikasi dan konsultasi, bertujuan untuk mendapatkan dan menyebarkan
informasi terkait penerapan manajemen risiko sehingga terdapat kesamaan
persepsi pada seluruh pihak dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya;
b. Penetapan konteks, bertujuan untuk memahami dan menetapkan lingkungan
dan batasan dalam pelaksanaan manajemen risiko pada masing-masing UPR;
tahapan penetapan konteks meliputi:
1. Menentukan ruang lingkup dan periode penerapan manajemen risiko;
2. Menetapkan sasaran organisasi;
3. Menetapkan struktur Unit Pemilik Risiko (UPR);
4. Mengidentifikasi stakeholder;
5. Mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang terkait;
6. Menetapkan kategori risiko;
- Risiko fiskal
- Risiko kebijakan
- Risiko kepatuhan
- Risiko legal
- Risiko fraud
- Risiko reputasi
- Risiko operasional

7. Menetapkan kriteria risiko;


a. Kriteria kemungkinan terjadinya risiko (likelihood)
b. Kriteria dampak (consequences)
- Area dampak yang terdapat di kementerian keuangan, berdasarkan area
dampak yang memiliki bobot tertinggi hingga terendah, meliputi:
1) Beban keuangan negara, disebabkan oleh:
- Fraud
- Non fraud
2) Penurunan reputasi
3) Sanksi pidana, perdata, dan/atau administratif
4) Kecelakaan kerja
5) Gangguan terhadap layanan organisasi
6) Penurunan kinerja
- Level kriteria dampak bagi setiap UPR ditetapkan sebagai berikut (tabel)
8. Menetapkan matriks analisis risiko dan level risiko;
c. Penilaian risiko yang terdiri dari:
1. Identifikasi risiko, bertujuan untuk menentukan dan menetapkakn semua
risiko yang berpotensi menyebabkan tidak tercapainya sasaran organisasi;
2. Analisis risiko, bertujuan untuk menentukan level; tahapan analisis risiko
meliputi:
1) Menginventarisasi sistem pengendalian internal yangtelah dilaksanakan
2) Mengestimasi level kemungkinan risiko
3) Mengestimasi level dampak risiko
4) Menentukan besaran risiko dan level risiko
5) Menyusun peta risiko

Tahapan analisis risiko ini kemudian dituangkan pad Formulis Profil dan
Peta Risiko

3. Evaluasi risiko, bertujuan untuk mengambil keputusan mengenai perlu


tidaknya dilakukan upaya penanganan risiko lebih lanjut serta penentuan
prioritas penanganannya;
d. Penanganan risiko, bertujuan untuk menurunkan level risiko; tahapan
penanganan risiko meliputi:
1. Memilih opsi penanganan risiko yang akan dijalankan yang dapat berupa:
a) Menguirangi kemungkinan terjadinya risiko
b) Menurunkan dampak terjadinya risiko
c) Mengalihkan risiko
d) Menghindari risiko
e) Menerima risiko
2. Menyusun rencana aksi penanganan risiko

Tahapan proses penanganan risiko dituangkan pad Formulir Penanganan Risiko


(tabel)
e. Pemantauan dan reviu, bertujuan untuk memastikan bahwa implementasi
manajemen risiko berjalan secara efektif sesuai dengan rencana dan
memberikan umpan baik bagi organisasi dalam mencapai sasarannya serta
penyempurnaan sistem manajemen risiko; bentuk pemantauan dan reviu terdiri
atas:
1. Pemantauan berkelanjutan (on-going monitoring)
2. Pemantauan berkala
3. Reviu, yang terdiri dari:
- Reviu implementasi manajemen risiko
- Riviu tingkat kematangan penerapan manajemen risiko
4. Audit manajemen risiko

Berdasarkan diktum kesepuluh keputusan ini, pelaksanaan proses manajemen risiko


dituangkan dalam Piagam Manajemen Risiko.

PMK no 203/PMK.08/2015

Pada peraturan ini berisi tentang perubahan atas PMK No. 43 /PMK.08/2013, dimana
terdapat beberapa Pasal yang dalam ketentuan mengenai Lelang SUN Dalam Mata Uang
Rupiah dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domestik. Beberapa perubahan tersebut
diantaranya:
1. Pasal 1 yang menambah definisi Keadaan Tidak Normal ada:Iah situasi atau
kondisi yang terjadi akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat
keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi pendukung teknologi
informasi maupun sarana yang ada pada Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko, dan/ a tau BI yang mempengaruhi kelancaran
pelaksanaan Lelang SUN dan/ atau Lelang SUN Tambahan pada tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan, atau tahapan Setelmen;
2. Pada Pasal 4 PMK no 203/PMK.08/2015, disispkan 1 ayat diantara ayat (1) dan
ayat (2), sehingga pada PMK baru ini terdapat 5 ayat. Adapun bunyi Pasal 4 ayat
(2), adalah:
Pembelian SUN oleh BI dan LPS dilakukan tanpa melalui Peserta Lelang.
3. Pada Pasal 6 PMK no 203/PMK.08/2015 dirubah hanya terdapat 4 ayat, yang
pada peraturan sebelumnya terdapat 5 ayat. Adapun isi pasal 6 PMK no
203/PMK.08/2015 adalah:
1) BI hanya dapat melakukan Penawaran pembelian SPN melalui Penawaran
Pembelian Non Kompetitif.
2) LPS hanya dapat melakukan Penawaran Perhbelian SUN melalui Penawaran
Pembelian Non Kompetitif.
3) Peserta Lelang yang melakukan penawaran pembelian Obligasi Negara untuk
dan atas nama dirinya sendiri atau untuk dan atas nama Pihak selain BI dan
LPS, dapat melakukan Penawaran Pembelian Kompetitif dan/ atau Penawaran
Pembelian Non Kompetitif.
4) Peserta Lelang yang melakukan Penawaranpembelian SPN untuk dan atas
nama dirinya sendiri atau untuk dan atas nama Pihak selain BI dan LPS, hanya
dapat melakukan Penawaran Pembelian Kompetitif.
4. Pasal 7 PMK no 203/PMK.08/2015 dirubah ketentuannya menjadi:
1) Rencana Lelang SUN ditetapkan oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama
Menteri Keuangan.
2) Penetapan Rencana Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
kurang memuat:
a. seri;
b. mata uang;
c. target indikatif;
d. jumlah target maksimal; tanggal Lelang SUN; tanggal Setelmen; tanggal
jatuh tempo; dan
e. persentase alokasi bagi Penawaran Pembelian Non Kompetitif untuk SUN
yang akan ditawarkan.
5. Pasal 8 PMK no 203/PMK.08/2015, yang hanya terdapat sedikit perubahan pada
ayat (3), menjadi:
Pengumuman pemenang Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d untuk masing-masing Peserta Lelang, BI, dan/ atau LPS paling kurang memuat
ketentuan mengenai:
a. nama pemenang;
b. nilai nominal; dan
c. tingkat diskonto/Imbal Hasil/harga.
6. Pasal 13, yang hanya terdapat penambahan kata-kata pada ayat (1), yaitu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
7. Pasal 16, yang terdapat perubahan pada ayat (2), sehingga ketentuannya
menjadi:
Penawaran pembelian oleh BI, LPS dan/ atau Peserta Lelang dalam Lelang SUN
Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing disampaikan
paling tinggi sebesar Penawaran Pembelian Non Kompetitif dalam Lelang SUN
pada masing-masing seri SUN yang ditawarkan.

8. Pasal 23 yang isi Pasalnya berubah menjadi:


1) Dalam hal Peserta Lelang yang memenangkan Lelang SUN dan/ atau Lelang
SUN Tambahan:
a. tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajibannya sampai dengan batas
akhir tanggal Setelmen; atau
b. saldo giro rupiah bank yang ditunjuk sebagai bank pembayar oleh Peserta
Lelang di BI tidak mencukupi untuk Setelmen, maka sebagian atau seluruh
hasil Lelang SUN dan/atau Lelang SUN Tambahan yang setelmennya
dilakukan melalui bank dimaksud, dinyatakan batal.
2) Pembatalan transaksi Lelang SUN dan/ atau Lelang SUN Tambahan yang
dilakukan oleh Peserta Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Peserta
Lelang dikenakan sanksi:
a. tidak diperkenankan mengikuti Lelang SUN di Pasar Perdana Domestik
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; dan
b. dilaporkan kepada otoritas terkait.
3) Pembatalan transaksi Lelang SUN dan/ a tau. Lelang SUN Tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diumumkan kepada publik yang paling
kurang memuat:
a. seri; dan
b. perubahan nominal SUN.
9. Diantara Pasal 24 dan Pasal 25, disisipkan 3 ayat, yaitu:

Pasal 24A
1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal pada tahapan pelaksanaan Lelang SUN
atau Lelang SUN Tambahan, Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri
Keuangan dapat:
a. memperpanjang waktu pelaksanaan Lelang SUN atau Lelang SUN Tambahan
sebelum batas waktu penutupan Lelang SUN; dan/ atau
b. membatalkan pelaksanaan Lelang SUN atau Lelang SUN Tambahan setelah
penutupan lelang.
2) Pembatalan Lelang SUN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tidak mengubah hasil Lelang SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) .

Pasal 24B
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang menyebabkan proses Setelmen tidak dapat
dilakukan pada tanggal Setelmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Direktur
Jenderal untuk dan atas nama Menteri Keuangan menyatakan Lelang SUN dan/ atau
Lelang SUN Tambahan gagal.

Pasal 24C
Lelang SUN dan/ atau Lelang SUN Tambahan yang dinyatakan gagal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24B diumumkan kepada publik.

Anda mungkin juga menyukai