Karsinoma bronkogenik adalah Kanker ganas paru primer yang berasal dari
saluran pernapasan. Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan adanya
peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang bukan hanya sebagai
akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis yang
lebih baik, namun Kanker paru memang lebih sering terjadi (Alsagaff &
Mukty, 2002).
I.2.5 Genetik
Pengaruh dari faktor genetik berisiko lebih besar terkena penyakit
ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam
timbul dan berkembangnya kanker paru.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi.
I.5.2 Laboratorium
I.5.2.1 Sitologi. Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan
terutama bila pasien ada keluhan batuk. Pemeriksaan
sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena
tergantung dari letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor,
teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang
diperiksa, waktu pemeriksaan sputum (sputum harus
segar). Pada kanker paru yang letaknya sentral,
pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil
positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai
pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker
paru. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker
paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar
getah bening servikal, bilasan dan sikatan bronkoskopi.
I.5.2.2 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk
mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
I.5.2.3 Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kompetensi imun pada kanker paru.
Penyebaran kanker ke tulang atau tekanan pada saraf dari tumor dapat
menyebabkan rasa sakit, dan beberapa jenis kanker paru-paru menghasilkan
hormon yang dapat menyebabkan gejala seperti memerah dan diare.
I.7.2 Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker
paru, terutama pada SCLC karena metastasis. Kemoterapi dapat juga
diberikan bersamaan dengan terapi bedah.
II.1.3Pemeriksaan penunjang
2.1.3.1 Radiologi
2.1.3.2 Laboratorium
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas (00032)
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
2.3.1.1 NOC :
a. Respiratory status : ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
c. Vital sign status
2.3.1.2 Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan
dalam rentang normal, tidak ada suara napas
abnormal)
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
2.3.2.1 Airway Management
a. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
b. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan
napas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
g. Auskultasi suara napas, catat adanya suara
tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berikan bronkodilator bila perlu
j. Berikan pelembab udara, kasa basah NaCl lembab
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
l. Monitor respirasi dan status O2
2.3.2.2 Oxygen Therapy
a. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
b. Pertahankan jalan napas yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi klien
f. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan klien terhadap
oksigenasi
2.3.2.3 Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Monitor VS saat klien berbaring, duduk atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, penekanan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Vol. 1.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2007
Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda, NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction.
Wilson, (2005). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta :
Banjarmasin, ...........................2017
(.................................................................) (......................................................)