Luka Bakar
Luka Bakar
Disusun oleh:
Yuda Saidillah Ritonga
1008260004
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat hidayah-Nya makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada makalah ini, kami menyajikan
pembahasan mengenai Luka bakar. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman kami mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
Luka bakar, di samping untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas muhammadiyah Sumatera Utara/
Rumah Sakit Umum Haji Medan..
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah
ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun
spiritual, kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
kesehatan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1. Definisi ..................................................................................... 3
2.2. Klasifikasi Luka Bakar.............................................................. 3
2.3. Luas Luka Bakar....................................................................... 6
2.4. Patofisiologi Luka Bakar........................................................... 8
2.5. Menentukan Keparahan Luka Bakar......................................... 10
2.6. Berat Ringannya Luka Bakar.................................................... 11
2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Luka
Bakar......................................................................................... 12
2.8. Terapi......................................................................................... 12
2.8.1. Manajemen Akut............................................................. 12
2.3.2. Resusitasi Luka Bakar..................................................... 15
2.3.3. Antibiotika Yang Sesuai.................................................. 17
2.3.4. Dukungan Nutrisi............................................................ 18
2.3.5. Analgetik dan Sedatif...................................................... 20
2.3.6. Perawatan Luka............................................................... 22
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ tubuh
mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya
penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai kulit,
maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh,
temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik. Sebagai
tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa
menderita permasalahan psikologis dan emosional yang dimulai sejak peristiwa
terjadi dan bisa bertahan / berlangsung untuk jangka waktu yang lama.1
Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang mengalami luka bakar
setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat darurat dan 50.000 membutuhkan
perawatan di rumah sakit. Luka bakar menempati peringkat ketiga penyebab
mortalitas di seluruh dunia.1,2
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya
luka bakar yang menentukan gejala klinis serta beratnya luka bakar. 1,3 Luka bakar
menyebabkan terjadinya hipermetabolisme akibat stimulasi sitokin-sitokin berlebihan
yang menyebabkan meningkatnya respons stres akibat proses infeksi. Proses inflamasi
umumnya meningkat segera setelah trauma terjadi dan bertahan sekitar 5 minggu
paska trauma. Respons metabolisme yang terjadi diantaranya peningkatan suhu,
kebutuhan O2, glukosa serta peningkatan produksi CO2. Komplikasi yang terjadi pada
pasien luka bakar antara lain, gagal napas, syok dan infeksi sistemik ke berbagai
organ yang dapat menyebabkan kematian. Seringkali pasien luka bakar mengalami
syok akibat kehilangan banyak cairan atau sepsis, sehingga diperlukan pemantauan
hemodinamik ketat. Tatalaksana penanganan luka bakar di ruang perawatan intensif
harus bersifat holistik yang mencakup tatalaksana jalan napas dan oksigenasi,
resusitasi cairan, pemberian antibiotika, tatalaksana nutrisi, penanganan nyeri hingga
perawatan luka untuk menurunkan mortalitas.1,2
2
Pasien luka bakar memiliki keunikan baik dalam resusitasi, stres metabolik,
komplikasi dan luaran. Perawatan berkelanjutan sangat penting dalam menilai infeksi,
penyembuhan dan kemampuan untuk memberikan penanganan luka bakar yang baik.
Kebanyakan luka bakar hanya melibatkan kulit (jaringan epidermis dan dermis), tapi
jaringan yang lebih dalam seperti otot, tulang dan pembuluh darah juga bisa terlibat.
Luka bakar juga dapat mengalami komplikasi syok, infeksi, disfungsi multiorgan,
gangguan elektrolit dan gangguan pernapasan. Pasien dengan kegagalan dua organ
atau lebih memiliki nilai mortalitas sebesar 98%, sementara infeksi adalah penyebab
75% kematian dalam luka bakar.1,2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan
kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir,
sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung
pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka
bakar adalah sekitar 44C dengan kontak sekurang-kurangnya 5-6 jam. Suhu 65C
dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit
dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm
dapat mencapai suhu 47C, air panas yang mempunyai suhu 60C yang kontak
dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan kehilangan sebagian ketebalan
kulit dan diatas 70C akan menyebabkan kehilangan seluruh kulit. Temperatur air
yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36C-42C. Pelebaran kapiler dibawah
kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53C-57C selama kontak 30-120 detik.1,2,3
Gambar 3. Evaluasi
luka bakar derajat 2
1 jam ,
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus dimana
kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat penting
pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk perhitungan
luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai
presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan
tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap tiap ekstremitas bagian
atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-
tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. 3,4
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund
and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut
adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1%.3,4
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke
kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat
dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif
ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan
berkurang. Selain itu derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai
korban ketat dan mengelilingi tubuh.5,6
0 1 th 5 th
14
18
9 9
9 9
18 18
18 18
16 16
14 14
15 th Dewasa
10 9
9 9 9 9
18 18 18 18
1
18 18 18 18
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, akan rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.3,4
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi
pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. 1,2
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan
gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga. 7,8
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. 1,2
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis.3,4
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang
mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran atas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena
9
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.3,4
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil
sebagai hematemesis dan/atau melena. 7,8
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi,
metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga
memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama
didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi
sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka
bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar
menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar
terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar. 7,8
Intensitas panas
Pada kebakaran rumah, biasanya suhu berada pada kisaran di bawah 1200
16000F. 4,6
Durasi terpajan panas
Misalnya, kulit manusia dipanaskan sampai 450C selama 2 jam, maka kulit
akan menjadi hiperemis tanpa terjadi kerusakan epidermis, namun bila durasi
pajanan diperpanjang sampai 3 jam, akan terjadi kerusakan total atau nekrosis
pada epidermis. 7,8
Pada pelaksanaan pembakaran jenazah (kremasi) orang dewasa, alat yang
digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu selama 1,5 jam dengan suhu
15000F. 4,6,8
2.8. Terapi
2.8.1. Manajemen akut (Clinical Practice)
Tujuan:
Segera diidentifikasi kondisi yang mengancam kehidupan dan manajemen
kegawatdaruratan dimulai.
1. Primary Survey
A. Pemeliharaan Airway dengan kontrol tulang belakang leher
Stabilisasi leher untuk suspek cervical spine injury.
Hal ini penting untuk menjaga patensi jalan napas. Periksa saluran napas untuk
benda asing / edema. Jika pasien tidak dapat merespon perintah verbal, membuka
jalan napas dengan chin lift atau jaw trust.
Minimumkan pergerakan cervical spine dan tidak pernah hiperfleksi atau
hiperekstensi kepala atau leher.
Masukkan Guedel Airway jika patensi jalan napas terganggu. Pikirkan untuk
intubasi lebih awal. 10
Memantau dan mencatat nadi perifer untuk frekuensi, kekuatan (kuat, lemah) dan
irama,
Nilai waktu pengisian kapiler, kembali normal dua detik. Jika memanjang
menunjukkan hipoperfusi karena hipotensi, hipovolemia
sirkulasi perifer Monitor jika ada luka bakar hadir melingkar. Pertama meningkatkan
ekstremitas untuk mengurangi edema dan aliran darah bantuan (Kagan & Smith
2000). Jika ini tidak terbukti efektif maka mungkin perlu untuk melakukan
escharotomy. 10
2. Secondary Survey
Melakukan survei sekunder yang komprehensif.
History
A - Allergies
M - Medications
P - Past Illnesses
L - Last Meal
E - Events/Environment related to injury 10
b. Mekanisme Cedera
- Kumpulkan informasi dari pasien atau orang lain sebagai berikut:
1. Tanggal dan waktu luka bakar, tanggal dan waktu terjadi pertama.
2. Sumber cedera dan lamanya waktu kontak.
3. Pakaian yang dikenakan.
4. Aktivitas pada saat luka bakar
5. Kecukupan pertolongan pertama. 10
d. Tindakan lain
Mencatat dan dokumen
membuat hapusan luka bakar dan kirim ke mikrobiologi. 10
15
Metode lain resusitasi cairan dikembangkan oleh Baxter pada tahun 1979, ia
memberikan teknik resusitasi cairan pada 954 pasien luka bakar dengan menggunakan
formulasi cairan 3,7 4,3 mL/Kg/total luas permukaan tubuh (TLPT) dan didapatkan
hasil sekitar 70% yaitu 438 dewasa dan 516 anak-anak mengalami keluaran yang
baik. Formulasi lain terapi cairan menurut gavelstron menggunakan rumus
pada awal awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8-24 jam setelah
luka bakar terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid mengalami
influx masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema. Studi meta-
analisis terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang
mendapatkan albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali risiko relatif
mortalitas dibanding yang mendapatkan kristaloid. 10,11
berat badan dan tinggi badan yang akurat seperti sebelum luka bakar terjadi yang
dapat dilihat pada Tabel Standar Pertumbuhan Anak sangat diperlukan untuk
memperkirakan kebutuhan nutrisi pada anak. 10
nyeri. Obat anti inflamasi non steroid memiliki sifat analgetika dan antipiretik melalui
hambatan sintesis prostaglandin dan tromboksan. 10,11
Opioid Memiliki efek analgetika melalui reseptor opioid sentral dan perifer.
Morfin memiliki efek sekitar 10 20 menit setelah diberikan melalui jalur intravena
dengan dosis 0,1mg/Kg. Dosis morfin yang diberikan pada anak >5 tahun yaitu 20
mikrogram/Kg diberikan secara bolus dilanjutkan dengan titrasi 4-8
mikrogram/kg/jam. Pada saat diberikan morfin, harus dilakukan pemantauan
pernapasan dan saturasi O2. 9,10
Oxycodone merupakan opioid semisintetis yang memiliki bioavailabilitas
lebih baik dibandingkan morfin. Oxycodone dapat diberikan dengan dosis 0,2mg/Kg
secara per oral maupun intravena. 11
Fentanyl merupakan analgetika narkotik dengan potensi lebih tinggi
dibandingkan dengan morfin. Memiliki kemampuan larut lemak yang tinggi dan mula
kerja cepat (12 menit). Durasi kerjanya mencapai 60 menit dan dosis yang diberikan
adalah 1520 mikrogram/Kg. 11
Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang tidak berespons
terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan klonidin yang diberi-
kan dengan cara menghambat jalur korda spinalis. Dosis yang diberikan 13
mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari secara oral atau intravena. 11
Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi luka
terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila berukuran <2cm
dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar harus dipecahkan kemudian
dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang dirawat umumnya dilakukan skin
graft dalam 15 hari setelah trauma. Tindakan ini terbukti dapat mengurangi risiko
sepsis.
23
DAFTAR PUSTAKA