Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS GEJALA DAN FAKTOR PEMICU DEPRESI

KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN


(WOMAN TRAFFICKING)
STUDI KASUS KLIEN COUNTER TRAFFICKING UNIT
INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION
(CTU IOM) RS. POLRI SUKANTO

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I)

Disusun oleh:
Agustino Riyawati
103054128819

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL


JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
ANALISIS GEJALA DAN FAKTOR PEMICU DEPRESI
KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN
(WOMEN TRAFFICKING)
STUDI KASUS KLIEN COUNTER TRAFFICKING UNIT
INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION
(CTU IOM) RS. POLRI SUKANTO

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I)

Disusun oleh:
Agustino Riyawati
103054128819

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL


JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 Maret 2008

Agustino Riyawati
ANALISIS GEJALA DAN FAKTOR PEMICU DEPRESI
KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN (WOMEN TRAFFICKING)
STUDI KASUS KLIEN COUNTER TRAFFICKING UNIT
INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION
(CTU IOM) RS. POLRI SUKANTO

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah & Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam

Oleh :

Agustino Riyawati
NIM : 103054128819

Di Bawah Bimbingan

Ismet Firdaus, M. Si
NIP :

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL


JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 / 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Analisis Gejala dan Faktor Pemicu Depresi


Korban Perdagangan Perempuan (Women Trafficking); Studi Kasus Klien
Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU
IOM) RS. POLRI Sukanto" telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Maret
2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih Strata Satu (S-1)
Sarjana Ilmu Sosial Islam pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 24 Maret 2008

Panitia Ujian Munaqosyah

Ketua Sekretaris

Dr..Murodi, M A Rubiyanah, MA
NIP. 150254102 NIP. 150286373

Penguji I Penguji II

Dra. Hj. Elidar Husein, MA Nurul Hidayati, S. Ag, M. Pd


NIP. 150102402 NIP. 150277649

Pembimbing,

Ismet Firdaus, M.Si


NIP.
KATA PENGANTAR

Segala puji serta rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
yang telah memberikan segala karunia besar-Nya kepada kita semua,
penggenggam setiap kejadian, pengangkat setiap kemuliaan, dan penyempurna
kebahagiaan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, sebagai hamba pilihan yang membimbing umatnya untuk
menemui jalan Tuhan-nya, dan seluruh keluarga, sahabat serta umat-Nya
sepanjang zaman.
Dengan rasa puji syukur penulis panjatkan ke hadirat-Nya dengan sifat
Rahman, Rahim-Nya serta meyakini bahwa Allah SWT memiliki kuasa di atas
keinginan hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis ucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu, memberikan dorongan serta motivasinya,
diantaranya :
1. Alhamdulillah, syukur kupanjatkan karena dilahirkan dari rahim yang terkasih
Ibunda Suti Rahayu dan Ayahanda Kuncoro, Terima kasih atas darah, keringat
serta untaian doa-doa kebaikan kala siang maupun malam untuk anakmu ini.
Hanya Allah yang dapat membalas dengan sebaik-baiknya balasan (Syurga).
2. Adik-adikku tersayang Yudha Andilla dan Yusuf Wicaksono yang telah
banyak memberikan dukungan moril maupun materil juga semangatnya,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak DR. H. Murodi, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah & Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Helmi Rustandi, MA, selaku Ketua Konsentrasi Kesejahteraan
Sosial atas arahan dan petunjuk dalam skripsi ini.
5. Bpk Ismet Firdaus, M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu, pikiran dan tenaganya untuk memberikan bimbingan,
pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yaitu Dra. Hj. Elidar Husein, MA, Dra. Nurul
Hidayati, M.Pd, Rubiyanah, MA. Terima kasih atas petunjuk, saran dan
nasihatnya atas skripsi ini.
7. Para Dosen dan juga staf akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dan memberikan
bimbingan kepada penulis selama di kampus tercinta ini. Tak lupa kepada Kak
Ari yang telah memberikan bantuan arahan demi kelancaran sidang skripsi ini.
8. dr. Teresa Zakaria, selaku pimpinan Counter Trafficking Unit International
Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto. Terima kasih
atas dukungan, kesempatan juga pengalaman yang telah diberikan kepada
penulis selama berada di CTU IOM RS. POLRI Sukanto.
9. Ibu Suryantini selaku psikolog CTU IOM yang telah membantu memberikan
dukungan, arahan, informasi dan data yang dibutuhkan oleh penulis.
10. Mba Eka Lenggang Dianasari, S. Sos, M.Si, Mba Ana Sakreti, M.Si, Mbak
Ribka Pittaria, Mas Yeremias Wutun selaku pekerja sosial di Counter
Trafficking Unit IOM juga Mba Nura yang telah banyak membantu juga
memberikan semangat kepada penulis. Terima kasih atas dukungan,
kesempatan juga pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama
berada di CTU IOM RS. POLRI Sukanto.
11. Seluruh rekan Volunteer CTU IOM RS. POLRI Sukanto khususnya Mba Mia,
Uq, Sarah, Mba Diandini, Mba Lulu, Mba Umi, Mba Nia juga Mba Rina.
Terima kasih atas persaudaraannya. Semoga tali silaturahmi ini akan tetap
terjaga.
12. Seluruh staf, perawat juga security CTU IOM RS. POLRI Sukanto khususnya
Mba Nur, Mba Ani, Mba Ida juga Mba Hani. Terima kasih karena sudah
menerima penulis dengan sangat baik.
13. FRIENDSHIP is Forgive, Respect, Invest, Encourage, Nurture, Depend on,
Share with, Help for, Inspire and Pray for Each Other. Sahabat dan teman-
teman terbaikku di Kessos '03 (Q_SOS Community) yaitu Sarah, Amer, Yuni,
Imeh, Tika, Tajun, Wiwi, Nia, Nun, Sri, Suudi, Syakur, Hamdy, Husen, Bang
Acen, Yoga, Aan, Bang Iwan, Izul, Erik, Yudi, Heru, Marzuki, Ilman, Dede,
Itba, Surya, Abi, Jarwo, Ayik (Makar Community). Atas dukungan, semangat
dan juga kesempatan menjadi rekan seperjuangan sejak awal masa perkuliahan
hingga akhir masa penulisan skripsi ini. That's What Friends Are For? Thank
U Friends . Selamat Berjuang. Semangat !! ^^.
14. Mas Akhsin Muamar yang dengan kesabaran juga perhatiannya senantiasa
mendukung penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
15. Asti Nuryandani atas diskusi, buku-buku juga semangat yang ditularkan
kepada penulis dan kepada Azra yang telah membantu kelancaran sidang
skripsi ini. Terima kasih atas silaturahmi yang baik ini semoga tetap terjaga.
Amin....
16. Kepada seluruh sahabat, kerabat dan pihak yang namanya belum tercantum
dengan tidak mengurangi rasa hormat dan terimakasih penulis memohon maaf
atas segala salah dan khilaf diri selama ini baik lahir maupun batin.
Hanya harapan dan doa semoga pihak yang telah berjasa dalam membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah
SWT. Dan harapan penulis, semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan ilmiah
bagi siapa saja yang membutuhkan dan bermanfaat bagi semua pembacanya.
Semoga rahmat, kasih sayang dan hidayah Allah SWT senantiasa kita dapatkan.
Amin..

Ciputat, 24 Maret 2008

Agustino Riyawati
DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan Skripsi ..................................................................... i


Lembar Pengesahan Pembimbing............................................................. ii
Lembar Pengesahan Ujian........................................................................ iii
Kata Pengantar......................................................................................... iv
Daftar Isi.................................................................................................. viii
Abstrak .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................... 11
D. Sistematika Penulisan.................................................. 13

BAB II LANDASAN TEORI


A. Depresi............................................................................ 15
1. Definisi Depresi ........................................................ 17
2. Gejala Depresi........................................................... 18
3. Teori Pemicu Depresi................................................ 20
4. Derajat Depresi ......................................................... 22
B. Perdagangan Manusia
1. Definisi Perdagangan Manusia .................................. 23
2. Tahapan Utama Pengalaman Trafiking ..................... 25
3. Faktor Dibelakang Perdagangan Perempuan & Anak 30
4. Daerah Sumber, Transit dan Penerima....................... 31
5. Faktor-faktor Perdagangan Manusia .......................... 31
6. Pelaku Perdagangan Manusia (Trafficker) ................ 32
7. Pengguna .................................................................. 35
8. Teknik Pelaku Perdagangan Manusia ........................ 36
9. Eksploitasi Perdagangan Manusia & Tenaga Kerja.... 36
C. Penelitian Sebelumnya .................................................... 38
D. Diagram Alur Kerangka Penelitian.................................. 39

BAB III METODE PENELITIAN


A. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................... 40
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................... 40
C. Teknik Pencatatan Data.................................................. 42
D. Subyek Penelitian .......................................................... 45
E. Teknik Pemilihan Informan............................................ 47
F. Alat Bantu Pengumpulan Data ....................................... 48
G. Teknik Analisis Data...................................................... 48
H. Tinjauan Pustaka............................................................ 49
BAB IV PROFIL LEMBAGA
A. Profil IOM, CTU IOM RS POLRI Sukanto
1. Latar Belakang ........................................................ 50
2. Falsafah Lembaga ................................................... 52
3. Wilayah (Letak Geografis) ....................................... 52
4. Sponsor (Funding / Donor ........................................ 52
5. Struktur dan Pembagian Tugas ................................. 53
6. Pola dan Pendanaan ................................................. 55
7. Peranan Lembaga..................................................... 56
8. Hubungan Lembaga dengan Masyarakat .................. 61
9. Kedudukan Lembaga dalam Jaringan Lembaga........ 61
10. Perangkat Pendukung............................................... 63
11. Program IOM di Indonesia ....................................... 63
12. Sorotan Historis Tentang Operasi IOM di Indonesia. 65

BAB V TEMUAN DAN ANALISIS DATA


A. Deskripsi Klien dan Sampling Kasus ........................... 69
B. Analisis Data
1. Analisis Data dan Pemicu Depresi Intra Kasus.......... 71
a. Gambaran Kasus Ani. 72
b. Gambaran Kasus Ijah. 79
c. Gambaran Kasus Ica... 87
2. Analisis Data dan Pemicu Depresi Antar Kasus.. 92

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan. 104
B. Saran.. . 109

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 111

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Diagram Alur Kerangka Penelitian ......................................... 39


Gambar 2: Grafik Persentase HRS-D ....................................................... 71

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Lokasi Kerawanan Pekerja Migran............................................. 37


Tabel 2: Kerawanan Pada Saat Proses Bekerja ......................................... 38
Tabel 3: Tabel Kerangka dan Jumlah Informan ........................................ 47
Tabel 4: Sorotan Histori Tentang Operasi IOM di Indonesia ................... 65
Tabel 5: Data Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) ................ 70
Tabel 6: Gambaran Umum Klien ............................................................. 72

LAMPIRAN
ABSTRAK

Agustino Riyawati
Analisis Faktor Pemicu Depresi Pada Korban Perdagangan Perempuan di CTU
IOM RS. POLRI Sukanto

Trafiking manusia tengah muncul dalam agenda global, banyak organisasi


internasional, lembaga pemerintah dan LSM yang mengambil peran dalam
memerangi ini. Banyak upaya diberikan bagi masalah kesehatan mental dan
kesehatan masyarakat terkait dengan trafiking. Begitu banyak aspek kesehatan
mental yang dialami oleh korban yang diakibatkan trauma psikologis selama
mengalami trafiking. Penghayatan seseorang terhadap pengalaman pahit juga
eksploitasi yang diterima, tidak hanya akan menganggu psikologis seseorang,
namun juga keberfungsian sosial orang tersebut di kehidupan selanjutnya dalam
masyarakat.
Penelitian ini membahas tentang gejala dan faktor pemicu timbulnya
gangguan depresi pada korban perdagangan perempuan dan menjelaskan pola
langkah penanganannya di Counter Trafficking Unit International Organization
for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.Prosedur pemilihan informan kali
ini menggunakan purposive sampling. Adapun karakteristik informan dalam
penelitian ini adalah perempuan korban perdagangan manusia (Women
Trafficking) yang pernah bekerja di wilayah Malaysia serta mengalami eksploitasi
fisik maupun seksual dan teridentifikasi mengalami depresi. Informan dalam
penelitian ini berjumlah 3 orang yang merupakan klien CTU IOM RS. POLRI
Sukanto.) Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah informan yang
mengalami depresi bergantung pada berbagai faktor, terutama riwayat personal
individual, sejumlah kejadian di masa lampau dan tekanan yang berhubungan
dengan proses trafiking. Yang perlu dipertimbangkan yaitu bahwa tidak sedikit
orang yang mengalami trafiking telah mengalami pengalaman traumatis dan
kejam sebelum mereka mengalami trafiking, yang seringkali terjadi di dalam
keluarga atau dalam hubungannya dengan teman lelaki.
CTU IOM RS. POLRI sebagai salah satu One Stop Crisis Center yang
memberikan pelayanan secara integratif kepada korban trafiking berupa pelayanan
medis, sosial maupun psikososial mulai dari taraf pemulihan hingga taraf
pemulangan dan reintegrasi klien turut membantu pemulihan kondisi fisik, psikis
juga psikososial mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam menangani
kliennya, lembaga ini menerapkan pola kerja tim (team work) yang terdiri dari
ahli profesional (multidisiplin keilmuan) sesuai dengan wewenang dan
kapasitasnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan manusia sudah lama terjadi dalam kehidupan. Dalam al

Qur`an surah Yusuf/12: 20, Allah SWT menyitir tentang hal ini: 1



. "!#     

Artinya: "Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu
beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya
kepada Yusuf.".2

Selama ribuan tahun, anak-anak, remaja, perempuan dan lelaki telah

menjadi korban trafiking untuk kepentingan seks dan sejumlah tujuan lain.

Sekarang ini, trafiking internasional terhadap manusia menjadi sebuah fenomena

yang berkembang. Yang mengejutkan, banyak praktek trafiking sekarang ini yang

mengikuti jalur trafiking abad pertengahan atau masa Renaissance ketika kaum

perempuan dan anak-anak Eropa Timur dimanfaatkan di pasar-pasar budak Eropa

Barat. 3

1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 6, h. 416-417.
2
Ketika mereka sampai di Mesir, mereka membawanya ke pasar dan pembeli pun mereka
temukan. Setelah tawar menawar dan akhirnya mereka menjualnya dengan harga yang murah,
yaitu beberapa dirham yang dapat dihitung dengan jari, yakni sangat murah dan mereka bukanlah
orang-orang yang tertarik hatinya kepada Yusuf. Mereka menjualnya dengan harga murah,
khawatir orangtuanya/ tuannya menemukannya atau para pembelinya menampakkan
ketidaktertarikan agar harga jualnya dapat lebih murah dari yang ditawarkan. Kata (bakhs/murah)
pada mulanya berarti kekurangan akibat kecurangan atau penipuan.
3
IOM - International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan Aspek-Aspek
Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia, (Budapest: IOM Publishing, 2004), h. 5-6.
Tahap trafiking yang diketahui pertama terjadi pada abad pertengahan.

Setiap tahun, ribuan perempuan maupun anak-anak dari Prussia (Jerman) Timur,

kawasan Ceko, Polandia, Lithuania, Estonia dan Latvia di jual di pasar-pasar

budak di Italia dan Prancis Selatan. Begitu pula perempuan dan anak-anak Eropa

Timur mengalami trafiking, terutama dari Rusia dan Ukraina, yang dijual di Italia

dan Timur Tengah. Selain itu, ada pula yang berasal dari Bosnia, Albania dan

Pegunungan Kaukasus. Mereka mengakhiri hari-hari mereka sebagai budak di

Italia dan Prancis. Jalur trafiking ke Eropa Barat berhenti saat Kesultanan

Ustmaniyah (Ottoman) menaklukkan Konstantinopel (Ibukota Romawi Timur).

Negara-negara Eropa Barat kemudian mengalihkan perhatian mereka ke Afrika

Barat sebagai sumber budak.

Pada awal abad dua puluh, perhatian tertuju pada perempuan Inggris, yang

dipaksa melacur di benua Eropa yang terkenal dengan sebutan "perbudakan kaum

kulit putih". Fenomena ini menjadi suatu isu politik pada awal tahun 1900-an.

Pada tahun 1902, dibuat rancangan International Agreement for the Suppression

of the White Slam Traffic. Tujuannya adalah mencegah penyediaan kaum

perempuan dan anak-anak perempuan untuk keperluan tindak asusila di luar

negeri.

Tindakan trafiking adalah tindak percaloan/menjadi pialang yang

dilakukan pelaku dengan manusia sebagai komoditas. Untuk memenuhi

permintaan tenaga kerja murah dan layanan seksual, jaringan-jaringan kejahatan

internasional yang terorganisir sibuk menanam modal dalam industri trafiking,

Lingkaran kejahatan ini, dengan ditunjang hubungan internasional yang kuat,


mampu mengekspor dan mengeksploitasi barang-barang yang hidup.4. Perempuan

dan anak-anak adalah golongan yang paling rentan. Mereka dibeli, dijual, dan

diangkut untuk dijual kembali, sebagai pemuas seks dan juga buruh. Sebagian

kecil dari mereka, masuk kedalam kegiatan seperti pengemisan, kenakalan, jeratan

hutang, kawin palsu, adopsi paksa, atau sebagai korban dari perdagangan organ

manusia.5

Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an pada surah an-Nuur/24: 33

mengenai hal ini :6

!(# 23 ! 2# /01 .!&, ,-  *# !(# $%&'#



 / &
2:  4- -
6-2&
! -# 1&4
 14# .2: - &- #!(  #! 2# 
! 2#! C ! ?-? # A# : 1&4&# 0?@A
, %E ! /  
Artinya: "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah
menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia-Nya. dan budak-budsak yang kamu miliki yang
menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan
berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-
Nya kepadamu dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu
untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini
kesucian, Karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. dan
barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa itu." 7

4
Bezpalcha, R, "Helping Survivors of Human Trafficking", (Ukraina: Winrock International,
2003), dalam IOM - International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan
Aspek-Aspek Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia, (Budapest: IOM Publishing, 2004). h.
24.
5
IOM Council Document MC/INF 270, 11 November 2003, (TT: IOM, 2003), h. 270.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran, (Jakarta:
Lentera Hati), 2002, Vol. 9, h. 338-342.
7
Upaya untuk bekerja memerdekakan diri dapat ditempuh dengan berbagai cara, tapi bukan
dengan cara yang haram. Karena itu ayat ini telah memerintahkan untuk membantu para budak,
dan melanjutkan dengan larangan yaitu, dan janganlah kamu paksa budak-budak kamu..(dst)
Trafiking telah menjadi suatu usaha kriminal yang paling menguntungkan,

kerena memiliki hubungan erat dengan sejumlah kegiatan ilegal, seperti pencucian

uang, perdagangan obat terlarang, pemalsuan dokumen, dan penyelundupan.8

Departemen Kehakiman AS memperkirakan bahwa setiap tahun, sekitar 700.000

perempuan dan anak-anak dibeli, dijual, diangkut dan dan terperangkap dalam

perbudakan guna eksploitasi seks dan eksploitasi tenaga kerja.9

Perdagangan manusia (Trafficking) berarti pengerahan, pengangkutan,

pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan

berbagai ancaman atau paksaan, atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan,

penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,

juga berupa pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk

mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan

eksploitasi.10

Trafiking, menurut ICMC/ACIL tidak hanya merampas hak asasi tapi juga

membuat mereka rentan terhadap pemukulan, penyakit, trauma dan bahkan

kematian. Pelaku trafiking menipu, mengancam, mengintimidasi dan melakukan

tindak kekerasan untuk menjerumuskan korban ke dalam prostitusi. Pelaku

trafiking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa takut pada

korban supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. 11

8
UNICEF, Trafficking in Human Beings in Southeastern Europe, (Geneva: Juni 2002), h. 8.
9
Release of 2002 Trafficking in Persons Report Washington, Juni 2002.
10
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and
Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime, 2000 (juga di kenal sebagai Konvensi Palermo).
11
Misra & Rosenberg, "Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia", 2003. dalam
Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. (Jakarta: American Centre for
International Labor Solidarity (ACILS), 2003), h. 41-62.
Indonesia merupakan negara penghasil dan juga negara transit dalam

jaringan perdagangan manusia internasional. Korban perdagangan manusia asal

Indonesia biasanya diperdagangkan ke Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Uni

Emirat Arab, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Australia.

Dalam sejumlah kecil kasus, Indonesia adalah negara tujuan perempuan-

perempuan dari RRC, Thailand, Taiwan, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Rusia,

Venezuela, Spanyol dan Ukraina yang diperdagangkan sebagai pelacur. Di

Indonesia sendiri terdapat arus perdagangan manusia yang sangat besar dari desa

ke kota dalam rangka seks komersial atau sebagai pekerja kasar yang lain seperti

pembantu rumah tangga.

Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengajukan tekanan-tekanan

hukum untuk melawan perdagangan manusia dan membantu korban-korban di

luar negeri, termasuk Tenaga Kerja Indonesia/ Tenaga Kerja Wanita (TKI/TKW)

yang diperdagangkan. Di sejumlah propinsi di Indonesia, Pemerintah Daerah

setempat membuat rancangan peraturan baru berikut anggarannya dalam program

anti perdagangan manusia. Pada tahun 2004, pemerintah melaporkan 141

investigasi kasus terkait trafiking, 51 penuntutan hukum dan 45 dakwaan.12

Banyak kasus trafficking diderita para TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Hal

itu terlihat nyata seperti sejumlah korban yang terdapat di Rumah Sakit Kepolisian

Pusat Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Dalam statusnya sebagai imigran,

para korban perdagangan manusia (trafficking) mempunyai resiko mengalami

gangguan psikologi lebih besar dibandingkan dengan penduduk asli sebuah

negara.

12
http://anak.i2.co.id/beritabaru/berita.asp?id=193, diakses pada Maret 2007 pukul 10.00 WIB
Dengan meningkatnya feminisasi migrasi sepanjang dasawarsa lalu, kaum

perempuan menjadi sangat rentan terhadap trafiking. Bukan saja karena

tereksploitasi, namun karena mereka dipertahankan dan diperlakukan dengan

kejam dalam kondisi-kondisi yang mendatangkan risiko-risiko besar terhadap

kesehatan reproduksi, fisik dan mental. Mereka juga kekurangan informasi

tentang bagaimana melindungi diri mereka sendiri terhadap faktor-faktor risiko

berikutnya dan memiliki akses yang sangat kecil bahkan tidak memiliki akses

sama sekali terhadap pelayanan perawatan kesehatan.

Akibat pengalaman trafiking bersifat sangat merugikan kaum muda.

Penyimpangan kronis dapat mempengaruhi perkembangan psikologis seorang

anak serta dapat menyebabkan perkembangan kepribadian yang patologis.

Pengalaman trafficking tersebut memiliki dampak yang mendatangkan malapetaka

potensial atas kapasitas masa depan mereka untuk membangun hubungan-

hubungan yang sehat atas dasar rasa saling percaya dan keintiman.13

Westermeyer, Vang dan Neider (1983) menyatakan bahwa sebagian

symptom psikiatrik seperti depression (depresi), anxiety (kecemasan),

permusuhan, paranoid dan gangguan somatik yang dialami imigran dipengaruhi

faktor kebudayaan asal mereka. Menurut mereka variabel pasca imigrasi (post

immigration) seperti pengangguran dan jarak yang jauh dengan negara asal

mereka berkorelasi yang signifikan dengan masalah-masalah emosional.14

13
Zimmerman,C,Watts,C, 2003, dalam IOM Counter-Trafficking Handbook, Bab 4: Kesehatan
(Health), (New York: IOM, 2003), h. 214-216.
14
Westermeyer,J, dkk, " Migration and Mental Health Among Hmong Refugees: Association of
Pre And Post Migration Factors With Self Rating Scale ", (Journal of Nervous and Mental
Disease, 1983), 171, 92-96. dalam Adi Fahrudin, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi
dan Strategi,: Bab Kesehatan Mental Imigran, (Penerbit: Badan Pelatihan dan Pengembangan
Sosial Departemen Sosial RI, 2000), h. 304.
Para imigran mengalami kesulitan dalam percobaan untuk mengatasi

masalah bahasa dan kebudayaan semasa proses acculturation. Faktor-faktor ini

saling terkait dan menghasilkan berbagai gangguan dan masalah sosial. Apabila

budaya imigran dengan budaya negara baru memiliki perbedaan yang amat nyata,

imigran yang bersangkutan akan mengalami stres yang serius dan beban mental

yang berat.15 Korban perdagangan perempuan (woman trafficking) seringkali

mengalami trauma yang sangat mendalam dari penderitaan yang dialaminya.

Untuk itu perlu kesabaran yang sangat tinggi dalam memberikan penyembuhan

terhadap mereka. Bukan hal mudah memberikan terapi dan penyembuhan

terhadap si pasien yang menjadi korban trafficking, karena pada umumnya mereka

merasa takut untuk didekati, khususnya ketika ditanyakan perihal penyebab

kondisi mereka saat ini.

Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh CTU IOM RS. POLRI

Sukanto, jumlah korban perdagangan manusia yang mengalami gangguan

kesehatan mental khususnya depresi adalah 87 % dari total korban yang ditangani

oleh lembaga ini.16 Organisasi sosial dapat menjadi one stop services center

(layanan terpusat) yang memberikan berbagai jenis pelayanan, informasi, rujukan,

manajemen kasus, konseling, kesehatan fisik dan mental, perlindungan dan

pelayanan vokasional.. CTU IOM RS. POLRI Sukanto, sebagai salah satu

lembaga sosial internasional, memberikan perhatian khusus terhadap

permasalahan perdagangan manusia dan berperan aktif memberikan pelayanan

kepada korban.

15
Ibid, Rogler, Dharma & Malgady, 1991, h. 304.
16
Statistik CTU IOM Jakarta, Psychological Assessments among Victims of Trafficking, June
2005 - April 2007 (Jakarta: IOM, 2007).
CTU IOM menyediakan one stop crisis center dengan memberikan

pelayanan secara integratif, baik berupa pelayanan medis, sosial maupun

psikososial hingga tahap pemulangan dan reintegrasi klien. Para pekerja sosial

yang bekerja di badan sosial seperti ini, selain harus mempunyai kompetensi

multikultural yang akan mempermudah dalam bekerja dengan berbagai klien yang

berasal dari latar belakang etnik yang berbeda, mereka pun harus memiliki

kemampuan intervensi pada level makro, mezzo maupun mikro yang sejalan

dengan program dan pelayanan organisasi di samping itu, dalam menangani klien,

organisasi sosial biasanya menerapkan pola kerja tim (team work) bersama orang-

orang dari multi-disiplin keilmuan sesuai dengan wewenang dan kapasitasnya. 17

Orang-orang yang mengalami trafiking, baik trafiking untuk eksploitasi

tenaga kerja, seksual atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnya berhadapan dengan

sejumlah masalah kesehatan. Selama disekap, mereka mengalami kekerasan fisik,

eksploitasi seksual, pelecehan psikologis, kondisi hidup yang buruk dan menderita

sejumlah penyakit, yang menimbulkan sejumlah akibat yang berlangsung lama

terhadap kesehatan fisik mereka, terutama kesehatan reproduktif, dan kesehatan

mental.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi

dengan judul Analisis Gejala dan Faktor Pemicu Depresi Pada Korban

Perdagangan Perempuan (Women Trafficking) Studi Kasus Counter

Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM)

RS.POLRI Sukanto

17
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005),
h. 179.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Para korban perdagangan perempuan (women trafficking) di antaranya

menderita trauma fisik, tekanan jiwa, trauma psikis yang dialami seperti depresi

dan anxietas/kecemasan, gangguan tidur, disempowerment/rasa ketidakberdayaan,

gangguan makan, ide-ide bunuh diri, gangguan stres paska trauma, schizophrenia,

gangguan penggunaan obat/bahan atau mungkin kehilangan pegangan hidup.

Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai di

masyarakat. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau

golongan, maupun jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi lebih

banyak mengenai perempuan daripada laki-laki dengan rasio 1 : 2.18

Perempuan yang bekerja di sektor domestik, paling rawan untuk

mendapatkan perlakuan semena mena. Penyiksaan, pelecehan seksual, dan

perkosaan terhadap pembantu rumah tangga. Perempuan dan anak korban

trafiking adalah kelompok yang paling rawan mengalami berbagai bentuk

penganiayaan, baik secara fisik, emosional maupun seksual. Seringkali mereka

tidak mampu keluar dari siklus kekerasan yang menjebaknya.

Penelitian terhadap TKW yang pulang dari bekerja di luar negeri dan di

rawat di RS Polri Sukanto, memperlihatkan angka kejadian gangguan jiwa yang

cukup tinggi, yaitu; Psikotik 31,7%, Depresi 26,7%, PTSD (Post Traumatic

Syndrom Disorder) 11,7%, Anxietas Panik 5% dan Agorafobia 1,7%.19.

18
Kaplan HI, Sadock BJ, Mood Disorder. In Synopsis of Psychiatry. (Baltimore USA: William
and Wilkins, 1988), h. 288-303.
19
Yap, dalam Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking, (Pusat
Kajian Bencana & Tindak Kekerasan, Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005), h. 8.
Penelitian tersebut juga memperlihatkan kurangnya pengetahuan pekerja

migran (korban trafiking) tentang tatacara bermasyarakat dan adat istiadat negeri

tujuan kerja, hal ini juga berkorelasi dengan kejadian gangguan jiwa. Hal inilah

yang menjadikan mereka sebagai obyek bisnis bagi para pedagang manusia. 20

Sedangkan menurut data statistik CTU IOM pada bulan Maret 2005

hingga Januari 2007, disebutkan bahwa kebanyakan dari korban trafficking

mengalami gangguan depresi yakni mencapai 75,5 % lalu disusul dengan

gangguan kecemasan (Anxiety) 45 %, perubahan perilaku 21 %, PSTD 18,2 %

dan gangguan psikiatrik 14 % (data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).

Data statistik CTU IOM Maret 2005 sampai dengan Januari 2007

menunjukkan bahwa mayoritas bentuk eksploitasi yang diterima korban

perdagangan manusia adalah eksploitasi tenaga kerja yakni dipekerjakan sebagai

pembantu rumah tangga/ PRT (domestic worker) atau biasa dikenal sebagai buruh

migran yang jumlahnya mencapai 51 % dari korban perdagangan manusia yang

ditangani lembaga ini.

Dalam statistik ini juga disebutkan bahwa korban trafficking ini mayoritas

berjenis kelamin perempuan (woman trafficking) yang mencapai persentase

sebesar 89 %. Selain itu karakteristik lain dari subyek penelitian ini adalah

perempuan buruh migran/ PRT (domestic worker) yang dipekerjakan di Malaysia

yang disebutkan jumlahnya mencapai 1405 orang dalam periode ini. Dalam

skripsi ini, penulis hanya akan mengamati faktor pemicu depresi dan akibat

perdagangan perempuan.

20
Ibid, h. 8.
Penulis akan melakukan pengamatan dari mulai ciri-ciri / gejala depresi,

faktor pemicu depresi, dan sekilas tentang langkah penanganan pada korban.

Lebih lanjut, penulis hanya akan melakukan pengamatan pada korban

perdagangan perempuan (woman trafficking) di Counter Trafficking Unit

International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI dalam rentang

waktu antara Juni 2006 sampai dengan Oktober 2007.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana gambaran CTU IOM RS. POLRI Sukanto dan kliennya ?

2. Bagaimana gambaran kasus depresi ringan, sedang dan berat pada klien

CTU IOM RS. POLRI Sukanto yang bekerja sebagai buruh migran di

Malaysia?

3. Bagaimana analisis faktor pemicu dan ciri-ciri (gejala) depresi pada klien

korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking) yang dieksploitasi

dan dipekerjakan sebagai (domestic worker) di Malaysia yang di tangani

CTU IOM RS. POLRI Sukanto?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan gangguan depresi yang dialami korban perdagangan

perempuan dan menguraikan singkat tentang langkah penanganannya di

CTU IOM RS. POLRI Sukanto.


b. Menjelaskan bagaimana ciri-ciri (gejala) gambaran kasus depresi ringan,

sedang dan berat pada klien CTU IOM RS. POLRI Sukanto yang bekerja

sebagai buruh migran di Malaysia.

c. Mendeskripsikan faktor pemicu dan juga gejala timbulnya gangguan

depresi pada korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking) yang

bekerja sebagai buruh migran di Malaysia.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

 Memberikan tambahan pengetahuan mengenai depresi dan juga faktor

pemicunya pada korban pedagangan perempuan (Woman Trafficking),

ciri-ciri (gejala) gangguan depresinya dan juga pola pelayanan bagi korban

perdagangan perempuan di Counter Trafficking Unit International

Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.

b. Manfaat Akademis

 Secara akademis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan kepada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, khususnya

mengenai topik yang berkenaan dengan perdagangan perempuan (woman

trafficking) dan juga mata kuliah perlindungan anak dan perempuan.

c. Manfaat Sosial

 Secara sosial hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepekaan

dan kepedulian sosial (Social Awareness) terhadap masalah perdagangan

perempuan (woman trafficking) bagi civitas akademik kesejahteraan sosial

dan pada umumnya bagi yang membaca skripsi ini.


 Selain itu dari penelitian ini diharapkan semakin mengembangkan

semangat kepekaan dan kepedulian sosial terlebih khusus bagi kita sebagai

umat Islam (rahmatan lil `lamin).

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu tentang pendahuluan, kerangka

pemikiran, profil lembaga, analisa kasus dan penutup. Secara garis besar isi dari

tiap bab adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Pada bab ini

juga berisi sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, berisi tentang pengertian depresi, teori pemicu

depresi, penyebab depresi, gejala depresi, derajat depresi dan juga

penanganan depresi. Pengertian perdagangan manusia (Trafficking)

Unsur-unsur dalam perdagangan manusia, faktor-faktor perdagangan

manusia (sisi permintaan dan penawaran), kelompok rentan, daerah

sumber, transit dan penerima, faktor pendorong dan penarik dalam

perdagangan manusia, pelaku (trafficker), pengguna.

BAB III Metode Penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian,

teknik pengumpulan data, subyek penelitian yang mencakup teknik

pemilihan subyek, karakteristik subyek, jumlah subyek dan juga

pemilihan informan (narasumber), alat bantu pengumpulan data,

pencatatan data dan yang terakhir adalah analisis data.


BAB IV Gambaran IOM dan CTU IOM RS. POLRI Sukanto, berisi latar

belakang berdirinya lembaga, letak dan kedudukan, klasifikasi, peran

dan fungsi lembaga, falsafah lembaga, struktur organisasi dan

pembagian tugas, jaringan kerjasama, program-program pelayanan.

BAB V Analisis Kasus, berisi beberapa gambaran kasus klien yang

mengalami depresi, beserta gejala dan juga faktor pemicunya yang

dijadikan dasar pada penelitian ini. Pada bab ini dijelaskan analisis

intra kasus (intra analysis) / perkasus dan juga analisis antar kasus

(cross cases analysis).

BAB VI Penutup, berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah

dilaksanakan.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEPRESI
Kasus TKW yang nekat bunuh diri, atau sebaliknya membunuh

majikannya, merupakan fenomena puncak gunung es dari kebutuhan kesehatan

jiwa yang terabaikan. Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang cukup tinggi

pada korban trafiking adalah Depresi. Depresi sering berkomorbid dengan

gangguan stres pasca trauma.21

Depresi yang berakibat pada rasa bahwa hidup gelap dan sempit adalah

akibat ketidakmampuan orang-orang yang lemah imannya untuk menaati nilai-

nilai akhlak yang diajarkan oleh agama. Ilmu kedokteran menyatakan bahwa jiwa

yang tenang dan damai melindungi dari pengaruh penyakit ini. Al Quran

menyatakan bahwa Allah akan memberikan ketenangan dalam diri orang-orang

beriman. Allah SWT berfirman dalam al-Qur`an, surah Thh/20: 124; sebagai

berikut22

:
GK#  HA -0 GH # !C :
.
:
Artinya: Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka
Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit 23 dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."

21
Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking. (Pusat Kajian Bencana
& Tindak Kekerasan: Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005), h. 7.
22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 8, h. 392-393.
23
Kata -0M dhankan adalah kata jadian dari kata Dhanka yang berarti sempit. Kehidupan yang
sempit adalah kehidupan yang sulit dihadapi baik secara lahir maupun batin.kehidupan yang
demikian menjadikan seseorang tidak pernah merasa puas dan selalu gelisah. Hal ini dikarenakan
dia tidak memperdulikan hal-hal yang bersifat ruhaniah. Tidak merasakan kenikmatan ruhani
karena mata hatinya buta dan jiwanya terbelenggu oleh hal-hal yang bersifat material.
Dalam firmannya yang lain Allah mengatakan bahwa kehidupan yang baik

bukan berarti bahwa kehidupan itu selalu luput dari ujian dan cobaan. Seperti

yang tertulis dalam al-Qur`an surah an Nahl/16: 97 yang berbunyi:24

G4QR , !0A02 P  .   A# N


:
2
'   ,T  /!0*"0#
" Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan."

Kata Haytan thoyyibatan / kehidupan yang baik itu bukan berarti bahwa

kehidupan yang diliputi kemewahan dan luput dari ujian, melainkan kehidupan

yang diliputi oleh rasa lega, kerelaan serta kesabaran dalam menerima cobaan dan

rasa syukur atas nikmat Allah. Dengan demikian yang bersangkutan tidak

merasakan takut yang mencekam ataupun kesedihan yang melampaui batas.

Hal ini dikarenakan adanya kesadaran bahwa Allah telah menyediakan

ganjaran dari semua perbuatan. Setelah berbagai ujian dan cobaan, Allah akan

mengaruniakan perasaan tenang pada orang yang beriman. Dalam hal ini Allah

berfirman dalam al-Qur`an surah al Fath/48: 4 yang berbunyi:25

W "
 # 0P
# 2V U G0-!'#!( " #

-, 
2: !2#  T#'!
 # 0! 2# /

Artinya: " Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati


orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka (yang telah ada) dan kepunyaan Allah-lah tentara
24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 13, h. 178-180.
25
Sakinah itu adalah ketenangan di hati yang dirasakan setelah terjadi situasi yang mencekam /
karena bahaya yang mengancam jiwa atau yang disebabkan oleh sesuatu yang mengeruhkan
pikiran baik yang berasal dari masa kini maupun masa lalu. Allah menurunkan sakinah
(ketenangan) atas mereka sehingga mereka tidak merasa putus asa dan tidak juga bersedih hati
karena ditimpa kehilangan/kekurangan.
langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana."

1. Definisi Depresi

Depresi telah lama dikenal sejak zaman Yunani, yang oleh Hippocrates

disebut melancholi. Hal yang menonjol adalah gejala somatiknya, misalnya sakit

kepala, sakit pada saluran pencernaan, mulut kering, perut terasa kembung, nyeri
6
ulu hati, dan perut kejang. Depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang

psikopatologis, berupa kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi

yang berakibat mudah lelah setelah bekerja walaupun sedikit, dan berkurangnya

aktivitas.7 Depresi dapat merupakan suatu gejala, atau kumpulan gejala

(sindroma), dan dapat pula suatu kesatuan penyakit nosologik. 8

Ciri lain adalah perubahan kemampuan kognitif, bicara, dan fungsi

vegetatif (tidur, selera makan, aktifitas seksual dan ritme biologis lainnya). Ini

menyebabkan masalah dalam hubungan interpersonal, sosial, serta pekerjaan.9 Hal

ini juga berkaitan dengan gangguan psikologis lainnya seperti serangan panik,

penyalahgunaan obat, gangguan seksual, serta gangguan kepribadian.10

Menurut Philip L. Rice (1999), depresi adalah gangguan mood, kondisi

emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,

6
Citra Julita Tarigan, Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia
Organik, (Bagian Psikiatri: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Digitized by USU
digital library, 2003), h. 3.
7
Departemen Kesehatan RI. Direktorat Pelayanan Medik, Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia, Cet. Pertama, (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1993), h. 140
153.
8
Kusumanto R. Iskandar Y. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi pada praktek
umum, (Jakarta: Yayasan Dharma Graha, 1981), h. 916.
9
Kaplan, dkk, " Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences Clinical
Psychiatry, 7 th ed " (Baltimore: William & Wilkins, 1994) dalam Fausiah, Julianti Widury ;
editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press, 2005), h. 104.
10
Davidson & Neale, Abnormal Psychology. 8 th ed (New York: John Wiley & Sons, 2001), h.
113-114.
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara

dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan11.

2. Gejala Depresi

Gejala yang sering ditemui pada perempuan korban perdagangan manusia

(trafficking) biasa dikenal sebagai "Trias Depresi", yaitu :

a. Suasana perasaan murung

b. Kehilangan minat terhadap aktifitas sehari hari

c. Kehilangan energi / kelelahan kronis

Dapat juga disertai dengan gejala tambahan lain yaitu: 12

a. Pesimis terhadap masa depan

b. Perasaan tidak mampu

c. Putus asa, pikiran bunuh diri

d. Perasaan bersalah/berdosa

e. Gangguan selera makan

f. Gangguan tidur.

Adapun gejala tersebut jika diuraikan lebih lanjut akan dikelompokkan

menjadi 3 (tiga) gejala umum yang dapat diamati seperti gejala fisik, psikis

maupun sosial korban. Gejala tersebut adalah sebagai berikut:

a. Gejala Fisik

1. Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit)

11
Phillip. L. Rice, "Stress and Health". (Pacific Grove, CA: Brooks/ Cole Publishing Company,
1999) dalam http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm. Diakses pada 19 September
2007.
12
Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking. (Pusat Kajian
Bencana & Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI / RSCM, 2005), h. 16-17.
2. Menurunnya tingkat aktivitas.

3. Menurunnya efisiensi kerja.

4. Menurunnya produktivitas kerja.

5. Mudah merasa letih dan sakit.

b. Gejala Psikis

1. Kehilangan rasa percaya diri.

2. Sensitif.

3. Merasa diri tidak berguna.

4. Perasaan bersalah

5. Perasaan terbebani.

c. Gejala Sosial

Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya

mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Karena

perlu juga diketahui bahwa lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku

orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah,

tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang

terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan orang lain. Masalah ini

tidak hanya berbentuk konflik, tapi juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika

berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara

normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif

menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. 13

3. Teori Pemicu Depresi

13
http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm. diakses 19 sept 2007.
Pada orang dewasa, mayoritas pengalaman/ peristiwa hidup yang tidak

menyenangkan, menyakitkan ataupun menyedihkan yang mereka alami dapat

memicu seseorang mengalami depresi. Adapun beberapa faktor pemicunya dapat

diuraikan antara lain sebagai berikut:

a. Kematian seseorang yang dicintai

b. Mengidap penyakit kronis14

c. Terpisah dari lingkungan sosial dan merasa kesepian.

d. Perceraian/ berpisah berpisah dan juga hubungan yang disertai kekerasan.

e. Ekonomi dan tekanan hidup lainnya (stres).

f. Komorbiditas (gabungan ) dengan penyakit lain.

g. Hubungan keluarga yang renggang.

h. Penurunan (retardasi) dalam hal kemampuan telah dimiliki.

i. Perpindahan atau adanya perubahan gaya hidup, budaya, dll.

Ketika seseorang menganggap bahwa tidak ada yang dapat menolong

keadaan tersebut (tidak ada yang dapat dilakukan) dan menganggap bahwa dirinya

tidak sanggup/mampu untuk melakukan aktivitas seperti bekerja, menyupir,

berolahraga, dll, dengan kata lain mereka merasa tidak berdaya. Mereka akan

kehilangan waktu-waktu terbaiknya dan tidak memiliki semangat untuk hidup.

Kondisi ini dalam bahasan klinis disebut dengan apatis dan hal ini akan semakin

parah jika tidak ditangani secara serius.15

Faktor pemicu depresi lainnya adalah lamanya waktu rawat di Rumah

Sakit. Penelitian ini mengacu pada Stephen MS dkk (1991) menyatakan bahwa

14
Parker G, Kalucy, Megan. Depression comorbid with physical illness. (Australia: Lippincott
Williams & Wilkins,Inc.,1999;12,1), h. 87-92.
15
Rita L. Calderon, LCSW-R, Depression - How Social Workers Help: Caregiving:
Depression in the Elderly, diakses dari http://www.socialworkers.org/profession/default.asp.
National Association Of Social Worker (NASW). 5 Maret 2008 pukul 10.00 WIB.
lama rawat di rumah sakit berpengaruh terhadap terjadinya depresi.16 Pendapat ini

diperkuat dengan penelitian Aldwin (2000) yang menyatakan bahwa sikap tenaga

profesional rumah sakit, kurangnya dukungan keluarga dan teman dekat

mempengaruhi kesehatan usia lanjut yang mengakibatkan perpanjangan lama

perawatan di rumah sakit.17

1) Sudut Pandang Kognitif

Teori Beck memiliki tesis utama bahwa individu merasa depresi karena

pemikiran mereka dibiaskan pada interpretasi negatif. Menurut Beck, skema

negatif yakni kecenderungan memandang dunia secara negatif muncul karena

adanya peristiwa tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak atau remaja.

Skemata ini akan diaktifkan apabila mereka menghadapi situasi yang

mirip. Hal ini kemudian mempengaruhi bias kognitif dan kemudian memperkuat

apa yang disebut Beck sebagai triad negative, yaitu pandangan negatif tentang

diri, dunia, dan masa depan yang seolah jauh dan tidak terjangkau. Beck pun

mengemukakan revisi dari teori Triad negativenya yang dinamakan Teori

Hopelessness.

Menurut teori ini munculnya depresi dipicu karena adanya peristiwa

menyakitkan dan adanya kecenderungan menggeneralisir efek kegagalan/ hasil

yang buruk pada kesalahan pribadi yang bersifat global dan menetap atau dapat

16
Stephen MS, Maurice DS, Barbara W, et al. Psychological comor-bidity and length of stay
in the general hospital,. (Am J Psychiatry, 1991; 148: 324-9). dalam Suzy yusna dewi, Dkk,
Faktor Risiko Yang Berperan Terhadap Terjadinya Depresi Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat
Di RS dr. Cipto Mangunkusumo, Cermin Dunia Kedokteran No. 156, vol.34 no.3/156 Mei-Juni
2007, http://www.kalbe.co.id/cdk Diakses 10 Oktober 2007.
17
Aldwin. Social support and Health . http://hcd.ucdavis.edu/faculty/ adlwin/support.pdf.
Diakses 1 Juni 2004. dalam Suzy yusna dewi, Dkk, Faktor Risiko Yang Berperan Terhadap
Terjadinya Depresi Pada Pasien Geriatri Yang Dirawat di RS. dr. Cipto Mangunkusumo, Cermin
Dunia Kedokteran No. 156, vol.34 no.3/156 Mei-Juni 2007, http://www.kalbe.co.id/cdk Diakses
10 Oktober 2007.
pula dipicu oleh faktor kognitif lain seperti perasaan tidak ada harapan, tidak ada

respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan perkiraan bahwa hasil

yang diharapkan tidak akan terjadi.

2) Sudut pandang Interpersonal

Teori ini mengatakan bahwa individu yang depresi cenderung memiliki

hubungan sosial yang kurang baik dan menganggap mereka kurang memberikan

dukungan. Sedikitnya dukungan sosial dapat mengurangi kemampuan individu

untuk mengatasi peristiwa hidup yang negatif sehingga membuat mereka rentan

terhadap depresi.

3) Sudut pandang Biologis

Hasil penelitian genetik menunjukkan sekitar 10-25 % keluarga pasien

yang bipolar pernah mengalami satu episode gangguan mood. 18

4. Derajat Depresi

Depresi dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu: 19

a. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga

gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan dan

berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu, dan tidak ada gejala

berat di antaranya. Ragu mengenai ada / tidaknya depresi. Skala

pengukuran depresi Hamilton (17-24).

b. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga

gejala utama ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya empat) gejala

tambahan. Satu ataupun dua gejala utama muncul, namun pasien pada

18
Gherson, 1990. dalam Fausiah, Julianti Widury; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi
Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia / UI-Press, 2005), h. 114.
19
Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Cetakan
pertama (PT Nuli Jaya: Jakarta, 2001), h. 103-106.
tahap ini masih dapat mengontrol diri mereka (tidak mengganggu

keseharian). Skala pengukuran depresi Hamilton (25-34).

c. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah sekurang-

kurangnya empat gejala tambahan, beberapa di antaranya harus

berintensitas berat. Pasien pada tahapan ini mengalami kesulitan

mengontrol diri mereka sehingga menggangu keseharian mereka, gejala-

gejala jelas. Skala pengukuran depresi Hamilton (35-51).

d. Sangat Berat (More Severe), Gejala-gejala depresi dominan muncul,

pasien telah benar-benar mengalami kesulitan mengontrol diri mereka dan

mengganggu aktivitas bekerja dan juga keseharian mereka (pasien pada

tahap ini memerlukan rujukan ke Psikiater). Skala pengukuran depresi

Hamilton (52-68).

B. Perdagangan Manusia

1. Definisi perdagangan manusia

Definisi yang paling mutakhir dan paling diterima secara luas adalah

definisi yang dicantumkan dalam Protokol Palermo tentang Perdagangan manusia

(2000) yang berbunyi : Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan

perdagangan orang adalah: 20

(a) ... the recruitment, transportation, transfer, harboring or


receipt of persons, by means of the threat or use of force or other
forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the
abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or
receiving of payments or benefits to achieve the consent of a
person having control over another person, for the purposes of
exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the
20
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and
Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime, 2000 (juga di kenal sebagai Konvensi Palermo).
exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual
exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar
to slavery, servitude or the removal of organs.
(... rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau
penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan,
pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian
bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk
dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat
prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja
atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang
menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ
tubuh). Definisi ini diperluas dengan ketentuan yang berkaitan
dengan anak di bawah umur (di bawah 18 tahun), bahwa: The
recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of a
child for the purpose of exploitation shall be considered
trafficking in persons even if this does not involve any of the
means set forth in subparagraph (a).

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari

perdagangan orang adalah: 21

a. Proses (Perbuatan): merekrut, mengangkut, memindahkan,

menyembunyikan atau menerima.

b. Cara (Sarana): untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan

paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan,

penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan

pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang

memegang kendali atas korban.

c. Tujuan: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi

seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ

tubuh.

21
Ruth Rosernberg editor, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, (Publikasi USAID
& ACILS, 2003), h. 51-59.
Saat ini kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang

meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan

untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang

baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in persons) atau yang juga dikenal

dengan istilah perdagangan manusia (human trafficking). Praktek ini beroperasi

secara tertutup dan bergerak di luar hukum.22 Pelaku perdagangan orang atau

manusia (trafficker) cepat berkembang menjadi sindikat lintas negara. Mereka

menggunakan teknik khusus untuk menjerat mangsanya, setelah itu tanpa disadari

korbannya, pelaku kemudian mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga

korban menjadi tidak berdaya, merasa tidak sanggup untuk membebaskan diri dari

praktek ini.

2. Tahapan Utama Pengalaman Trafiking

Tahap-tahap signifikansi psikologis dalam proses trafiking meliputi:

a. Tahap sebelum berangkat,

b. Melakukan perjalanan dan transit,

c. Tahap tempat tujuan,

d. Diselamatkan atau melarikan diri, penahanan dan deportasi, bukti

kriminal,

e. Pemulangan dan reintegrasi.23

a. Tahap Sebelum Berangkat

Tahap sebelum berangkat mencakup periode sebelum individu

bersangkutan masuk ke dalam situasi trafiking.

22
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan
Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta, 2005), h. 3.
23
Gushulak, B & McPherson, D, 2000, IOM Counter-Trafficking Handbook, (New York: IOM,
2003), h. 218-220.
Secara ringkas, beragam metode perekrutan dipergunakan:

1. Membidik orang-orang yang secara potensial (misalnya, para lelaki

/perempuan di bar-bar, kafe-kafe, klub-klub);

2. Jaringan-jaringan informal melalui anggota keluarga dan teman-teman;

3. Iklan-iklan yang menawarkan kesempatan kerja dan kesempatan belajar ke

luar negeri;

4. Agen-agen yang menawarkan pekerjaan, belajar, pernikahan atau

perjalanan ke luar negeri;

5. Pernikahan palsu yang telah diatur sebelumnya.

b. Tahap Perjalanan dan Transit

Tahap perjalanan dan transit dimulai pada saat perekrutan dan berakhir

pada saat tiba di tempat tujuan pekerjaan. Perekrutan diikuti dengan suatu tahap

perpindahan yang tidak didasarkan pada kebebasan dan kemauan sadar dari

orang-orang yang diangkut. Kebanyakan orang yang mengalami trafiking belum

pernah meninggalkan negeri asal sebelumnya. Sehingga, orang tersebut

sepenuhnya bergantung pada para pelaku trafiking. Beberapa orang meninggalkan

negeri mereka tanpa paspor internasional, tetapi kebanyakan, meski memiliki

paspor, seringkali paspor mereka diambil dan ditahan oleh pelaku trafiking

sebagai cara untuk pengamanan. Para pelaku trafiking sering mempergunakan

cara-cara transportasi umum, karena lebih murah dan dapat meyakinkan orang-

orang yang ditrafiking bahwa perjalanannya mempunyai tujuan legal.

Namun, orang-orang yang mengalami trafiking dihadapkan pada cara-cara

transportasi yang berbahaya (misalnya: car boat) dan/atau penyeberangan-

penyeberangan tapal batas yang berisiko tinggi, disertai ancaman, intimidasi, dan
kekerasan, termasuk pemerkosaan dan bentuk penyimpangan seksual lainnya

disepanjang perjalanan. Orang yang mengalami trafiking rentan terhadap

pelecehan yang dilakukan oleh banyak orang selama dalam tahap perpindahan,

termasuk dari agen trafiking, pengantar, pengemudi, petugas perbatasan, dan

sebagainya. Selain itu, tidak lazim didapati orang yang mengalami trafiking yang

sudah mengalami beberapa siklus perjalanan dan transit dan sudah dijual kembali

atau sudah ditrafiking lagi beberapa kali sepanjang perjalanan.

Bagi kebanyakan orang yang mengalami trafiking, tahap perpindahan juga

merupakan tahap trauma awal sejak aktivitas-aktivitas gelap/haram ini dimulai.

Keluar dari rumah dengan cepat akan memicu tingginya stress dan kecemasan

bagi hampir semua orang yang sudah direkrut. Bagi sebagian besar orang, hal ini

merupakan saat pertama mereka meninggalkan rumah dan memisahkan diri dari

keluarga dan terlepas dari mekanisme dukungan sosial.

Ketika mereka mulai sadar, ternyata mereka sudah diperdaya, tersesat.

Mereka merasa tak berdaya, tak kuasa dan menghadapi suatu masa depan yang

suram dan tidak pasti. Dalam situasi-situasi yang berbahaya tanpa sarana untuk

melarikan diri, orang yang mengalami trafiking mungkin tidak lagi mampu untuk

berkonsentrasi dan berpikir secara rasional. Dalam kebanyakan kasus, orang-

orang yang mengalami trafiking memiliki ingatan yang kurang bagus untuk

mengungkap peristiwa yang telah dialami; bahkan lupa akan sejumlah rincian

yang signifikan.

Taktik kontrol umum yang dipergunakan oleh para pelaku trafiking

mungkin meliputi hal-hal berikut: melakukan teror (menanamkan rasa takut terus-

menerus dan tak berbelas-kasihan), menipu dan mengelabui, mempertahankan


kondisi-kondisi yang tidak dapat diduga dan dikontrol (sehingga, para korban

tetap bingung dan tidak mampu membuat rencana dan mengantisipasi kejadian-

kejadian), mengurangi semua keputusan yang menumbuhkan kekuatan, dan

manipulasi emosi (seperti ancaman untuk membiarkan keluarga tahu kegiatan

yang mereka lakukan).24

c. Tahap Tempat Tujuan

Tahap tempat tujuan terjadi ketika orang yang mengalami trafiking

ditempatkan untuk bekerja dan tunduk pada suatu kombinasi antara paksaan,

kekerasan, tenaga kerja paksa, jeratan hutang atau bentuk-bentuk penyalahgunaan

lainnya.. Banyak mekanisme yang berbeda-beda dipergunakan untuk memperoleh

kekuasaan guna mengontrol orang yang mengalami trafiking selama dalam tahap

eksploitasi.

1. Biasanya paspor dan dokumen-dokumen identitas mereka disita, dan

mereka terperangkap dalam suatu lingkungan migrasi ilegal (sehingga

mereka menjadi rentan terhadap tuntutan dan deportasi karena melanggar

hukum dan peraturan-peraturan, atau pelacuran).

2. Para pelaku trafiking juga mempergunakan kekerasan dan pelecahan

seksual: bagi kebanyakan perempuan, pemerkosaan sering menjadi

langkah pertama untuk menuju tahap eksploitasi seksual.

3. Pola-pola psikologis normal secara teratur dimanipulasi dalam kadar-kadar

tertentu untuk menyiksa dan pencucian otak: pencabutan hak tidur,

menderita kelaparan, ruang pribadi dan privasi yang terbatas, ancaman-

ancaman atas kehidupan, kekerasan dan penyiksaan berulang-ulang.

24
Zimmerman, C., Watts, C, IOM Counter-Trafficking Handbook, (New York: IOM, 2003), h.
217-219.
4. Penyiksaan fisik dan mental disertai ancaman-ancaman terhadap

keselamatan keluarga mereka, larangan untuk menghubungi seorang

anggota keluarga atau teman, sering ada denda uang dan perampasan uang,

aset-aset bernilai dan terbatas yang dapat mereka miliki, penggunaan

secara paksa atas alkohol dan bahan-bahan lainnya, dan teknik-teknik

pemaksaan lainnya untuk menjamin adanya kerjasama dan mencegah

mereka agar tidak melarikan diri. Tidak mengherankan, orang yang

mengalami trafiking pada akhirnya tidak lagi mampu melakukan kehendak

bebasnya, dapat menyerah, dan dapat tunduk di bawah kontrol para pelaku

trafiking.

5. Jeratan hutang: perbudakan terjadi dengan berpura-pura membayar

kembali suatu akumulasi hutang yang meliputi harga yang telah dibayar

pemilik untuk perjalanan, dokumen palsu dan pembelian orang tersebut.

Dalam beberapa contoh, para pelaku trafiking menambah terus hutang

para korban dengan membebani ongkos untuk akomodasi, penjualan

kembali ke para pemilik lain, hukuman-hukuman, biaya makan, biaya

penginapan, dan lain sebagainya.

3. Faktor di Belakang Perdagangan Perempuan & Anak

a. Sisi Permintaan

1) Permintaan pengusaha akan tenaga kerja murah dan dapat dieksploitasi


2) Permintaan pelayanan dari pengguna sering dipenuhi oleh orang yang

diperdagangkan (korban).

3) Diskriminasi gender

4) Informalisasi yang semakin meningkat dalam pasar tenaga kerja

5) Pertumbuhan industri seks dan tempat hiburan

6) Sifat perdagangan manusia yang beresiko rendah dan menguntungkan.

7) Tidak adanya kerangka peraturan yang efektif dan rendahnya

penegakan hukum

8) Lemahnya organisasi dan posisi tawar pekerja

9) Praktek-praktek sosio-kultural yang diskriminatif, misalnya dalam

perkawinan

10) Pelanggaran hak asasi manusia

b. Sisi Suplai

1) Feminisasi kemiskinan

2) Pengangguran kronis dan kurangnya peluang ekonomi

3) Bertumbuhnya materialisme dan keinginan untuk hidup lebih baik

4) Situasi disfungsi keluarga

5) Ketidaksetaraan gender dalam akses terhadap pendidikan dan pelatihan

6) Kurangnya akses informasi

7) Diskriminasi berbasis gender ataupun etnis

8) Konteks budaya, sikap masyarakat dan praktek-praktek yang

mentolerir kekerasan terhadap perempuan, Kebijakan migrasi yang

selektif terhadap jenis kelamin tertentu (Kerangka peraturan dan

hukum yang tidak efektif).


9) Pengungsian dan kekacauan yang diakibatkan oleh bencana alam dan

juga bencana buatan manusia.25

4. Daerah Sumber, Transit dan Penerima

Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam

perdagangan orang. Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa

propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daerah sumber namun ada

beberapa kabupaten/kota di propinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah

penerima atau yang berfungsi sebagai daerah transit. 26

5. Faktor-Faktor Perdagangan Manusia

Ada sejumlah faktor yang mendorong orang untuk meninggalkan rumah

dan menyebabkan mereka menjadi korban perdagangan manusia.

a. Faktor pendorong

Faktor-faktor pendorong yang paling umum adalah:

1) Kemiskinan keluarga

2) Mencari pekerjaan

3) Meningkatnya materialisme

4) Konflik keluarga atau keluarga berantakan

5) Bencana alam atau perang

6) Buta huruf/ketidakpedulian/kurangnya kesadaran masyarakat

7) Kurangnya jaringan dukungan komuniti

8) Diskriminasi atas dasar gender dan/atau kesukubangsaan

25
GENPROM, Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women Migrant
Workers: An Information Guide, Booklet 6, Trafficking of Women and Girls, (ILO: Geneva, 2002),
h. 24.
26
Ibid, h. 5.
9) Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, anak laki dan anak

perempuan dalam pendidikan dan pelatihan

10) Kebijakan migrasi yang memilih jenis kelamin tertentu

b. Faktor penarik

Faktor-faktor penarik yang paling umum adalah:

1) Permintaan akan tenaga kerja murah dan dapat dieksploitasi

2) Transportasi dan komunikasi yang lebih mudah dan mudah diakses

3) Ekonomi informal dan pasar tenaga kerja yang diperluas

4) Meningkatnya permintaan akan gadis remaja dan pemuda remaja di

rumah-rumah bordil

5) Sifat perdagangan yang beresiko rendah dan banyak untung

6) Lemahnya penegakan hukum dan korupsi di antara pihak yang

berwenang.

6. Pelaku Perdagangan Manusia (Trafficker)

Perdagangan orang melibatkan laki-laki, perempuan dan anak-anak

bahkan bayi sebagai korban, sementara agen, calo, atau sindikat bertindak

sebagai yang memperdagangkan (trafficker). Para germo, majikan atau

pengelola tempat hiburan adalah pengguna. Termasuk dalam kategori pengguna

adalah lelaki hidung belang atau pedofil yang mengencani perempuan dan anak

yang dipaksa menjadi pelacur, atau penerima donor organ yang berasal dari

korban perdagangan orang.

Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan organisasi

kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan

tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan


perdagangan orang.27 Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan

agen/calo-calonya di daerah adalah trafficker karena memfasilitasi pemalsuan

KTP/Paspor serta secara ilegal menyekap calon pekerja migran di penampungan,

dan menempatkan mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa

memasukkannya ke industri seks.

a. Agen atau calo-calo bisa orang luar tetapi bisa juga seorang tetangga,

teman, atau bahkan kepala desa, yang dianggap trafficker manakala

dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau

pemalsuan dokumen.

b. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala terlibat dalam

pemalsuan dokumen, membiarkan terjadinya pelanggaran dan

memfasilitasi penyeberangan melintasi perbatasan secara ilegal.

c. Majikan adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam

kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja,

melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja,

atau menjerat pekerja dalam lilitan utang.

d. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasar Pasal 289, 296, dan 506

KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka

memaksa perempuan bekerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam

libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak

membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah

18 tahun).

27
Rosernberg, 2003 dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik
Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta,
2005), h. 7.
e. Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya

telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa

perbudakan dan eksploitatif walaupun mungkin calo yang

bersangkutan tidak menyadari sifat eksploitatif pernikahan yang akan

dilangsungkan.

f. Orang tua dan sanak saudara adalah trafficker manakala mereka secara

sadar menjual anak atau saudaranya baik langsung atau melalui calo

kepada majikan di sektor industri seks atau lainnya atau jika mereka

menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan diterima

oleh anak mereka nantinya.

g. Orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi

utangnya dan menjerat anaknya dalam libatan utang.

h. Suami adalah trafficker manakala ia menikahi perempuan tetapi

kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya

demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau

memaksanya melakukan prostitusi.

7. Pengguna 28

28
Ibid, h. 8.
a. Germo dan pengelola rumah bordil yang membutuhkan perempuan

dan anak-anak untuk dipekerjakan sebagai pelacur.

b. Laki-laki hidung belang, pengidap pedofilia dan kelainan seks lainnya

serta para pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional yang

tinggal sementara di suatu negara.

c. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut,

mudah diatur dan mudah ditakut-takuti.

d. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan

wisata seks.

e. Agen penyalur tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab.

f. Sindikat narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas

jaringannya.

g. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan perempuan dan anak

untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.

h. Keluarga yang ingin mengadopsi anak.

i. Laki-laki China dari luar negeri yang menginginkan perempuan

tradisionil sebagai pengantinnya.

8. Teknik Pelaku Perdagangan Manusia 29

29
Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn. Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi
Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak (Panduan Praktis bagi
a. Berjanji memberikan pekerjaan yang baik

b. Perkawinan semu

c. Mengunjungi kerabat

d. Menjanjikan pendidikan yang lebih baik/tinggi

e. Menjanjikan makanan enak/perhiasan dll.

f. ancaman

g. penculikan

h. pembiusan.

9. Eksploitasi Perdagangan Manusia dan Tenaga Kerja

Perempuan dan anak-anak diperdagangkan bukan hanya untuk pelacuran,

tetapi juga untuk tujuan eksploitasi lainnya seperti :

a. Kerja pabrikan

b. Kerja domestik

c. Kerja pertanian

d. Kerja di industri hiburan, termasuk pornografi

e. Pekerja hotel/ klub malam.

f. Kerja di panti pijat dan bar-bar karaoke

g. Kawin paksa

Tabel 1: Lokasi Kerawanan Pekerja Migran


Lokasi Bentuk kerawanan

Organisasi). Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Program Internasional Penghapusan


Pekerja Anak (IPEC) Kantor Subregional untuk Asia Timur), h. 175.
Desa  Tidak adanya kejelasan informasi mengenai standar
perekrutan
 Para pekerja domestik (buruh migran) biasanya
mudah ditipu.
 Pelecahan seksual

PJTKI  Terisolasi: dan mengalami pemaksaan


 Lamanya waktu menunggu tanpa adanya informasi
yang jelas tentang pemberangkatan.
 Makan tidak bergizi, dan kurangnya air bersih untuk
minum.
 Minimnya fasilitas sanitasi (MCK).
 Pelecahan seksual.
 Bekerja tanpa bayaran.
 Sakit
 Meninggal dunia

Dalam Bekerja  Pemaksaan kontrak kerja, bekerja kepada lebih dari


satu majikan
 Gaji ditahan

 Gaji tidak dibayarkan


 Membayar makan sendiri (gaji yang dipotong untuk
biaya makan).
 Pelecehan seksual
 Tidak mendapatkan layanan kesehatan
 Meninggal dunia
 Tempat bekerja tidak jelas, diculik, dipaksa kembali
oleh majikan, deportasi
 Dituduh mencuri
 Tidak adanya akses komunikasi keluar, dikurung,
dipenjara
 Kontrak kerjanya tidak manusiawi
 Hak milik tidak dikembalikan (barang-barang
pribadi)

Saat kembali  Pulang dengan ongkos sendiri


 Diperas pada saat di bandara
 Dipaksa untuk menukarkan mata uang asing dengan
kurs rendah
 Gaji tidak ditransfer
 Meninggal dunia karena kecelakaan di jalan raya
 Menanggung aib atas anak hasil perkosaan
Tabel 2: Kerawanan Saat Proses Bekerja

Waktu Kemungkinan Kerawanan


Pagi hari  Kecelakaan kerja
 Banyaknya perintah dengan waktu singkat
 Tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah

Siang hari  Kecelakaan kerja


 Dirampok ketika majikan tidak di rumah
 Pelecehan seksual dengan kekerasan
 Tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah

Malam hari  Eksploitasi kerja


 Tidak dibayar atas jam kerja yang berlebihan
 Tidak adanya waktu untuk beristirahat

Hari Libur  Ekploitasi dalam bekerja. 30

C. Penelitian Sebelumnya

Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai depresi dan juga

trafficking yang pernah dilakukan:

1. Maryanti (1992) dari Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia mengenai Penerapan Relasi

Pekerjaan Sosial Dalam Intervensi Terhadap Penderita Depresi (Studi

kasus: pasien unit psikiatri RSCM). Penelitian ini membahas tentang

penerapan bentuk intervensi pekerjaan sosial yang berkaitan langsung

dengan metode-metode pekerjaan sosial seperti casework, group work, dll.

2. Gusnita Syarah (2007) dari Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Fakultas

Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai

30
Publikasi Komnas Perempuan and Solidaritas Perempuan/ CARAM Indonesia, Indonesian
Migrant Domestic Workers: Their Vulnerabilities And New Initiatives For The Protection Of Their
Rights (Indonesian Country Report to the UN Special Rapporteur on the Human Rights of
Migrants, Support of Ford Foundation dan DGIS, 2003), h. 21-22.
Pelayanan Integratif CTU IOM Kepada Korban Perdagangan Perempuan

Yang Dilacurkan. Penelitian ini membahas tentang bentuk-bentuk

pelayanan umum yang diberikan CTU IOM terhadap korban perdagangan

perempuan yang dilacurkan.

Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan pada analisa depresi dan

pemicu depresi yang ditemukan pada korban perdagangan perempuan (Women

Trafficking) di CTU IOM RS.POLRI Sukanto, tekniknya adalah menyoroti

pengalaman Trafficking yang dialami dan memperhatikan depresi yang timbul lalu

menggangu keberfungsian sosial korban

D. Diagram Alur Kerangka Penelitian

Gambaran IOM dan Analisis Intra


CTU RS. POLRI Kasus:
Sukanto 1. Gejala dan
Pemicu Depresi
Gambaran Kasus: Ringan
Klien Perempuan 1. Klien Ani 2. Gejala dan
korban Trafficking 2. Klien Ijah Pemicu Depresi
(VoTs) 3. Klien Ica Sedang
3. Gejala dan
Pemicu Depresi
Gambaran Umum Berat
Klien Depresi
Analisis Antar Kasus :
1. Persamaan dan Perbedaan gejala/
ciri.
2. Persamaan dan Perbedaan Pemicu
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kantor Pusat IOM di 17 Route des Marillon C.P 71, CH-1221, Jenewa 19

Switzerland. Hingga tahun 2002, IOM telah memberikan bantuan dan beraktivitas

di 117 negara (175 kota). Di Indonesia, IOM ada di Banda Aceh, Bogor, Jakarta,

Kupang, Mataram, Medan, Meulaboh, Nias, Pontianak, Sibolga, Sigli, Simeulue,

Sitobondo dan Surabaya. Kantor pusat IOM Indonesia berada di Gedung Surya

Lt. 12 A. Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta 10350. Kantor menangani administrasi

lembaga. Penulis melakukan penelitian di Counter Trafficking Unit (CTU) milik

IOM yang berfungsi sebagai shelter yang berlokasi di Pusat Pelayanan Medis

(PPM) dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) RS POLRI Raden Said Sukanto di Jl.

RS. POLRI No. 11 Kramat Jati, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan sejak

bulan Agustus 2006 sampai Oktober 2007.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung dengan

data kuantitatif deskriptif dalam memperoleh informasi tentang hal yang akan

diteliti.26 Dalam metode kualitatif, biasanya dilakukan pengolahan data yang

sifatnya deskriptif yang telah diperoleh melalui transkripsi wawancara, catatan

lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.

26
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2003), h.12.
Penelitian kualitatif memiliki desain yang bersifat alamiah. Peneliti tidak

berusaha untuk memanipulasi setting (bentuk) penelitian; melainkan melakukan

studi terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada.

Penelitian kualitatif memberi penekanan pada dinamika dan proses. Selain itu,

penelitian pada konteks alamiah ini lebih fokus pada pengalaman individu

maupun kelompok yang berbeda.27

Untuk lebih memahami tentang lingkup pekerjaan sosial yang berkaitan

dengan kesehatan jiwa, khususnya mengenai pemicu depresi pada korban

perdagangan perempuan (woman trafficking). Untuk kegiatan lapangan dilakukan

Studi kasus. Metode ini sangat bermanfaat ketika peneliti merasa perlu memahami

suatu kasus khusus, orang-orang tertentu, kelompok dengan karakteristik tertentu

ataupun situasi unik secara mendalam. Hal ini menjadikan studi kasus merupakan

suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness)

dari objek. Data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai

suatu keseluruhan yang terintegrasi.28 Studi kasus digunakan karena

pendekatannya yang efektif untuk mengumpulkan data observasi yang luas dan

terinci, yang didasarkan atas satu atau beberapa subyek saja. Penelitian dengan

studi kasus dapat menyoroti kejadian-kejadian dan gejala-gejala sosial dalam

kehidupan seorang responden atau dalam suatu kelompok untuk memahami

dinamika sosial dari kelompoknya, serta kemungkinan untuk membuka aspek-

aspek dari kehidupan seseorang yang biasanya lebih banyak tersembunyi.29

27
Patton, M.Q. "Qualitative Evaluation and Research Methods", 1990. dalam E. Kristi
Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Lembaga Pengembangan Sarana
Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3): 1998), h. 31.
28
J. Vredenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta, PT Gramedia, 1978), h.
34.
29
Ibid, h. 42-43.
C. Teknik Pencatatan Data

Ada tiga jenis hasil data dari penelitian kualitatif yaitu wawancara,

observasi dan dokumen. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data

primer berupa data wawancara dengan subyek penelitian (klien) juga informan

(psikolog, pekerja sosial, dll). Data ini mencakup kutipan wawancara dengan

konteks yang memungkinkan untuk diinterpretasi. Observasi mencakup deskripsi

kerja lapangan mengenai aktivitas, perilaku, percakapan, interaksi interpersonal,

proses komunitas atau organisasi serta berbagai aspek lain dari pengalaman

manusia yang dapat diobservasi.

Sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen yang mencakup

material tertulis dan dokumen lain dari organisasi atau data klinis; laporan dan

publikasi resmi; catatan pribadi, surat, pekerjaan artistik, fotografi dan

memorabilia; serta respon tertulis terhadap survey terbuka (open-ended).30

Pencatatan data dalam penelitian ini menggunakan:

1. Teknik Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam studi

kasus. Menurut Burhan Bungin, wawancara adalah proses percakapan dengan

maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,

motivasi, perasaan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu

pewawancara dengan yang diwawancara.31

30
Ibid, h. 61-62.
31
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), h.108.
Sedangkan menurut E. Kristi Poerwandari, wawancara adalah percakapan

dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.32 Dilihat dari

sasaran respondennya, jenis wawancara dibagi dua macam, yaitu wawancara

perorangan dan wawancara kelompok. Peneliti menggunakan jenis wawancara

perorangan, yakni tanya jawab tatap muka langsung antara pewawancara dengan

subyek.33 Wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terbuka (open

ended) dan juga probing terhadap respon secara mendalam mengenai pengalaman

seseorang, persepsi, opini, perasaan dan pengetahuan. Wawancara dalam

penelitian kualitatif bersifat fleksibel, dinamis dan tidak terlalu terstruktur.34

Peneliti membatasi waktu yang akan digunakan agar wawancara berjalan efektif

dan efisien. Peneliti mengalokasikan waktu wawancara untuk setiap subjek antara

60 sampai 90 menit.

Dalam wawancara mendalam (In-Depth Interview) guna mendapatkan

informasi membutuhkan antara lain10 pedoman wawancara yang fleksibel,

membangun raport (hubungan baik) dengan orang- yang diwawancarai dengan

menjalin empati, sehingga memperoleh pemahaman-pemahaman tanpa prasangka

(penilaian obyektif) sekaligus menjaga netralitas data.

32
E. Kristi Poerwandari , Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3): 1998), h. 72.
8
Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2001), h. 85.
34
Taylor, S.J., Bogdan. R. Introduction Qualitative Research Methods (3rd ed): A Guidebook
and Resource. (New York : John Wiley & Sons. 1998), h. 113.
10
Marshall & Rossman, Designing Qualitative Research, dalam Nani Grace, Penelitian
Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif ; Perbedaan serta Perpaduannya (London: Sage Publication,
1995), h. 4-5
2. Teknik Observasi dan Pembuatan Catatan Lapangan

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan sebagai metode pelengkap dari

metode wawancara. Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang

diselidiki.11 Tujuan dari observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari,

aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna

kejadian dilihat dari mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Jenis observasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi

partisipan, dimana peneliti turut ambil bagian atau berada dalam kondisi objek

yang diobservasi.12

Meskipun wawancara hanya dilakukan selama satu sampai tiga kali saja

terhadap subyek penelitian, namun peneliti melakukan beberapa kali datang untuk

menemui subyek. Pertemuan ini dilakukan guna mencatat hal-hal lain yang

diamati dari diri subyek, interaksinya dengan lingkungan sekitar dan mengamati

situasi tempat pengamatan. Peneliti mengamati klien sejak klien datang ke

Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM)

RS. POLRI Sukanto hingga ditentukannya waktu pemulangan klien ke kampung

halamannya. Selain menggunakan mata dan juga telinga dalam mencatat temuan

dari lapangan, penulis pun membuat lembar observasi (pengamatan) sederhana.

Sedangkan mengenai perilaku-perilaku khusus yang dicatat, peneliti akan

mencatat hal-hal khusus yang berkaitan dengan gejala depresi (symptom

depression), dan sesuatu yang tampak sebagai ciri dari seorang yang mengalami

gangguan kesehatan mental khususnya depresi.


11
Drs. Cholid Narbuko dan Drs. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2001), h. 70.
12
Ibid, h. 72.
D. Subyek Penelitian

1. Teknik Pemilihan Subyek

Dalam penelitian ini digunakan prosedur pemilihan subjek secara

purposive sampling. Prosedur penentuan subjek atau sumber data dalam penelitian

kualitatif umumnya dipilih berdasarkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan

masalah penelitian dan tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau

peristiwa acak, melainkan pada kekhususan konteks.35

Sebelum melakukan pemilihan subyek, peneliti terlebih dahulu melakukan

pemilihan variasi dari derajat (tingkatan) depresi yang dialami klien. Yang

tentusaja sudah digolongkan oleh psikolog Counter Trafficking Unit

International Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.

Adapun derajat (tingkatan) depresi yang dialami klien adalah Mild (Ringan),

Moderat (Sedang) dan juga Severe (Berat) yang telah disesuaikan dengan

Hamilton Rating Scale of Depression (HRS-D) yang digunakan CTU IOM RS.

POLRI Sukanto.

2. Karakteristik Subyek

Dalam penelitian ini, pemilihan subyek dilakukan atas dasar informasi

yang hendak dicari. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah perempuan

yang teridentifikasi sebagai korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking)

yang ditangani oleh Counter Trafficking Unit International Organization for

Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto, yang telah terdiagnosis mengalami

gangguan depresi. Dalam penelitian ini diambil 3 (tiga) kasus yang memiliki

perbedaan tingkat depresi, gejala dan juga pemicunya.


35
Sarantakos, Social Research, (Melbourne: MacMillan Education Australia Pty Ltd, 1993).
dalam E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006), h. 53.
Selain itu variasi dari latar belakang keluarga, kondisi dari cara, proses dan

juga tujuan dari trafficking juga diperhatikan. Ketiga subyek ini memiliki variasi

pendidikan mulai dari SD, SLTP maupun SLTA. Dan ketiganya berada dalam

usia produktif yakni 20, 25 dan juga 30 tahun.

Data statistik CTU IOM Maret 2005-Januari 2007 menunjukkan bahwa

mayoritas bentuk eksploitasi korban perdagangan perempuan adalah eksploitasi

tenaga kerja yakni dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga/ PRT (Domestic

Worker) atau biasa dikenal dengan sebutan buruh migran yang mencapai 51 %

Dalam statistik ini juga disebutkan bahwa korban trafficking (perdagangan

manusia) ini mayoritas berjenis kelamin perempuan yang mencapai persentase

sebesar 89 %. Karakteristik lain dari objek penelitian ini adalah perempuan buruh

migran yang dipekerjakan di Malaysia. Dalam data statistik CTU IOM ini

disebutkan jumlahnya mencapai 1405 orang. Penulis menyadari bahwa masing-

masing klien adalah unik. Dengan itu diharapkan muncul perbedaan-perbedaan

yang menarik, baik dari pemicu depresi, gejala depresi yang ditampilkan klien

maupun sekilas tentang cara penanganan di CTU IOM RS. POLRI Sukanto.

3. Jumlah Subyek

Dengan fokusnya pada kedalaman dan proses, penelitian kualitatif

cenderung dilakukan pada jumlah kasus yang sedikit. Suatu kasus tunggal pun

dapat dipakai, bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti memperoleh

kasus lebih banyak dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan

sekaligus dapat diungkap informasi yang sangat dalam.36

36
Banister dkk, Qualitative Methods In Psychology, A Research Guide, (Buckingham: Open
University Press, 1994) dalam E.K Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian
Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006), h. 36.
Dalam penelitian ini hanya akan diambil 3 (tiga) subjek berdasarkan

ketersediaan subjek yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan dalam

penelitian ini. Mengingat ini merupakan penelitian yang menggunakan

pendekatan studi kasus sehingga dari subjek tersebut diharapkan dapat melihat

dinamika yang ada dan dapat memperkaya data yang dibutuhkan serta dapat

diperoleh hasil yang lebih akurat dan kuat.

E. Teknik Pemilihan Informan

Teknik pemilihan informan yaitu menggunakan teknik purposive

sampling, pada teknik ini anggota sampel diperoleh berdasarkan pada tujuan

penelitian. Informan dalam penelitian ini yaitu:

Tabel 3: Kerangka dan Jumlah Informan

Informasi yang dicari Informan Jumlah

Gambaran ciri-ciri Psikolog CTU (Counter Trafficking 1 Orang


depresi, faktor penyebab Unit) IOM RS. POLRI Sukanto dan 1 Orang
timbulnya depresi klien Psikiater (jika diperlukan). (Psikiater)
(aspek psikologis) dan
pola penanganan klien
CTU IOM yang
mengalami depresi

Gambaran kasus women Pekerja Sosial dalam hal ini yang 1 Orang
trafficking (perdagangan bertindak sebagai Case Manager
perempuan) perklien (Manajer Kasus) klien yang dijadikan
dan penanganan lanjutan objek penelitian.
yang akan diberikan
berhubungan dengan
faktor sosial dan
psikososial klien
F. Alat Bantu Pengumpulan Data

Penelitian yang menggunakan metode wawancara memerlukan alat bantu.

Pada saat wawancara berlangsung peneliti menggunakan dua alat bantu. Dalam

hal ini alat bantu yang digunakan adalah pedoman wawancara yang disusun

berdasarkan teori yang relevan dengan masalah yang ingin dijawab juga alat

perekam (tape recorder). Penggunaan tape recorder ini pun tentunya atas

persetujuan dari subjek. Dalam hal observasi, peneliti membuat catatan mengenai

hal-hal khusus yang diamati dari subyek penelitian terkait dengan gejala

(symptom) depresi pada korban perdagangan perempuan (woman trafficking) yang

diperoleh saat wawancara maupun dari proses pengamatan perilaku keseharian

korban selama berada di Counter Trafficking Unit International Organization for

Migration (CTU IOM) RS. Polri Sukanto.

G. Teknik Analisis Data

Penulis akan melakukan analisis terhadap satu demi satu kasus (subyek)

terlebih dahulu (intra analysis), kemudian dilanjutkan dengan analisis antar kasus

pada masing-masing subyek (cross-cases analysis) untuk melihat perbandingan

antar kasus.37 Penulis juga melakukan triangulasi data (guna memeriksa

keabsahan data), sehingga diperoleh gambaran yang lebih mendalam dan

komprehensif tentang isu yang diteliti.13 Penelitian ini mencoba mengungkap

perilaku dan hal-hal dibalik perilaku yang seringkali menyangkut keterlibatan

berbagai aspek secara kompleks.

37
E.K Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006), h. 108.
13
Dr. Husaini Usman, M.Pd dan Purnomo Setiady Akbar. M.Pd, Metodologi Penelitian Sosial,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), h. 88.
H. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan pada faktor pemicu depresi

dan juga gejala yang ditemukan pada korban perdagangan perempuan (woman

trafficking) di Counter Trafficking Unit International Organization for Migration

(CTU IOM) RS. POLRI Sukanto. Studi pustaka dalam penelitian ini diantaranya

adalah The IOM Handbook On Direct Assistance for Victims of Trafficking,

(Jakarta: IOM, 2007) serta buku-buku lain yang relevan dengan tema skripsi ini

seperti Introduction to Social welfare, Fifth Edition, (New Jersey: Prentice Hall

Inc, 1980). The Social Services An Introduction, Fourth Edition, (Illinois: Peacock

Publishers Inc, 1995), dll.


BAB IV

PROFIL LEMBAGA

A. Profil IOM, CTU IOM RS. POLRI Sukanto


1. Latar Belakang

Secara global, IOM adalah organisasi internasional yang memimpin dalam

bekerjasama dengan pemerintahan untuk melawan trafiking terhadap manusia.

Berdiri pada tahun 1951, IOM adalah organisasi antar pemerintah yang mewakili

109 negara anggota dan 29 negara peninjau dengan markas pusat di Genewa,

Swiss. IOM memiliki kantor di lebih dari 200 negara, termasuk kantor cabang, di

sekeliling dunia. IOM merupakan lembaga internasional di bawah PBB (UN)

yang menangani permasalahan trafficking (perdagangan manusia). IOM berdiri di

Indonesia sejak tahun 1998, namun saat itu cakupan kliennya belum terlalu luas,

baru berfokus pada illegal migran saja. Tahun 2004, IOM kemudian meluaskan

cakupan kliennya, yaitu mulai menangani korban trafficking.

Di Indonesia, IOM memiliki kantor cabang di Jakarta, Pontianak,

Situbondo, Mataram, Kupang, Banda Aceh, Medan, dan Meulaboh. IOM

beranggotakan 129 negara dan mempunyai 25 negara donor, namun untuk bidang

penanganan trafiking, Negara donor IOM adalah Amerika, Jepang dan New

Zealand. Sampai saat ini IOM memiliki mitra sebanyak 52 NGO local. Di

Indonesia IOM memiliki kantor cabang di Jakarta, Pontianak, Sitobundo,

Mataram, Kupang, Banda Aceh, Medan dan Meulaboh.


Pada tahun 2005 didirikanlah Counter Trafficking Unit (CTU) yang

bertugas menangani masalah trafiking dan bekerjasama dengan RS. POLRI dalam

pembuatan shelter. IOM adalah lembaga antarnegara atau intergovernmental.

IOM merupakan satu-satunya NGO di Indonesia yang membantu pemulihan

korban trafiking secara menyeluruh mulai dari pengidentifikasian korban sampai

dengan kepulangan korban ke tempat asal juga memfasilitasi pemulihan sosial

korban.

IOM memiliki pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi dalam

melawan trafiking terhadap manusia. IOM Indonesia memiliki 3 strategi utama

demi upaya pemberantasan tindak kejahatan trafiking tersebut. Adapun ketiga

strategi IOM adalah:

a. Pencegahan melalui peningkatan kesadaran publik dan aparat

pemerintahan mengenai trafiking. Di dalamnya termasuk : meningkatkan

kesadaran (pendidikan dan sensitfitas), riset, kerjasama regional,

kampanye informasi, media, seminar-seminar dan juga networking.

b. Perlindungan dan reintegrasi melalui penyediaan pendampingan yang luas

bagi korban-korban trafiking. Di dalamnya termasuk: penampungan,

bantuan medis dan psikologi, pilihan visa, pemulangan dan reintegrasi,

keamanan, informasi , juga kerjasama regional.

c. Prosekusi dan penghukuman terhadap kejahatan trafiking dengan cara

meningkatkan kapasitas aparat hukum Indonesia. Di dalamnya termasuk

memperkuat hukum, meningkatkan hukuman, membangun kapasitas,

kerjasama dengan LSM dan badan hukum juga kerjasama lintas batas.
2. Falsafah Lembaga

IOM berkomitmen terhadap prinsip bahwa perpindahan penduduk secara

manusiawi dan tertib membawa keuntungan bagi para migran dan masyarakat.

3. Wilayah (Letak Geografis)

Kantor Pusat IOM di 17 Route des Marillon C.P 71, CH-1221, Genewa 19

Switzerland. Hingga tahun 2002, IOM telah memberikan bantuan dan beraktivitas

di 117 negara, yang terdiri dari 175 kota di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri,

IOM hadir di Banda Aceh, Bogor, Jakarta, Kupang, Mataram, Medan, Meulaboh,

Nias, Pontianak, Sibolga, Sigli, Simeulue, Sitobondo dan Surabaya.

Di Jakarta, kantor pusat IOM Indonesia berlokasi di Gedung Surya Lt. 12

A. Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta 10350. Kantor pusat ini berfungsi untuk

menangani administrasi lembaga. Sedangkan CTU (Counter Trafficking Unit)

IOM yang berfungsi sebagai shelter beralamat di PPM dan PPT RS. POLRI

Sukanto, Jl. RS. POLRI No. 11 Kramat Jati, Jakarta Timur.

4. Sponsor (Funding/ Donor)

IOM adalah lembaga antar negara, intergovernmental. Posisi IOM tidak

berada di bawah PBB, namun, manajemennya hampir sama dengan PBB. IOM

adalah lembaga yang kedudukannya hampir sama dengan kedutaan negara lain di

Indonesia. Sumber dana IOM berasal dari hibah sebesar $ 1.200.000 dari Biro

Kependudukan, pengungsi dan migrasi, Departement of State, Bureu of

Population, Refugees and Migration untuk program perintis bantuan pemulangan

dan reintegrasi bagi korban trafficking di Indonesia.


Selain itu sumber dana juga berasal dari RPM (Population, Refugees and

Migration), New Zealand Aid, IOM Jepang dan USA untuk korban perdagangan

manusia (trafficking) dewasa, untuk anak-anak dari Enable, Save The Children

dan DIMA (Departemen Imigrasi and Multikultural Migrant).

5. Struktur dan Pembagian Tugas

Pembagian tugas di Pusat Krisis Terpadu (One Stop Crisis Centre) pada

shelter CTU IOM Jakarta untuk pengobatan darurat dan pemulihan korban

trafiking. Adapun terdapat kolaborasi kerja tim multidisiplin untuk seoptimal

mungkin membantu pemulihan dan reintegrasi korban trafiking. Adapun struktur

organisasi terlampir berikut dengan pola penanganan dari kerja tim. Masing-

masing profesi memiliki peran signifikan yaitu:

a. Case Manager / Social Worker (Manajer Kasus / Pekerja Sosial)

Adapun tugas dari social worker adalah mengadakan interview untuk

konseling pekerja sosial, dimana hasil interview ini kemudian dibuatkan laporan

case recordnya yang mencakup identitas korban, kronologis kasusnya, kondisi

sosial ekonomi, keinginan klien saat terakhir konseling dan intervensi yang

diberikan.

Konseling pekerja sosial ini bermanfaat bagi pekerja sosial dalam

membantu klien melalui tahapan strategi CTU selanjutnya yaitu pemulangan dan

bantuan reintegrasi. Apakah klien akan dipulangkan dan di tempatkan di tempat

tinggal yang tepat dan kegiatan rujukan yang tepat setelah klien kembali ke

kampung halamannya.
b. Dokter

Tugas dokter adalah melakukan pemeriksaan kesehatan sesuai dengan

form medical rehabilitation centre for Victims of Trafficking (VoT) CTU IOM

Indonesia.

c. Psikolog

Psikolog bertugas melakukan konseling psikologi. Dalam melakukan

konseling psikolgi. IOM menggunakan Hamilton Rating Scale for Depresion dan

Hamilton Rating Scale for Anxiety. Adapun skala Hamilton ini digunakan oleh

IOM sebagai standarisasi screening terhadap VoT. Skala Hamilton ini dianggap

cukup valid untuk mengukur depresi dan kecemasan seseorang. Dimana depresi

dan cemas adalah gejala yang umum dialami bagi korban yang teridentifikasi

mengalami trafiking. Selain itu IOM juga menggunakan Mini Mental State

Examination sebagai tes mini mental yang tujuannya dalah untuk mengetahui

tingkat kemampuan mental seseorang.

d. Perawat

Tugas dari perawat adalah selain bertugas membantu dokter adalah untuk

memeriksa keadaan pasien setiap harinya. Termasuk menyediakan kebutuhan

makan para pasien dan juga memberikan obat-obatan pada pasien sesuai dengan

resep yang dikeluarkan oleh dokter.

e. Petugas Security

Terdapat 3 orang security yang memiliki tugas menjaga shelter.

Khususnya mengawasi pasien untuk tidak keluar masuk shelter. Mengawasi

keadaan shelter supaya terhindar dari keributan guna keamanan bagi pasien itu

sendiri. Adapun security juga mengawasi keluar masuknya barang-barang


keperluan pasien seperti peralatan mandi, pakaian dalam, sabun cuci termasuk

sandal jepit. Sebagai informasi tambahan seluruh petugas keamanan di CTU IOM

ini adalah perempuan sesuai dengan klien yang ditangani lembaga ini.

Selain tim inti di atas CTU IOM pun memiliki tim ahli dari beberapa

profesi pendukung lain sesuai dengan kebutuhan klien yang ditangani yaitu

psikiater, psikologi klinis, penasehat hukum, konsultan epidemologis/ penyakit

menular, dokter kebidanan, dokter anak, interpreter / translator (penerjemah),

manager fasilitas dan staf pendukung teknis lainnya.

6. Pola Pendanaan

Pendanaan IOM mengikuti asas desentralisasi, dimana dana dari funding

tersebut diberikan pada masing-masing project IOM seperti RPM (Population,

Refugees and Migration), New Zealand Aid, IOM Jepang dan USA untuk korban

trafiking dewasa. Sedangkan untuk anak-anak dari Enable dan Save The Children

dan DMA (Department Imigrasi dan Multikultural Migrant).

Metode Proyektisasi digunakan oleh IOM serupa dengan pembebanan

biaya berdasarkan kegiatan, dimana pola penggunaan biaya staf dan kantor terkait

dengan implementasi sebuah proyek dan melalui sebuah konsep alokasi waktu.

Setiap kegiatan IOM diberi sebuah kode proyek tersendiri. Setiap proyek dikelola

oleh seorang project manager untuk memastikan proyek-proyek dipantau secara

bertanggung jawab, transparan dan efisien.


7. Peranan Lembaga

IOM memiliki peran dalam menangani masalah yang berkaitan dengan

upaya pemprosesan. Dimulai dari Identifikasi, Pemulihan, Pemulangan, dan

Reintegrasi.

a. Identifikasi. Pada tahap ini, staf IOM melakukan screening terhadap

calon klien, setelah klien discreening, dan ternyata klien adalah korban

trafficking, maka klien akan ditempatkan di shelter. Di shelter, kemudian

klien di interview dan dibuat case recordnya.

Jenis bantuan yang diterima klien pada tahap ini adalah:

1. Pengidentifikasian klien apakah termasuk korban trafiking atau tidak.

2. Bantuan Transportasi

3. Akomodasi Sementara.

Bersama dengan organisasi-organisasi non pemerintah/ LSM, organisasi

keagamaan, dan staf pemerintahan, IOM akan mengindentifikasi korban-korban

trafiking yang mencari bantuan untuk meninggalkan lingkungan eksploitatif

mereka.

b. Pemulihan. Pemulihan adalah upaya pemberian akomodasi yang

menjamin keselamatan, keamanan dan pemberian dukungan bagi klien.

Tahap ini klien mendapatkan penanganan peredaan stres yang dilakukan

oleh Psikolog dan Pekerja Sosial.

Setelah korban trafiking diidentifikasi, mereka akan menjalani

pemeriksaan dan perawatan medis dan psikososial di Pusat Pemulihan Medis

(PPM) di Jakarta atau Surabaya, di Pontianak atau tempat lain tergantung pada

posisi korban/ daerah asalnya. Di Jakarta PPM dipusatkan di Rumah Sakit


Kepolisian Pusat R.S. Sukanto, Kramat Jati, namun akan menyediakan pelayanan

kepada korban trafiking dari segala penjuru Indonesia maupun korban yang

dipulangkan dari luar negeri.

Korban diberi informasi mengenai kondisi dan pilihan mereka, dan seluruh

perawatan akan dilandasi oleh persetujuan mereka. Satu hal yang penting ialah

korban dapat memperoleh perawatan medis yang lengkap dan komprehensif.

Selama menerima perawatan medis, korban akan tinggal di PPM (Pusat Pelayanan

Medis). Instalasi ini akan memiliki ruangan konseling dimana para staf akan

melayani terapi konseling baik pribadi maupun kelompok, pendidikan kesehatan

reproduksi, dan memfasilitasi korban untuk menyusun rencana masa depan

termasuk rencana pekerjaan dan keterampilan apa saja yang dibutuhkan.

Jenis bantuan yang diterima klien pada tahap ini adalah;

1. Akomodasi sementara di shelter PPT PPM RS. POLRI Sukanto.

2. Bantuan Medis, termasuk pemeriksaan medis secara umum seperti

ginekologi, psikiatri, gigi, skrining Penyakit Menular Seksual (HIV,

Hepatitis B, Syphilis, Chlamydia, Herpes), Vaginal Swab untuk

pemeriksaan jamur, trichomonas juga rujukan ke dokter spesialis

lainnya. Adapun secara rinci pelayanan yang disediakan adalah:

Layanan Kesehatan Jangka Pendek (Lebih dari 72 Jam atau 2-3

Minggu)

a. Mengadakan wawancara, mengumpulkan data klinis dan non klinis

penilaian kesehatan = mengumpulkan informasi, validasi

(pengecekan), mengorganisir, merekam dan mengkomunikasikan

data, Uji medis


b. Manajemen krisis dan stres (tekanan)

c. Panduan informasi (semua staf)

d. Rujukan (jika dibutuhkan dan memungkinkan)

Layanan Kesehatan Jangka Menengah (2 hingga 3 Bulan)

a. Mengadakan wawancara (optional / pilihan jika berbeda

fasilitasnya)

b. Penilaian kesehatan = mengumpulkan informasi, validasi

(pengecekan), mengorganisir, merekam dan mengkomunikasikan

data, uji medis.

c. Prosedur diagnosa: Medis, skrining dan diagnosa psikiatrik, tes

psikologis, diagnosa perawatan

d. Psikoterapi ringan

e. Rujukan

Layanan Kesehatan Jangka Panjang (Lebih dari 3 Bulan)

a. Mengadakan wawancara

b. Penilaian kesehatan lanjutan

c. Prosedur Diagnosa

d. Layanan konseling dan Psikoterapi

e. Konseling/ pelatihan keterampilan

f. Menciptakan dan mengatur program-program sosial berskala kecil

g. Rujukan

2. Konseling Psikologi.

3. Konseling Sosial, baik secara individu ataupun kelompok


4. Penyuluhan (Sosialisasi) dan juga pemutaran film tentang seluk beluk

trafficking, penyuluhan tantang kesehatan reproduksi, HIV AIDS, dll.

5. Rekreasi yang dilakukan setiap sebulan sekali yang difasilitasi oleh

pekerja sosial.

c. Pemulangan. Pada tahap ini klien telah menerima upaya-upaya

pemulihan, setelah klien sudah membaik dari segi bio psikososialnya dan

juga lingkungan klien pun mau menerima klien kembali, maka klien

dipulangkan ke rumahnya, diantar sampai tujuan dengan selamat.

Setelah korban dilepaskan dari pusat-pusat pemulihan, mereka akan

dipulangkan ke daerah asalnya. Tindakan pemulangan ini bersifat sukarela dan

atas persetujuan korban. Apabila korban tidak berkeinginan untuk pulang, IOM

akan mengupayakan penyediaan sarana hidup sementara yang dikelola dengan

suasana kekeluargaan bekerjasama dengan organisasi non pemerintah/ LSM atau

organisasi keagamaan yang tepat.

Jenis bantuan yang diberikan untuk klien pada tahap ini adalah:

1. Mendampingi pemulangan korban sampai ke tempat tujuan

2. Akomodasi selama transit di suatu tempat

3. Bantuan transportasi mulai dari shelter sampai dengan klien sampai ke

tempat tinggalnya.

d. Reintegrasi. Tahap ini tidak sama dengan tahap pemulangan, melainkan

pada tahap ini klien dibantu untuk meneruskan hidupnya secara normal.

Tahap ini berguna untuk mengantisipasi agar klien tidak tertrafik kembali

(menjadi korban trafiking). Pada tahap ini klien dibantu untuk membuat

keputusan sebagai strategi pemecahan masalah. Keputusan ini


berhubungan dengan rencana klien setelah kembali ke keluarganya seperti

apakah klien ingin melanjutkan sekolah, kursus keterampilan ataupun

membuka usaha sendiri. IOM akan membantu klien dalam bidang

finansial maupun konseling untuk memperbaiki kehidupan klien.

Pada tahap ini staf harus membangun jaringan dengan providers (penyedia

layanan sosial) seperti NGO lokal, organisasi keagamaan ataupun pihak-pihak

yang dapat membantu proses reintegrasi klien ke lingkungan sosialnya. Karena

itu, pada tahap ini, IOM tidak akan melepaskan klien begitu saja, namun klien

akan dirujuk kepada NGO lokal yang berada di sekitar tempat tinggal klien.

NGO lokal tersebut yang akan melakukan monitoring kegiatan ataupun

usaha klien dan juga melaporkan perkembangan klien kepada IOM sehingga

proses reintegrasi klien dapat mencapai hasil yang maksimal. Hasil monitoring

tersebut akan IOM evaluasi untuk dipertanggung jawabkan. (Adapun bentuk

kegiatan Reintegrasi terdapat pada lampiran).

Jenis bantuan yang diberikan untuk klien pada tahap ini adalah:

1. Bantuan tampat tinggal

2. Konseling untuk pekerjaan / pendidikan

3. Kursus keterampilan

4. Bantuan hukum untuk masalah-masalah sipil.


8. Hubungan Lembaga Dengan Masyarakat Sekitar

IOM bekerja sama dengan masyarakat hingga tingkat internasional untuk

membantu memajukan dalam menjawab tantangan-tantangan operasional migrasi;

memajukan pemahaman tentang isu-isu migrasi; mendorong pembangunan sosial

dan ekonomi melalui migrasi, dan berupaya menciptakan penghormatan yang

efektif terhadap martabat kemanusiaan dan kesejahteraan hidup para migran.

9. Kedudukan Lembaga Dalam Jaringan Kerjasama Antar Lembaga

Kesejahteraan Sosial.

Bekerjasama dengan Rumah Sakit Kepolisian Pusat Sukanto Jakarta, IOM

menyediakan bangsal khusus untuk korban trafficking atau buruh migran yang

terindikasi kuat menjadi korban trafficking. Ada dua tempat pelayanan korban

trafficking oleh IOM Jakarta yaitu di Pusat Polri yang juga merupakan pusat

pelayanan bagi korban kekerasan rumah tangga dan perkosaan yang disediakan

oleh RS Polri sendiri serta sebuah bangsal yang dirahasiakan.

Lembaga yang aktif dalam identifikasi korban adalah Imigrasi, Polisi,

Departemen Sosial, LSM dan FBO (Faith Based Organization)/ organisasi

keagamaan. Dalam melaksanakan strateginya, selain bekerjasama dengan lembaga

diatas, IOM juga bekerjasama dengan NGO internasional lain, yaitu ICMC, yang

juga merupakan salah satu NGO internasional yang menangani trafficking, dan

NGO Internasional Save The Children, bidang yang menangani permasalahan di

bidang anak, salah satunya anak-anak yang terkena korban trafiking.


IOM juga bekerjasama dengan NGO lokal sebagai tempat rujukan klien

seperti RPSA (DEPSOS Ciracas), PPSW (Jakarta), Rumah Kita (Cinere), Genta

(Surabaya), SBMI, Kasih Puan (Batam) dan NGO lain sesuai dengan wilayah

penanganan IOM di seluruh Indonesia.

Di samping itu layanan-layanan berikut diberikan kepada korban:

a. Transportasi

b. Penampungan

c. Konseling tentang pekerjaan dan /atau pendidikan dan pelatihan

keahlian kerja.

d. Pendampingan hukum di bidang perdata (perceraian, pemulihan hak

milik, tanggung jawab sipil)

e. Konsultasi hukum bagi korban yang berperan sebagai saksi dalam

kasus pidana.

f. Pemulihan dokumen yang hilang seperti paspor atau KTP.

Para pasien yang memilih untuk tidak kembali ke tempat asal mereka

ditempatkan di bawah naungan sebuah organisasi unuk membantu mereka

memenuhi kebutuhan mata pencaharian hidup mereka. Pusat-pusat pemulihan

menawarkan:

a. Perawatan medis secara komprehensif

b. Konseling psikologis

c. Dukungan sosial

d. Tempat tinggal sementara

e. Program pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan tentang

perdagangan manusia (human trafficking).


f. Kegiatan rekreasi

g. Bantuan reintegrasi (menurut kebutuhan klien).

10. Perangkat Pendukung

Ada beberapa perangkat yang digunakan staf CTU IOM dalam menangani

klien. Perangkat tersebut antara lain: screening form, case record, formulir

psikologi, form aplikasi NGO, form reintegrasi, form monitoring, formulir

pemeriksaan medis. Database dengan menggunakan program SPSS, Access,

Mimosa.

11. Program IOM di Indonesia antara lain:

Bantuan Darurat dan Pemulihan atas bencana gempa bumi dan tsunami

yang terjadi pada 26 Desember 2004 dan 28 Maret 2005 di Nanggroe Aceh

Darusalam dan Sumatra Utara. Proyek yang merealisasikannya antara lain adalah:

a. Sistem logistik dan transportasi untuk distribusi barang dan bantuan

b. Proyek bantuan darurat dan stabilisasi

c. Penilaian/ assesmen

d. Program revitalisasi kesehatan masyarakat

e. Prakarsa pembangunan rumah sementara bagi Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD)

f. Memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan perdagangan

manusia (Human Trafficking).

g. Dukungan mata pencaharian untuk para pengungsi internal yang

terkena bencana alam dan untuk komunitas tuan rumah di NAD.

h. Tanggap darurat terhadap bencaca gempa bumi 28 Maret 2005


1. Bantuan Manajemen Imigran Gelap dengan menyediakan transportasi bagi

para imigran gelap melalui proyek:

a. Perawatan dan pemeliharaan dan bantuan kepada para imigran gelap

untuk pulang dengan sukarela.

2. Bantuan Manajemen Perbatasan dan Migrasi, melalui proyek:

a. Sistem informasi manajemen perbatasan bagi pemerintah republik

indonesia

b. Analisa imigrasi dan proyek investigasi (iaip) bagi pemerintah

Republik Indonesia.

3. Bantuan Counter Trafficking, melalui proyek:

a. Memerangi perdagangan manusia (Human Trafficking) dengan cara

penegakan hukum.

b. Mengembalikan, merehabilitasi dan mengintegrasikan kembali korban

trafficking di Indonesia.

c. Pusat krisis satu atap (one stop crisis centre) untuk pengobatan darurat

dan pemulihan korban trafficking.

d. Proyek penelitian percontohan bagi koleksi data yang ditingkatkan

mengenai trafficking di antara negara-negara ASEAN

e. Mensosialisasikan masyarakat untuk memerangi perdagangan anak

melalui pendidikan (enable).

f. Memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan perdagangan

manusia (Human Trafficking).


4. Bantuan Manajemen Pengungsi Internal dan Lintas Batas, melalui proyek:

a. Bantuan transportasi transmigrasi lokal bagi para pengungsi Timor-

Timur.

b. Dukungan reintegrasi bagi para pengungsi internal dan komunitas yang

terpengaruh melalui pelayanan informasi, konseling dan rujukan

dengan dana reintegrasi start up, koordinasi dan liaison.

c. Dukungan reintegrasi bagi para pengungsi internal, mereka yang

pulang/ mantan pengungsi, keluarga mereka, dan komunitas setempat

di NAD.

5. Pengembangan Kapasitas, melalui proyek:

a. Pemantapan polri melalui pengembangan kelembagaan.

6. Demobilisasi, Demiliterisasi, dan Reintegrasi, melalui proyek:

a. Sosialisasi nota kesepahaman (MOU) antara GAM dan Pemerintah RI.

b. Pengembangan Kelembagaan dan Bantuan Reintegrasi Mantan

anggota GAM.

12. Sorotan Historis Tentang Operasi IOM di Indonesia

2002 Bali Process IOM memfasilitasi sebuah konferensi tingkat


menteri regional tentang penyelundupan
manusia (trafficking) dan kejahatan
transnasional di Bali. Bali Process ini
dimaksudkan untuk mengembangkan
kapasitas nasional dan regional untuk
menangani masalah-masalah trafficking dan
penyelundupan manusia.
Kantor IOM di IOM membuka kantor cabang Kalimantan
Pontianak dan Barat untuk Rehabilitasi Tanah dan
Situbondo. Pengembangan Kapasitas bagi Proyek
Pengungsi Madura (Land Rehabilitation and
Capacity Building for Madurese IDPs
Project)

Awal Operasi Organisasi Internasional untuk Migrasi


(IOM) memulai operasinya di Indonesia
melalui pemprosesan para imigran Vietnam
di Tanjung Pinang, Riau. Operasi tersebut
langsung diikuti oleh suatu operasi utama
lainnya berkaitan dengan pemberian
perawatan, pemeliharaan dan bantuan kepada
para pengungsi Timor Timur yang ingin
pulang secara sukarela.

1979 Keanggotaan Indonesia bergabung secara resmi sebagai


Negara Pengamat.

1991 Kesepakatan yang lebih IOM dan Pemerintah Indonesia


luas dengan Pemerintah menandatangani Kesepakatan Kerjasama
RI Penanganan Imigran Gelap, Pengungsi Lokal
(IDP), Manajemen Perbatasan, dan Imigrasi
Umum (Cooperation Agreement on the
Handling of Migrants, Internally Displaced
Persons, Border Management and General
Immigration) Kesepakatan tersebut
memberikan kepada IOM kebebasan dan
hak-hak yang sama seperti yang diberikan
kepada PBB dan perwakilan-perwakilan
khususnya serta status hukum untuk
beroperasi di Indonesia.

2000- Kantor IOM Mataram IOM mendirikan sebuah kantor di Bali untuk
2001 lebih jauh mendukung tujuan utamanya yaitu
membantu para pengungsi dan imigran gelap
untuk transmigrasi. Untuk alasan strategis,
IOM memindahkan kantor ini ke Mataram
pada akhir tahun.

Kesepakatan dengan Sebuah Nota Kesepahaman (Memorandum of


Pemerintah RI Understanding) ditandatangani oleh
Pemerintah Indonesia dengan IOM untuk
menangani masalah-masalah berkatan
denagn pengungsian penduduk akibat
kejadian-kejadian di Timor Timur.
Kantor IOM di Jakarta IOM mendirikan sebuah kantor penghubung
(liaison office) di Jakarta. IOM Indonesia
mulai bekerja dengan POLRI dan Imigrasi
untuk memastikan agar semua imigran
diberikan diberikan hak-hak asasi
manusianya yang dasar.

Kantor IOM di Kupang IOM mendirikan sebuah kantor di Kupang


untuk membantu para pengungsi Timor
Timur dan Timor Barat dalam pengungsian
dan relokasinya.

1999 Sorotan Historis Kantor IOM Banda Aceh mulai beroperasi


tentang operasi IOM di untuk membantu para pengungsi lokal akibat
Indonesia konflik internal di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD).

Hak Asasi Manusia Kerjasama dengan Departemen Keadilan dan


HAM dimulai untuk memperbaiki
perlindungan terhadap para pengungsi lokal
melalui pengembangan kapasitas. IOM juga
mendukung didirikannya sebuah perbatasan
yang berfungsi penuh antara Timor Timur
dan Timor Barat.

2003 Dukungan Bagi Pemilu IOM memberikan dukungan administratif


dan logistik kepada Misi Pemantauan Pemilu
dari Uni Eropa (European Unions Election
Observation Mission) selama Pemilihan
Umum dan Pemilihan Presiden tahun 2004 di
Indonesia.

2004 Bantuan Darurat Operasi IOM di Indonesia berkembang pesat


Tsunami setelah bencana pada tahun 2004. IOM satu-
satunya Organisasi Internasional yang
beroperasi di 15 daerah yang terkena dampak
konflik di provinsi NAD pada saat bencana
terjadi. Kepakaran IOM dalam memberi
bantuan selama bencana dan hubungan
kerjanya dengan pemerintah Indonesia serta
mitra dari organisasi-organisasi non
pemerintah telah memampukan IOM untuk
memberikan tanggapan langsung pada krisis
kemanusiaan tersebut.

Proyek Kepolisian IOM memprakarsai Program Reformasi


Kepolisian yang memfasilitasi usaha POLRI
untuk mengembangkan suatu lembaga
penegak hukum yang didasarkan pada
prinsip-prinsip demokrasi, penghormatan
pada HAM dan pemerintahan berdasarkan
hukum, pelatihan HAM dan kepolisian
masyarakat telah diadakan untuk mendukung
usaha tersebut.

2005 Counter Trafficking Sebagai lanjutan dari Bali Process, sebuah


program percontohan telah diluncurkan
untuk mendukung usaha-usaha penegakan
hukum untuk memerangi trafficking
manusia. Selain itu, dalam koordinasi dengan
Pemerintah RI, IOM meluncurkan program
counter trafficking yang lebih luas denagn
tujuan untuk mencegah trafficking manusia,
khususnya perempuan dan anak. Dalam hal
ini klien bekerjasama dengan RS. POLRI.
BAB V

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Klien dan Sampling Kasus Ringan, Sedang, Berat

Hidup di tempat asing tanpa jaminan kesejahteraan, kehilangan rasa aman,

terjebak dalam siklus kekerasan, adalah bagian dari tekanan kehidupan para

korban trafiking. Kegagalan dalam beradaptasi terhadap tekanan kehidupan

tersebut akan memicu munculnya berbagai bentuk gangguan kejiwaan. Kesulitan

beradaptasi dengan lingkungan barunya, karena para pekerja migran (korban

trafiking) memang tidak dipersiapkan dengan baik untuk menjalani kehidupan di

negeri tujuan. Perempuan yang bekerja di sektor domestik, paling rawan untuk

mendapatkan perlakuan semena mena. Penyiksaan, pelecehan seksual, dan

perkosaan terhadap pembantu rumah tangga.

Perempuan dan anak korban trafiking adalah kelompok yang paling rawan

mengalami berbagai bentuk penganiayaan, baik secara fisik, emosional maupun

seksual. Seringkali mereka tidak mampu keluar dari siklus kekerasan yang

menjebaknya. Sedangkan menurut data statistik CTU IOM pada bulan Maret

2005 hingga Januari 2007, disebutkan bahwa kebanyakan dari korban trafficking

mengalami gangguan depresi yakni mencapai 75,5 % lalu disusul dengan

gangguan kecemasan (Anxiety) 45 %, perubahan perilaku 21 %, PSTD 18,2 %

dan gangguan psikiatrik 14 % (data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).

Data statistik CTU IOM Maret 2005 sampai dengan Januari 2007

menunjukkan bahwa mayoritas bentuk eksploitasi yang diterima korban

perdagangan manusia adalah eksploitasi tenaga kerja yakni dipekerjakan sebagai


pembantu rumah tangga/ PRT (domestic worker) atau biasa dikenal sebagai buruh

migran yang jumlahnya mencapai 51 % dari korban perdagangan manusia yang

ditangani lembaga ini. Dalam statistik ini juga disebutkan bahwa korban

trafficking ini mayoritas berjenis kelamin perempuan (woman trafficking) yang

mencapai persentase sebesar 89 %. Selain itu karakteristik lain dari subyek

penelitian ini adalah perempuan buruh migran/ PRT (domestic worker) yang

dipekerjakan di Malaysia yang disebutkan jumlahnya mencapai 1405 orang dalam

periode ini.

Tabel 5: Data Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D)

Periode Juni 2006-Agustus 2007

Parameter IOM Jakarta


Jumlah Prosentase
None/ normal 121 48,6%
Mild / Ringan (agak ragu sampai jelas muncul) 83 33,3%
Moderate / Sedang (satu atau lebih satu atau lebih 38 15,3%
symptom muncul, namun klien masih dapat
mengontrol diri)
Severe / Berat (Klien kesulitan mengontrol 7 2,8%
symptom depresi dan disertai beberapa ketidak
normalan dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-
harinya)
Jumlah Total 249 100%
Grafik Presentase HRS-D

3%
49%
15% Normal
Ringan
Sedang
Berat
33%

B. Analisis Data

1. Analisis Gejala dan Pemicu Depresi Intra Kasus (Perkasus).

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang

teridentifikasi sebagai korban perdagangan manusia (Trafficking) yang sedang

menjalani proses pemulihan medis di Counter Trafficking Unit (CTU)

International Organization for Migration (IOM) RS POLRI Sukanto, dan

terdiagnosis mengalami gangguan depresi. Ketiga Subyek ini pernah bekerja

sebagai Pembantu Rumah Tangga (buruh migran) di wilayah kerja Malaysia.

Dalam penelitian kasus ini dengan sengaja diambil 3 (tiga) kasus yang

memiliki perbedaan tingkat depresi, gejala dan juga pemicunya. Selain itu variasi

dari latar belakang keluarga, kondisi dari cara, proses dan juga tujuan dari woman

trafficking juga diperhatikan. Karena peneliti menyadari bahwasanya masing-

masing klien adalah unik. Dengan adanya perbedaan tersebut diharapkan muncul

perbedaan-perbedaan yang menarik, baik dari ciri-ciri (gejala) yang ditampilkan

klien maupun cara penanganan dan juga hambatannya. Sebagai informasi

bahwasanya nama dari masing-masing klien telah disamarkan.


Tabel 6: Gambaran Umum Klien

Ani Ijah Ica


1. Usia 21 Tahun 30 Tahun 25 Tahun
2. Anak ke..dari.. 4 dari 5 4 dari 8 3 dari 5
3. Pendidikan Tamat SMP Tamat SD Tamat SLTA
4. Status Belum Menikah Menikah
Menikah
5. Pekerjaan Suami --- Supir Taksi Penjual
Mainan
6. Jumlah Anak --- 3 Anak 1 Anak
7. Lama klien bekerja 3 Tahun 3 Bulan 2,5 Bulan
8.Pekerjaan Ayah (Telah Wafat) (Telah Wafat) Buruh Tani
9. Pekerjaan Ibu Buruh Tani Buruh Tani (Telah Wafat)
10. Alamat Pemalang Tasikmalaya Cirebon
11. Tingkat Depresi Berat (Severe) Sedang (Moderat) Ringan (Mild)

a. Gambaran Kasus Ani

1) Data Pribadi : Ani 38

Nama :Ani

Usia :21 tahun

Agama :Islam

Anak ke :4 dari 5 bersaudara

Status Perkawinan :Belum menikah

Alamat Rumah : Pemalang

Pendidikan :SMP

Tingkat Depresi Klien :Berat (Severe)

38
Hasil wawancara dengan Ani (Bukan nama sebenarnya), VoT (Victim of Trafficking) / Klien,
di Ruang Konseling, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 5-7 April 2007
2) Latar Belakang Keberangkatan

Sejak berhenti sekolah, klien pergi ke Jakarta atas tawaran temannya untuk

bekerja sebagai PRT. Klien bekerja melalui seorang makelar yang juga bertempat

tinggal di daerah Pademangan yang bernama Nur Ismiyati. Dalam

perkembangannya akibat bujuk rayu oleh Nur Ismiyati yang juga menjadi

sponsornya. Akhirnya klien setuju untuk bekerja di Malaysia. Alasan klien

memutuskan untuk pergi adalah semata-mata untuk membahagiakan keluarganya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan klien mengenai keputusannya untuk

bekerja ke Malaysia. Seperti yang diungkapkannya :

"Ya...Mau cari uang untuk membahagiakan orangtua


mba,....keluargalah begitu."

3) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga


Ayah klien sudah wafat. Ibunya bekerja sebagai buruh tani di desanya.

Keluarganya miskin. Kakak-kakaknya tidak pernah lulus SD. Sedangkan klien

hanya berpendidikan hingga SMP saja. Adik klien tidak sekolah (DO) pada saat

SD. Sejak berhenti sekolah, klien pergi ke Jakarta atas tawaran temannya untuk

bekerja sebagai PRT. Klien bekerja melalui seorang makelar yang juga bertempat

tinggal di daerah Pademangan yang bernama Nur Ismiyati. Dalam

perkembangannya akibat bujuk rayu oleh Nur Ismiyati yang juga menjadi

sponsornya, klien setuju untuk bekerja di Malaysia.

4) Tahapan Trafficking (Proses,Cara, Tujuan)

Klien berangkat dari Jakarta menuju Medan (di sini klien harus menunggu

selama 2 bulan) sambil menjalani beberapa training. Baru kemudian klien


diberangkatkan ke Malaysia (di Malaysia selama 3 hari). Baru mulai bekerja di

rumah majikan. Secara rinci tahapan yang dilewati klien adalah :

a) Proses :Perekrutan-Pengiriman-Penampungan-Pemindahan-Penerimaan
"Belum ke Malaysia dulu mba, Saya berangkat dari Jakarta ditempat
kerja saya yang lama trus ke Medan naik kapal, trus disana nunggu
sampe 2 1/2 bulanan baru ke Malaysia. Perjalanannya itu lama
banget capek pokoknya. Saya udah gak tahu ada dimana."

b) Cara : Penipuan, Kebohongan

" Dia bilang ada kerjaan di Malaysia, gajinya lebih besar daripada
kerja di Indonesia. Pokoknya enak deh. Gak usah khawatir cuma 1
tahun aja kerjanya. Dia bilang begitu. Dia gak bilang apa-apa lagi."

c) Tujuan : Eksploitasi Tenaga Kerja

" Saya kerja disana lumayan lama mba. Kalo dikumpulin sekitar 3
tahunan. Tapi saya gak pernah digaji. Saya juga gak boleh keluar
rumah, apalagi menegur orang."

5) Pengalaman Trafficking dan Kondisi Kerja

Klien tidak diberitahukan bagaimana kondisi pekerjaannya, hanya

diberitahu bahwa ia akan menerima gaji sebesar Rp. 1.500.000,- perbulan dan

potongan gaji hanya 2 bulan. Oleh sponsor diberitahukan bahwa ia hanya akan

bekerja jangka 1 tahun. Ternyata, gaji diterima sebesar RM 380 dengan potongan

4 bulan dan masa kerja 2 tahun. Agent klien di Medan bernama Aliong.

Sedangkan agennya di Malaysia bernama A Mei. Jika dijumlah klien selama di

Malaysia sempat berganti majikan hingga 3 kali. Kronologis majikan klien adalah:

a) Majikan 1

Klien bekerja di daerah Perak, Taiping. Majikannya orang China. Klien

bekerja sejak pukul 5 pagi-2 malam. Klien mengatakan bahwa sang majikan ini

baik, tidak pernah dipukul, makanan dan minuman cukup. Majikan ini sering

keluar negeri. Klien bekerja sebagai PRT dan juga di kedai,selama 1 bulan.
Akhirnya klien diambil lagi oleh agent dengan alasan klien sering berada

sendirian di rumah, dan dicarikan majikan baru.

b) Majikan 2

Klien bekerja sebagai PRT. Tugas klien selain di rumah tangga, klien

ditugaskan untuk memandikan 3 ekor anjing, selain memandikan anjing-anjing

majikan, klien juga diharuskan tidur sekamar dengan 1 anjing majikan. Klien

sangat sedih dengan pekerjaanya itu karena bertentangan dengan nilai-agama yang

dianutnya. Selain itu klien bertugas untuk membersihkan kantor sang majikan.

Klien bekerja sejak pukul 5 pagi-12 malam. Klien bekerja selama 7 bulan. Karena

tak tahan akhirnya klien meminta untuk pulang, namun sang agent membujuknya

agar mengurungkan niatnya. Sang agent mencarikan majikan baru bagi klien.

c) Majikan 3

Klien bekerja sebagai PRT seperti sebelumnya klien pun bertugas untuk

memandikan anjing majkannya. Selain itu klien seringkali dibohongi untuk

memakan makanan yang ternyata adalah daging babi. Klien bekerja selama 1

bulan. Dari semua majikannya klien tidak mendapatkan gaji, sering dihina dan

juga tidak diperkenankan untuk keluar, sering diancam dan dibeberapa

majikannya klien tidak mendapatkan makan dan minum yang cukup.

Akhirnya, dikarenakan takut kembali ke agen serta tidak tahan dengan

kondisi ini klien pun memutuskan untuk melarikan diri. Hal ini sesuai dengan

pernyataan klien yang berbunyi:

" Iya...kalo dijumlah saya sempet diganti-ganti majikan sampai 3


kali. Majikan saya kali ini sama jahatnya dengan yang kedua, saya
jarang dikasih makan, saya sering dibohongi untuk makan tapi
ternyata yang mereka kasih adalah daging babi. Mereka suka
menghina saya, merendahkan saya, memukul, gak boleh keluar dan
saya sering diancam." (Klien kembali menangis)
Klien kabur dari rumah majikan pada jam 10 malam. Klien menuju jalan

dan meminta tolong kepada beberapa orang, namun ternyata klien bertemu dengan

orang-orang yang memiliki niat jahat. Klien tidak tahu adanya kedutaan

Indonesia. Klien sudah divisum dan tinggal 11 bulan di KBRI menunggu

kasusnya ke mahkamah. Klien masih trauma dengan laki-laki dan sempat dibawa

ke RS jiwa di malaysia selama 2 minggu.

6) Kondisi Psikososial Klien (Saat Wawancara)

Klien sering memainkan tangan dan juga celananya. Pada saat awal

konseling berlangsung, klien mengatakan bahwa ia tidak suka dengan laki-laki,

dan makhluk ini laki-laki perlu diwaspadai. Klien mengatakan bahwa di luar

sana banyak sekali laki-laki jahat yang suka menipu perempuan seperti

pengalaman yang klien alami sendiri. Klien sangat sedih atas nasib dan

kemalangan yang ia alami. Klien sakit hati pada saat bekerja di Malaysia. Hal ini

dikarenakan sang majikan sering menghinakannya, memukul, diperintahkan untuk

tidur sekamar dengan anjing majikan, memandikan anjing-anjing sampai ditipu

untuk memakan babi.

Klien bisa berpikiran demikian karena mengalami pemerkosaan.

Pemerkosaan ini dilakukan oleh seorang melayu yang dimintai tolong sewaktu

kabur dari rumah majikannya. Lelaki melayu tersebut mengaku berasal dari

kepolisian migration. Dan akan mengantarkannya ke Kedutaan dan menolongnya.

Klien mengatakan sambil menahan air mata bahwa peristiwa ini sama sekali tidak

pernah ia inginkan. Klien di culik dan di bawa ke hutan, kemudian dipukuli


kepalanya beberapa kali dengan helm hingga pingsan Akhirnya setelah ia siuman

klien hanya mendapati tubuhnya penuh darah dan kepalanya luka.

Klien sangat kecewa dan dihinakan, pada saat klien akhirnya ditolong

seorang perempuan asal melayu dan diantarkan ke polisi dengan kondisinya yang

penuh luka, ternyata klien malah ditertawakan oleh para polisi dan juga

dilecehkan harga dirinya. Peristiwa ini belum pernah klien beritahukan kepada

kawan-kawannya baik di Kedutaan maupun di CTU IOM ini. Biarlah hal itu klien

saja yang mengetahui dan beberapa orang yang memang sudah mengetahuinya.

7) Gejala Depresi (Skala Hamilton)

a) Klien mengalami depresi yang berkomorbid (bergabung) dengan Post

Traumatic Syndrom (Sindrom Pasca Trauma) akibat peristiwa perkosaan

yang dialami. Derajat depresi Ani adalah Severe (Berat)-More Severe. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Psikolog yang menangani Ani.

" Ia mengalami depresi berat yang berkomorbid dengan Post


Traumatic, hal ini dikarenakan setelah 3 tahun bekerja klien tidak
mendapatkan gaji, klien mengalami perkosaan, proses pengadilan
yang lama dan hukuman kepada pelaku pemerkosaan tidak jelas,
adanya usaha bunuh diri. Psikiater bernama Dr. Heni melihat masih
ada halusinasi relaksasi." 39

Sedangkan Social Worker yang menangani klien ini menambahkan aspek

psikososial dari klien:

"Orangtua klien menuntut, orangtua kaget karena selama ini klien


tidak ada kabar, tetangga yang suka manas-manasi" Sebenarnya
saya (Pekerja sosial) sudah merencanakan klien untuk mendapatkan
bantuan namun gagal karena klien keburu pergi ke Jakarta." Saya
mendapatkan kabar dari NGO lokal bahwa klien setelah 1 minggu
pulang ke kampung halamannya klien pergi lagi ke Jakarta." 40

39
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007.
40
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer
Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
b) Klien mengalami ketakutan pada laki-laki (Klien akan segera gemetar dan

pucat). Hal ini sesuai dengan pernyataan dan juga observasi yang

dilakukan kepada klien.

"Saya gak mau ketemu dia...saya lebih suka dengan perempuan


seperti mba aja, sama kaya saya." Yah...sama-sama perempuan.
Saya klo ketemu ataupun lihat laki-laki saya langsung gemetar, mo
nangis trus kadang sering mo pingsan. Pokoknya saya langsung aja
keingetan waktu saya dijahati dulu (diperkosa). Saya ngga ngerti."

c) Mudah Marah

" Trus kalo ada orang ngumpul, saya ngerasa kalo kayanya mereka
sedang ngomongin saya. Saya jadi marah. Saya kan gak ganggu
mereka. Saya tersinggung. Makanya saya lebih suka sendirian aja.
Mereka kan gak kaya saya."

d) Beberapa kali pernah melakukan percobaan bunuh diri.

" Disana saya sering coba bunuh diri tapi gagal terus. Saya pernah
coba mau potong tangan saya, trus waktu di KBRI itu mba, saya
kaya denger suara-suara yang suruh saya terjun dari gedung KBRI.

e) Sering mendengar suara-suara yang memerintahkannya untuk bunuh diri.

" Saya sering denger suara yang suruh saya cari pisau. Ada yang
suruh saya tapi cuma kedengaran suaranya aja.

f) Merasa tidak berdaya/ tidak ada harapan

" Iya mba...doakan saya ya mba, biar mereka gak marah sama saya.
Saya bingung pulang gak bawa uang padahal sudah lama di
Malaysia. Lama disiksa, kerja gak dibayar, kena musibah....gak da
harapan lagi...(Klien mulai menangis). Iya........mba. Saya ngerasa
udah gak ada harapan lagi, gimana masa depan saya, trus nanti kalo
nikah....suami saya gimana? (Klien menangis)."

g) Sering terlihat sendiri

h) Mudah menangis

i) Kehilangan kepercayaan diri


j) Gangguan tidur

" Iya....saya gak tau kenapa mba...tapi saya susah banget tidurnya.
Kayanya mata saya, gak ngantuk-ngantuk. Paling-paling bilang ke
dokter trus dikasih obat deh itu baru mendingan."

k) Gangguan Makan

" Di sini makannya macem-macem mba ada daging, sayur, ayam,


ikan,ada buahnya juga. Gak kaya waktu kerja dulu suka dibohongi
dan dipaksa makan daging babi. Saya terhina mba. Mana saya gak
boleh sembahyang. Waktu saya kerja dulu ih ...badan saya kurus
banget...abis mo gimana lagi...udah jarang makan, susah tidur,
sering dipukul, disiksa.... Kalo dulu mo makan aja susah. Tapi
sekarang saya gak pingin...saya banyak pikiran....Tapi biar begitu di
sini saya sudah agak mendingan. Waktu di Malaysia sih kurus
banget, gak seperti sekarang."

l) Gangguan penglihatan akibat pukulan benda tumpul pada saat


diperkosa.
"...tapi saya juga sering minta obat pusing sama dokter. Kayanya ini
gara-gara dulu saya dipukul pakai helm dan ditonjok sama laki-laki
itu...ini mata saya juga jadi agak lamur (baca: rabun), tadi habis
periksa mata trus nanti sore saya disuruh ambil kacamata."

b. Gambaran Kasus Ijah

1) Data Pribadi : Ijah 41

Nama :Ijah

Usia :30 tahun

Agama :Islam

Anak ke :4 dari 8 bersaudara

Status Perkawinan :Menikah

Alamat Rumah :Tasikmalaya

Pendidikan :SD

Tingkat Depresi Klien :Sedang (Moderat)

41
Hasil wawancara dengan Ijah (Bukan nama sebenarnya), VoT (Victim of Trafficking) /
Klien, di Ruang Konseling, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 6-8 Juli 2007
2) Latar Belakang Keberangkatan

Klien meninggalkan desa karena sudah tidak tahan atas perilaku kasar

sang suami yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Klien dimadu

1 tempat tinggal dengan istri muda sang suami. Sang suami mempunyai 6 orang

istri sedangkan klien adalah istri pertama.

" Saya ngga ngerti mba, coba bayangin aja. Saya di madu sama
suami saya di rumah saya sendiri (warisan orangtua). Suami saya
suka main perempuan, mana istrinya banyak ada 6, saya istri
pertamanya. Suami saya senengnya mabok dan judi. Saya cuma
takut anak-anak bakal dia jahatin. Makanya saya titipin ke mertua
saya di kampung. Kalo saya tanya malah dipukul, ditendang,
pokoknya saya nih sebagai istrinya udah gak ada harganya lagi."

Sebelumnya klien pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama

1,5 tahun di Malaysia tepatnya pada tahun 2005. Untuk keberangkatannya yang

pertamanya ini klien mengatakan bahwa dirinya berhasil. Saat pulang, klien

membawa uang hasil kerjanya Rp. 6.600.000. Uang tersebut pada awalnya klien

percayakan kepada sang suami untuk ditabungkan di Bank. Namun, ternyata uang

tersebut disalahgunakan sang suami untuk menghidupi istri-istri mudanya.

"Saya pikir, suami saya pas saya tinggal kerja jadi kasihan sama
saya. Jadi berubah. Makanya pas pulang saya gak curiga, saya
titipin uang hasil kerja saya 6 juta ke dia. Buat biaya sekolah anak-
anak. Eh...gak taunya malah dia buat kasih makan istri-istri
mudanya. Ya Allah...tega banget." (Klien pun Menangis).

Keberangkatan klien yang pertama ini melalui sponsor yang bernama Teni

dari kampungnya. Dari sponsornya ini klien di tawari gaji RM 400 dengan

potongan 3 bulan. Klien berangkat dari Tasikmalaya menuju Pekanbaru dengan

menggunakan mobil. Sesampainya di Pekan baru, klien ditampung di PT (klien

lupa namanya) selama 2 bulan. Setelah itu klien barangkat ke Malaysia untuk

menjalani masa percobaan kerja selama 1 bulan. Lalu kembali lagi ke Pekan baru
dengan menggunakan kapal laut untuk menunggu visa turun. Setelah 32 hari

akhirnya klien diberangkatkan kembali ke Malaysia. Klien bekerja di Kuala

Lumpur. Majikan klien bernama Jamrud dan juga Mukhsin. Saat itu klien bekerja

sebagai PRT sejak pukul 6 pagi hingga 9 malam. Klien diberi makan teratur oleh

sang majikan.

Setelah pulang klien bekerja di Jakarta selama 1 bulan. Saat itulah uang

hasil jerih payahnya disalah gunakan sang suami. Padahal uang tersebut akan

digunakan klien untuk biaya kursus menjahit sang anak yang hanya sempat

bersekolah hingga lulus SD saja. Sang suami sering mencari-cari alasan ketika

ditanyakan perihal uang tersebut. Malahan sang suami menghina dan juga

menuduh klien bekerja sebagai pelacur di Malaysia kepada anak mereka.

"Saya banting tulang di negeri orang. Malah dibilang kerja ngga


bener lah, jual diri, mengkhianati dia. Astagfirullah...saya dihina dan
difitnah sama suami saya sendiri mba. (Klien menangis). Padahal
orang-orang juga pada tau kalo yang begitu itu dia sendiri. Dia lagi
cari-cari alasan aja. Nyakitin saya terus."

Hal tersebut dilakukan suaminya semata-mata adalah untuk menutupi

kesalahannya telah menggunakan uang yang dititipi oleh klien. Keadaan tersebut

semakin mendorongnya untuk segera bekerja kembali ke Malaysia.

saya mah nggak takut...meskipun banyak yang bilang TKW suka


disiksa...karena saya pikir kemaren saya juga kerja di Malaysia dan
majikan saya baik. Jadi...yang ini kan saya juga mau kerja di
Malaysia...jadi saya pikir...pasti majikannya juga bakal baik. Pasrah
aja.
3) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga

Klien adalah anak ke 4 dari 8 bersaudara. Ayah klien yang bernama Barju

telah llama meninggal. Sedangkan ibu klien bekerja sebagai petani di

kampungnya di Tasikmalaya.

Klien memiliki 3 orang anak yang berusia 13, 7 dan 4 tahun. Saat ini

anak-anak klien tinggal bersama sang nenek (mertua klien) di kampung. Suami

klien bernama Imang. Menurutnya, sang suami bekerja sebagai supir taksi. Suami

klien ini memiliki 6 orang istri. Klien sendiri adalah istri pertama. Klien

mengatakan bahwa sang suami sering sekali main perempuan, judi dan juga

mabuk-mabukan. Sang suami juga sering sekali melakukan kekerasan dalam

rumah tangga. Seperti menghina klien, memukul, menendang, menampar wajah

klien bahkan mengancam klien jika klien meminta cerai. Suaminya ini pun tidak

pernah memberikan nafkah kepadanya. Sang suami hanya menghabiskan harta

benda klien saja.

Tidak hanya dibenci oleh klien, ternyata sang mertua sendiri (orang tua

sang suami sudah kewalahan dan juga lepas tangan terhadap anaknya tersebut).

Diketahui bahwa sang suamilah yang telah menyebabkan kematian ayah mertua

klien. Para saudara, tetangga sering merasa tidak aman dan juga ketakutan dengan

perilaku suami klien. Suatu saat mertua klien pernah menyarankan klien agar

memakai ilmu hitam ataupun meminta tokoh agama untuk menyadarkan sang

suami.

"Suami saya memang keterlaluan mba, kata ibunya sendiri (mertua


saya) dia juga yang bunuh bapaknya sendiri, saudara-saudara udah
pada lepas tangan, tetangga pada gak berani. Suami saya itu kaya
preman kelakukannya, malahan ibunya dan saudara-saudara pada
nyuruh saya buat pake ilmu hitam buat sadarin dia. Tapi saya gak
mau saya pasrah aja sama gusti Allah."
Sebagai informasi tambahan, suami klien pernah dipenjara 5 tahun di LP

Tangerang karena kasus pembunuhan. Selain itu suami klien pun juga pernah

dipenjara selama 2 minggu dengan kasus yang berbeda yaitu jual beli motor gelap

(curanmor). Suami klien tertuduh sebagai seorang penadah.

Namun, baru 2 minggu sang suami mengancam untuk segera ditebus oleh

klien. Sebelumnya klien memiliki benda warisan dari orangtuanya namun, saat ini

sudah habis karena digunakan untuk kepentingan sang suami. Harta warisan

tersebut pun habis karena sering digunakan suami untuk main perempuan, mabuk-

mabukan juga berjudi.

Sang suami juga yang menghabiskan uang hasil kerja klien selama di

Malaysia. Karena terlalu percaya dengan suaminya ini, uang tersebut ternyata

disalahgunakan sang suami. Ketika klien minta untuk biaya kursus anak pertama

klien ternyata sang suami mengaku kepada sang anak bahwa istrinya tidak pernah

menintipkan uang padanya. Ternyata uang tersebut digunakan untuk membiayai

ongkos hidup istri-istri mudanya.

4) Tahapan Trafficking (Proses,Cara, Tujuan)

Klien memutuskan untuk kembali bekerja ke Malaysia. Klien bekerja atas

tawaran sponsor yang bernama Monica Bisri. Klien ditawari pekerjaan sebagai

PRT di daerah Kuching dengan iming-iming gaji RM 250 dengan potongan

selama 2 bulan. Kali ini klien berangkat pada 10 April 2007 dari Jakarta menuju

sebuah PT di daerah Bogor (klien lupa namanya). Disini klien ditampung selama

12 hari. Setelah itu klien berangkat menuju Tanjung Priok dan turun diperbatasan

Pontianak.
Selama itu klien selalu saja dikawal oleh Brimob. Lalu klien dijemput oleh

Pak Hasyim lalu klien disarankan menginap karena saat itu klien tiba pada pukul 2

dinihari. Namun pada pukul 4 dinihari klien diberangkatkan menuju perbatasan

Entikong dan ditampung di sana selama 5 hari di rumah seorang bernama Wati.

Lalu klien sampai di Imigrasi dan dijemput oleh agent.

Klien memiliki paspor dengan alamat Sponsor namun saat ini paspor

tersebut disimpan oleh sang majikan. Klien tidak diperkenankan untuk membaca

surat kontrak yang sempat ia tandatangani. Secara rinci tahapan yang dilewati

klien adalah :

a) Proses : Perekrutan-Penampungan-Pengiriman-Penerimaan

b) Cara : Penipuan, Kebohongan

c) Tujuan : Eksploitasi Tenaga Kerja

5) Pengalaman Trafficking dan Kondisi Kerja

Baru 1 bulan klien pulang dari bekerja di Malaysia, klien merasa sudah

tidak sanggup lagi menghadapi perilaku sang suami. Klien bekerja di daerah

Kuching. Klien tidak mengetahui identitas majkannya kali ini. Klien mulai

bekerja pada pukul 5 pagi hingga 12 malam. Klien bekerja sebagai PRT dirumah

pada pukul 9 pagi. Setelah itu klien diperintahkan untuk bekerja membersihkan

kantor sang majikan. Klien seringkali tidak diberikan makan, sering dipukul dan

juga diancam oleh majikannya.

Saya bingung sama majikan saya ini, beda bener sama saya kerja
dulu. Majikan saya kali ini. Ih...Tega bener sama saya. Udah suruh
kerja di rumahnya, di kantornya juga. Kayanya kerjaan saya
ada...aja. Gak abis-abis."
Suatu saat karena merasa sudah tidak tahan lagi karena sang majikan

memerintahkan klien untuk memandikan anjing akhirnya klien memutuskan untuk

kabur.

"Madam saya seneng banget mukul, sering gak dikasih makan,


diancem. Klo saya minta makan malah dia cari-cari alasan kalo saya
makan mulu. Padahal pelit banget. Ya udah gak tahan lagi maunya
orang disuruh kerja mati-matian tapi males kasih makan mana ada
tenaganya. Saya kabur aja, udah gak tahan, dari pada makin parah."

Klien kabur pada malam Kamis jam 11 malam dan ditolong oleh tetangga

sang majikan. Klien sempat tinggal di rumah orang yang menolongnya selama 3

hari. Setelah itu klien diantarkan ke Konsulat RI dan tinggal di sana selama 16

hari. Selanjutnya klien diberangkatkan menuju Pontianak dan tinggal disana

selama 3 hari. Akhirnya pada tanggal 11 Juli 2007, klien tiba di CTU IOM RS.

POLRI Sukanto untuk menjalani pemeriksaan medis, konseling dengan psikolog

dan juga pekerja sosial untuk akhirnya dipulangkan ke tempat yang ia tuju

ataupun kampung halamannya.

6) Kondisi Psikososial Klien (Saat Wawancara)

Klien mengalami sedikit retardasi pada saat konseling berlangsung. Saat

itu, klien memerlukan pengulangan beberapa kali atas pertanyaan yang diberikan

olehnya sebelum akhirnya klien menjawab. Tak berapa lama akhirnya klien

mengaku bahwa masalah dirinya sangat rumit. Klien merasa ketakutan jika sang

suami mengetahui keberadaannya saat ini. Dari hasil pengkuannya bahwa sang

suami sering melakukan kekerasan dalam keluarga.

Ternyata selain itu, klien memikirkan kesehatannya. Klien didiagnosis

oleh dokter mengalami PMS berat dan sedang dalam masa pemulihan dan

pengobatan atas penyakitnya itu. Pada saat konseling berlangsung klien sering
menunjukan perasan ketidakberdayaan atas segala peristiwa yang ia alami. Klien

mengaku bahwa sebenarnya sudah tidak tahan dengan ulah sang suami. namun

klien mengaku bingung bagaimana seharusnya ia bersikap. Sedangkan sang suami

tidak ingin dan mengancam klien jika berani meminta cerai.

7) Gejala Depresi

a) Klien mengalami depresi Moderat (sedang) selain dikarenakan

pengalaman trafficking yang ia alami juga dipicu oleh faktor kekerasan

dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya. Hal ini sesuai dengan

pernyataan klien.

"Saya sudah gak tahan lagi, daripada terus ngadepin suami seperti
itu, minta cerai malah dipukulin, ditendang. Makanya saya putusin
untuk kembali kerja ke Malaysia"

b) Mengenai derajat depresi klien Pekerja Sosial yang menangani klien


menyatakan :42
" Klien ini telah didiagnosa mengalami depresi dengan tingkat
moderat (sedang) ini dipicu selain oleh pengalaman trafficking,
kegagalannya dalam bekerja, tidak bawa uang, juga kecemasan-
kecemasan yang muncul ketika pulang nanti. Ditambah dengan
adanya faktor kekerasan dalam keluarga, klien kurang support
(dukungan) dari keluarga dalam hal ini suami, klien adalah tulang
punggung keluarga jadi semakin merasa tidak berdaya ketika
mengalami kegagalan, terus jadi depresi deh"

c) Klien merasa takut dan enggan untuk pulang ke kampung halamannya

karena telah gagal.

d) Merasa khawatir jikalau anak-anaknya akan dicelakai oleh sang suami

e) Terjadi retardasi pada saat wawancara berlangsung (observasi)

f) Klien mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual) berat.

42
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari Social Worker (Pekerja Sosial), di
Ruangan Social Worker, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 5 April 2007
g) Hal ini sesuai dengan pernyataan Psikolog yang menangani klien. 43

"Dia itu terkena IMS berat, jadi masih perlu dirawat di sini agak
lamaan sampai ia pulih, itu mungkin karena waktu ia kerja dulu dia
kurang sempat memperhatikan kebersihannya karena pekerjaan
yang banyak."

h) Pekerja sosial yang menangani klien pun menambahkan : 44

"Kondisi itu (IMS) juga bisa disebabkan karena klien tertular dari
suaminya, mengingat sang suami gemar main perempuan, stres juga
bisa berpengaruh dengan timbulnya depresi."

i) Merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan, mudah menangis meratap.

j) Bingung

k) Gangguan tidur dan juga makan

l) Klien kehilangan berat badannya secara signifikan.

c. Gambaran Kasus Ica

1) Data Pribadi : Ica 45

Nama :Ica

Usia :25 tahun

Agama :Islam

Anak ke :3 dari 5 bersaudara

Status Perkawinan :Menikah

Alamat Rumah :Cirebon

Pendidikan :SLTA

Tingkat Depresi Klien :Ringan (Mild)

43
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007
44
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial) CTU
IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Psikolog, 6 November 2007
45
Hasil wawancara dengan Ica (Bukan nama sebenarnya), VoT (Victim of Trafficking) / Klien,
di Ruang Konseling, Gedung Prajagupta, CTU IOM RS.POLRI Sukanto, 24-26 Februari 2007
2) Latar Belakang Keberangkatan

Sebelumnya klien belum pernah berpikir untuk bekerja keluar negeri.

Keberangkatan klien ke Malaysia diawali dengan perkenalannya dengan Pak

Sandi yang merupakan atasannya ketika klien bekerja sebagai karyawan di pabrik

sepatu. Klien diberitahu oleh sekretaris Pak Sandi mengenai tawaran ini.

3) Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga

Klien merupakan anak ke 3 dari 7 bersaudara. Klien tinggal bersama

orangtua, adik dan juga anaknya di kampung halamannya. Sedangkan sang suami

yang bernama Bukhori bekerja sebagai penjual mainan di Jakarta. Suaminya ini

tinggal bersama orangtuanya dan juga sebagai tulang punggung keluarganya itu.

Kakak dari sang suami tidak bekerja sehingga suaminya yang merupakan

anak bungsu bertanggung jawab menanggung kehidupan mereka semua di

Jakarta. Suami klien hanya pulang menjenguk klien dan juga anaknya setiap 2

bulan sekali.

Klien mengatakan bahwa dirinya yang selalu menyusahkan orangtuanya.

Jika dibandingkan kondisi sang kakak. Klien merasa belum bisa banyak

membantu keluarganya.

4) Tahapan Trafficking (Proses,Cara, Tujuan)

Klien ditawari untuk bekerja di pabrik sepatu di daerah Malaysia. Namun

menurut sekretaris tadi, Pak Sandi telah menyerahkan urusan ini kepada Pak Riko

(orang Pontianak). Lama kelamaan klien baru menyadari bahwa dirinya dijual RM

6500 oleh Pak Sandi. Klien diiming-imingi gaji Rp. 1.750.000,-. Namun dalam

kontrak klien tertulis bahwa gaji hanya RM 250 dengan masa kontrak 2 tahun

dengan potongan 2 bulan.


" Saya baru tahu kalo yang diomongin ke saya beda sama yang
dikontrak. Tapi saat itu saat terlambat taunya. Saya tau baru pas di
agent Malaysia. Saya lihat di sana ada perempuan yang dipukulin.
Kata anak buah agent itu gara-gara kebanyakan nanya."

Klien meninggalkan kampung halamannya pada 5 April 2007. klien

berangkat dari Cirebon dengan menggunakan mobil 2 kali untuk menuju stasiun

Gambir untuk akhirnya berangkat ke Pontianak dengan menggunakan pesawat.

Selanjutnya tibalah klien di Malaysia lalu langsung dipertemukan dengen

agent setelah tinggal 1 hari, klien ditawari untuk bekerja di kedai kopi di daerah

Sibu, Serawak. Klien menggunakan paspor dengan identitasnya sendiri. Namun

tidak dibuatkan visa. Paspor klien disimpan oleh agent. Secara rinci tahapan yang

dilewati klien adalah :

a) Proses : Perekrutan-Pengiriman-Pemindahan-Penerimaan

b) Cara : Penipuan, Kebohongan

c) Tujuan : Eksploitasi Tenaga Kerja

5) Pengalaman Trafficking dan Kondisi Kerja

Klien bekerja di kedai kopi besar sejak pukul 04.15 pagi hingga 07.00

malam. Setelah itu klien melanjutkan bekerja sebagai PRT hingga pukul 10

malam. Di kedai besar itu hanya mempekerjakan 2 orang karyawan saja. Klien

hanya diberikan makan 1 kali sehari. Itupun hanya sayur dan juga nasi yang

sangat sedikit (majikan yang menakari). Klien sering diancam dan ditakut-takuti

oleh sang majikan. Klien pun tidak diperkenankan untuk beribadah. Klien hanya

sanggup bertahan selama 3,5 bulan saja.

" Saya gak tahan mba, saya di sana diperes banget tenaganya,
kerjanya 2 kali, dirumah, di kedai juga. Tapi buat makan aja
ditakarin. Yang paling sedih lagi gak boleh sholat, sering ditakut-
takuti kalo saya sampai kabur dari rumah majikan akan celaka di
Malaysia. Malahan bisa diperkosa trus dibuang di laut. Saya takut."
Klien pun memutuskan untuk melarikan diri pada hari selasa pada jam

03.30 sore pada tanggal 11 Juli 2007. Klien ditolong oleh orang Melayu dan

diantarkan ke kedutaan. Klien tinggal di kedutaan ini selama 11 hari. Untuk

selanjutnya menunggu pemulangan ke Indonesia.

Akhirnya klien tiba di CTU IOM RS.POLRI Sukanto pada tanggal 24 Juli

2007. Klien berada di sini sambil melakukan pemeriksaan kesehatan, konseling

dengan psikolog dan pekerja sosial guna menentukan perencanaan

pemulangannya lebih lanjut.

6) Kondisi Psikososial (Saat Wawancara)

Klien terlihat cukup kooperatif pada saat konseling berlangsung. Pada saat

itu klien terlihat sangat mengkhawatirkan kondisi keluarganya. Klien sangat

mencintai keluarganya. Klien terlihat hampir menangis ketika menceritakan

dirinya telah gagal untuk membantu sang suami. Namun klien sering terlihat

sebagai sosok yang kurang percaya diri.

Klien sering mengatakan bahwa dirinya merasa malu karena merasa selalu

saja menyusahkan orangtua dan juga suaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan

klien:

" Saya malu mba, dari dulu saya selalu aja nyusahin suami dan
orangtua saya. Tadinya saya pikir saya kerja akan berhasil.
Eh...malahan babak belur kaya gini, gagal. Padahal saya ingin
banget bahagiakan mereka. Suami saya pasti capek bener karena dia
tulang punggung dalam keluarga, kakaknya gak pada kerja."

Sebagai seorang individu klien merupakan sosok yang kuat, sabar dan juga

taat beribadah. Namun klien terlihat bukan jenis orang yang mudah putus asa.
7) Gejala Depresi

a) Klien mengalami depresi dengan derajat Mild (Ringan).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Psikolog yang menangani klien: 46

" Klien ini hanya mengalami depresi dengan derajat Mild (Ringan).
Pada kasus ini depresi hanya dipicu dari pengalaman trafficking
yang telah dialami klien."

b) Adapun pekerja sosial menambahkan bahwa : 47

" Untuk kasus klien ini memang ia mengalami depresi dengan


tingkatan ringan (Mild). Ica cukup kuat. Meski gejala depresinya
terlihat beberapa seperti dia merasa gagal, mengecawakan orang tua
dan suaminya. Ica memiliki Insight diri (pemahaman diri) yang baik
dan itu berguna baginya untuk segera pulih dari depresi yang ia
alami. Tapi perlu juga diketahui bahwa tidak semua VoT mengalami
depresi ataupun gila, Hanya saja memang kemungkinan korban
trafficking mengalami depresi cukup besar. Namun itu tadi tetap
tergantung dari proses, cara, maupun tujuan dari trafficking yang
klien alami. Itu juga berkorelasi dengan support keluarga dan
peristiwa lain yang telah ada sebelum seseorang menjadi korban
trafficking, seperti pengalaman masa lalu yang menyakitkan atau
menyedihkan."

c) Ketakutan kepada orang asing (khususnya orang Chinese)

" Sekarang saya jadi agak takut kalo ketemu orang China. Saya jadi
keingetan majikan saya di Malaysia China juga jahat banget."

d) Mudah menangis

e) Merasa tidak berdaya

f) "Saya ngga tau lagi mesti gimana, udah gagal begini"

g) Kehilangan Kepercayaan diri

h) Merasa tidak berguna

" Saya dari dulu selalu nyusahin suami dan orangtua, kayanya
belum pernah bahagiain mereka. Belum bisa apa-apa buat ikut bantu
mereka."

46
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007
47
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial) CTU IOM
RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007
i) Merasa gagal dan mengecawakan semua orang

j) Gangguan makan

"Di sini makanan banyak mba, tapi saya gak nafsu, gak pingin aja
bawaannya, padahal kalo diinget-inget waktu masih kerja di
Malaysia mo makan aja susahnya minta ampun. Majikan pelit."
k) Gangguan Tidur

" Saya sering susah tidur... nanti pulang gimana, apa kata orang
kampung kalo saya gagal. Gak bawa uang ....malah kaya gini."

2. Analisis Gejala dan Pemicu Depresi Antar Kasus (Cross Cases Analysis).

Sebagian besar korban woman trafficking berasal dari keluarga dengan

tingkat sosial ekonomi rendah dan bertempat tinggal di desa. Kehidupan di desa

sepertinya tidak menjanjikan, apalagi jika tidak diimbangi dengan latar belakang

pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka

memutuskan untuk bekerja di luar negeri karena tergiur akan iming-iming pihak

sponsor, agen, dan juga pihak-pihak lain yang belum jelas kebenarannya. Mereka

lupa menanyakan tentang infomasi kondisi pekerjaan, budaya, bahkan gaji / upah

atas pekerjaan mereka. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Psikolog

CTU IOM RS. POLRI Sukanto:

" Umumnya korban perdagangan perempuan mengalami depresi dan


juga kecemasan yang tinggi. Mengenai episode depresi itu sudah
masuk wilayah (gangguan kejiwaan berat). Depresi parah 14 %, di
KBRI para korban umumnya tinggal selama 3-4 bulan. Episode
depresi lebih banyak dialami korban ketika mereka berada di
penampungan KBRI. Hal ini dikarenakan karena berdekatan dengan
waktu terjadinya peristiwa/pengalaman yang membuat para korban
shock. Karena CTU IOM merupakan short term shelter jadi mereka
saat itu hanya berpatokan pada keterangan dari psikiater/psikolog
KBRI yang menerangkan bahwa klien yang ditangani mempunyai
riwayat depresi psikotik. Selanjutnya psikolog CTU IOM
memperhatikan mereka yang terindikasi mengalami depresi untuk
diberikan pelayanan berikutnya" 48

48
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007.
Hal senada pun diungkapkan oleh Social Worker (Pekerja Sosial) CTU
IOM RS. POLRI Sukanto yang berperan sebagai manajer kasus bagi klien yang
sedang diteliti:

"Depresi adalah salah satu dampak dari trafiking, banyak faktor


yang menyebabkan dia menjadi depresi, tidak serta merta karena
satu sebab, biasanya dipengaruhi oleh faktor ketidak berhasilan
mereka sebagai TKW , adapun mereka sebelumnya mengalami
masalah di keluarganya, baik ekonomi, sosial, personal, dll yang
menyebabkan alasan mereka berangkat menjadi TKW. Pada saat di
agen, mereka sudah ditipu, mereka merasa dibohongi, bahkan
disiksa tetapi tidak bisa keluar karena sudah terjebak di dalamnya.
Ketika berada di majikan, ternyata mereka dieksploitasi
pekerjaannya, disiksa, diperkosa, tidak dibayar. Ketika mereka
pulang, mereka harus menanggung beban, beban rasa malu di
keluarga dan lingkungan sekitar, beban dengan permasalahan pada
saat dia berangkat yang belum tertuntaskan seperti utang untuk
biaya persiapan keberangkatan menjadi TKW atau utang untuk
bekal keluarga yang ditinggalkan, ditambah tuntutan keluarga, anak
banyak, dia sebagai pencari nafkah utama atau tuntutan keluarga
yang menekan dia sehingga dia depresi.banyak hal, yang akhirnya
beban tersebut bertumpuk-tumpuk, akhirnya mereka menjadi
depresi, stres, dll." 49

Ketiga dari informan dalam penelitian ini (klien) memiliki latar belakang

pendidikan yang berbeda. Informan Ani sempat mengenyam pendidikan hingga

SMP, Ijah hanya sempat mengenyam pendidikan hingga SD. Sedangkan Ica lebih

beruntung karena mengenyam pendidikan hingga SLTA. Meskipun latar belakang

pendidikan mereka berbeda, namun alasan mereka memutuskan untuk bekerja ke

luar negeri beberapa memiliki kesamaan yaitu ingin membahagiakan orangtua /

keluarga, membangun rumah dan mencari modal usaha.

Hal menarik yang ditemukan pada kasus Ijah adalah adanya alasan lain

yaitu faktor ketakutan dan ketidaktahanan terhadap ulah sang suami yang

memiliki banyak istri dan gemar melakukan kekerasan dalam rumah tangga

ditambah dengan penolakannya untuk dicerai oleh Ijah.

49
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer
Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
Mengenai hal ini Psikolog mengungkapkan bahwa:

" Depresi..., stres sering berhubungan dengan pengalaman masa lalu


klien, tergantung individu, usia pun berpengaruh, juga ada /
tidaknya dukungan keluarga. Ekonomi jelas berpengaruh karena hal
itu yang sering melatarbelakangi mereka akhirnya terjerumus
sebagai korban perdagangan perempuan." 50
Sedangkan pekerja sosial yang menangani klien menambahkan bahwa:

" Tidak semua VoT jadi depresi atau bahkan gila. Ada yang
mengalami depresi tapi kemudian menjadi pulih dengan support dari
orang-orang terdekatnya atau sekelilingnya atau bahkan jadi gila
karena pada saat dia berangkat jadi TKW dia sudah punya beban
yang cukup tinggi dan harapan keberhasilan yang tinggi pula.
Ketika ia jadi korban, ia tidak cukup kuat menahan beban dan
kurangnya support dari sekelilingnya, menjadi sebab ia depresi. Jika
bisa disimpulkan, faktor-faktor yang menyebabkan VoT depresi ada
banyak faktor, diantaranya:Faktor kepribadian, yaitu ; kuat/tidaknya
jiwa orang tersebut, bisa didukung oleh faktor keimanan. Ada VoT
yang permasalahannya luar bisa, tapi ia masih bisa menghadapi
dengan keyakinan, semua adalah cobaan dari Tuhan, dan
sebaliknya. Faktor keluarga, yaitu; keluarga dapat menjadi pencetus
seseorang menjadi depresi." 51

Psikolog menjelaskan beberapa gejala depresi yang biasa muncul pada

korban perdagangan perempuan diantaranya adalah:

" Umumnya symptom (gejala) yang sering muncul pada korban


depresi adalah sedih, putus asa, perasaan bersalah karena tidak
membawa uang ketika pulang ke kampung halaman meskipun klien
telah bekerja bertahun tahun. Umumnya mereka adalah tulang
punggung keluarga. Selain itu korban sering mengalami gangguan
tidur. Hal ini ditambah karena kecemasan klien yang berlebihan
menghadapi waktu kepulangannya ke kampung halamannya.
Mereka pun banyak yang mengalami pelambatan (retardasi) dalam
proses berpikir, mereka menjadi pribadi yang mudah tersinggung,
korban juga mengalami jadwal menstruasi yang tidak teratur, untuk
beberapa klien mengaku sempat melakukan percobaan bunuh diri
(munculnya ide-ide bunuh diri), dan hal lain adalah menurunnya
kepercayaan diri korban." 52

50
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007.
51
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer
Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
52
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007.
Sedangkan Pekerja sosial menjelaskan lebih lanjut mengenai hal ini:

"Kondisi korban bermacam-macam, dari tingkat depresi yang


ringan, sedang hingga berat. Tetapi meskipun dikatakan ringan,
mereka tetap mengalami berbagai perubahan perilaku bentuk
copying dari pengalaman yang mereka alami. Contohnya, ketika
discreening dan dikategorikan mild, ada hal-hal lain dari
perilakunya dan jika digali lebih dalam baru akan muncul. Seperti
perubahan orientasi seksual, banyak korban yang mengalami
perubahan orientasi seksual dari lawan jenis ke sejenisnya. Hal ini
terjadi bukan begitu saja, akan tetapi karena berbagai hal,
pengalaman buruk mengenai hubungan dengan lawan jenis, berada
di shelter terlalu lama di mana semuanya perempuan dan kebutuhan
biologis atau rasa sayang yang kemudian muncul akhirnya dialihkan
ke sesamanya. Tapi untuk yang satu ini butuh penelitian khusus."

Selanjutnya dengan penjelasan:

"Korban yang mengalami depresi berat, biasanya sudah tidak bisa


diajak berkomunikasi, tidak nyambung atau ketakutan-ketakutan
akan adanya ancaman, halusinasi, waham. Jika tingkat depresi berat
akan tetapi tidak mengganggu yang lainnya, korban biasanya masih
ditempatkan di PPT, akan tetapi jika sudah mengganggu orang lain
dan membahayakan dirinya, seperti ide bunuh diri, maka akan
dipindahkan di ruang lain, yaitu di dirabrata (instalasi jiwa)." 53

Dalam menganalisa pemicu depresi, penulis menggunakan teori yang

dikemukakan oleh Beck yaitu teori Triad Negative dan teori Hopelessness yang

merupakan teori revisi dari teori sebelumnya. Sedangkan dalam menganalisa

tingkat keparahan depresi/ derajat depresi dari subyek penelitian. Penulis mengacu

pada pedoman yang digunakan di CTU IOM RS. POLRI Sukanto yaitu Hamilton

Rating Scale Depression (HRS-D) / skala depresi Hamilton. Seperti yang sudah

diungkapkan sebelumnya bahawa peneliti tidak menentukan derajat tersebut

sendiri. Derajat depresi klien tersebut sebelumnya telah diukur oleh Psikolog CTU

IOM.

53
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer
Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
Kasus Ani pemicu depresinya sesuai dengan teori Hopelessness. Dari

kasus ini ditemukan bahwa Ani mengalami depresi yang dipicu oleh pengalaman

menyakitkan/ tidak menyenangkan juga trauma yang gagal dikontrol akibat

peristiwa perkosaan yang menimpanya.54 Depresinya berkomorbid (bergabung)


55
dengan gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder). Hal

senada pun didapat dari hasil wawancara dengan Psikolog CTU IOM RS. POLRI

Sukanto :

"Ia mengalami depresi berat yang berkomorbid dengan Post


Traumatic, hal ini dikarenakan setelah 3 tahun bekerja klien tidak
mendapatkan gaji, klien mengalami perkosaan, proses pengadilan
yang lama dan hukuman kepada pelaku pemerkosaan tidak jelas,
adanya usaha bunuh diri. Psikiater bernama Dr. Heni melihat masih
ada halusinasi relaksasi." 56

Sedangkan Social Worker yang menangani klien ini menambahkan


aspek psikososial dari klien: 57

"Orangtua klien menuntut, orangtua kaget karena selama ini klien


tidak ada kabar, tetangga yang suka manas-manasi" Sebenarnya
saya (Pekerja sosial) sudah merencanakan klien untuk mendapatkan
bantuan namun gagal karena klien keburu pergi ke Jakarta." Saya
mendapatkan kabar dari NGO lokal bahwa klien setelah 1 minggu
pulang ke kampung halamannya klien pergi lagi ke Jakarta."

Depresi Ani juga dipicu karena hubungan sosial yang kurang baik dan

menganggap masyarakat kurang memberikan dukungan sosial sehingga berefek

pada kurangnya kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa hidup yang

negatif sehingga menjadikannya semakin rentan terkena depresi., diperparah

pengalaman trafficking sebelumnya.

54
Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis
Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 2005), h. 113.
55
Suryo Dharmono, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking. Pusat Kajian Bencana
& Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI / RSCM. h. 16-17.
56
Hasil wawancara dengan Suryantini, Psikolog CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan
Psikolog, 6 November 2007.
57
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer
Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
Sesuai dengan pandangan pemicu depresi dari sudut pandang interpersonal

yang dikemukakan oleh Billings, Cronkite & Moos58, Ani mengalami depresi

dengan tingkatan Severe (Berat) karena pada dirinya ditemukan gejala utama dan

juga gejala tambahan yang menjadi indikatornya. Pada kasus Ani, ditemukan

adanya percobaan untuk bunuh diri. Menurut klien hal ini disebabkan karena

halusinasi yaitu mendengar suara-suara yang memerintahkannya untuk

mengakhiri hidupnya. Adapun secara rinci gejala yang timbul pada Ani sebagai

korban woman trafficking adalah :

Gejala Utama (Trias Depresi):

a. Suasana perasaan murung

b. Kehilangan minat terhadap aktifitas sehari hari

c. Kehilangan energi / kelelahan kronis

Dan beberapa gejala depresi lainnya (gejala tambahan), yaitu:

d. Pesimis terhadap masa depan

e. Perasaan tidak mampu

f. Putus asa, pikiran bunuh diri

g. Perasaan bersalah/berdosa

h. Gangguan selera makan

i. Gangguan tidur.

58
Billings, Cronkite & Moos, 1983. dalam Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine
Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press), 2005. h. 114.
Hal ini sesuai dengan analisis Brown dkk, terhadap nilai Becks

Depression Inventory yang menyatakan mendapatkan adanya peningkatan

dysphoria, rasa pesimistik terhadap masa yang akan datang, sedih dan gagasan

bunuh diri. Terkadang disertai gejala menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan

tersiksa. 11

Dalam kasus Ijah pemicu depresinya sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Beck yaitu Teori Hopelessness. Dalam kasus ini ditemukan

bahwa Ijah mengalami depresi yang disebabkan oleh pengalaman menyakitkan /

tidak menyenangkan yang ditambah dengan adanya atribusi pada faktor global /

faktor kognitif lain yang mengakibatkan munculnya perasaan tidak ada harapan,

tidak ada respon yang cukup untuk mengatasi situasi yang dialaminya.59

Depresi yang dialami Ijah ini selain disebabkan oleh pengalamannya

sebagai korban woman trafficking juga disebabkan oleh faktor kekerasan dalam

keluarga yang dilakukan oleh suaminya. Dalam kasus Ijah, depresi yang

dialaminya berkomormid (bergabung) dengan penyakit fisik lainnya yaitu IMS

(Infeksi Menular Seksual). Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan

bahwa sekitar 60% orang yang mengalami depresi berkaitan dengan

(komorbiditas) adanya penyakit fisik lain yang dideritanya.60

11
Cumming JL. Depression and Parkinsons disease : A review. (Am J Psychiatry. 1992 ;
149), h. 443-454.
59
Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis
Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press, 2005), h. 113.
60
Parker G, Kalucy, Megan. Depression comorbid with physical illness. (Australia: Lippincott
Williams & Wilkins,Inc.,1999;12,1), h. 87-92.
Hal senada pun didapat dari hasil wawancara dengan Psikolog CTU IOM

RS. POLRI Sukanto :

" Klien ini telah didiagnosa mengalami depresi dengan tingkat


moderat (sedang) ini dipicu selain oleh pengalaman trafficking,
kegagalannya dalam bekerja, tidak bawa uang, juga kecemasan-
kecemasan yang muncul ketika pulang nanti. Ditambah dengan
adanya faktor kekerasan dalam keluarga, klien kurang support
(dukungan) dari keluarga dalam hal ini suaminya sendiri. Klien
adalah tulang punggung keluarga jadi semakin merasa tidak berdaya
ketika mengalami kegagalan, terus jadi depresi deh"

Sedangkan Pekerja Sosial (Social Worker) yang menangani klien


menambahkan bahwa: 61

"Kondisi itu (IMS) juga bisa disebabkan karena klien tertular dari
suaminya, mengingat sang suami gemar main perempuan, stres juga
bisa berpengaruh terhadap timbulnya depresi."

Depresi Ijah juga dipicu karena adanya hubungan sosial yang kurang baik

dan menganggap masyarakat kurang memberikan dukungan sosial sehingga

berefek pada kurangnya kemampuan individu untuk mengatasi peristiwa hidup

yang negatif dan menjadikan mereka semakin rentan terkena depresi. Hal ini

sesuai dengan pandangan depresi dari sudut pandang interpersonal yang

dikemukakan oleh Billings, Cronkite & Moos.62 Yang juga ditemukan pada kasus

Ani.

Ijah mengalami depresi dengan tingkatan Moderat (Sedang) karena pada

diri Ijah ditemukan gejala utama dan juga gejala tambahan yang menjadi

indikatornya. Perbedaannya adalah pada kasus Ijah, tidak muncul kecenderungan

untuk bunuh diri. Adapun secara rinci gejala yang timbul pada Ijah ( Victim of

Trafficking) adalah :

61
Hasil wawancara dengan Eka Lenggang Dianasari, Social Worker (Pekerja Sosial, Manajer
Kasus) CTU IOM RS.POLRI Sukanto, di Ruangan Social Worker, 6 November 2007.
62
Billings, Cronkite & Moos, 1983. dalam Fausiah, Julianti Widury ; editor, Augustine
Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press, 2005), h. 114.
Gejala Utama (Trias Depresi)

a. Suasana perasaan murung

b. Kehilangan minat terhadap aktifitas sehari hari

c. Kehilangan energi / kelelahan kronis

Dan beberapa gejala depresi lainnya (gejala tambahan), yaitu:

d. Pesimis terhadap masa depan

e. Perasaan tidak mampu

f. Gangguan selera makan

g. Gangguan tidur.

Sedangkan pada kasus terakhir yaitu klien Ica pemicu depresinya sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Beck yang biasa disebut dengan teori triad

negatif. Dalam kasus ini ditemukan bahwa Ica mengalami depresi yang

disebabkan adanya triad negatif pada diri klien berupa gambaran pesimis tentang

diri, dunia dan juga masa depan yang sangat jauh dan sulit untuk dijangkau.

Sehingga triad negative inilah yang mempengaruhi penilaian individu tentang

kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan. Depresi yang dialami Ijah ini

hanya disebabkan oleh pengalaman trafficking yang dialaminya. Hal ini pun

didapat dari hasil wawancara dengan Psikolog CTU IOM RS. POLRI Sukanto.

Sedangkan Pekerja Sosial (Social Worker) yang menangani klien lebih

mengamati pada aspek psikososial Ica. Beliau mengungkapkan bahwa:

" Untuk kasus klien ini memang ia mengalami depresi dengan


tingkatan ringan (Mild). Ica cukup kuat. Meski gejala depresinya
terlihat beberapa seperti dia merasa gagal, mengecewakan orang tua
dan suaminya. Ica memiliki Insight diri (pemahaman diri) yang baik
dan itu berguna baginya untuk segera pulih dari depresi yang ia
alami. Tapi perlu juga diketahui bahwa tidak semua VoT mengalami
depresi ataupun gila, Hanya saja memang kemungkinan korban
woman trafficking mengalami depresi cukup besar. Namun itu tadi
tetap tergantung dari proses, cara, maupun tujuan dari trafficking
yang klien alami. Itu juga berkorelasi dengan support (dukungan)
keluarga dan peristiwa lain yang telah ada sebelum seseorang
menjadi korban woman trafficking, seperti pengalaman masa lalu
yang menyakitkan atau menyedihkan."

Ica mengalami depresi dengan tingkatan Mild (Ringan). Secara rinci gejala

yang timbul pada Ica ( Victim of Trafficking) adalah ditemukannya gejala depresi

utama yaitu perasaan murung. Adapun beberapa gejala depresi lainnya (gejala

tambahan), yaitu:

a. Pesimis terhadap masa depan

b. Perasaan tidak mampu

c. Gangguan selera makan dan juga gangguan tidur.

Namun dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap klien

ini selama beberapa hari. Gejala ini semakin berkurang. Ica pun terlihat mulai

beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan barunya di CTU IOM RS. POLRI

Sukanto. Ketiga kasus di atas memiliki persamaan dalam hal pemicu depresi pada

diri mereka yaitu adanya pengalaman menyakitkan sebagai korban Trafficking.

Namun, lika-liku pengalaman sebagai korban woman trafficking yang dialami

ketiga klien itu sama sekali berbeda.

Pada umumnya mereka mengalami bentuk eksploitasi yang sama yaitu

mereka tidak mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya. Tidak terpenuhinya hak

untuk makan dan beristirahat, jam kerja yang tidak manusiawi, berbagai

kekerasan yang dialami ketika bekerja, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan

meskipun sakit dari majikannya, adanya pemalsuan dokumen, tekanan psikologis

dan juga pembatasan kebebasan bergeraknya. Adanya penipuan (tidak sesuai

dengan kontrak kerja yang dijanjikan).


Pada umumnya gejala fisik dan juga psikis yang dialami oleh klien yang

mengalami depresi sama. Hanya saja semakin tinggi derajat depresi seseorang,

akan semakin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan dengan

klien yang mengalami depresi dengan derajat / tingkatan ringan. Hal ini pun

dipengaruhi dengan insight diri (pemahaman diri) yang baik dari klien. Pemicu

depresi yang dipicu pengalaman menyakitkan / tidak menyenangkan yang tragis

pada diri klien dapat memicu munculnya depresi berat pada diri klien. Sedangkan

gejala sosial pada klien Ani dan Ijah hanya memiliki sedikit perbedaan. Dengan

kata lain aspek bio, psiko, sosial dan spiritual klien pun turut mempengaruhi.

Pada Ani klien mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan laki-laki.

Karena perlu juga diketahui bahwa lingkungan tentu akan bereaksi terhadap

perilaku orang yang depresi yang pada umumnya negatif (mudah marah,

tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Pada awal

keberadaannya di CTU IOM, Ani cenderung agresif dan beberapa kali kedapatan

melakukuan percobaan bunuh diri. Ia pun sempat dirawat di ruang instalasi jiwa di

RS. POLRI. Kemudian klien pun dikembalikan ke shelter CTU IOM.

Pada Ijah dan Ica gejala sosial tidak banyak bermasalah, meski demikian

masalah bukan hanya berbentuk konflik melainkan masalah lainnya juga seperti

perasaan minder, malu, cemas jika klien berada di antara kelompok atau

timbulnya perasaan tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal dengan

oranglain. Ijah dan Ica cenderung lebih tenang dan keadaan mereka semakin pulih

setelah mendapatkan pelayanan dari Counter Trafficking Unit International

Organization for Migration (CTU IOM) RS. POLRI Sukanto.


Membahas mengenai depresi dan pemicu depresi pada korban

perdagangan perempuan tentulah sangat menarik. Suatu kecenderungan yang

muncul dari ketiga subyek penelitian adalah faktor lamanya perawatan di rumah

sakit pun dapat menjadi faktor pemicu munculnya depresi pada korban trafficking

ini. Selain dipicu pengalaman trafficking yang dialami, kegagalannya dalam

bekerja, tidak bawa uang, kecemasan yang muncul menjelang kepulangan klien

ke kampung halamannya. Hal ini semakin diperparah dengan kurangnya support

(dukungan) dari keluarga dan juga lingkungan, sehingga menjadikan korban

semakin rentan mengalami depresi.

Ternyata faktor lamanya perawatan di rumah sakit inilah yang kadang

terabaikan. Hal ini agaknya dapat dimaklumi, dikarenakan para penyedia layanan

(team work) bagi korban perdagangan manusia ini (Victim of Trafficking) ini

membutuhkan adanya assessment secara menyeluruh yang akan berguna sebagai

pedoman pemberian intervensi yang tepat bagi klien. Team work ini juga yang

akan berkoordinasi untuk mengembalikan keberfungsian sosial korban

perdagangan perempuan, terlebih khusus dalam hal ini bagi mereka yang

mengalami depresi.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidup di tempat asing tanpa jaminan kesejahteraan, kehilangan rasa aman,

terjebak dalam siklus kekerasan, adalah bagian dari tekanan kehidupan para

korban trafiking. Kegagalan dalam beradaptasi terhadap tekanan kehidupan

tersebut akan memicu munculnya berbagai bentuk gangguan kejiwaan. Korban

perdagangan perempuan (woman trafficking) rawan mengalami masalah

kesehatan jiwa. Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul adalah depresi. Hal

ini memerlukan penanganan dini untuk mengantisipasi efek bahaya.

Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barunya, karena para pekerja

migran (korban trafiking) memang tidak dipersiapkan dengan baik untuk

melakoni kehidupan di negeri tujuan. Mereka sekedar obyek bisnis bagi para

pelaku perdagangan manusia. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang nekat

bunuh diri atau membunuh majikannya merupakan fenomena puncak gunung es

dari kebutuhan kesehatan jiwa yang terabaikan.

Diagnosis depresi ditegakkan apabila terdapat minimal 2 gejala utama

disertai 2 gejala tambahan. Pada penanganan korban trafiking dengan gejala

depresi, sangat penting untuk mengenali sedini mungkin risiko tindakan bunuh

diri. Pemberian obat obat antidepresan disertai terapi kognitif perilaku dan

mengupayakan lingkungan yang suportif bermanfaat untuk memulihkan korban

dari kondisi depresi.


Pendekatan terapi terhadap korban perdagangan perempuan (woman

trafficking) yang mengalami gangguan jiwa khususnya depresi bersifat

komprehensif, holistik dan terpadu, yang melibatkan team work yang bekerja dan

terkoordinasi secara baik dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Penanganan

korban trafiking yang mengalami depresi dapat dilakukan dengan cara

menyediakan lingkungan yang kondusif, psikoterapi yang tepat, pemberian

psikofarmako (obat) yang sesuai dengan indikasi.

Depresi dapat dipicu dari berbagai hal diantaranya karena adanya faktor

pengalaman yang menyedihkan/ tidak menyenangkan selama hidup, seperti

adanya pengalaman sebagai korban perdagangan manusia (Victim of Trafficking),

perkosaan, KDRT. Selain itu depresi pun dapat dipicu adanya penyakit fisik yang

diderita seseorang. Depresi yang dialami korban trafiking akan membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk pulih jika dialami oleh klien yang sebelumnya telah

memiliki sejarah depresi. Faktor lain yang memicu depresi pada korban woman

Trafficking adalah faktor ekonomi, kepribadian yang lemah yang berkaitan

dengan insight diri klien, faktor kurangnya support (dukungan) dari

lingkungan/keluarga, faktor kuat tidaknya keimanan/spiritual klien pun dapat

menjadikan seseorang rentan terkena depresi.

Depresi yang berakibat pada rasa bahwa hidup gelap dan sempit adalah

akibat ketidakmampuan orang-orang yang lemah imannya untuk menaati nilai-

nilai akhlak yang diajarkan oleh agama. Ilmu kedokteran menyatakan bahwa jiwa

yang tenang dan damai melindungi dari pengaruh penyakit ini. Al Quran

menyatakan bahwa Allah akan memberikan ketenangan dalam diri orang-orang

beriman.
Dalam firmannya Allah mengatakan bahwa kehidupan yang baik bukan

berarti bahwa kehidupan itu selalu luput dari ujian dan cobaan. Seperti yang

tertulis dalam al-Qur`an surah an Nahl/16: 9763

G4QR , !0A02 P  .   A# N


:
2
'   ,T  /!0*"0#

" Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan."

Kata Haytan thoyyibatan / kehidupan yang baik itu bukan berarti bahwa

kehidupan yang diliputi kemewahan dan luput dari ujian, melainkan kehidupan

yang diliputi oleh rasa lega, kerelaan serta kesabaran dalam menerima cobaan dan

rasa syukur atas nikmat Allah. Dengan demikian yang bersangkutan tidak

merasakan takut yang mencekam ataupun kesedihan yang melampaui batas. Hal

ini dikarenakan adanya kesadaran bahwa Allah telah menyediakan ganjaran dari

semua perbuatan. Setelah berbagai ujian dan cobaan, Allah akan mengaruniakan

perasaan tenang pada orang yang beriman. Dalam hal ini Allah berfirman dalam

al-Qur`an surah Al-Fath/48: 464

W "
 # 0P
# 2V U G0-!'#!( " #

-, 
2: !2#  T#'!
 # 0! 2# /

" Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-


orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping

63
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 13, h. 178-180.
64
Sakinah itu adalah ketenangan di hati yang dirasakan setelah terjadi situasi yang mencekam /
karena bahaya yang mengancam jiwa atau yang disebabkan oleh sesuatu yang mengeruhkan
pikiran baik yang berasal dari masa kini maupun masa lalu. Allah menurunkan sakinah
(ketenangan) atas mereka sehingga mereka tidak merasa putus asa dan tidak juga bersedih hati
karena ditimpa kehilangan/kekurangan.
keimanan mereka (yang telah ada) dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana."

Hal menarik yang ditemukan dari penelitian ini adalah faktor lamanya

perawatan seseorang di rumah sakit pun dapat memicu seseorang mengalami

depresi. Karena hal ini dipengaruhi oleh sikap tenaga rumah sakit (penyedia

layanan) dan lain sebagainya. Ternyata faktor lamanya perawatan di rumah sakit

inilah yang kadang terabaikan. Hal ini agaknya dapat dimaklumi, dikarenakan

para penyedia layanan (team work) bagi korban perdagangan manusia ini (Victim

of Trafficking) ini perlu melakukan assessment secara menyeluruh yang akan

berguna sebagai pedoman pemberian intervensi yang tepat bagi klien.

Team work ini juga yang akan berkoordinasi untuk mengembalikan

keberfungsian sosial korban perdagangan perempuan, terlebih khusus dalam hal

ini bagi mereka yang mengalami depresi. Ketiga kasus di atas memiliki

persamaan dalam hal pemicu depresi pada diri mereka yaitu adanya pengalaman

menyakitkan sebagai korban perdagangan perempuan (Woman Trafficking).

Namun, lika-liku pengalaman trafficking yang dialami ketiga klien itu sama sekali

berbeda. Pada umumnya mereka mengalami bentuk eksploitasi yang sama yaitu

mereka tidak mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya.

Tidak terpenuhinya hak untuk makan dan beristirahat, jam kerja yang tidak

manusiawi, berbagai kekerasan yang dialami ketika bekerja, tidak mendapatkan

pelayanan kesehatan meskipun sakit dari majikannya, adanya pemalsuan

dokumen, tekanan psikologis dan juga pembatasan kebebasan bergerak. Adanya

penipuan (tidak sesuai dengan kontrak kerja yang dijanjikan).


Pada umumnya gejala fisik dan juga psikis yang dialami oleh klien yang

mengalami depresi sama. Hanya saja semakin tinggi derajat depresi seseorang,

akan semakin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan dengan

klien yang mengalami depresi dengan derajat / tingkatan ringan. Hal ini pun

dipengaruhi dengan insight diri (pemahaman diri) dari klien. Pemicu depresi yang

dipicu pengalaman menyakitkan/tidak menyenangkan yang tragis pada diri klien

dapat memicu munculnya depresi berat pada diri klien.

Sedangkan gejala sosial pada klien Ani dan Ijah hanya memiliki sedikit

perbedaan. Dengan kata lain aspek bio, psiko, sosial dan spiritual klien pun turut

mempengaruhi.Pada awal keberadaannya di Counter Trafficking Unit

International Organization for Migration (CTU IOM), Ani cenderung agresif dan

beberapa kali kedapatan melakukan percobaan bunuh diri. Ia pun sempat dirawat

di ruang instalasi jiwa di RS. POLRI. Kemudian klien pun dikembalikan ke

shelter CTU IOM.

Pada Ijah dan Ica gejala sosial tidak banyak bermasalah, meski demikian

masalah bukan hanya berbentuk konflik melainkan masalah lainnya juga seperti

perasaan minder, malu, cemas jika klien berada di antara kelompok atau

timbulnya perasaan tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal dengan

oranglain. Ijah dan Ica cenderung lebih tenang dan keadaan mereka semakin pulih

setelah mendapatkan pelayanan dari CTU IOM RS. POLRI Sukanto ini.
B. Saran
1. Ditujukan untuk penelitian selanjutnya :

a. Terkait dengan penelitian ini, peneliti melibatkan 3 obyek penelitian,

dimana semua obyek memiliki pengalaman yang berbeda (unik).

Dinamika pada masing-masing kasus subjek ini belum tentu sama dengan

peristiwa yang dialami oleh mayoritas korban woman trafficking

(perdagangan perempuan). Masih terbuka bagi Peneliti lain yang

bermaksud menggali informasi yang lebih menyeluruh terutama mengenai

aspek fisik, psikis maupun sosial korban. Untuk penelitian korban

trafficking berikutnya, akan lebih baik jika memberi fokus yang besar pada

kondisi klien ketika berada di PJTKI (agen tenaga kerja), kondisi klien

ketika berada di majikan (lingkungan kerja), saat di Kedutaan (aspek bio,

psiko, sosial, spiritual). Semua parameter diatas akan menjadi informasi

penting tentang berbagai faktor pemicu depresi bagi korban.

b. Penelitian lanjutan (advanced) dapat bertujuan menemukan dengan akurat

ukuran depresi pada saat klien berada di KBRI, penampungan, transit,

pulang, dan pada saat klien kontrol, agar kemungkinan terjadinya depresi

dapat terdeteksi lebih baik.

c. Pengadaan program reintegrasi klien sesuai dengan minat dan keahliannya

seperti bantuan membuka warung, beternak, bertani, dan lain sebagainya

agar lebih diperbanyak. Hal ini untuk memulihkan efek depresi yang

timbul akibat pengalaman trafiking masa lalu sehingga membangkitkan

kembali kepercayaan diri klien.

2. Ditujukan untuk CTU IOM


Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyarankan

beberapa hal yang diharapkan memotivasi CTU IOM dalam memberikan layanan

yang terbaik kepada klien. Saran-saran tersebut antara lain:

a. Korban Perdagangan Perempuan (Women Trafficking) yang dirawat perlu

menjalani screening depresi lebih dini. Diperlukan instrumen screening

depresi secara menyeluruh yang dapat diaplikasikan sejak di KBRI, shelter

hingga klien dipulangkan ke kampung halamannya. Hal ini berguna untuk

memonitor perkembangan klien dari waktu ke waktu.

b. Manager kasus perlu menambah frekuensi konseling terhadap klien,

sehingga masalah, kebutuhan dan potensi yang dimiliki klien dan

keluarganya dapat tergali. NGO lokal juga perlu menggali potensi dan

sumber yang ada pada keluarga klien, dengan cara kunjungan ke rumah

dan mewawancari keluarga. Apabila mungkin, memberikan intervensi

terhadap keluarga klien, baik dengan konseling, diskusi dapat membantu

jalannya proses reintegrasi dengan lancar, juga bantuan keuangan atau

bekal pengetahuan usaha yang dapat menghidupi klien dan keluarganya

sehingga resiko klien ter-trafik kembali menjadi lebih kecil.

c. Manajer Kasus bersama dengan pekerja profesional lainnya perlu

mengadakan case conference secara rutin dan koordinasi terstruktur

lainnya, sehingga dapat memudahkan dalam melakukan pembahasan

kasus, mengefektifkan pelayanan, dan meminimalisir informasi yang

hilang dari pihak-pihak yang berhubungan dengan pemberian pelayanan

klien.
d. Counter Trafficking Unit IOM RS. POLRI Sukanto hendaknya

menambahkan program pemanfaatan waktu luang yang bertujuan untuk

mengembangkan kapasitas diri klien selama dalam masa pemulihan, agar

klien tidak merasa jenuh, cemas dan gelisah dalam menunggu hari-hari

kepulangannya ke kampung halaman, juga dapat meringankan efek depresi

yang dialami. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan klien dapat

memandang masalahnya dengan lebih positif sehingga meningkatkan

insight diri lebih baik.

e. IOM dan Pekerja Sosial NGO lokal melakukan evaluasi terhadap

pelayanan yang sudah diberikan dalam rangka memperbaiki kekurangan

dalam pelayanan yang ada.

f. CTU IOM RS. POLRI Sukanto seyogyanya melakukan kerjasama dengan

lebih banyak lembaga pemerintah, swasta maupun internasional sehingga

jumlah korban trafficking yang dapat dibantu lebih banyak lagi, khususnya

dalam hal program reintegrasi bagi klien.

g. Pasien dengan masalah psikososial yang serius (kompleks) sangat penting

untuk dievaluasi segera, dirawat sesingkat mungkin dan segera dibantu

untuk membuat perencanaan hidup yang lebih baik sehingga resiko

tertrafik kembali (menjadi korban perdagangan perempuan) dapat

diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA

Aldwin, Social support and Health, http://hcd.ucdavis.edu/faculty/


adlwin/support.pdf (1 Juni 2004), dalam Suzy Yusna Dewi, dkk, Faktor
Risiko Yang Berperan Terhadap Terjadinya Depresi Pada Pasien Geriatri
Yang Dirawat di RS.DR Cipto Mangunkusumo, Cermin Dunia Kedokteran
http://www.kalbe.co.id/cdk (21 Desember 2007)
Banister dkk, Qualitative Methods In Psychology, A Research Guide,
(Buckingham: Open University Press, 1994) dalam E.K Poerwandari,
Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006)
Bezpalcha, R, Helping Survivors of Human Trafficking (Ukraina: Winrock
International, 2003), dalam IOM - International Organization for
Migration Budapest, Pedoman Pelatihan Aspek-Aspek Kesehatan Mental
Dalam Trafiking Manusia (Budapest: IOM Publisher, 2004)
Billings, Cronkite & Moos, dalam Fausiah, Julianti Widury, Ed Augustine
Sukarlan Basri. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa -Jakarta, Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press), 2005)
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001)
CARAM Indonesia, Indonesian Migrant Domestic Workers: Their Vulnerabilities
And New Initiatives For The Protection Of Their Rights (Indonesian
Country Report to the UN Special Report on the Human Rights of
Migrants, (Jakarta: Ford Foundation: 2003)
CTU IOM Jakarta, Data Statistik: Psychological Assessments among Victims of
Trafficking, June 2005 - April 2007, (Jakarta: IOM, 2007)
Cumming JL. Depression and Parkinsons disease : A Review (tp: tt, 1992)
Davidson & Neale, Abnormal Psychology. 8th Ed, (New York: John Wiley&
Sons, 2001)
Dharmono, Suryo, Presentasi Aspek Psikiatrik Pada Korban Trafiking, (Jakarta:
Pusat Kajian Bencana & Tindak Kekerasan, Departemen Psikiatri FKUI /
RSCM, 2005)
Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1993)
GENPROM, Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women
Migrant Workers: An Information Guide, Booklet 6, Trafficking of Women
and Girls, (Geneva: ILO, 2002)
Friedlander, Walter A & Apte Robert Z, Introduction to Social Welfare, 5th Ed,
(New York: Prentice Hall Inc, tt)
Gushulak, B & McPherson, D, Counter-Trafficking Handbook, (Jakarta:
Penerbitan Pers, 2000)
Harian Nasional, The Jakarta Post,13 Desember 2002.
Haspels, Nelien & Busakorn Suriyasarn, Meningkatkan Kesetaraan Gender
dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan
dan Anak (Panduan Praktis bagi Organisasi). (Tanpa Tempat: Organisasi
Perburuhan Internasional, Program Internasional Penghapusan Pekerja
Anak , Kantor Subregional untuk Asia Timur: tt)
International Organization of Migration, The IOM Handbook On Direct
Assistance for Victim of Trafficking/ Buku Pedoman IOM Dalam Hal
Bantuan Langsung Untuk Korban Perdagangan Manusia, (Italia: IOM dan
Ministero Degli Affari Esteri, 2007)
International Organization of Migration, IOM Counter-Trafficking Handbook,
(Jakarta: tp, 2006)
International Organization for Migration Budapest, Pedoman Pelatihan Aspek-
Aspek Kesehatan Mental Dalam Trafiking Manusia, (Budapest: IOM,
2004)
IOM Council, Document MC/INF 270, 11 November 2003
IOM, Release of 2002 Trafficking in Persons Report Washington, (Washington:
tp, 2002)
Kaplan, dkk, Kaplan& Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences
Clinical Psychiatry, 7thEd. (Baltimore: William& Wilkins, 1994) dalam
Fausiah & Julianti Widury & Augustine Sukarlan Basri, Ed, Psikologi
Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 2005)
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia,
Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia,
(Jakarta: Kementrian Kesra, 2005)
Konvensi Palermo, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in
Person, Especially Women and Children (Trafficking Protocol),
supplementing the United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (New York: UN Publisher, 2003)
Kusumanto, R & Yul Iskandar, Depresi: Suatu problema Diagnosa dan Terapi
Pada Praktek Umum, (Jakarta: Yayasan Dharma Graha, 1981)
Marshall & Rossman, Designing Qualitative Research, (London: Sage
Publication, 1995) dalam Nani Grace, Penelitian Kuantitatif dan
Penelitian Kualitatif ;Perbedaan serta Perpaduannya, (USA: Google
Journal, 1999)
Maslim R, . Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III, (Jakarta: PT Nuli Jaya, 2001)
Misra & Rosenberg, Bentuk-Bentuk Pedagangan Manusia di Indonesia, 2003.
dalam Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia.
(Jakarta: American Centre for International Labor Solidarity (ACILS),
2003)
Moleong, Lexy, J, DR, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Rosda Karya, 1998)
Motes, Nenette, Training of Trainers Medical and Psychosocial Management of
Trafficked Persons For the IOM Counter-Trafficking Unit Recovery Team
Integrated Health Management of Trafficked Persons, (Jakarta: IOM,
2005)
Narbuko, Cholid & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2001)
Parker, Kalucy & Megan. Depression Co Morbid with Physical Illness,
(Australia: Lippincott Williams & Wilkins Inc, 1999)
Patton, M.Q. Qualitative Evaluation and Research Methods, 1990, dalam E. Kristi
Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,
(Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
(LPSP3): 1998)
Poerwandari, E.Kristi, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi
(Jakarta: tp, 2006)
Rice, Philip S, Stress and Health. (California: Cole Publishing Company, 1999)
Rukminto Adi, Isbandi, Drs, MPH, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu
Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1994)
Sarantakos, Social Research, (Melbourne: MacMillan Education Australia Pty
Ltd, 1993) dalam E.K. Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam
Penelitian Psikologi, (Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, 2006)
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005)
Tarigan, Citra Julita , Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik, (Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, 2003).
Taylor, S.J., Bogdan. R. Introduction Qualitative Research Methods (3rd ed): A
Guidebook and Resource. (New York : John Wiley & Sons. 1998)
United Nation Organization, Protocol to Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Person, Especially Women and Children (Trafficking
Protocol), supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime, 2000
UNICEF, Trafficking in Human Beings in Southeastern Europe, (Geneva: tp,
2002)
Usman, Husaini, DR, M.Pd, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2003)
Vredenbergt, J, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT
Gramedia, 1978)
Wayne, Johnson, The Social Services An Introduction: Fourth Edition ( tp:
Peacock Publishers, 1995)
Westermeyer, J, dkk, Migration and Mental Health Among Hmong Refugees:
Association of Pre And Post Migration Factors With Self Rating Scale:
(Journal of Nervous and Mental Disease, 1983), 171, 92-96 Dalam Adi
Fahrudin, PhD, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan
Strategi, Bab Kesehatan Mental Imigran, (Jakarta: Penerbit: Badan
Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 1983)
Zimmerman, C Watts, IOM Counter-Trafficking Handbook, Bab 4: Kesehatan ,
(Jakarta: Penerbitan Pers: 2003)
http://www.e-psikologi.com/masalah/depresi-1.htm. (19 September 2007)
http://anak.i2.co.id/beritabaru/berita.asp?id=193, (Maret 2007, jam 10.00 WIB)
http://www.duniatki.com/index.php?fuseaction=home.baca&id=40, Korban
Traficking Meningkat, Umumnya Mengalami Trauma Mendalam ,
(9 Desember 2006 - 17:32:46)
www.protection-project.org, (20 September 2007)

Anda mungkin juga menyukai