Inastasya 201710500211028
May Lia Elfina 201710500211026
INTERVIEW KLINIS
Psikolog harus menentukan dan merencanakan dengan baik pertanyaan dan jenis interview
yang akan dilakukan, selain jenis interview, bentuk pertanyaan serta metode yang akan
dilakukan harus direncanakan dengan baik. Terkait wawancra, psikolog klinis membagi
wawancara menjadi dua bagian sesuai dengan jenisnya.
Orientasi
Orientasi adalah kesadaran tentang waktu, tempat dan identitas seseorang, dalam
pengukuran status mental, ini adalah salah satu langkah yang penting, karena penderita
gangguan jiwa biasanya adalah orang-orang yang yang orientasi terganggu, seperti pada
penderita kerusakan otak dan demensia.
Isi Pikiran
Psikolog klinis harus berhati-hati menentukan tentang isi pikiran dan tentang
bagaimana klien akan berfikir, dalam hal ini ada banyak kemugkinan-kemungkinan isi
pikiran yang bisa saja dialami oleh klien, bergantung dengan abnormalitas yang dialaminya.
Karena itu psikolog klinis harus bisa dengan baik membedakan anatara delusi, halusinasi,
obsesi dan bahkan berfikir berlebihan. Beberapa klien juga mengalami dua hal bersamaan,
karena itu menjadi hal yang krusial untuk mengetahui apa perbedaan antara keempat hal
tersebut.
Beberapa kasus gangguan jiwa, mengharuskan observasi yang mendalam sebelum
dibutanya laporan status mental. Untuk obeservasi yang mendalam terkait isi pikiran klien,
beberapa psikolog ada yang langsung melontarkan pertanyaan seperti apa kamu memiliki
sesuatu dalam pikiranmu yang ingin kamu keluarkan tapi sulit untuk kamu keluarkan?
banyak sekali klien-klien yang menjawab hal tersebut dengan sesuatu yang tidak sinkron
dengan pertamyaan yang sudah dilontarkan, meskipun pernyataan klien tidak sinkron dengan
realita yang ada, sebagai psikolog klinis kita harus tetap berusaha membuat klien nyaman
dengan tetap antusias dan berusaha memahami jalan berfikirnya.
Salah satu cara berfikir yang salah dan mengarah pada abnormalitas adalah obsesi.
Obesesi sendiri memliki pengertian yaitu pemikiran yang tidak diinginkan yang muncul
berulang-ulang dipikiran seseorang. Misalnya pemikiran berulang tentang bahwa dia adalah
penjahat dan terus merasa diikuti oleh rasa bersalah karena telah membunuh orang.
Selain obsesi, cara berfikir yang salah adalah Delusi, delusi merupakan kepercayaan
mendalam yang salah, salah dalam hal ini sangat bergantung dengan latar belakang budaya
dan keluarga klien, misalnya kepercayaan seorang wanita terhadap agama tertentu, seorang
wanita tersebut percaya dengan keajaiban yang mana dilain budaya keajaiban itu tidak
familiar dan belum pernah diketahui, maka kesimpulannya adalah apa yang disebut delusi
sesuai dengan pemahaman subjektivitas budaya dan latar belakang klien. Tidak terjadi pada
semua orang, namun ada pada sebagian besar orang, bahwa orang-orang dengan ide dan cara
berfirkir yang berbeda dari orang lain, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
menderita gangguan delusional.
Selanjutnya adalah cara berfikir yang berlebihan atau pikiran-pikiran yang
menghubungkan realitas dengan keajaiban, adalah salah satu cara berfikir yang tidak biasa,
menghubungkan dua hal yang tidak ada hubungannya sama sekali misalnya seorang wanita
yang berfikir, setiap kali dia mencuci bajunya dengan mesin cuci, maka akan terjadi bencana
alam duseluruh muka bumi. Gangguan ini tidak pernah ditemukan pada klien dengan gejala
psikotik seperti skizofren, karena itu hampir tidak ada kaitannya dengan proses diagnosis,
namun saat seseorang mengalami hal ini, ini bisa menjadi catatan kecil bagi seorang psikolog
klinis, karena seseorang yang mengalami hal ini, mereka diindikasikan mengalami keadaan
psikologis yang mulai memburuk.
Pengalaman Perseptual
Seseorang dengan gangguan psikologis juga cenderung mengalami gangguan persepsi,
bentuk dari gangguan persepsi yang terjadi bisa berupa suara, atau dia melihat seseorang
yang tidak pernah ada pada kenyataanya.
Hal tersebut disebut dengan halusinasi saat klien mengada-ada tentang hal-hal yang
berhubbungan dengan stimulus atau objek. Halusianansi sendiri terbagi menjadi beberap hal,
yaitu halusiansi auditori, yaitu klien biasanya mendengar percakapan atau suara yang tidak
pernah ada, misalnya seorang nenek yang seolah mendengan suara suaminya yang sudah
meninggal. Biasanya halusinasi auditori diikuti dengan halusinasi perintah, halusinasi
perintah biasanya, suara suami nenek yang sudah meninggal dibuat seolah meminta nenek itu
melompat dari lantai gedung, atau memrintah untuk melukai dirinya. Selanjutnya halusinasi
visual, klien mebayangkan jika suaminya masih hidup dan duduk bersamanya, biasanya
dialami oleh klien dengan gangguan Alzheimer. Halusianasi olfaktori adalah halusinasi yang
berhubngan dengan indera pencium, misalnya ada klien yang seolah terus mencium bau
darah, bau busuk dari tempat sampah. Terdapat pula halusinasi somatic yaiu halusinasi yang
melibatkan sensasi pada tubuh, misalnya seseorang yang merasa seluruh tubuhnya dihinggapi
oleh serangga padahal pada realitanya tidak ada serangga sama sekali, selanjutnya halusinasi
gustatory, halusinansi yang melibatkan indera perasa biasanya dicirikan mengalami hal yang
tidak nyaman atau sensasi tidak enak pada indera perasa.
Sebagian besar klien mengalami delusi yang disertai oleh halusinasi, misalnya seperti
dia percaya mencium bau Parfum musuhnya dan merasa terus diikuti olehnya.
Arti dari Diri
Sebagian besar klien penderita gangguan psikologis, kehilangan identitas, karena hal
ini, psikolog klinis diminta berhati-hati dalam memberikan penilaian saat melakukan
pemeriksaan status mental karena seorang oenderita gangguan jiwa akan merasa kesulitan
dalam menjawab pertanyaan seperti, siapa saya, terdapat istilah dalam hal ini, istilah tersebut
dinamakan kebingungan identitas. Karena kebingungan identitas ini, klien cenderung tidak
memerankan hanya satu peran saja, sebagai psikolog kita diminta untuk mendengarkan apa
yang diungkapnya dengan teliti dan tanpa tekanan apapun, Karena untuk penderita gangguan
jiwa adalah hal yang sulit untuk mendeskripsikan apa dan siapa dirinya.
Motivasi
Psikolog klinis wajib mengukur motivasi dirinya untuk sembuh dan terbebas dari
gangguan yang dialaminya.
Fungsi Kognitif
Pada pemeriksaan status mental, psikolog klinis mencoba mengukur tingkat intelegensi
berdasarkan level kecerdasan, menganalisa informasi yang diketahui oleh subjek, atensi serta
memori dan koordinasi yang dimiliki oleh subjek.
TES PSIKOLOGIS
Tes psikologis memungkinkan seseorang untuk tahu beberapa informasi tentang
dirinya, informasi yang diberkan biasanya tentang kemampuan intelektual, kepribadian,
emosi, perilaku hingga yang dapat menggambarkan gaya hidup atau hal-hal yang menarik
pada diri individu.
Apa Hal-Hal Baik yang Bisa Didapat dari Tes Psikologi?
Dalam majalah atau surat kabar, kita sering kali menjumpai tes-tes psikologi yang
seolah-olah dapat menggambarkan seberapa romantis pasangan kita atau seberapa
kesepiannya kita sebagai manusia. Tes-tes tersebut didesain sedemikian rupa agar mirip
dengan tes psikologi yang sebenarnya dan juga didesain untuk menghasilkan skor tertentu
atau respon-respon tertentu, namun meskipun begitu, tes-tes tersebut masih jauh dari standart
tentang bagaimana tes psikologi yang baik.
Menurut psikometrik, validitas dan reliabilitas adalah pertimbangan terbaik tentang
bagaimana kualitas alat tes psikologi yang baik. Reliable mengindikasi tentang konsistensi
skor, dan validitas bermakna lebih luas tentang bagaimana kemampuan alat tes dalam
mengukur apa yang diukur.
Tes psikologi yang baik adalah tes yang memiliki kriteria psikometrik yang baik, yang
mana psikometrik berarti bisa mengukur pikiran, hal ini terdiri dari konsistensitensian valid
dan reliabelnya alat tes tersbeut.
Tes Intelegensi
Psikolog selalu sangat tertarik mempelajari tentang kecerdasan seseorang, selain karena
dapat mengetahui kecerdasan, melalui tes kecerdasan ada banyak informasi yang bisa
didapatkan seorang psikolog, seperti aspek-aspek dan fungsi individu yan dimiliki klien.
Rata-rata tes intelegensi yang ada pada saat ini, menggunakan konsep intelegensi Charles
Spearman tentang teori kecerdasan g factor.
Tes intelegensi memiliki banyak tujuan, khususnya tujuan pendidikan sebagai penentu
pengelompokkan siswa, beberapa digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui kecerdasan
karyawan, juga sudah sangat banyak digunakan psikolog klinis karena tes kecerdasan juga
dapat mengungkapkan permasalah klinis yang terdapat pada klien.
Hal-hal yang dapat dianalisa melalui tes intelegensi adalah informasi spesifik terkait
kekuatan dan kekurangan kognisi seseorang, yang mana hal itu dapat membantu psikolog
klinis menentukan rencana penyembuhan dan terapi apa yang harus dipilih. Klien dengan
kapasitas berfikir yang kurang khusunya untuk caranya berfikir abstrak akan cendrung
memiliki kesulitan untuk menerima terapi insight-oriented sebagai gantinya, memilih terapi
kognitif adalah hal yang lebih baik untuk klien.
Beberapa tes intelegensi didesain untuk kebutuhan tes klasikal dan diberikan pada
orang satu grup yang terdiri dari banyak orang. Hal itu biasanya tidak berhubungan dengan
hal-hal klinis, pengaturan tes yang seperti itu biasanya bertujuan untuk kepentingan
perusahaan merekrut karyawan, bidang pendidikan atau untuk tujuan penelitian tertentu.
Tes intelegensi yang dilakukan secara individu, akan banyak menghasilkan interpretasi
kualitatif dan akan lebih dalam mengetahui dinamika kepribadian yang dimiliki oleh klien,
ada banyak informasi penting dan mendalam terkait deskripsi diri klien , yang mana hal ini
tidak akan dapat didapatkan dari tes yang dilakukan secara klasikal atau bersamaan dengan
banyak orang.
Tes Inteligensi Binet
Tes inteligensi pertama yang ditemukan oleh Alfred binet pada tahun 1905, kecerdasan
individu dengan usia kronologisnya. Konsep IQ yang diangkat binet dianggap terlalu
lemah, ditinggalkan dan lebih memilih IQ Deviasi, diadakan revisi binet dan diberi
nama SB 5, kelemahan alat tes sebelumnya yang hanya mengungkap usia kronologis,
dikembangkan dengan mencari juga kecerdasan verbal, non verbal dan spesifik.
Tes Intelegensi Weschler
Penggunanya lebih luas daripada binet yang dibuat khusus anak-anak, pengguna
inteligensi weschler bisa berlaku dari anak-anak hingga orang dewasa. Terdapat
bebrapa revisi dari format WB, WAIS IV, WISC, WPPSI. Seluruh alat tes weschler,
membagi kecerdasan menjadi dua bagian, yaitu verbal dan performance.Skala verbal
biasa mengungkap pengethuan, wawasan factual, memori jangka pendek, dan penalaran
verbal. Sedangkan kecerdasan performance mengungkapkan kemampuan psikomotor,
logika non verbal, dan kemampuan belajar untuk suatu hubungan yang baru. Tes
intelegensi pada weschler bertujuan untuk tes dalam bidang pendidikan, mendiagnosis
kesulitan belajar, menentukan bakat, dan memprediksi akademik siswa, ini juga dapat
membantu dalam diagnosis psikiatris, meskipun IQ hanya berarti ttentang kapasitas
seseorang.
Pada kasus Ben. Ketika anda mempelajari hasil MMPI-2 profile (Gambar 3.1), akan
terlihat bahwa ada beberapa nilai yang sangat tinggi. Pertama, melihat nilai skala validitas,
yang memberikan beberapa petunjuk penting untuk memahami skala klinis. Ben memiliki
banyak pengalaman yang tidak biasa terkait pikiran, dan perasaannya. Hal ini bisa
disebabkan oleh upaya disengaja oleh Ben untuk membuat dirinya tampil sakit untuk
beberapa motif tersembunyi. Di sisi lain, seseorang yang depresi akan mengungkapkan
perasaannya secara berlebihan saat memerlukan bantuan. Berikutnya pada skala K Ben, Anda
dapat melihat bahwa ia tidak terlalu defensif; Namun, ingat bahwa Ben tampaknya cukup
menjaga dalam tahap wawancara awal dengan Dr. Tobin. Bagaimana Anda menyatukan dua
hasil yang menunjukkan keadaan yang berpengaruh dan saling bertentangan? Mungkin sifat
yang lebih anonim dari MMPI-2 memungkinkan Ben untuk mengungkap dirinya. Validitas
skala menghasilkan informasi penting, kemudian, tentang kepribadian Ben, serta fakta bahwa
profil klinis Ben adalah valid. Skala klinis menunjukkan gangguan yang parah. Puncak
tertinggi berada di skala 7 dan 8, yang mengukur kecemasan obsesif, penarikan sosial, dan
pemikiran delusional. Dia juga memiliki kekhawatiran fisik dan depresi, dan TIK conflik
mungkin seksual. yang mengukur kecemasan obsesif, penarikan sosial, dan pemikiran
delusional.
Singkatnya, MMPI-2 profile Ben menunjukkan bahwa ia adalah seorang pemuda di
ambang panik. Dia merasakaan kekhawatiaran yang hebat dengan pengalaman, perasaan, dan
konflik yang tidak biasa. Kekita ia meminta bantuan, pada saat yang sama ia merasa konflik
terjadi pada dirinya ketia memberitahu tentang hal itu. Terus pengamatan ini tentang Ben
dalam pikiran ketika Anda membaca tentang tanggapan nya di tes lainnya.
PENILAIAN PERILAKU
Sejauh ini, kita telah membahas bentuk penilaian yang melibatkan tes psikologi. Ini
adalah bentuk penilaian yang kebanyakan orang pikirkan ketika mereka membayangkan
bagaimana pendekatan psikolog pada tugas mendiagnosis gangguan psikologis. Bentuk lain
dari penilaian psikologis telah muncul sejak akhir 1960-an, dan hal itu bergantung pada
asumsi yang sangat berbeda dibandingkan dengan pengujian proyektif.
Penilian Perilaku mencakup sejumlah teknik pengukuran berdasarkan rekaman
perilaku individu. Dokter menggunakan teknik ini untuk mengidentifikasi masalah perilaku,
untuk memahami apa yang membuat perilaku ini bertahan, dan untuk mengembangkan serta
menemukan intervensi yang tepat untuk mengubah perilaku ini. Sebagai awalnya dipahami,
penilaian perilaku mengandalkan hampir - paling eksklusif pada rekaman perilaku-perilaku
yang diamati yaitu, tindakan yang dilakukan oleh individu yang dapat diamati orang lain. Ini
adalah sebagian besar reaksi terhadap tradisional model yang mengandalkan kesimpulan
tentang penyebab tersembunyi, seperti penentu sadar atau ciri-ciri kepribadian yang tidak
teramati. Sejak akhir 1970-an, meskipun, penilaian perilaku telah mengalami peningkatan
menjadi memasukkan rekaman pikiran dan perasaan seperti dilansir individu, atau
pengamatan perilaku individu oleh pengamat/observer terlatih, selain tindakan dari luar.
Pendekatan yang umum digunakan termasuk Laporan diri perilaku klien dan observasi klinisi
dari klien.
Pelaporan- Perilaku Diri
Pelaporan- Perilaku Diri adalah metode penilaian di mana klien memberikan
informasi tentang frekuensi perilaku tertentu. Alasan yang mendasari teknik Pelaporan-
Perilaku Diri adalah bahwa informasi tentang perilaku bermasalah harus berasal dari klien,
yang memiliki akses paling dekat dengan informasi penting untuk memahami dan mengobati
masalah perilaku. Informasi ini dapat diperoleh pada sejumlah cara, termasuk wawancara
yang dilakukan oleh dokter, klien pemantauan perilaku diri sendiri, dan penyelesaian salah
satu dari sejumlah daftar periksa atau persediaan yang secara spesifi dirancang untuk tujuan
ini.
Hal ini umumnya diterima dalam konteks klinis bahwa cara terbaik untuk mencari tahu
apa masalah klien adalah bertanya pada mereka; wawancara adalah konteks di mana untuk
melakukan penyelidikan tersebut. Wawancara perilaku adalah bentuk khusus dari interview
klinisi yang berfokus pada perilaku yang dipertimbangkan, serta apa yang didahului dan
diikuti perilaku. Kejadian yang mendahului perilaku disebut anteseden dan kejadian seetelah
perilaku disebut konsekuensi.
Wawancara perilaku telah lama dianggap sebagai bagian integral dari penilaian
perilaku dan terapi, untuk itu adapun dalam konteks ini bahwa klinisi bekerja untuk
memahami masalah yang sedang dipertimbangkan. Ketika mewawancarai klien tentang
perilaku masalah, klinisi mengumpulkan rincian secara dalam terkait- formasi tentang apa
yang terjadi sebelum, selama, dan setelah berlakunya perilaku. Sebagai contoh, ambil kasus
Ernesto, seorang pemuda yang mengembangkan tingkat melumpuhkan kecemasan setiap kali
mulai hujan saat ia mengendarai mobilnya. Dalam wawancara Ernesto, klinisi mencoba untuk
mengembangkan secara tepat pemahaman yang mungkin memunculkan kecemasan dari sifat
serangan ini dan meminta pernyatan spesifik yang berkaitan dengan waktu, tempat, frekuensi,
dan sifat serangan ini. Meskipun dokter ingin memperoleh beberapa informasi latar belakang,
dalam banyak kasus ini terbatas pada informasi yang tampaknya relevan dengan masalah
perilaku. Dalam contoh ini, klinisi akan lebih mungkin untuk fokus pada pengalaman tertentu
dalam sejarah Ernesto yang berhubungan dengan kekhawatiran mengemudi di bawah kondisi
berisiko daripada fokus pada hubungan kehidupan awal.
Dalam wawancara perilaku, klinisi tidak hanya mencoba untuk memahami sifat yang
tepat dari masalah tetapi juga berusaha untuk berkolaborasi dengan klien dalam menetapkan
tujuan untuk intervensi. Apa yang diinginkan klien untuk berubah? Dalam contoh serangan
kecemasan, mungkin klien ingin dapat terus mengemudi setelah hujan mulai, tanpa terganggu
oleh kecemasan dan kegelisahan yang sebelumnya menimpany. Klinisi mencoba untuk
memastikan apakah tujuan klien adalah realistis. Jika pemuda menegaskan bahwa ia ingin
bekerja tanpa pernah merasa cemas setiap saat di dalam mobil, klinisi akan
mempertimbangkan tujuan tersebut realistis dan akan membantu klien menetapkan tujuan
yang lebih dicapai.
Pemantauan diri adalah teknik self-report lain perilaku di mana klien menyimpan
catatan frekuensi perilaku spesifik, seperti jumlah rokok yang dihisap atau kalori yang
dikonsumsi, atau berapa kali dalam sehari pikiran yang tidak diinginkan tertentu datang
kedalam pikiran klien. Mungkin seorang wanita diinstruksikan untuk mencatat dibuku harian
setiap kali dia menggigit kuku jari nya, mendokumentasikan waktu, tempat, dan konteks
perilaku sasaran, perilaku yang menarik atau menjadi perhatian dalam asesmen. Dengan
memberikan perhatian pada perilaku yang mengganggu, dia mungkin akan menyadari bahwa
dia rentan terhadap perilaku menggigit kukunya terutama dalam situasi tertentu. Misalnya, ia
mungkin memperhatikan bahwa dia menggigit kuku adalah dua kali lebih mungkin terjadi
ketika dia sedang berbicara di telepon.
Prosedur pemantauan diri memiliki beberapa keterbatasan. Kebiasaan seperti menggigit
kuku begitu tertanam sehingga orang-orang hampir tidak menyadari mereka terlibat dalam
perilaku tersebut. Masalah lain dengan prosedur pemantauan diri adalah bahwa individu
harus memiliki disiplin untuk menyimpan catatan dari perilaku tersebut. Seperti yang Anda
bayangkan, itu bisa sangat mengganggu mereka yang memiliki kebiasan menggigit kuku
untuk mengambil sebuah buku catatan setiap kali dia mengangkat kuku jari ke mulutnya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, beberapa klinisi mengakui bahwa pengukuran perilaku
dalam dan dari dirinya sendiri mungkin berfungsi sebagai terapi.
Checklist perilaku dan inventory/seperangkat alat telah dikembangkan untuk membantu
dalam penilaian atau rekaman perilaku kecemaan. Dalam menyelesaikan daftar periksa
perilaku atau inventory/alat pemeriksaan, klien memeriksa pada tingkat apakah kejadian atau
pengalaman tertentu telah terjadi. Misalnya, Penilaian Conners Timbangan-Revisi (CRS-R)
(Conners, Erhardt, & Sparrow, 1997) terdiri dari instrumen yang menggunakan peringkat
pengamat dan peringkat laporan diri untuk menilai gangguan-perhatian dan hiperatif dan
mengevaluasi masalah perilaku di anak-anak dan remaja. Berbagai versi CRS-R meminta
data penilaian dari berbagai sumber, termasuk orang tua, guru, pengasuh, dan orang muda
yang mampu membaca dan memahami item (yaitu, seorang remaja). Versi komputerisasi dan
bentuk bahasa Spanyol dari CRS-R juga tersedia. Inventory perilaku lain yang umum
digunakan adalah Fear Srvey Schedule (Wolpe & Lang, 1977), di mana seorang individu
diminta untuk menunjukkan sejauh mana berbagai pengalaman membangkitkan perasaan
takut. Daftar dan persediaan seperti ini sering menarik bagi dokter dan klien, karena mereka
relatif ekonomis dan mudah digunakan.
Namun, dalam banyak kasus adalah penting untuk mengamati dan mengukur perilaku
yang merupakan fokus perhatian. Seorang klien dapat memberitahu dokter tentang sifat dan
frekuensi perilaku mengganggu, tapi klien mungkin mengalami kesulitan melaporkan
perilaku yang memalukan atau menjengkelkan.
Pengamatan Perilaku
Pengamatan perilaku klien merupakan komponen penting penilaian perilaku. Dalam
pengamatan perilaku, klinikal psikologi mengamati individu dan mencatat frekuensi perilaku
spesifik, bersama dengan faktor-faktor relevan situasional apapun. Sebagai contoh, staf
Keperawatan unit psikiatri mungkin diminta untuk mengamati dan merekam perilaku target
individu yang memukul kepalanya ke dinding setiap kali sesuatu yang tidak biasa terjadi.
Atau pengamat sebuah kelas anak hiperaktif mungkin menghitung jumlah kali setiap menit
anak laki-laki keluar dari kursi. Konsekuensi setiap perilaku akan juga dicatat, seperti jumlah
kali guru mengatakan kepada anak untuk duduk.
Langkah awal dalam pengamatan perilaku adalah untuk memilih perilaku target yang
menarik atau di perhatikan. Dalam contoh anak hiperaktif, perilaku target akan menjadi anak
laki-laki bangun dari meja nya pada waktu yang tidak pantas. langkah kedua adalah
menetapkan perilaku target yang jelas. Istilah-istilah yang tidak jelas tidak dapat diterima
dalam konteks pengamatan perilaku. Sebagai contoh, perilaku target "kegelisahan" dalam
anak hiperaktif tidak terlalu jelas untuk mengukur. Namun, pengukuran dapat dilakukan
jumlah berapa kali ia melompat keluar dari kursi.
Idealnya, pengamatan perilaku berlangsung di dalam konteks di mana perilaku target
terjadi. Ini dinamakan dalam pengamatan Vivo. Untuk anak hiperaktif, pengaturan kelas
sangat bermasalah, jadi lebih terbaik perilakunya dapat diamati dan diukur disana, daripada
di laboratorium. Namun, banyak tantangan yang terlibat dalam melakukan seperti penilaian,
termasuk mengatasi efek yang mungkin kehadiran pengamat. Dimungkinkan bahwa perilaku
anak itu akan terpengaruh oleh kenyataan bahwa ia tahu ia sedang diamati, tokoh fenomena
merujuk sebagai reaktivitas. Untuk berurusan dengan beberapa batasan di pengamatan vivo,
klinikal psikologi atau peneliti dapat melakukan pengamatan analog, yang mengambil
tempat pada pengaturan atau konteks dirancang khusus untuk mengamati perilaku target.
Sebagai contoh, anak hiperaktif dapat ditempatkan pada kantor klinis, dimana perilaku dapat
diamati melalui cermin satu-arah. Mungkin anak-anak lain akan disertakan, sehingga
interaksi anak itu dapat diamati dan tertentu target perilaku dapat diukur. Pengamatan analog
memiliki batas-batas, namun, terutama karena situasi buatan.
PENILAIAN MULTIKULTURAL
Ketika psikolog melakukan penilaian, mereka harus mengambil dan pertimbangkan
latar belakang budaya, etnis dan ras seseorang. Dalam beberapa tahun terakhir, penerbit tes
psikologi, terutama mereka yang mengukur kecerdasan, telah bekerja untuk menghapus
budaya terutama yang mengukur kecerdasan, seperti definisi yang akan menjadi akrab
terutama untuk atau atas-tengah-kelas menengah putih Amerika. Akan satu langkah lebih
lanjut, penerbit telah mengembangkan tes khusus tes untuk memberikan penilaian budaya
adil individu dari latar belakang yang berbeda.
Peneliti dan klinikal psikologi telah diperdebatkan selama bertahun-tahun tentang
menggunakan tes psikologi umum untuk menilai individu dari latar belakang budaya dan
etnis. Pertanyaan telah diajukan mengenai bagaimana berlaku pada tes tersebut adalah
dengan orang lain selain kelas menengah Amerika. Sebagai akibatnya, klinikal psikologi
berusaha untuk menghadirkan dampak lebih luas mengenai budaya dan pengalaman latar
belakang ketika mengelola dan menafsirkan penilaian psikologis.
Program pelatihan telah menjadi responsif terhadap kebutuhan untuk mempersiapkan
masa depan klinikal psikologi semakin beragam dan penduduk internasional. Dalam usaha
untuk meningkatkan kompetensi budaya, atau perbedaan apresiasi, peserta harus
mendapatkan cukup pengetahuan latar belakang budaya dari klien yang mereka nilai. Mereka
juga harus belajar untuk melihat secara kritis instrumen penilaian untuk menentukan apakah
tes ini dibangun psychometrically dan divalidasi. Mereka juga harus diawasi dalam belajar
bagaimana melakukan penilaian ini dan dilatih untuk mengenali ketika mereka membutuhkan
lebih lanjut konsultasi (Dana, 2002).
PENILAIAN FISIOLOGIS
Banyak gangguan psikologis terjadi di hadapan gangguan fisiologis yang baik harus
berkontribusi atau setidaknya mungkin memiliki bantalan pada kondisi perorangan. Kadang-
kadang gangguan dilokalisasi dalam otak, mungkin dalam bentuk kelainan struktural. Atau
mungkin seseorang memiliki gangguan fisik, seperti diabetes, AIDS atau hipertiroidisme
(tiroid terlalu aktif), yang menyebabkan yang dialami individu mengubah fungsi psikologis.
sebagian gangguan psikologis ditemukan memiliki menyertai kelainan fisiologis, evaluasi
individu status fisiologi telah menjadi aspek utama dari asesmen psikologis lengkap. Dalam
beberapa kasus, kelainan fungsi fisiologis menjadi fitur utama diagnosis.
Penilaian Psychophysiological
Sejak awal berdirinya terapi perilaku, banyak klinikal psikologi dan Para peneliti
telah tertarik dalam menilai perubahan tubuh yang berhubungan dengan psikologis atau
pengalaman emosional, terutama perubahan sistem kardiovaskular seseorang, otot, kulit, dan
otak. Untuk mengukur perubahan-perubahan ini, mereka menggunakan prosedur penilaian
psychophysiological, yang memberikan kekayaan informasi tentang tanggapan tubuh
individu untuk situasi tertentu. Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh
darah. Seperti yang Anda ketahui dari berpikir tentang situasi di mana Anda merasa takut,
detak jantung Anda dapat perubahan drastis dalam waktu singkat. Bahkan berpikir tentang
sesuatu yang takut Anda dapat menyebabkan perubahan sistem kardiovaskular Anda.
Berbagai perangkat pengukuran yang digunakan Monitor kardiovaskular berfungsi, yang
paling umum yang merupakan Elektrokardiogram (ECG), yang mengukur listrik daya gerak
yang melewati jantung dan menyediakan indikasi dari apakah jantung memompa darah
secara normal. Tekanan darah adalah ukuran dari perlawanan yang ditawarkan oleh arteri
mengalir ke darah yang dipompa dari hati. Penilaian fungsi kardiovaskular dapat digunakan
untuk memberikan informasi tentang fungsi psikologis seseorang, juga tingkat resiko nya
untuk mengembangkan berbagai stres yang berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi
jantung dan pembuluh darah. Ketegangan otot, indikator stres fisiologis, dinilai melalui
Elektromiografi (EMG), ukuran dari aktivitas listrik dari otot-otot. Teknik ini digunakan
dalam penilaian dan pengobatan ketegangan terkait gangguan, seperti sakit kepala, yang
parah dan kontraksi otot terus-menerus. Kulit individu juga menyediakan informasi penting
tentang apa yang orang mengalami emosional. Banyak orang berkeringat ketika mereka
merasa gugup, yang menyebabkan listrik perubahan pada kulit disebut respon electrodermal.
respon Ini, juga disebut galvanic skin response (GSR), indikator sensitif dari tanggapan
emosional, seperti ketakutan dan kecemasan.
FMRI dengan cepat menjadi metode tambahan penting untuk penilaian psikologis.
Seiring iring waktu metode ini sering digunakan dengan kecanggihan yang meningkat pula,
para peneliti mendapatkan lebih banyak aplikasi yang dapat digunakan dalam berbagai
konteks, mulai dari pemasaran produk komersial hingga mendeteksi penipuan pada penjahat.
FMRI dapat memberikan gambaran bagaimana orang bereaksi terhadap rangsangan secara
real time, sehingga memungkinkan untuk menghadirkan rangsangan kepada individu sambil
memantau reaksi otak.
Penggunaan MRI sebagai korelasi tes neuropsikologis nampaknya merupakan tempat
yang logis untuk mulai mengintegrasikan imajinasi otak ke dalam penilaian psikologis,
karena pengujian neuropsikologis mencoba untuk mengidentifikasi daerah otak yang terkait
dengan perilaku deficit tertentu. Neurological soft signs (NSS) adalah kelainan perilaku
minor, seperti koordinasi motorik yang salah, perbedaan dalam sensasi dan persepsi, dan
masalah dalam mengurutkan tugas motorik yang kompleks. Individu yang didiagnosis
dengan kelainan psikotik diketahui menunjukkan NSS, namun NSS juga sangat lazim pada
individu sehat, dengan tingkat berkisar antara 0 sampai 50 persen. Bagaimanapun, beberapa
penelitian sampai saat ini telah mencoba untuk mengidentifikasi substrat neuroanatomical
dari kelainan ini. Individu yang berusia antara 17 sampai 55 tahun tanpa bukti gangguan
psikotik, trauma kepala, penyakit neurologis, atau masalah bahasa Inggris diberikan MRI
bersamaan dengan tes fungsi otak yang dikenal dengan Skala Evaluasi Neurologis, yang
menilai fungsi sensorik, koordinasi motorik, dan integrasi sensorik dan fungsi motorik.
Individu yang menunjukkan penurunan yang lebih besar dalam volume area kortikal yang
melibatkan proses perhatian, pendengaran, taktil, dan bahasa, atau dalam integrasi
rangsangan audio dan visual juga menunjukkan jumlah yang lebih besar pada tes integrasi
sensorimotor. Menariknya, pola yang ditemukan pada individu normal (non-bedah) sama
dengan yang ditemukan pada individu dengan gangguan psikotik, menunjukkan bahwa ada
satu set umum perubahan neuroanatomis yang terlibat dalam pengembangan kinerja tes
neurologis yang abnormal.
Selain menggunakan MRI sebagai alat penilaian, peneliti merasa bahwa mereka dapat
memberi nilai dalam mengidentifikasi disfungsi otak spesifik yang terkait dengan gangguan
tertentu. Sebuah tim peneliti Jerman membandingkan MRI wanita dengan Major Depressive
Disorder (MDD) dan tugas belajar pada kontrol emosi, dimana benda dipasangkan dengan
wajah yang menampilkan satu dari enam emosi. Wanita dengan MDD mengalami kesulitan
mempelajari pasangan wajah yang mengekspresikan rasa takut, terkejut, dan jijik. Selain itu,
mereka yang memiliki MDD memiliki volume amigdala yang lebih besar, organ dalam
sistem limbik yang terlibat dalam respons emosional. Namun, ketika kedua status depresi dan
ukuran amigdala dipertimbangkan bersama, hanya wanita dengan MDD dan yang lebih besar
yang menunjukkan gangguan kinerja pada tugas belajar emosi. Memori emosional defisit,
mungkin terkait dengan perubahan otak terkait dengan pengembangan MDD.
Teknik neuroimaging lain yang digunakan untuk menilai kelainan fungsi otak adalah
Positron Emission Tomography (PET) atau varian teknik ini dikenal sebagai Single Photon
Emission Computed Tomography (SPECT). Dalam metode ini, senyawa berlabel
radioaktif disuntikkan ke dalam pembuluh darah seseorang dalam jumlah sangat kecil.
Senyawa ini berjalan melalui darah ke otak dan mengeluarkan elektron bermuatan positif
yang disebut positron, yang kemudian dapat dideteksi seperti sinar-X di CT. Warna-warna
cerah di ujung spektrum merah mewakili tingkat aktivitas yang lebih tinggi, dan warna pada
spektrum biru-hijau-violet spektrum mewakili tingkat aktivitas otak yang lebih rendah. Apa
yang sangat menarik tentang proses ini adalah pemindaian PET dapat menunjukkan di mana
aktivitas mental otak diambil; Dengan demikian, pemikiran atau tugas khusus menyebabkan
daerah otak menyala. Selain kegunaan PET scan dalam mengukur aktivitas mental, prosedur
ini sangat berharga dalam mempelajari apa yang terjadi di otak setelah konsumsi zat, seperti
obat-obatan.
Teknik penilaian fisiologis yang canggih tidak secara rutin disertakan karena faktor
biaya yang relatif tinggi. Namun pada saat yang sama, klinisi menyadari pentingnya
mengevaluasi kemungkinan bahwa kelainan medis dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap gangguan psikologis seseorang.
Kembali ke kasus Ben. Ingat bagaimana dia mengatakan kepada Dr. Tobin bahwa
kekhawatirannya tentang kemungkinan polisi mengikutinya kembali ke saat dia menderita
luka ringan menyusul tabrakan sepeda dengan mobil polisi. Saat Dr. Tobin berusaha
memahami sifat gejala Ben, dia mempertimbangkan kemungkinan bahwa dia mungkin telah
mengalami cedera otak yang sebelumnya tidak terdiagnosis dalam kecelakaan ini. Karena itu,
dia merekomendasikan agar Ben berkonsultasi dengan ahli saraf untuk melakukan evaluasi.
Dalam prosedur ini, sebuah MRI dilakukan; Meskipun hasilnya tidak menunjukkan adanya
kerusakan otak yang terdiagnosis, ahli saraf tersebut mencatat beberapa kelainan otak ringan
dalam bentuk ventrikel yang membesar. Meskipun seorang dokter tidak akan membuat
diagnosis kejiwaan berdasarkan informasi ini, Dr. Tobin benar-benar mencatat fakta bahwa
pembesaran ventrikel terkadang dikaitkan dengan skizofrenia.
Penilaian Neuropsikologis
Penilaian Neuropsikologis adalah proses pengumpulan informasi tentang fungsi otak
klien berdasarkan kinerja pada tes psikologis. Alat penilaian neuropsikologis yang paling
terkenal adalah Tes Battery Neuropsikologi Halstead-Reitan, serangkaian tes yang dirancang
untuk mengukur fungsi sensorimotor, perseptual, dan verbal. Tes ini dikembangkan oleh
psikolog Ralph Reitan. Setiap tes melibatkan tugas khusus yang mengukur hubungan
perilaku-otak tertentu yang dihipotesiskan. Dokter dapat memilih dari serangkaian tes,
termasuk Uji Kategori Halstead, Uji Kinerja Taktis, Uji Irama, Tes Persepsi Suara, dan Tugas
Goyangan Jari. Tes ini dikembangkan dengan membandingkan kinerja orang dengan
berbagai bentuk kerusakan otak yang ditentukan melalui pengukuran independen, seperti
sinar-X pada tengkorak, otopsi, dan pemeriksaan fisik. Selain tes ini, tes battery mungkin
termasuk MMPI sebagai ukuran variabel kepribadian yang dapat mempengaruhi kinerja
individu. Juga, WAIS dapat diberikan untuk mengumpulkan informasi tentang fungsi
kognitif secara keseluruhan.
Selanjutnya, prosedur konten, administrasi, dan penilaiannya lebih terstandarisasi.
Sebuah versi penelitian dari instrumen yang dikenal sebagai Luria-Nebraska III (LNNB-III),
sedang diuji untuk memperluas jangkauan item yang ada pada tes battery dan untuk
mengizinkan penggunaannya untuk pasien dengan penurunan nilai motor atau ucapan.
Meskipun Halstead-Reitan dan Luria-Nebraska dianggap tepat, administrasi mereka
melibatkan keterampilan dan pelatihan yang canggih. Dengan semakin memperhatikan
kebutuhan akan instrumen penilaian neuropsikologis yang dapat diberikan, dicetak, dan
ditafsirkan secara efisien. The Neuropsychological Assessment Battery (NAB) adalah
instrumen terpadu yang komprehensif yang terdiri dari 33 tes yang menilai beragam
keterampilan dan fungsi neuropsikologis pada orang dewasa. Tes dikelompokkan menjadi
enam modul: (1) Perhatian, (2) Bahasa, (3) Memori, (4) Tata Ruang, (5) Fungsi Eksekutif,
dan (6) Skrining, modul yang memungkinkan klinisi menentukan modul yang sesuai untuk
diberikan pada masing-masing individu. NAB sangat menarik karena penilaian biasanya bisa
selesai dalam waktu kurang dari 4 jam.
MENGKOLABORASIKAN SEMUA HASIL
Pada akhir penilaian, klinisi harus memiliki pemahaman yang luas pada klien
berdasarkan jumlah individu, dan juga pemahaman tentang area perhatian klien. Klinisi
mengumpulkan kasus yang menggambarkan situasi dan latar belakang klien saat ini secara
komprehensif dan rinci. Dengan menggunakan model biopsikososial, klinisi akan
mengevaluasi sejauh mana faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural telah berkontribusi
dan mempertahankan masalah seseorang. Faktor-faktor ini akan mencakup komponen seperti
alasan evaluasi, riwayat masalah, pengalaman dengan penggunaan narkoba, riwayat
kesehatan umum, sejarah kehidupan pribadi, riwayat kerja dan sekolah, masalah hukum masa
lalu, riwayat keluarga, fungsi fisik, dan penemuan status mental. Dengan demikian, klinisi
dihadapkan pada tugas berat untuk membedakan banyak faktor yang mungkin terjadi.
Identifikasi Informasi
Pada saat penilaian, Ben berusia 21 tahun, tinggal dengan keluarganya, dan bekerja
paruh waktu di supermarket. Dia menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi, jurusan ilmu
politik dengan aspirasi karir akhirnya mencalonkan diri sebagai jabatan publik.
Prosedur evaluasi
Wawancara diagnostik, WAIS-IV, MMPI-2, Rorschach, dan TAT.
Rekomendasi
Saya akan merujuk Ben untuk konsultasi psikiatri. Saya menyarankan agar dia
dievaluasi untuk pengobatan antipsikotik untuk mengobati tanda-tanda gangguan
psikologisnya yang parah: pemikiran menyeluruh, halusinasi, dan kecemasan ekstrem. Saya
juga akan merujuk Ben untuk psikoterapi jangka panjang yang membantu dia
mengembangkan perilaku adaptif yang lebih tepat, seperti keterampilan sosial dan strategi
penanggulangan.
Sarah Tobin, PhD
RINGKASAN
Asesmen adalah prosedur di mana seorang klinisi mengevaluasi klien dari segi faktor
psikologis, fisik, dan sosial yang mempengaruhi fungsi individu. Beberapa alat
asesmen berfokus pada struktur dan fungsi otak, yang lain menilai kepribadian, dan
yang lainnya berorientasi pada fungsi intelektual.
Wawancara klinis adalah alat asesmen yang paling umum digunakan untuk
mengembangkan pemahaman tentang masalah klien, riwayat, dan aspirasi masa depan
klien saat ini. Wawancara yang tidak terstruktur adalah serangkaian pertanyaan
terbuka yang ditujukan untuk menentukan alasan klien dalam pengobatan, gejala,
status kesehatan, latar belakang keluarga, dan riwayat hidup. Wawancara terstruktur,
yang didasarkan pada kriteria objektif, terdiri dari serangkaian pertanyaan standar,
dengan kata dan urutan yang telah ditentukan sebelumnya.
Klinisi menggunakan pemeriksaan status mental untuk menilai perilaku dan fungsi
klien, dengan perhatian khusus pada gejala yang terkait dengan gangguan psikologis.
Klinisi menilai penampilan dan perilaku klien, orientasi, konten pikiran, gaya berpikir
dan bahasa, pengaruh dan mood, pengalaman persepsi, rasa diri, motivasi, fungsi
kognitif, dan wawasan dan keputusan. Psikotes mencakup berbagai teknik di mana
informasi tentang fungsi psikologis diperoleh. Mereka yang mengembangkan dan
mengelola tes psikologi memperhatikan prinsip psikometrik, seperti validitas,
reliabilitas, dan standarisasi. Tes kecerdasan, khususnya skala Wechsler, memberikan
informasi tentang fungsi kognitif individu. Tes kepribadian, seperti keadaan klinis diri
klien sendiri (mis., MMPI-2) dan teknik proyeksi (mis., Rorschach), menghasilkan
data yang berguna untuk mengungkapan pemikiran, perilaku, dan emosi seseorang.
Penilaian perilaku mencakup teknik pengukuran berdasarkan rekaman perilaku
seseorang, seperti self-report tentang perilaku, wawancara perilaku, pemantauan diri,
dan pengamatan perilaku. Dalam asesmen lingkungan, penilaian diberikan mengenai
dimensi kunci, seperti lingkungan keluarga, yang mempengaruhi perilaku. Teknik
psikofisiologis dan fisiologis menilai fungsi dan struktur tubuh. Teknik
psikofisiologis mencakup tindakan seperti EKG, tekanan darah, EMG, dan respons
emosional lainnya. Langkah-langkah fisiologis meliputi teknik ilustrasi otak, seperti
EEG, CT scan, MRI, fMRI, PET, dan teknik lainnya untuk menilai kelainan pada
tubuh, terutama otak. Teknik penilaian neuropsikologi memberikan informasi
tambahan tentang disfungsi otak berdasarkan data yang diperoleh dari kinerja
individu pada tes psikologis khusus seperti Uji Tegangan Neuropsikologi Halstead-
Reitan.