Anda di halaman 1dari 34

PSIKOPATOLOGI

Resume Abnormal Psychology


Chapter: Assessment

Inastasya 201710500211028
May Lia Elfina 201710500211026

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2017
TENTANG BEN
Sekilas tampilannya seperi anak-anak muda berusia 21 tahun pada umumnya, namun
jika diperhatikan lebih ada yang ganjil terhadap tampilannya, ia memakai sarung tangan licin
dan lembut yang biasa diapaki oelh pemain golf atau baseball di musim panas sperti ini. Ia
bertanya apa tes psikologi itu? Dia ingin belajar tentang dirinya, saat beberapa orang merasa
asing dengan tes psikologi, ada yang anaeh dari cara ben mendiskusikan tentang masalah tes,
lalau saya bertanya kenapa kamu tertarik sekali dengan hal ini? Lalu dia mulai bercerita
tentang petugas kepolisian yang mengikutinya beberapa bulan ini., sejak hari dimana dia
mengalami kecelakaan dengan mobil polisi saat ia sedang mngendarai sepedanya. Ia
bercerita tentang petugas polisi yang amat kejam kepadanya saat itu, si petugas berteriak
kepadanya saat dia setengah sadar dan terjatuh di jalan dengan sepedanya. Tidak luka serius
dan tidak ada penangkapan atas kecelakaan waktu itu. Ben cederung menumbuhjkan rasa
focus yang berlebih terhadap reaksi pada undang-undang atau peraturan dan hokum. Saya
juga merasa Ben Robsham memiliki level tertentu berkaitan dengan perhatiannya terhadap
apa ayang akan terjadi pada dirinya. Sebagai seorang psikolog, perhatianku dan rasa
penasaranku tumbuh saat ben mulai menjawab alas an kenapa dia selalu memakai sarung
tangan, menurtunya ini adalah ide yang bagus untuk menutupi segala karakteristik (
identifikasi kejahatan seperti sidik jari , dsb) hanya jika.. dia terdiam lalu melanjutkan aku
ras ini terlalu jauh jika dilihat dari sudut pandangmu, sungguh ini adalah hal yang baik
untuk menlindungi diriku jika seseorang mencoba untuk mengidentifikasikanku lebih dalam
tentang kejahatan-kejahatan yang aku lakukan atau yang lainnya .saat itu aku mencoba untuk
probing dan bertanya bagaimana mungkin kamu merasa kamu adalah seorang criminal?
lalu ben mulai menjawab dan tertawa itu Cuma bercanda.
Poin penting yang dapat saya tangkap dari interaksi yang cukup dengan ben adalah, aku
merasa ada banyak hal dalam pikirannya lebih dari rasa penasarannya terhadap tes psikologi.
Lebih jauh, ini sangat terlihat jika sebenarnya ia menderita gangguan psikologis dan
menggunakan alat tes sebagai alasan untuk mendapatkan pertolongan dari para professional.
Saat itu aku melanjutkan sesi dengan mengabulkan permintaan ben untuk memberinya
assasemen psikologi sesuai dengan permintaannya. Ia sedang meminta pertolongan dan
sembunyi dibalik rasa penasarannya terhadap tes psikologi. Semoga dengan sesi assasemen
ini, dapat membuatnya jauh lebih baik lagi. Dari apa yang dianalisa pada kasus sebelumnya,
beberapa orang mungkin akan mengira Ben mengalami paranoid, beberapa yang lain akan
memperkirakan kemungkinan bahwa Ben hanyalah seseorang yang sedang membutuhkan
pertolongan psikologis, dan tidak membutuhkan pertolongan terkait abnormalitas yang
dialaminya. Jika saat ini kita membayangkan diri kita sebagai seorang professional bernama
Dr. Tobin (psikolog yang menangani Ben) apa yang akan kita lakukan untuk mencari tahu
lebih jauh tentang apa yang sebenarnya tujuan Ben membutuhkan pertolongan psikologis?
Karena seperti yang dapat dilihat dari gambaran kasus, Ben sebagai klien tidak memberikan
jawaban pasti tentang kebutuhannya datang ke psikolog, semua jawaban dari Ben
menyiratkan bahwa dia hanya tertarik mengetahui informasi tentang tes psikologis, tanpa
dengan jelas menyebutkan dia ingin mengikuti tes psikologis lebih jauh, Ben lebih banyak
bertanya tentang ketrtarikannya dengan polisi, sampai akhir dari interview, psikolog tidak
akan pernah tau penyebab sebenarnya seseorang pergi ke layanan psikologi. Yang harus
dilakukan psikolog hanya mengumpulkan informasi lebih tentang bagaimana seorang klien
berfikir, bersikap dan bagimana klien mengorganisasi hidup dan kesehariannya, dan cara
yang paling baik dan efisien untuk mengumpulkan beberapa informasi tersebut, yang disebut
dengan assasemen.

APA ITU PENGUKURAN PSIKOLOGIS?


Saat kita bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya seseorang akan cenderung
menebak atau menganalisa hal-hal yang dapat ia lihat dari orang lain, seperti seberapa cerdas
orang didepan saya ini, bagaimana orang imi bekerja keras, seberapa dewasa dan baiknya
orang didepan saya ini. Yang perlu digaris bawahi melalui fenomena ini adalaah , hal-hal
seperti menebak, menilai, dan menganalisa merupakan salah satu bagian kecil dari proses
asasemen.
Psikolog melakukan assasemen sebagai suatu pendekatan untuk mengetahui lawan
bicaranya, yang selanjutnya akan disebut dengan klien, sebelum melakukan assasemen
seorang psikolog harus terlebih dahulu menentukan tujuan dari proses assasemen. Misalnya
dengan diberikannya assasemen diharapkan klien mendapatkan prediksi terkait prediksi
intelektualnya atau pekerjaan yang sesuai dengan dirinya, melalui assasemen klien juga dapat
mengevaluasi kompetensi mental atau hal-hal lain yang ia ingin ketahui tentang dirinya.
Alat-alat assasemen psikologi, memiliki jenis yang berbeda-beda, tergantung jenis dan
tujuan assasemen, beberapa assasemen ada yang terfokus pada otak manusia, atau
kepribadian. Karena banyaknya jenis assasemen ini, seorang psikolog harus dengan jelas
menentukan tujuan dan kemana arah assasemen selanjutnya. Proses asasemen yang pertama
kali dilakukan biasanya berbentuk wawancara, melalui wawancara psikolog bias mengetahui
kebutuhan klien datang ke tempat pelayanan psikologis. Misalnya seorang klien dengan
tujuan forensik, akan dibedakan tujuan dan tahapan assasemen berikutnya dengan klien
dengan tujuan psikoterapi.

INTERVIEW KLINIS
Psikolog harus menentukan dan merencanakan dengan baik pertanyaan dan jenis interview
yang akan dilakukan, selain jenis interview, bentuk pertanyaan serta metode yang akan
dilakukan harus direncanakan dengan baik. Terkait wawancra, psikolog klinis membagi
wawancara menjadi dua bagian sesuai dengan jenisnya.

Wawancara Tidak Terstruktur


Wawancara jenis ini lebih terfokus pada perilaku dan reaksi yang muncul selama
wawancara daripada jenis pertanyaan yang dilakukan selama wawancara. Melalui tahap ini,
psikolog disarankan untuk mendapat informasi melalui perilaku dan reaksi klien,
menganalisa di bagian atau pertanyaan mana subjek merasa nyaman atau terkesan menutupi
hingga merasa tidak aman, perilaku non verbal yang dimaksud disini seperti kontak mata,
penekanan, posisi badan, keraguan-keraguan, dan hal-hal berhubungan dengan sinyal-sinyal
emosi klien.
Meskipun ini diesbut sebagai wawancara tak terstruktur, jenis pertanyaan yang dipilih
harus sesuai dengan permasalahan yang dibuthkan oleh klien, jangan terlalu digeneralisasi
dan cenderung melupakan tujaun interview yang sudah ditentukan diawal. Misalnya klien
dengan permasalahan keluarga, diberikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak berkaitan dengan
keluarga, seperti diagnosis penyakit yang pernah diderita atau pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan gangguan jiwa, klien dengan kebutuhan masalah keluarga akan lebih
cocok jika diberikan jenis pertanyaan yang berhubungan dengan latar belakang keluarga,
kronologi masa lalunya, dan mengobservasi bagaimana perilaku klien saat bercerita
mengenai masa lalunya, atau trauma masa kecil yang pernah dialaminya, sebagian orang
yang pernah mengalami trauma masa kecil, cenderung menghubungkan traumanya dengan
kehidupannya saat ini tanpa disadarinya. karena hal itu, menjadi sangat penting untuk
mengungkapakan masa lalu klien lebih dalam pada interview tak terstruktur ini.
Jika kembali menganalisa permasalahn Ben (seorang klien di gambaran kasus), Dr.
Tobin (psikolog yang menagani Ben) seringkali menanyakan latar belakang dan apa yang
Ben pikirkan serta mengobservasi beberapa perilaku dan reaksi pertama yang muncul pada
proses wawancara tak terstrukturnya pada Ben. Ia terfokus pada ketakutan dan keragu raguan
Ben saat bercerita. Dr. Tobin membuat Ben nyaman berbicara dengannya dan bertanya
senatural mungkin, hal tersebut membuat ben nyaman dan membuka diri secara perlahan saat
bercerita dengan Dr. Tobin. Ben mulai meceritakan masa lalunya, ayahnya, hal- hal yang
lebih pribadi. Dengan cermat dan berhati hati Dr.Tobin tetap menganalisa perilaku, latar
belakang serta apa yang sebenarnya dialami oleh Ben.

Wawancara Terstruktur dan Semi Terstruktur


Wawancara terstruktur terdiri dari pertanyaan-pertanyaan berstandart pada setiap item
dan ditulis secara formal, item juga disusun secara teratur dan jenis pertanyaan dibuat sebisa
mungkin tidak berhubungan dengan hal-hal klinis untuk menghindari hipotesis pewawancara.
Wawancara semi terstruktur terdiri dari pertanyaan yang berfungsi untuk mengembangkan
keterangan-keterangan atau respon-respon yang kurang jelas, sebagai media untuk
mengklarifikasi pertanyaan klien, wawancara ini biasanya digunakan untuk mendapatkan
kriteria-kriteria tertentu.
Pada praktek klinis, susunan wawancara terstruktur dan semi struktur bisa saja
berubah sesuai kebutuhan, fakta bahwa terkadang psikolog mengadaptasi beberapa instrumen
sesuai dengan situasi yang dialaminya, misalnya untuk keperluan diagnosis, penelitian atau
sebagai pengantar bagi klien ataupun non klien adalah latar belakang kenapa setiap psikolog
belum tentu memiliki susunan pertanyaan yang sama pada interview struktur dan tak
strukturnya. Contohnya struktur interview klien yang mengalami gangguan kepribadian,
umum ditulis pada DSM-IV dengan SCID - II, selanjutnya contoh umum dari Pertanyaaan
wawancara semi terstruktur ( susunannya sesuai dengan nama instrument ), dalam DSM IV
wawancara semi terstruktur untuk segala gangguan di Axis I, bernama SCID-I . Ada banyak
variasi terkait dengan SCID, kegunaan SCID juga banyak untuk penelitian dan juga dalam
kepentimgan klinis, juga bisa digunakan dalam admisnistrasi untuk klien atau orang banyak.
SCID juga banyak di translate dalam beberapa bahasa seperti Spanyol, Turki, Jerman hingga
Italia.
Tidak hanya DSM IV yang mengeluarkan wawancara terstruktur dan tak struktur, tapi
juga ADAMHA (pusat administrasi klinis yang berkaitan dengan alcohol dan obat-obatan
terlarang), milik ADAMHA dikembangkan oleh WHO sebagai instrument yang dapat
digunakan oleh lintas budaya dan Negara, CIDI juga mengadaptasi instrument milik
ADAMHA dengan menerjemahkan ke beberapa Negara dengan beberapa perubahan
didalamnya.
Meskipun tatanan pertanyaan dalam wawancara klinis terstruktur dan semi terstruktur
seringkali diadaptasi, ini masih sering dipergunakan untuk kepentingan penelitian, meskipun
beberapa ahli mengadaptasi tidak semua kadang sebagian dari seluruh instrument. Beberapa
ahli juga berpendaat, diagnosis langsung melalui sesi terapi lebih akurat dibandingkan
dengan mendiagnosis berdasarkan instrument-instrumen yang ditetapkan oleh organisasi
tertentu. Karena pada sesi terapi langsung, psikolog dapat memiliki kesempatana untuk
mengobservasi lebih dalam dan berinteraksi tanpa batasan dengan klien.

PENGUKURAN STATUS MENTAL


Psikolog klinis menggunakan istilah status mental untuk menunjukkan tentang apa dan
bagaimana pola pikir klien, cara klien berbicara dan cara klien bersikap. Psikolog klinis
mengukur perilaku klien menggunakan status mental. Status mental sendiri berfungsi sebagai
salah satu alat ukur untuk mengukur perilaku dan fungsi kerja perilaku yang mengarah pada
simptom tertentu yang berhubungan dengan gangguan psikologis
Istilah pemeriksaan dalam hal ini diimplikasikan sebagai instrument yang resmi dengan
aturan-aturan tertentu, namun pada kenyataanya, hal ini hanyalah pemeriksaan yang informal
yang bisa disebut sebagai evaluasi psikolog pada perilaku klien, pemeriksaan mental hanya
cocok digunakan untuk beberapa gangguan, tidak semua gangguan membutuhkan
pemeriksaan status mental. Gangguan mental seperti penyakit Alzheimer dan sindrom otak
adalah yang paling cocok menggunakan status mental, karena dua gangguan tersebut tidak
mudah diidentifikasi melalui metode asasemen seperti wawancara ataupun alat tes,
pemeriksaan status mental dianggap dapat mengisi kelemahan alat tes lain terkait keperluan
diagnosis dua gangguan tersebut.
Dalam pemeriksaan status mental, psikolog klinis membuat laporan dan catatan-catatan
tertentu tentang perilaku klien, cara berfikir, mood, ingatan, pengalaman perseptual, penilaian
diri, motivasi serta kecerdasan.

Penampilan dan Perilaku


Apa yang biasa orang pada umumnya pikirkan, saat bertemu dengan seseorang saat
pertama kalinya? pada umumnya orang akan merespon bajunya, keanehannya, perilaku
hingga gaya rambutnya. Sama seperti yang dilakukan orang pada umumnya, psikolog klinis
harus mendapatkan banyak informasi dari kesan pertama, harus bisa lebih melihat secara
teliti dalam melihat penampilan seseorang, misalnya level kesadarannya yang bisa dilihat dari
sikap, perilaku hingga caranya berpakain. Seperti apa yang dilihat Dr Tobin pada Ben,
pertama kali Dr Tobin melihat Ben, Ben bergumam sendirian, tanpa menyadari kedatangan
Dr. Tobin, ini adalah salah satu keanehan yang bias dijadikan informasi oleh psikolog klinis.
Meskipun terkadang tidak banyak informasi yang bisa didapatkan untuk kepentingan
diagnostic, gerakan tubuh seseorang dapat memberikan informasi tertentu bagi psikolog
klinis, ada istilah yang disebut dengan motor behavior, yaitu gerakan yang merujuk pada
gerakan klien yang dapat memberikan informasi tertentu, misalnya seorang laki-laki yang
tidak bisa berhenti melompat atau klien lain yang mengalami hiperakifitas memperlihatkan
aktivitas dengan energy yang abnormal, seperti percepatan gerakan dan bicara yang cepat.
Analisa yang tepat akan gerakan yang terjadi pada klien dapat merujuk pada kemudahan
sseorang psikolog klinis mengetahui dengan tepat tentang apa yang dialami oleh seorang
klien.
Gerakan badan yang tidak biasa dapat sangat terlihat pada orang-orang yang memiliki
perilaku abnormal, seperti postur yang kaku atau bahkan tidak bergerak sama sekali seperti
koma, sebagai contoh penderita kasus katatonik, penderita katatonik memiliki gerakan-
gerakan tubuh yang ekstrim tak terkontrol, hal ini tidak disebabkan karena masalah
psikologis, hal ini disebabkan oleh proses-proses motorik yang tidak disadari oleh
penderitanya, anggota badan penderita katatonik dapat menjadi bengkak dan kaku secara
tiba-tiba, terlepas dari ketidaksadarannya mereka bisa diam seperti orang koma dan tidak
bergerak sama sekali, disisi lain saat mereka merasakan riang gembira yang berelebihan
bagian tubuh mereka akan kembali kembali bereaksi dan akan susah diatur karena bergerak
dengan sendirinya, beberapa dari mereka ada yang secara tidak sadar melukai lengannya
hingga mencambuk diri sendiri.
Berikutnya adalah penderita kompulsi, klien dengan kompulsi bisa melakukan gerakan-
gerakan berulang yang tak disadarinya dari yang sederhana hingga yang sangat ekstrim
dalam waktu bersamaan, gerakan seperti bertepuk tangan, hingga perilaku ekstrim seperti
mencakar diri sendiri. Sebagai contoh seorang wanita dengan kompulsi akan mencakar
dahinya sendiri sebelum ia menutup pintu dan setelah menutup pintu ia akan membersihkan
telapak tangannya berkali kali hingga ia berdarah.

Orientasi
Orientasi adalah kesadaran tentang waktu, tempat dan identitas seseorang, dalam
pengukuran status mental, ini adalah salah satu langkah yang penting, karena penderita
gangguan jiwa biasanya adalah orang-orang yang yang orientasi terganggu, seperti pada
penderita kerusakan otak dan demensia.
Isi Pikiran
Psikolog klinis harus berhati-hati menentukan tentang isi pikiran dan tentang
bagaimana klien akan berfikir, dalam hal ini ada banyak kemugkinan-kemungkinan isi
pikiran yang bisa saja dialami oleh klien, bergantung dengan abnormalitas yang dialaminya.
Karena itu psikolog klinis harus bisa dengan baik membedakan anatara delusi, halusinasi,
obsesi dan bahkan berfikir berlebihan. Beberapa klien juga mengalami dua hal bersamaan,
karena itu menjadi hal yang krusial untuk mengetahui apa perbedaan antara keempat hal
tersebut.
Beberapa kasus gangguan jiwa, mengharuskan observasi yang mendalam sebelum
dibutanya laporan status mental. Untuk obeservasi yang mendalam terkait isi pikiran klien,
beberapa psikolog ada yang langsung melontarkan pertanyaan seperti apa kamu memiliki
sesuatu dalam pikiranmu yang ingin kamu keluarkan tapi sulit untuk kamu keluarkan?
banyak sekali klien-klien yang menjawab hal tersebut dengan sesuatu yang tidak sinkron
dengan pertamyaan yang sudah dilontarkan, meskipun pernyataan klien tidak sinkron dengan
realita yang ada, sebagai psikolog klinis kita harus tetap berusaha membuat klien nyaman
dengan tetap antusias dan berusaha memahami jalan berfikirnya.
Salah satu cara berfikir yang salah dan mengarah pada abnormalitas adalah obsesi.
Obesesi sendiri memliki pengertian yaitu pemikiran yang tidak diinginkan yang muncul
berulang-ulang dipikiran seseorang. Misalnya pemikiran berulang tentang bahwa dia adalah
penjahat dan terus merasa diikuti oleh rasa bersalah karena telah membunuh orang.
Selain obsesi, cara berfikir yang salah adalah Delusi, delusi merupakan kepercayaan
mendalam yang salah, salah dalam hal ini sangat bergantung dengan latar belakang budaya
dan keluarga klien, misalnya kepercayaan seorang wanita terhadap agama tertentu, seorang
wanita tersebut percaya dengan keajaiban yang mana dilain budaya keajaiban itu tidak
familiar dan belum pernah diketahui, maka kesimpulannya adalah apa yang disebut delusi
sesuai dengan pemahaman subjektivitas budaya dan latar belakang klien. Tidak terjadi pada
semua orang, namun ada pada sebagian besar orang, bahwa orang-orang dengan ide dan cara
berfirkir yang berbeda dari orang lain, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
menderita gangguan delusional.
Selanjutnya adalah cara berfikir yang berlebihan atau pikiran-pikiran yang
menghubungkan realitas dengan keajaiban, adalah salah satu cara berfikir yang tidak biasa,
menghubungkan dua hal yang tidak ada hubungannya sama sekali misalnya seorang wanita
yang berfikir, setiap kali dia mencuci bajunya dengan mesin cuci, maka akan terjadi bencana
alam duseluruh muka bumi. Gangguan ini tidak pernah ditemukan pada klien dengan gejala
psikotik seperti skizofren, karena itu hampir tidak ada kaitannya dengan proses diagnosis,
namun saat seseorang mengalami hal ini, ini bisa menjadi catatan kecil bagi seorang psikolog
klinis, karena seseorang yang mengalami hal ini, mereka diindikasikan mengalami keadaan
psikologis yang mulai memburuk.

Gaya Berfikir Bahasa


Psikolog klinis harus mendengarkan dengan tujuan untuk mendapatkan fakta-fakta
tertentu, dengan mendengarkan klien, psikolog klinis dapat menganalisa pola pikir dan
bahasa yang dipilih klien untuk mengungkapkan perasaanya. Ini juga termasuk informasi
tentang bagaiman penggunaan kata-kata yang dipilih oleh klien.
Misal: memperhatikan kosa kata yang dipilih atau bentuk kalimat yang disusun saat
melakukan percakapan dengan pria yang sedang mengalami psikotik. Sebagai psikolog klinis
kita harus cermat memahami pria tersebut memang sulit dalam menggunakan dan
mengungkapkan bahasa atau kata, atau memang memiliki kelainan dengan cara berfikirnya.
Contohnya adalah echolalia (sulit mengungkapkan dengan bahasa dan kata) dan flight of
ideas (kelalaian dengan cara berfikirnya).

Afeksi dan Mood


Afeksi adalah bentuk emosi seseorang yang keluar menjadi ekspresi-ekspresi atau
prilaku. dalam mengukur afeksi, psikolog klinis mengambil catatan-catatan tentang afeksi-
afeksi yang tidak pada tempatnya, yang seringkali muncul pada penderita gangguan jiwa.
Misalnya saat acara kematian, seseorang dengan afeksi yang tidak pada tempatnya akan
terkekeh kekeh saat yang lain sedihdan menahan duka
Untuk melaporkan bentuk afeksi dalam laporan status mental, psikolog klinis harus
mengetahui caranya mengukur afeksi yang tepat untuk dianalisa sebelum dicatat di laporan
kesehatan mental. Yang dapat dilihat dari klien oleh psikolog klinis untuk mengukur
afeksinya dalah afeksi blunted yaitu ekspresi paling umum, afeksi datar (afeksi yang sangat
kurang). Beberapa psikolog klinis tidak menggunakan istilah-istilah tersebut, yang digunakan
adalah terlalu tinggi atau terlalu datar atau terlalu membesar-besarkan.
Dalam pengukuran afeksi juga ada yang disebut dengan kisaran atau kekuatan afeksi
pada seseorang, hal ini mengukur hal-hal seperti kebahagian, kemarahan, kesedihan, orang-
orang dengan gangguan afeksi memiliki berbagai macam respon emosi.
Senada dengan afeksi, ada satu istilah lagi yang berhubungan dengan bagaimana
seseorang mengungkapkan emosinya, yaitu mood. Mood merujuk pada pengalaman emosi
seseorang, cara bagaimana seseorang merasakan dan mengekspreiskan perasaan terdalam
dalam dirinya. Psikolog klinis biasanya sangat tertarik dalam mengukur mood klien, karena
mood dapat mewakili keseluruh karakteristik perasaan dari seorang klien, melalui mood yang
dirasakan oleh klien sudah dapat digambarkan diagnostik dan terapi yang harus dipilihkan
untuk klien. Ada dua hal yang dapat dinilai dari mood seseorang. 1. mood yang masuk dalam
kategori mood dysphoric, mood yang terjadi selalu diikuti oleh perasaan tak bahagia 2. Mood
euphoric, mood yang terjadinya selalu diikuti oleh perasaan bahagia yang berlebihan.

Pengalaman Perseptual
Seseorang dengan gangguan psikologis juga cenderung mengalami gangguan persepsi,
bentuk dari gangguan persepsi yang terjadi bisa berupa suara, atau dia melihat seseorang
yang tidak pernah ada pada kenyataanya.
Hal tersebut disebut dengan halusinasi saat klien mengada-ada tentang hal-hal yang
berhubbungan dengan stimulus atau objek. Halusianansi sendiri terbagi menjadi beberap hal,
yaitu halusiansi auditori, yaitu klien biasanya mendengar percakapan atau suara yang tidak
pernah ada, misalnya seorang nenek yang seolah mendengan suara suaminya yang sudah
meninggal. Biasanya halusinasi auditori diikuti dengan halusinasi perintah, halusinasi
perintah biasanya, suara suami nenek yang sudah meninggal dibuat seolah meminta nenek itu
melompat dari lantai gedung, atau memrintah untuk melukai dirinya. Selanjutnya halusinasi
visual, klien mebayangkan jika suaminya masih hidup dan duduk bersamanya, biasanya
dialami oleh klien dengan gangguan Alzheimer. Halusianasi olfaktori adalah halusinasi yang
berhubngan dengan indera pencium, misalnya ada klien yang seolah terus mencium bau
darah, bau busuk dari tempat sampah. Terdapat pula halusinasi somatic yaiu halusinasi yang
melibatkan sensasi pada tubuh, misalnya seseorang yang merasa seluruh tubuhnya dihinggapi
oleh serangga padahal pada realitanya tidak ada serangga sama sekali, selanjutnya halusinasi
gustatory, halusinansi yang melibatkan indera perasa biasanya dicirikan mengalami hal yang
tidak nyaman atau sensasi tidak enak pada indera perasa.
Sebagian besar klien mengalami delusi yang disertai oleh halusinasi, misalnya seperti
dia percaya mencium bau Parfum musuhnya dan merasa terus diikuti olehnya.
Arti dari Diri
Sebagian besar klien penderita gangguan psikologis, kehilangan identitas, karena hal
ini, psikolog klinis diminta berhati-hati dalam memberikan penilaian saat melakukan
pemeriksaan status mental karena seorang oenderita gangguan jiwa akan merasa kesulitan
dalam menjawab pertanyaan seperti, siapa saya, terdapat istilah dalam hal ini, istilah tersebut
dinamakan kebingungan identitas. Karena kebingungan identitas ini, klien cenderung tidak
memerankan hanya satu peran saja, sebagai psikolog kita diminta untuk mendengarkan apa
yang diungkapnya dengan teliti dan tanpa tekanan apapun, Karena untuk penderita gangguan
jiwa adalah hal yang sulit untuk mendeskripsikan apa dan siapa dirinya.

Motivasi
Psikolog klinis wajib mengukur motivasi dirinya untuk sembuh dan terbebas dari
gangguan yang dialaminya.

Fungsi Kognitif
Pada pemeriksaan status mental, psikolog klinis mencoba mengukur tingkat intelegensi
berdasarkan level kecerdasan, menganalisa informasi yang diketahui oleh subjek, atensi serta
memori dan koordinasi yang dimiliki oleh subjek.

Wawasan dan Penilaian


Dalam pemeriksaan status mental, psikolog klinis juga mencoba untuk memeriksa
kemampuan klien untuk memahami secara alami gangguan yang dimilikinya, hal ini akan
sangat baik untuk proses penyembuhan klien. Misalnya pada klien dengan gangguan
paranoid dan delusinya, akan merasa terancam dan terus terancam jika ahli kesehatan mental
mendekatinya, wawasan dan penialain dianggap sangat penting dalam hal ini, untuk
membangun rasa percaya pada klien dengan gangguan paranoid.

TES PSIKOLOGIS
Tes psikologis memungkinkan seseorang untuk tahu beberapa informasi tentang
dirinya, informasi yang diberkan biasanya tentang kemampuan intelektual, kepribadian,
emosi, perilaku hingga yang dapat menggambarkan gaya hidup atau hal-hal yang menarik
pada diri individu.
Apa Hal-Hal Baik yang Bisa Didapat dari Tes Psikologi?
Dalam majalah atau surat kabar, kita sering kali menjumpai tes-tes psikologi yang
seolah-olah dapat menggambarkan seberapa romantis pasangan kita atau seberapa
kesepiannya kita sebagai manusia. Tes-tes tersebut didesain sedemikian rupa agar mirip
dengan tes psikologi yang sebenarnya dan juga didesain untuk menghasilkan skor tertentu
atau respon-respon tertentu, namun meskipun begitu, tes-tes tersebut masih jauh dari standart
tentang bagaimana tes psikologi yang baik.
Menurut psikometrik, validitas dan reliabilitas adalah pertimbangan terbaik tentang
bagaimana kualitas alat tes psikologi yang baik. Reliable mengindikasi tentang konsistensi
skor, dan validitas bermakna lebih luas tentang bagaimana kemampuan alat tes dalam
mengukur apa yang diukur.
Tes psikologi yang baik adalah tes yang memiliki kriteria psikometrik yang baik, yang
mana psikometrik berarti bisa mengukur pikiran, hal ini terdiri dari konsistensitensian valid
dan reliabelnya alat tes tersbeut.

Tes Intelegensi
Psikolog selalu sangat tertarik mempelajari tentang kecerdasan seseorang, selain karena
dapat mengetahui kecerdasan, melalui tes kecerdasan ada banyak informasi yang bisa
didapatkan seorang psikolog, seperti aspek-aspek dan fungsi individu yan dimiliki klien.
Rata-rata tes intelegensi yang ada pada saat ini, menggunakan konsep intelegensi Charles
Spearman tentang teori kecerdasan g factor.
Tes intelegensi memiliki banyak tujuan, khususnya tujuan pendidikan sebagai penentu
pengelompokkan siswa, beberapa digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui kecerdasan
karyawan, juga sudah sangat banyak digunakan psikolog klinis karena tes kecerdasan juga
dapat mengungkapkan permasalah klinis yang terdapat pada klien.
Hal-hal yang dapat dianalisa melalui tes intelegensi adalah informasi spesifik terkait
kekuatan dan kekurangan kognisi seseorang, yang mana hal itu dapat membantu psikolog
klinis menentukan rencana penyembuhan dan terapi apa yang harus dipilih. Klien dengan
kapasitas berfikir yang kurang khusunya untuk caranya berfikir abstrak akan cendrung
memiliki kesulitan untuk menerima terapi insight-oriented sebagai gantinya, memilih terapi
kognitif adalah hal yang lebih baik untuk klien.
Beberapa tes intelegensi didesain untuk kebutuhan tes klasikal dan diberikan pada
orang satu grup yang terdiri dari banyak orang. Hal itu biasanya tidak berhubungan dengan
hal-hal klinis, pengaturan tes yang seperti itu biasanya bertujuan untuk kepentingan
perusahaan merekrut karyawan, bidang pendidikan atau untuk tujuan penelitian tertentu.
Tes intelegensi yang dilakukan secara individu, akan banyak menghasilkan interpretasi
kualitatif dan akan lebih dalam mengetahui dinamika kepribadian yang dimiliki oleh klien,
ada banyak informasi penting dan mendalam terkait deskripsi diri klien , yang mana hal ini
tidak akan dapat didapatkan dari tes yang dilakukan secara klasikal atau bersamaan dengan
banyak orang.
Tes Inteligensi Binet
Tes inteligensi pertama yang ditemukan oleh Alfred binet pada tahun 1905, kecerdasan
individu dengan usia kronologisnya. Konsep IQ yang diangkat binet dianggap terlalu
lemah, ditinggalkan dan lebih memilih IQ Deviasi, diadakan revisi binet dan diberi
nama SB 5, kelemahan alat tes sebelumnya yang hanya mengungkap usia kronologis,
dikembangkan dengan mencari juga kecerdasan verbal, non verbal dan spesifik.
Tes Intelegensi Weschler
Penggunanya lebih luas daripada binet yang dibuat khusus anak-anak, pengguna
inteligensi weschler bisa berlaku dari anak-anak hingga orang dewasa. Terdapat
bebrapa revisi dari format WB, WAIS IV, WISC, WPPSI. Seluruh alat tes weschler,
membagi kecerdasan menjadi dua bagian, yaitu verbal dan performance.Skala verbal
biasa mengungkap pengethuan, wawasan factual, memori jangka pendek, dan penalaran
verbal. Sedangkan kecerdasan performance mengungkapkan kemampuan psikomotor,
logika non verbal, dan kemampuan belajar untuk suatu hubungan yang baru. Tes
intelegensi pada weschler bertujuan untuk tes dalam bidang pendidikan, mendiagnosis
kesulitan belajar, menentukan bakat, dan memprediksi akademik siswa, ini juga dapat
membantu dalam diagnosis psikiatris, meskipun IQ hanya berarti ttentang kapasitas
seseorang.
Pada kasus Ben. Ketika anda mempelajari hasil MMPI-2 profile (Gambar 3.1), akan
terlihat bahwa ada beberapa nilai yang sangat tinggi. Pertama, melihat nilai skala validitas,
yang memberikan beberapa petunjuk penting untuk memahami skala klinis. Ben memiliki
banyak pengalaman yang tidak biasa terkait pikiran, dan perasaannya. Hal ini bisa
disebabkan oleh upaya disengaja oleh Ben untuk membuat dirinya tampil sakit untuk
beberapa motif tersembunyi. Di sisi lain, seseorang yang depresi akan mengungkapkan
perasaannya secara berlebihan saat memerlukan bantuan. Berikutnya pada skala K Ben, Anda
dapat melihat bahwa ia tidak terlalu defensif; Namun, ingat bahwa Ben tampaknya cukup
menjaga dalam tahap wawancara awal dengan Dr. Tobin. Bagaimana Anda menyatukan dua
hasil yang menunjukkan keadaan yang berpengaruh dan saling bertentangan? Mungkin sifat
yang lebih anonim dari MMPI-2 memungkinkan Ben untuk mengungkap dirinya. Validitas
skala menghasilkan informasi penting, kemudian, tentang kepribadian Ben, serta fakta bahwa
profil klinis Ben adalah valid. Skala klinis menunjukkan gangguan yang parah. Puncak
tertinggi berada di skala 7 dan 8, yang mengukur kecemasan obsesif, penarikan sosial, dan
pemikiran delusional. Dia juga memiliki kekhawatiran fisik dan depresi, dan TIK conflik
mungkin seksual. yang mengukur kecemasan obsesif, penarikan sosial, dan pemikiran
delusional.
Singkatnya, MMPI-2 profile Ben menunjukkan bahwa ia adalah seorang pemuda di
ambang panik. Dia merasakaan kekhawatiaran yang hebat dengan pengalaman, perasaan, dan
konflik yang tidak biasa. Kekita ia meminta bantuan, pada saat yang sama ia merasa konflik
terjadi pada dirinya ketia memberitahu tentang hal itu. Terus pengamatan ini tentang Ben
dalam pikiran ketika Anda membaca tentang tanggapan nya di tes lainnya.

Self-Report Inventory Lainnya


Ada ratusan klinis selfreport inventory klinis, banyak yang telah dikembangkan secara
spesifik untuk penelitian atau tujuan klinis. Beberapa digunakan sebagai tambahan untuk
MMPI-2, memberikan informasi tentang kepribadian berfungsi secara terpisah atau di
samping itu memungkinkan digunakan untuk mendiagnosa. The Personality Inventory NEO
(Revisi), yang dikenal sebagai NEO-PI-R (Costa & McCrae, 1992), adalah kuesioner 240-
item yang mengukur kepribadian bersama lima dimensi kepribadian, atau seperangkat sifat.
Dimana menurut peneliti, sifat-sifat ini dapat menjadi hal mendasari semua perbedaan
individu dalam kepribadian. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa sifat-sifat diukur
dengan NEOPI- R memberikan cara yang lebih baik untuk mengklasifikasikan gangguan
kepribadian. Langkah-langkah seperti NEO-PI-R akan berperan dalam menyediakan
klasifikasi. Terlepas apakah ada atau tidak perubahan klasifikasi tersebut. NEO-PI-R
menyediakan data yang berguna mengenai fungsi kepribadian. Kelima dimensi meliputi tiga
label N, E, dan O (sebagian kecil dari pengukuran), ditambah dua skala tambahan yang
ditambahkan sebagai hasil dari pengujian empiris dari ukuran aslinya. Maka, skala ini terdiri
dari Neuroticism (N), Extraversion (E), Keterbukaan terhadap Pengalaman (O),
Agreeableness (A), dan Conscientiousness (C). Skala dapat dikerjakan oleh individu dengan
memberi rating pada dirinya sendiri (Formulir S) serta oleh orang lain yang tahu tentang
individu tersebut, seperti pasangan, mitra, atau kerabat (Form R). Dalam masing-masing
bagian pada lima dimensi, atau domain sifat, enam aspek yang mendasari juga dinilai.
Sebagai contoh, skala O meliputi enam aspek keterbukaan terhadap fantasi, estetika,
perasaan, tindakan, gagasan, dan nilai-nilai. Profile berdasarkan NEO-PI-R membolehkan
para dokter untuk mengevalusi skor relatif pada lima domain kepribadian serta enam aspek
dalam setiap domain.
Penilaian Personality Inventory (PAI) (Morey, 1991, 1996), inventory objektif lainnya
untuk kepribadian orang dewasa, telah menjadi salah satu instrumen penilaian yang paling
sering digunakan dalam praktek klinis dan pelatihan (Piotrowski, 2000). PAI terdiri dari 344
item yang merupakan 22 skala yang menutupi konstruksi paling relevan yang dikaitkan
dengan asesmen gangguan psikologi. 4 skala validitas, 11 skala klinis, 5 skala pengobatan,
dan 2 skala interpersonal. Klien dengan keterampilan dasar membaca biasanya dapat
menyelesaikan PAI dalam waktu kurang dari 1 jam dengan penilaian tiap item pada 4-titik
skala mengurutkan dari yang salah sampai yang sangat benar. Instrumen ini terutama menarik
untuk dokter karena menghasilkan baik hipotesis diagnostik maupun pertimbangan untuk
pengobatan.
Peneliti dan klinisi yang tertarik dalam pengukuran kuantitatif dari gejala individu
dapat menggunakan SCL-90-R (Derogatis, 1994), penilaian laporan diri di mana responden
menunjukkan sejauh mana dia mengalami 90 gejala fisik dan psikologis. Skala yang berasal
dari gejala ini termasuk didalamnya: somatisasi, obsesif-compulsiveness, sensitivitas
interpersonal, depresi, kecemasan, permusuhan, kecemasan fobia, berpikir paranoid, dan
psychoticism. Ada juga skala indeks gejala umum yang dapat digunakan untuk menilai fungsi
keseluruhan. SCL-90-R digunakan untuk mengukur gejala-gejala saat ini dan karena itu dapat
diberikan pada beberapa kesempatan. Sebagai contoh, SCL-90-R dapat digunakan untuk
mengevaluasi apakah jenis tertentu terapi efektif dalam mengurangi gejala dengan pemberian
sebelum dan setelah terapi.
Untuk setiap masalah klinis dan sindrom, ada inventory yang dapat digunakan untuk
tujuan penilaian. Kadang-kadang peneliti dan dokter ingin menilai fenomena klinis atau teori
dimana skala tentang hal tersebut tidak diterbitkan, dan mereka mungkin dihadapkan dengan
tantangan untuk mengembangkan salah satu yang cocok dengan kebutuhan mereka. Contoh
skala yang dikembangkan dengan cara ini, dilakukan pada fenomena yang bervariasi seperti
gangguan makan, ketakutan, impulsif, sikap tentang seksualitas, hypochondriasis, homofobia,
ketegasan, berpikir depresi, gaya kepribadian, dan kesepian.
Pengujian Proyektif
Kami telah membahas beberapa tes yang didasarkan pada premis bahwa metode yang
efektif untuk memahami fungsi psikologis melibatkan tugas yang sangat terstruktur di mana
klien menyediakan informasi laporan diri. Dalam banyak kasus, informasi tersebut cukup
untuk memahami individu. Namun, banyak dokter mengambil posisi teoritis bahwa isu-isu
tak sadar ada di bawah permukaan kesadaran. tes proyektif dikembangkan dengan tujuan
mendapatkan akses ke isu-isu tak sadar.
Tes proyektif adalah teknik di mana klien disajikan dengan item atau tugas yang
ambigu dan diminta untuk menanggapi dengan memberikan artinya sendiri. Agaknya, tes-
taker ini didasari pada isu-isu ketidaksadaran atau konflik; dengan kata lain, ia
memproyeksikan makna sadar ke item. Hal ini diasumsikan bahwa responden akan
mengungkapkan fitur dari kepribadiannya atau masalah yang tidak bisa dengan mudah
dilaporkan secara akurat melalui teknik yang lebih terang-terangan atau jelas. Sebagai
contoh, ambil kasus klien bernama Barry, yang dalam menanggapi item pada
pengukuran/inventory laporan diri tentang hubungan interpersonal, mengatakan bahwa dia
bisa bergaul dengan baik dengan orang lain. Sebaliknya, nya tanggapan pada teknik proyektif
mengungkapkan permusuhan tersembunyi dan kebencian terhadap orang lain.
Yang paling terkenal dari teknik proyektif adalah Rorschach Inkblot Test. Teknik ini
dinamai setelah Psikiater Swiss Hermann Rorschach, yang menciptakan tes di 1911 dan pada
tahun 1921 menerbitkan hasil dari 10 tahun menggunakan teknik ini dalam buku
Psychodiagnostik. Rorschach yang dibangun dengan inkblots dengan menjatuhkan tinta di
atas kertas dan kertas dilipat, menghasilkan desain simetris. sebelum mengakhiri pada 10
inkblots, Rorschach bereksperimen dengan ratusan, mungkin sampai ia menemukan orang
yang memunculkan respon yang paling berguna. Meskipun Rorschach tidak menciptakan
teknik inkblot (itu telah diusulkan oleh Binet pada tahun 1896), ia adalah yang pertama untuk
menggunakan percikan tinta standar sebagai dasar untuk menilai gangguan psikologis.
Sayangnya, Rorschach tidak hidup lama setelah publikasi buku nya; ia meninggal setahun
kemudian, berusia akhir tiga puluhan.
Tes Rorschach terdiri dari serangkaian 10 kartu yang menunjukkan percikan tinta.
Setengah dari inkblots ini berwarna, dan setengah hitam-putih. Klien diinstruksikan untuk
melihat setiap noda tinta dan menanggapi dengan mengatakan menurutnya yang tampak pada
inkblots, menunjukkan hal yang seperti apa. Setelah menjelaskan prosedur, pemeriksa
menunjukkan inkblots satu per satu, tanpa memberikan bimbingan apapun, kecuali yang
diharapkan tes-taker harus menyampaikan seperti apa ia melihat masing-masing noda tinta
tersebut. Tester dilatih untuk tidak memberikan petunjuk tentang bagaimana gabaran cetakan
pada inkblot. Klien kemudian diminta untuk menggambarkan tentang apa yang membuat
inkblot tampak seperti penilaiannya itu. Sementara klien berbicara, tester membuuat rekaman
verbatim terkait respon dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merespon.
Evaluasi Tujuan dari Rorschach mengarah pada kesimpulan bahwa instrumen ini
memiliki kedua keterbatasan dan nilai kegunaan. Meskipun pertanyaan telah diajukan tentang
validitas teknik proyektif (Lilienfeld, Kayu, & Garb, 2000), pengawasan dari penelitian
empiris menyediakan bukti kuat bahwa ketika diberikan dengan benar, Rorschach memiliki
reliabilitas dan validitas mirip dengan lainnya, instrumen kepribadian mapan (masyarakat
untuk Psychological Assessment, 2005).
Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana tanggapan untuk satu set inkblots dapat
digunakan untuk membantu memahami kepribadian seorang individu. Tes Rorschach adalah
salah satu dari beberapa jenis teknik proyektif yang dapat diintegrasikan dengan informasi
yang lebih objektif yang diperoleh dari Inventory klinis laporan diri. Mari kita kembali ke
kasus dari Barry disebutkan sebelumnya, yang menanggapi dengan cara yang berbeda pada
laporan diri dan teknik proyektif mengenai sikapnya terhadap orang lain. Dokter bekerja
dengan data tes-nya akan mencari cara untuk mengintegrasikan pandangan yang berbeda dan
mungkin menyimpulkan bahwa Barry memperdaya dirinya menjadi percaya bahwa ia merasa
lebih positif tentang orang lain selain mungkin terjadi. Hipotesis ini tentang kepribadian
Barry bisa diuji dengan metode proyektif lainnya, wawancara klinis, atau lebih spesifik-
laporan diri yang lebih fokus pada hubungan interpersonal.
Penting untuk diingat bahwa rujukan teoritis dari dokter mempengaruhi pilihan tes apa
yang harus edisertakan dalam perangkat tes. Teknik proyektif yang paling sering dikaitkan
dengan pendekatan yang berfokus pada faktor-faktor penentu perilaku tidak sadar.
Sebaliknya, seorang dokter yang lebih tertarik pada perilaku sadar dan terang-terangan akan
memilih baterai/Perangkat tes yang berbeda dari tes untuk menilai klien dengan gangguan
serius.
Respon Ben untuk kartu Rorschach saya menunjukkan bahwa ambiguitas dari tes
proyektif merangsang berbagai persepsi yang tidak biasa dan istimewa. Dia melihat di kartu
ini (12F) sebuah topeng jahat. Banyak orang melihat kartu ini dan melihat masker; Namun,
Ben melihat topeng ini sebagai jahat, gambar yang lebih menyenangkan dari sekedar
topeng. Selain itu, Ben melihat topeng sebagai melompat keluar untuk menyerang Anda.
Tidak hanya topeng memiliki elemen menyenangkan, tetapi dipandang sebagai seorang
penyerang. Menanggapi berikutnya ke kartu yang sama, Ben melihat inkblot sebagai benih. .
. yang mana . . . kehilangan bagian dari dirinya sendiri, berantakan, mengamuk. Apakah Ben
berbicara tentang dirinya sendiri dalam deskripsi ini?
Respon Ben ke kartu lain, yang juga mengandung warna, secara reflek dan bahkan
lebih ekstrim dalam fantasi. Pada saat Ben melihat kartu ini, yang terjadi menjelang akhir tes,
ia menjadi sibuk dengan fantasi orang dan benda-benda yang datang bersama-sama dan
terkoyak. tanggapan nya menjadi semakin aneh dan tidak berhubungan dengan rangsangan.
Ketika respon yang tidak biasa seperti ini dipasangkan dengan Ben MMPI-2 profile, klinisi
akan berhipotesis bahwa Ben kehilangan kontrol dan merasa panik oleh pengalaman
kehilangan kontrol.
The Thematic Apperception Test (TAT), tes proyektif lain, bekerja pada premis yang
sama seperti Rorschach; ketika disajikan dengan rangsangan ambigu, peserta tes
mengungkapkan aspek-aspek tersembunyi dari kepribadian mereka. Alih-alih inkblots,
rangsangan yang gambar tinta hitam-putih dan foto-foto yangmenggambarkan orang-orang
dalam berbagai konteks ambigu. Instruksi untuk TAT meminta responden untuk
menceritakan kisah tentang apa yang terjadi di setiap gambar, termasuk apa karakter utama
pikirkan dan rasakan, apa acara didahului situasi yang digambarkan, dan apa yang akan
terjadi kepada orang-orang dalam gambar. Beberapa peserta tes menjadi sangat terlibat dalam
menceritakan kisah-kisah ini, seperti gambar-gambar meminjamkan diri untuk beberapa
drama interpersonal yang menarik.
TAT awalnya dipahami oleh Christiana Morgan dan Henry Murray (Morgan & Murray,
1935), bekerja di Psychological Clinic Harvard, dan diterbitkan sebagai metode untuk
menilai kepribadian beberapa tahun kemudian (Murray, 1938, 1943).
Salah satu keuntungan dari TAT adalah fleksibilitasnya. Gambar-gambar
meminjamkan diri untuk berbagai interpretasi yang dapat digunakan untuk penelitian dan
tujuan klinis. Dalam salah satu adaptasi cerdas dari TAT tersebut, psikolog Drew Westen
telah mengembangkan kerangka teoritis yang komprehensif untuk memahami tanggapan
TAT. Kerangka kerja ini didasarkan pada teori hubungan-hubungan objek, perspektif (pada
Bab 4), yang didasarkan pada teori psikodinamik kontemporer. Sistem Westen, yang disebut
Kognisi Sosial dan Obyek Hubungan Skala (SCORS) (Westen, 1991a, 1991b), melibatkan
mencetak TAT bersama dimensi yang menggabungkan kualitas deskripsi orang dan
hubungan mereka. Misalnya, mempengaruhi nada dinilai dengan menganalisis bagaimana
orang-orang dalam cerita-cerita TAT digambarkan; pada satu orang yang ekstrim dapat
digambarkan sebagai jahat atau kekerasan, dan pada ekstrim yang berlawanan mereka dapat
digambarkan sebagai positif dan memperkaya. Manual scoring untuk sistem ini melibatkan
prosedur spesifik untuk menetapkan skor sepanjang dimensi ini, memastikan bahwa ukuran
memiliki keandalan yang tinggi (Westen, Lohr, Silk, & Kerber, 1994).
Tema yang muncul dari tanggapan TAT Ben konsisten dengan isu-isu yang
diidentifikasi di tes kepribadian lainnya, bahwa mereka secara reflek memberikan perhatian
pada kekhawatiran seperti masalah keluarga, depresi, dan ketakutan tentang apa yang terjadi
di sekelilingnya. Ben menjelaskan karakter sebagai orang yang takut oleh kekacauan di
lingkungannya. Dalam cerita Ben, karakter mengamati seseorang diselamatkan dari upaya
bunuh diri. Orang mungkin bertanya-tanya apakah deskripsi Ben hubungan antara karakter
dan ibunya adalah paralel tentang hubungannya dengan ibunya. Menariknya, ia
menggambarkan karakter meninggalkan rumah sebagai melanggar keluar, seolah-olah
rumah adalah penjara yang harus melarikan diri dari tempat itu. Dia pesimis menyimpulkan
bahwa karakter tidak akan dapat mengabulkan keinginan untuk melepaskan diri. Dalam
laporan pada akhir bab ini, Dr. Tobin akan mengintegrasikan data dari tes ini dengan hasil tes
lainnya, saat ia mengumpulkan potongan teka-teki Ben.

PENILAIAN PERILAKU
Sejauh ini, kita telah membahas bentuk penilaian yang melibatkan tes psikologi. Ini
adalah bentuk penilaian yang kebanyakan orang pikirkan ketika mereka membayangkan
bagaimana pendekatan psikolog pada tugas mendiagnosis gangguan psikologis. Bentuk lain
dari penilaian psikologis telah muncul sejak akhir 1960-an, dan hal itu bergantung pada
asumsi yang sangat berbeda dibandingkan dengan pengujian proyektif.
Penilian Perilaku mencakup sejumlah teknik pengukuran berdasarkan rekaman
perilaku individu. Dokter menggunakan teknik ini untuk mengidentifikasi masalah perilaku,
untuk memahami apa yang membuat perilaku ini bertahan, dan untuk mengembangkan serta
menemukan intervensi yang tepat untuk mengubah perilaku ini. Sebagai awalnya dipahami,
penilaian perilaku mengandalkan hampir - paling eksklusif pada rekaman perilaku-perilaku
yang diamati yaitu, tindakan yang dilakukan oleh individu yang dapat diamati orang lain. Ini
adalah sebagian besar reaksi terhadap tradisional model yang mengandalkan kesimpulan
tentang penyebab tersembunyi, seperti penentu sadar atau ciri-ciri kepribadian yang tidak
teramati. Sejak akhir 1970-an, meskipun, penilaian perilaku telah mengalami peningkatan
menjadi memasukkan rekaman pikiran dan perasaan seperti dilansir individu, atau
pengamatan perilaku individu oleh pengamat/observer terlatih, selain tindakan dari luar.
Pendekatan yang umum digunakan termasuk Laporan diri perilaku klien dan observasi klinisi
dari klien.
Pelaporan- Perilaku Diri
Pelaporan- Perilaku Diri adalah metode penilaian di mana klien memberikan
informasi tentang frekuensi perilaku tertentu. Alasan yang mendasari teknik Pelaporan-
Perilaku Diri adalah bahwa informasi tentang perilaku bermasalah harus berasal dari klien,
yang memiliki akses paling dekat dengan informasi penting untuk memahami dan mengobati
masalah perilaku. Informasi ini dapat diperoleh pada sejumlah cara, termasuk wawancara
yang dilakukan oleh dokter, klien pemantauan perilaku diri sendiri, dan penyelesaian salah
satu dari sejumlah daftar periksa atau persediaan yang secara spesifi dirancang untuk tujuan
ini.
Hal ini umumnya diterima dalam konteks klinis bahwa cara terbaik untuk mencari tahu
apa masalah klien adalah bertanya pada mereka; wawancara adalah konteks di mana untuk
melakukan penyelidikan tersebut. Wawancara perilaku adalah bentuk khusus dari interview
klinisi yang berfokus pada perilaku yang dipertimbangkan, serta apa yang didahului dan
diikuti perilaku. Kejadian yang mendahului perilaku disebut anteseden dan kejadian seetelah
perilaku disebut konsekuensi.
Wawancara perilaku telah lama dianggap sebagai bagian integral dari penilaian
perilaku dan terapi, untuk itu adapun dalam konteks ini bahwa klinisi bekerja untuk
memahami masalah yang sedang dipertimbangkan. Ketika mewawancarai klien tentang
perilaku masalah, klinisi mengumpulkan rincian secara dalam terkait- formasi tentang apa
yang terjadi sebelum, selama, dan setelah berlakunya perilaku. Sebagai contoh, ambil kasus
Ernesto, seorang pemuda yang mengembangkan tingkat melumpuhkan kecemasan setiap kali
mulai hujan saat ia mengendarai mobilnya. Dalam wawancara Ernesto, klinisi mencoba untuk
mengembangkan secara tepat pemahaman yang mungkin memunculkan kecemasan dari sifat
serangan ini dan meminta pernyatan spesifik yang berkaitan dengan waktu, tempat, frekuensi,
dan sifat serangan ini. Meskipun dokter ingin memperoleh beberapa informasi latar belakang,
dalam banyak kasus ini terbatas pada informasi yang tampaknya relevan dengan masalah
perilaku. Dalam contoh ini, klinisi akan lebih mungkin untuk fokus pada pengalaman tertentu
dalam sejarah Ernesto yang berhubungan dengan kekhawatiran mengemudi di bawah kondisi
berisiko daripada fokus pada hubungan kehidupan awal.
Dalam wawancara perilaku, klinisi tidak hanya mencoba untuk memahami sifat yang
tepat dari masalah tetapi juga berusaha untuk berkolaborasi dengan klien dalam menetapkan
tujuan untuk intervensi. Apa yang diinginkan klien untuk berubah? Dalam contoh serangan
kecemasan, mungkin klien ingin dapat terus mengemudi setelah hujan mulai, tanpa terganggu
oleh kecemasan dan kegelisahan yang sebelumnya menimpany. Klinisi mencoba untuk
memastikan apakah tujuan klien adalah realistis. Jika pemuda menegaskan bahwa ia ingin
bekerja tanpa pernah merasa cemas setiap saat di dalam mobil, klinisi akan
mempertimbangkan tujuan tersebut realistis dan akan membantu klien menetapkan tujuan
yang lebih dicapai.
Pemantauan diri adalah teknik self-report lain perilaku di mana klien menyimpan
catatan frekuensi perilaku spesifik, seperti jumlah rokok yang dihisap atau kalori yang
dikonsumsi, atau berapa kali dalam sehari pikiran yang tidak diinginkan tertentu datang
kedalam pikiran klien. Mungkin seorang wanita diinstruksikan untuk mencatat dibuku harian
setiap kali dia menggigit kuku jari nya, mendokumentasikan waktu, tempat, dan konteks
perilaku sasaran, perilaku yang menarik atau menjadi perhatian dalam asesmen. Dengan
memberikan perhatian pada perilaku yang mengganggu, dia mungkin akan menyadari bahwa
dia rentan terhadap perilaku menggigit kukunya terutama dalam situasi tertentu. Misalnya, ia
mungkin memperhatikan bahwa dia menggigit kuku adalah dua kali lebih mungkin terjadi
ketika dia sedang berbicara di telepon.
Prosedur pemantauan diri memiliki beberapa keterbatasan. Kebiasaan seperti menggigit
kuku begitu tertanam sehingga orang-orang hampir tidak menyadari mereka terlibat dalam
perilaku tersebut. Masalah lain dengan prosedur pemantauan diri adalah bahwa individu
harus memiliki disiplin untuk menyimpan catatan dari perilaku tersebut. Seperti yang Anda
bayangkan, itu bisa sangat mengganggu mereka yang memiliki kebiasan menggigit kuku
untuk mengambil sebuah buku catatan setiap kali dia mengangkat kuku jari ke mulutnya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, beberapa klinisi mengakui bahwa pengukuran perilaku
dalam dan dari dirinya sendiri mungkin berfungsi sebagai terapi.
Checklist perilaku dan inventory/seperangkat alat telah dikembangkan untuk membantu
dalam penilaian atau rekaman perilaku kecemaan. Dalam menyelesaikan daftar periksa
perilaku atau inventory/alat pemeriksaan, klien memeriksa pada tingkat apakah kejadian atau
pengalaman tertentu telah terjadi. Misalnya, Penilaian Conners Timbangan-Revisi (CRS-R)
(Conners, Erhardt, & Sparrow, 1997) terdiri dari instrumen yang menggunakan peringkat
pengamat dan peringkat laporan diri untuk menilai gangguan-perhatian dan hiperatif dan
mengevaluasi masalah perilaku di anak-anak dan remaja. Berbagai versi CRS-R meminta
data penilaian dari berbagai sumber, termasuk orang tua, guru, pengasuh, dan orang muda
yang mampu membaca dan memahami item (yaitu, seorang remaja). Versi komputerisasi dan
bentuk bahasa Spanyol dari CRS-R juga tersedia. Inventory perilaku lain yang umum
digunakan adalah Fear Srvey Schedule (Wolpe & Lang, 1977), di mana seorang individu
diminta untuk menunjukkan sejauh mana berbagai pengalaman membangkitkan perasaan
takut. Daftar dan persediaan seperti ini sering menarik bagi dokter dan klien, karena mereka
relatif ekonomis dan mudah digunakan.
Namun, dalam banyak kasus adalah penting untuk mengamati dan mengukur perilaku
yang merupakan fokus perhatian. Seorang klien dapat memberitahu dokter tentang sifat dan
frekuensi perilaku mengganggu, tapi klien mungkin mengalami kesulitan melaporkan
perilaku yang memalukan atau menjengkelkan.

Pengamatan Perilaku
Pengamatan perilaku klien merupakan komponen penting penilaian perilaku. Dalam
pengamatan perilaku, klinikal psikologi mengamati individu dan mencatat frekuensi perilaku
spesifik, bersama dengan faktor-faktor relevan situasional apapun. Sebagai contoh, staf
Keperawatan unit psikiatri mungkin diminta untuk mengamati dan merekam perilaku target
individu yang memukul kepalanya ke dinding setiap kali sesuatu yang tidak biasa terjadi.
Atau pengamat sebuah kelas anak hiperaktif mungkin menghitung jumlah kali setiap menit
anak laki-laki keluar dari kursi. Konsekuensi setiap perilaku akan juga dicatat, seperti jumlah
kali guru mengatakan kepada anak untuk duduk.
Langkah awal dalam pengamatan perilaku adalah untuk memilih perilaku target yang
menarik atau di perhatikan. Dalam contoh anak hiperaktif, perilaku target akan menjadi anak
laki-laki bangun dari meja nya pada waktu yang tidak pantas. langkah kedua adalah
menetapkan perilaku target yang jelas. Istilah-istilah yang tidak jelas tidak dapat diterima
dalam konteks pengamatan perilaku. Sebagai contoh, perilaku target "kegelisahan" dalam
anak hiperaktif tidak terlalu jelas untuk mengukur. Namun, pengukuran dapat dilakukan
jumlah berapa kali ia melompat keluar dari kursi.
Idealnya, pengamatan perilaku berlangsung di dalam konteks di mana perilaku target
terjadi. Ini dinamakan dalam pengamatan Vivo. Untuk anak hiperaktif, pengaturan kelas
sangat bermasalah, jadi lebih terbaik perilakunya dapat diamati dan diukur disana, daripada
di laboratorium. Namun, banyak tantangan yang terlibat dalam melakukan seperti penilaian,
termasuk mengatasi efek yang mungkin kehadiran pengamat. Dimungkinkan bahwa perilaku
anak itu akan terpengaruh oleh kenyataan bahwa ia tahu ia sedang diamati, tokoh fenomena
merujuk sebagai reaktivitas. Untuk berurusan dengan beberapa batasan di pengamatan vivo,
klinikal psikologi atau peneliti dapat melakukan pengamatan analog, yang mengambil
tempat pada pengaturan atau konteks dirancang khusus untuk mengamati perilaku target.
Sebagai contoh, anak hiperaktif dapat ditempatkan pada kantor klinis, dimana perilaku dapat
diamati melalui cermin satu-arah. Mungkin anak-anak lain akan disertakan, sehingga
interaksi anak itu dapat diamati dan tertentu target perilaku dapat diukur. Pengamatan analog
memiliki batas-batas, namun, terutama karena situasi buatan.

PENILAIAN MULTIKULTURAL
Ketika psikolog melakukan penilaian, mereka harus mengambil dan pertimbangkan
latar belakang budaya, etnis dan ras seseorang. Dalam beberapa tahun terakhir, penerbit tes
psikologi, terutama mereka yang mengukur kecerdasan, telah bekerja untuk menghapus
budaya terutama yang mengukur kecerdasan, seperti definisi yang akan menjadi akrab
terutama untuk atau atas-tengah-kelas menengah putih Amerika. Akan satu langkah lebih
lanjut, penerbit telah mengembangkan tes khusus tes untuk memberikan penilaian budaya
adil individu dari latar belakang yang berbeda.
Peneliti dan klinikal psikologi telah diperdebatkan selama bertahun-tahun tentang
menggunakan tes psikologi umum untuk menilai individu dari latar belakang budaya dan
etnis. Pertanyaan telah diajukan mengenai bagaimana berlaku pada tes tersebut adalah
dengan orang lain selain kelas menengah Amerika. Sebagai akibatnya, klinikal psikologi
berusaha untuk menghadirkan dampak lebih luas mengenai budaya dan pengalaman latar
belakang ketika mengelola dan menafsirkan penilaian psikologis.
Program pelatihan telah menjadi responsif terhadap kebutuhan untuk mempersiapkan
masa depan klinikal psikologi semakin beragam dan penduduk internasional. Dalam usaha
untuk meningkatkan kompetensi budaya, atau perbedaan apresiasi, peserta harus
mendapatkan cukup pengetahuan latar belakang budaya dari klien yang mereka nilai. Mereka
juga harus belajar untuk melihat secara kritis instrumen penilaian untuk menentukan apakah
tes ini dibangun psychometrically dan divalidasi. Mereka juga harus diawasi dalam belajar
bagaimana melakukan penilaian ini dan dilatih untuk mengenali ketika mereka membutuhkan
lebih lanjut konsultasi (Dana, 2002).

PENILAIAN (EVALUASI) LINGKUNGAN


Dalam mengevaluasi individu, hal ini sering membantu untuk mendapatkan perspektif
sosial atau lingkungan hidup nya. Ketika Anda membaca tentang berbagai pendekatan untuk
pemahaman gangguan psikologis, Anda akan melihat bahwa beberapa menekankan peran
individu yang keluarga atau konteks sosial dalam pengembangan dan kelanjutan dari gejala.
Skala Penilaian lingkungan meminta individu untuk menilai dimensi kunci tertentu
dihipotesiskan untuk pengaruh perilaku. Psikolog Rudolf Moos telah mempengaruhi dalam
mengembangkan instrumen tersebut, yang mencakup penilaian dari lingkungan keluarga,
sekolah, pengaturan masyarakat, atau lembaga perawatan jangka panjang. Untuk contoh,
skala lingkungan keluarga (Moos & Moos, 1986) memiliki individu menilai keluarga mereka
sepanjang dimensi termasuk kualitas hubungan, tingkat pribadi pertumbuhan yang
mempromosikan Keluarga, dan kegiatan yang Keluarga terlibat untuk mempertahankan
sistem. Dalam hubungan domain, skala menilai terpisah berapa banyak kohesi atau komitmen
yang ada antara anggota keluarga, bagaimana ekspresif anggota keluarga adalah untuk satu
sama lain, dan berapa mereka mengekspresikan masalah. Item khusus pada skala ini
bertanya tentang apa mungkin tampaknya menjadi pengalaman keluarga yang biasa, seperti
ketika piring dicuci dan apa keluarga lakukan bersama untuk rekreasi. Pertanyaan lain
memasuki isu-isu yang lebih sensitif, seperti Apakah anggota keluarga memukul satu sama
lain ketika mereka marah dan apakah anggota keluarga berbagi keyakinan agama. Skala
lingkungan keluarga dapat digunakan untuk menilai kualitas, Seperti skala dapat memberikan
informasi penting kepada profesional kesehatan mental tentang pengaruh sosial lingkungan
pada adaptasi individu.
Dalam beberapa tahun terakhir telah ada upaya untuk mengembangkan skala lintas
budaya untuk mengevaluasi lingkungan keluarga. Sebagai contoh, Skala Global lingkungan
keluarga (Rey et al., 1997; Tabel 3,8) mengkuantifikasi kecukupan lingkungan keluarga di
mana seorang anak dibesarkan. Skala menilai variabel seperti sebagai keluarga kemampuan
untuk menyediakan anak dengan fisik yang baik dan perawatan emosional, hubungan aman
lampiran, konsistensi, dan sesuai, pengaturan batas tidak bertanggung jawab. Rey dan rekan-
rekan (2000) ditemukan mengesankan perjanjian antara profesional kesehatan mental di
berbagai negara, termasuk Malaysia, Spanyol, Australia, Indonesia, Amerika Serikat,
Denmark, dan Singapura. Fakta bahwa klinikal psikologi dari budaya yang berbeda tampak
untuk dapat membuat peringkat global lingkungan keluarga dengan hanya pelatihan minimal
ini terutama penting untuk mental Kesehatan peneliti di komunitas ini semakin global.

Tabel 3,8 skala Global lingkungan keluarga


Penilai diperintahkan untuk mempertimbangkan lingkungan keluarga di sebuah kontinum
hipotetis dari 1 sampai 90, dengan memberikan rating keseluruhan kualitas terendah
lingkungan keluarga yang anak terpapar selama periode yang cukup lama (setidaknya 1
tahun)
sebelum usia 12. Informasi harus diperoleh dari berbagai sumber, yang seobjektif mungkin.
Memiliki orangtua tunggal atau keluarga nontradisional dengan sendirinya tidak dinilai
negatif dalam ketiadaan faktor-faktor lain yang merugikan.

Kisaran 81-90 lingkungan keluarga yang memadai


Stabil, aman, dan memelihara untuk anak, dengan perawatan yang konsisten, kasih sayang,
disiplin, dan harapan yang masuk akal.

Kisaran 71-80 lingkungan yang sedikit tidak memuaskan


Terutama stabil dan aman, tetapi ada beberapa konflik dan inkonsistensi tentang disiplin
dan harapan (misalnya, satu orang tua mungkin sering Absen atau tidak tersedia karena
penyakit atau pekerjaan; seorang anak mungkin dapat dipilih untuk perlakuan khusus);
beberapa
perubahan tempat tinggal dan sekolah.

Kisaran 51 70 lingkungan cukup memuaskan


Moderat perselisihan orangtua (yang mungkin mengakibatkan pemisahan atau perceraian),
konflik tentang disiplin dan harapan, pengawasan atau perawatan orangtua yang tidak
memuaskan ,sering berubah tempat tinggal atau sekolah.

Kisaran 31-50 lingkungan keluarga miskin


perselisihan orangtua yang gigih , pemisahan bermusuhan dengan masalah dengan hak
asuh, terpapar lebih dari satu orang tua tiri, substansial
ketidakkonsistenan orang tua atau perawatan yang tidak memadai, beberapa pelecehan
(dengan gambar atau saudara kandung) atau pengabaian, pengawasan yang buruk, sangat
sering perubahan tempat tinggal atau sekolah.

Kisaran lingkungan sangat miskin 11-30


Beberapa, biasanya gambar orang tua berumur pendek (misalnya ayah nakal), orang tua
yang parah, ketidakkonsistenan atau perawatan yang tidak tepat,
bukti pelecehan yang substansial (mis., disiplin kejam) atau kelalaian, atau kurangnya
pengawasan orang tua.
Rentang 1-10 Lingkungan Sangat Miskin
Lingkungan keluarga yang sangat terganggu, seringkali mengakibatkan anak dijadikan
bangsal negara, dilembagakan, atau ditempatkan
asuh lebih dari satu kali; bukti penganiayaan, pengabaian, atau perampasan yang ekstrem.
Sumber: Ray et al., 1997

PENILAIAN FISIOLOGIS
Banyak gangguan psikologis terjadi di hadapan gangguan fisiologis yang baik harus
berkontribusi atau setidaknya mungkin memiliki bantalan pada kondisi perorangan. Kadang-
kadang gangguan dilokalisasi dalam otak, mungkin dalam bentuk kelainan struktural. Atau
mungkin seseorang memiliki gangguan fisik, seperti diabetes, AIDS atau hipertiroidisme
(tiroid terlalu aktif), yang menyebabkan yang dialami individu mengubah fungsi psikologis.
sebagian gangguan psikologis ditemukan memiliki menyertai kelainan fisiologis, evaluasi
individu status fisiologi telah menjadi aspek utama dari asesmen psikologis lengkap. Dalam
beberapa kasus, kelainan fungsi fisiologis menjadi fitur utama diagnosis.

Penilaian Psychophysiological
Sejak awal berdirinya terapi perilaku, banyak klinikal psikologi dan Para peneliti
telah tertarik dalam menilai perubahan tubuh yang berhubungan dengan psikologis atau
pengalaman emosional, terutama perubahan sistem kardiovaskular seseorang, otot, kulit, dan
otak. Untuk mengukur perubahan-perubahan ini, mereka menggunakan prosedur penilaian
psychophysiological, yang memberikan kekayaan informasi tentang tanggapan tubuh
individu untuk situasi tertentu. Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh
darah. Seperti yang Anda ketahui dari berpikir tentang situasi di mana Anda merasa takut,
detak jantung Anda dapat perubahan drastis dalam waktu singkat. Bahkan berpikir tentang
sesuatu yang takut Anda dapat menyebabkan perubahan sistem kardiovaskular Anda.
Berbagai perangkat pengukuran yang digunakan Monitor kardiovaskular berfungsi, yang
paling umum yang merupakan Elektrokardiogram (ECG), yang mengukur listrik daya gerak
yang melewati jantung dan menyediakan indikasi dari apakah jantung memompa darah
secara normal. Tekanan darah adalah ukuran dari perlawanan yang ditawarkan oleh arteri
mengalir ke darah yang dipompa dari hati. Penilaian fungsi kardiovaskular dapat digunakan
untuk memberikan informasi tentang fungsi psikologis seseorang, juga tingkat resiko nya
untuk mengembangkan berbagai stres yang berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi
jantung dan pembuluh darah. Ketegangan otot, indikator stres fisiologis, dinilai melalui
Elektromiografi (EMG), ukuran dari aktivitas listrik dari otot-otot. Teknik ini digunakan
dalam penilaian dan pengobatan ketegangan terkait gangguan, seperti sakit kepala, yang
parah dan kontraksi otot terus-menerus. Kulit individu juga menyediakan informasi penting
tentang apa yang orang mengalami emosional. Banyak orang berkeringat ketika mereka
merasa gugup, yang menyebabkan listrik perubahan pada kulit disebut respon electrodermal.
respon Ini, juga disebut galvanic skin response (GSR), indikator sensitif dari tanggapan
emosional, seperti ketakutan dan kecemasan.
FMRI dengan cepat menjadi metode tambahan penting untuk penilaian psikologis.
Seiring iring waktu metode ini sering digunakan dengan kecanggihan yang meningkat pula,
para peneliti mendapatkan lebih banyak aplikasi yang dapat digunakan dalam berbagai
konteks, mulai dari pemasaran produk komersial hingga mendeteksi penipuan pada penjahat.
FMRI dapat memberikan gambaran bagaimana orang bereaksi terhadap rangsangan secara
real time, sehingga memungkinkan untuk menghadirkan rangsangan kepada individu sambil
memantau reaksi otak.
Penggunaan MRI sebagai korelasi tes neuropsikologis nampaknya merupakan tempat
yang logis untuk mulai mengintegrasikan imajinasi otak ke dalam penilaian psikologis,
karena pengujian neuropsikologis mencoba untuk mengidentifikasi daerah otak yang terkait
dengan perilaku deficit tertentu. Neurological soft signs (NSS) adalah kelainan perilaku
minor, seperti koordinasi motorik yang salah, perbedaan dalam sensasi dan persepsi, dan
masalah dalam mengurutkan tugas motorik yang kompleks. Individu yang didiagnosis
dengan kelainan psikotik diketahui menunjukkan NSS, namun NSS juga sangat lazim pada
individu sehat, dengan tingkat berkisar antara 0 sampai 50 persen. Bagaimanapun, beberapa
penelitian sampai saat ini telah mencoba untuk mengidentifikasi substrat neuroanatomical
dari kelainan ini. Individu yang berusia antara 17 sampai 55 tahun tanpa bukti gangguan
psikotik, trauma kepala, penyakit neurologis, atau masalah bahasa Inggris diberikan MRI
bersamaan dengan tes fungsi otak yang dikenal dengan Skala Evaluasi Neurologis, yang
menilai fungsi sensorik, koordinasi motorik, dan integrasi sensorik dan fungsi motorik.
Individu yang menunjukkan penurunan yang lebih besar dalam volume area kortikal yang
melibatkan proses perhatian, pendengaran, taktil, dan bahasa, atau dalam integrasi
rangsangan audio dan visual juga menunjukkan jumlah yang lebih besar pada tes integrasi
sensorimotor. Menariknya, pola yang ditemukan pada individu normal (non-bedah) sama
dengan yang ditemukan pada individu dengan gangguan psikotik, menunjukkan bahwa ada
satu set umum perubahan neuroanatomis yang terlibat dalam pengembangan kinerja tes
neurologis yang abnormal.
Selain menggunakan MRI sebagai alat penilaian, peneliti merasa bahwa mereka dapat
memberi nilai dalam mengidentifikasi disfungsi otak spesifik yang terkait dengan gangguan
tertentu. Sebuah tim peneliti Jerman membandingkan MRI wanita dengan Major Depressive
Disorder (MDD) dan tugas belajar pada kontrol emosi, dimana benda dipasangkan dengan
wajah yang menampilkan satu dari enam emosi. Wanita dengan MDD mengalami kesulitan
mempelajari pasangan wajah yang mengekspresikan rasa takut, terkejut, dan jijik. Selain itu,
mereka yang memiliki MDD memiliki volume amigdala yang lebih besar, organ dalam
sistem limbik yang terlibat dalam respons emosional. Namun, ketika kedua status depresi dan
ukuran amigdala dipertimbangkan bersama, hanya wanita dengan MDD dan yang lebih besar
yang menunjukkan gangguan kinerja pada tugas belajar emosi. Memori emosional defisit,
mungkin terkait dengan perubahan otak terkait dengan pengembangan MDD.
Teknik neuroimaging lain yang digunakan untuk menilai kelainan fungsi otak adalah
Positron Emission Tomography (PET) atau varian teknik ini dikenal sebagai Single Photon
Emission Computed Tomography (SPECT). Dalam metode ini, senyawa berlabel
radioaktif disuntikkan ke dalam pembuluh darah seseorang dalam jumlah sangat kecil.
Senyawa ini berjalan melalui darah ke otak dan mengeluarkan elektron bermuatan positif
yang disebut positron, yang kemudian dapat dideteksi seperti sinar-X di CT. Warna-warna
cerah di ujung spektrum merah mewakili tingkat aktivitas yang lebih tinggi, dan warna pada
spektrum biru-hijau-violet spektrum mewakili tingkat aktivitas otak yang lebih rendah. Apa
yang sangat menarik tentang proses ini adalah pemindaian PET dapat menunjukkan di mana
aktivitas mental otak diambil; Dengan demikian, pemikiran atau tugas khusus menyebabkan
daerah otak menyala. Selain kegunaan PET scan dalam mengukur aktivitas mental, prosedur
ini sangat berharga dalam mempelajari apa yang terjadi di otak setelah konsumsi zat, seperti
obat-obatan.
Teknik penilaian fisiologis yang canggih tidak secara rutin disertakan karena faktor
biaya yang relatif tinggi. Namun pada saat yang sama, klinisi menyadari pentingnya
mengevaluasi kemungkinan bahwa kelainan medis dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap gangguan psikologis seseorang.
Kembali ke kasus Ben. Ingat bagaimana dia mengatakan kepada Dr. Tobin bahwa
kekhawatirannya tentang kemungkinan polisi mengikutinya kembali ke saat dia menderita
luka ringan menyusul tabrakan sepeda dengan mobil polisi. Saat Dr. Tobin berusaha
memahami sifat gejala Ben, dia mempertimbangkan kemungkinan bahwa dia mungkin telah
mengalami cedera otak yang sebelumnya tidak terdiagnosis dalam kecelakaan ini. Karena itu,
dia merekomendasikan agar Ben berkonsultasi dengan ahli saraf untuk melakukan evaluasi.
Dalam prosedur ini, sebuah MRI dilakukan; Meskipun hasilnya tidak menunjukkan adanya
kerusakan otak yang terdiagnosis, ahli saraf tersebut mencatat beberapa kelainan otak ringan
dalam bentuk ventrikel yang membesar. Meskipun seorang dokter tidak akan membuat
diagnosis kejiwaan berdasarkan informasi ini, Dr. Tobin benar-benar mencatat fakta bahwa
pembesaran ventrikel terkadang dikaitkan dengan skizofrenia.

Penilaian Neuropsikologis
Penilaian Neuropsikologis adalah proses pengumpulan informasi tentang fungsi otak
klien berdasarkan kinerja pada tes psikologis. Alat penilaian neuropsikologis yang paling
terkenal adalah Tes Battery Neuropsikologi Halstead-Reitan, serangkaian tes yang dirancang
untuk mengukur fungsi sensorimotor, perseptual, dan verbal. Tes ini dikembangkan oleh
psikolog Ralph Reitan. Setiap tes melibatkan tugas khusus yang mengukur hubungan
perilaku-otak tertentu yang dihipotesiskan. Dokter dapat memilih dari serangkaian tes,
termasuk Uji Kategori Halstead, Uji Kinerja Taktis, Uji Irama, Tes Persepsi Suara, dan Tugas
Goyangan Jari. Tes ini dikembangkan dengan membandingkan kinerja orang dengan
berbagai bentuk kerusakan otak yang ditentukan melalui pengukuran independen, seperti
sinar-X pada tengkorak, otopsi, dan pemeriksaan fisik. Selain tes ini, tes battery mungkin
termasuk MMPI sebagai ukuran variabel kepribadian yang dapat mempengaruhi kinerja
individu. Juga, WAIS dapat diberikan untuk mengumpulkan informasi tentang fungsi
kognitif secara keseluruhan.
Selanjutnya, prosedur konten, administrasi, dan penilaiannya lebih terstandarisasi.
Sebuah versi penelitian dari instrumen yang dikenal sebagai Luria-Nebraska III (LNNB-III),
sedang diuji untuk memperluas jangkauan item yang ada pada tes battery dan untuk
mengizinkan penggunaannya untuk pasien dengan penurunan nilai motor atau ucapan.
Meskipun Halstead-Reitan dan Luria-Nebraska dianggap tepat, administrasi mereka
melibatkan keterampilan dan pelatihan yang canggih. Dengan semakin memperhatikan
kebutuhan akan instrumen penilaian neuropsikologis yang dapat diberikan, dicetak, dan
ditafsirkan secara efisien. The Neuropsychological Assessment Battery (NAB) adalah
instrumen terpadu yang komprehensif yang terdiri dari 33 tes yang menilai beragam
keterampilan dan fungsi neuropsikologis pada orang dewasa. Tes dikelompokkan menjadi
enam modul: (1) Perhatian, (2) Bahasa, (3) Memori, (4) Tata Ruang, (5) Fungsi Eksekutif,
dan (6) Skrining, modul yang memungkinkan klinisi menentukan modul yang sesuai untuk
diberikan pada masing-masing individu. NAB sangat menarik karena penilaian biasanya bisa
selesai dalam waktu kurang dari 4 jam.
MENGKOLABORASIKAN SEMUA HASIL
Pada akhir penilaian, klinisi harus memiliki pemahaman yang luas pada klien
berdasarkan jumlah individu, dan juga pemahaman tentang area perhatian klien. Klinisi
mengumpulkan kasus yang menggambarkan situasi dan latar belakang klien saat ini secara
komprehensif dan rinci. Dengan menggunakan model biopsikososial, klinisi akan
mengevaluasi sejauh mana faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural telah berkontribusi
dan mempertahankan masalah seseorang. Faktor-faktor ini akan mencakup komponen seperti
alasan evaluasi, riwayat masalah, pengalaman dengan penggunaan narkoba, riwayat
kesehatan umum, sejarah kehidupan pribadi, riwayat kerja dan sekolah, masalah hukum masa
lalu, riwayat keluarga, fungsi fisik, dan penemuan status mental. Dengan demikian, klinisi
dihadapkan pada tugas berat untuk membedakan banyak faktor yang mungkin terjadi.

Alasan Melakukan Tes


Meskipun Ben Robsham telah menyatakan bahwa alasannya untuk meminta
pemeriksaan oleh psikiater adalah keingintahuannya tentang sifat tes ini, jelas bahwa dia
memiliki kekhawatiran tentang keadaan psikologisnya. Karena tidak dapat mengemukakan
kekhawatiran ini dengan jelas, tampaknya Ben melihat tes psikologi sebagai konteks dimana
gangguannya akan terkuak, sehingga membuatnya mendapatkan bantuan profesionalnya.
Dua fakta membenarkan administrasi tes psikologi, juga evaluasi neurologis. Pertama,
Ben telah mengungkapkan gagasan yang terdengar delusional, termasuk keyakinannya bahwa
polisi mungkin mengikutinya. Kedua, dia menggambarkan sebuah kecelakaan dimana dia
menderita luka ringan, mungkin termasuk cedera kepala yang tidak terdiagnosis.

Identifikasi Informasi
Pada saat penilaian, Ben berusia 21 tahun, tinggal dengan keluarganya, dan bekerja
paruh waktu di supermarket. Dia menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi, jurusan ilmu
politik dengan aspirasi karir akhirnya mencalonkan diri sebagai jabatan publik.

Observasi Tingkah laku


Ben dengan santai mengenakan pakaian khas mahasiswa, memakai topi wol yang
menutupi rambut dan telinga, serta sarung tangan kulit hitam. Awalnya dia merasa tegang
dan khawatir tentang kemungkinan dilihat di pusat konseling oleh orang-orang yang
mengenalnya. Dalam pertemuan berikutnya, kekhawatiran ini berkurang. Umumnya, Ben
bersikap sopan dan kooperatif. Saat melakukan tes, Ben sering berkomentar, seperti "ini
benar-benar membuat Anda memandang diri sendiri dengan baik." Kadang-kadang, dia
tampak defensif tentang tanggapannya. Misalnya, ketika ditanya tentang arti dua kalimat
yang tidak jelas pada sentence blank yang Tidak Jelas, dia dengan singkat menjawab, "Itulah
yang saya maksudkan." Dalam beberapa hal, dia menanggapi secara saksama untuk menguji
dan mengajukan pertanyaan percakapan.

Sejarah yang Relevan


Ben Robsham tumbuh di keluarga kelas menengah. Dia menggambarkan masa kecilnya
sebagai masalah, baik di rumah maupun di sekolah. Sebagian besar waktu Ben dihabiskan
dalam hobi soliter seperti mendengarkan musik rock. Dia tidak memiliki teman dekat dan
lebih suka tinggal di rumah daripada bersosialisasi. Dia menggambarkan hubungan
antagonistik dengan adiknya, Doreen, yang berusia 2 tahun lebih tua. Ben berbicara tentang
bagaimana dia hampir selalu berjuang melawan Doreen dan bagaimana Mrs. Robsham selalu
memihak Ben dalam pertengkaran. Hal ini mencerminkan apa yang Ben anggap sebagai gaya
pengasuhan ibunya yang terlalu protektif. Dalam menggambarkan ibunya, Ben berbicara
tentang dia sebagai "dia yang akan terus mengomel dan mengoceh tentang hal-hal gila
sepanjang waktu." Dia juga mencatat bahwa dia telah mengalami kelainan psikiatri
setidaknya dua kali selama masa kecilnya untuk apa yang telah dijelaskan. sebagai
"gangguan saraf", Ben menjelaskan bahwa ayahnya memiliki hubungan minimal dengan
anggota keluarga, terutama di tahun-tahun setelah rawat inap pertama istrinya. Meski
memiliki keistimewaan, Ben berhasil melewati sekolah menengah atas dan diterima di
perguruan tinggi. Beberapa bulan sebelum tes, Ben terlibat dalam tabrakan lalu lintas kecil
dengan sebuah mobil polisi saat mengendarai sepedanya. Dalam kecelakaan itu, dia terjatuh
dari sepedanya dan melukai dirinya sendiri. Petugas tersebut berbicara dengan tegas kepada
Ben tentang cerobohnya ia menggunakan sepeda, menyebabkan Ben merasa takut. Pada
bulan-bulan berikutnya, kekhawatiran Ben tentang polisi semakin intensif. Misalnya, dia
menggambarkan satu kejadian dimana dia berjalan melalui demonstrasi mahasiswa yang
memprotes sebuah proyek penelitian kampus yang didanai oleh Central Intelligence Agency.
Saat melihat petugas polisi, Ben menjadi cemas dan khawatir bahwa dia mungkin akan
ditangkap. Di hari-hari dan minggu-minggu berikutnya, dia semakin takut. Dia mulai
khawatir teleponnya bisa disadap, suratnya dibaca, dan makanannya diserang dengan
tambahan zat zat lain yang membahayakan. Sejak saat itu, Ben melaporkan, dia terus
khawatir bahwa dia sedang diikuti oleh polisi dan bahwa mereka berusaha untuk
mendapatkan tuduhan palsu atas dia. Menurut Ben, pada beberapa kasus, dia melihat "agen
Nazi yang dikirim oleh polisi" untuk membuntuti dia.

Prosedur evaluasi
Wawancara diagnostik, WAIS-IV, MMPI-2, Rorschach, dan TAT.

Interpretasi dan Pesan


Ben Robsham adalah pemuda yang sangat bermasalah yang sangat mencari
pertolongan. Dia mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan pemikiran, ketidakstabilan
emosional, dan hilangnya kontak dengan kenyataan. Ben memiliki kecerdasan rata-rata, tanpa
kekuatan atau defisit yang berarti. Namun, kualitas banyak tanggapannya mencerminkan
proses berpikir yang tidak biasa. Misalnya, ketika diminta untuk mendefinisikan kata musim
dingin, dia menjawab, "Itu berarti kematian." Ada kemungkinan konflik dan proses berpikir
yang tidak biasa, seperti yang tercermin dari tanggapan ini, mengganggu kinerja uji
intelektualnya, yang lebih rendah daripada norma untuk mahasiswa. Ben melihat dunia
sebagai tempat yang tidak menyenangkan, dipenuhi orang-orang yang baik jahat atau di
ambang batas yang mengerikan. Ben menjaga jarak dari orang lain. Perasaannya tentang
wanita dicirikan oleh ambivalensi. Di satu sisi, dia menghendaki agar perempuan menjadi
pengasuh nurturant; Namun, di sisi lain, melihat mereka sebagai kontrol dan menggoda.
Ambivalensi tentang wanita ini semakin diperparah oleh kebingungannya tentang
seksualitasnya sendiri. Meskipun tidak eksplisit dia menjelaskan masalah ini, ada banyak
sindiran dalam tanggapannya terhadap kekhawatiran tentang orientasi seksualnya.
Beberapa faktor tampaknya berkontribusi pada gangguan Ben. Ibu Ben memiliki
riwayat gangguan kejiwaan. Meski tidak ada diagnosis tersedia untuk wanita ini, sejarah dan
perilaku yang digambarkan Ben pada ibunya adalah hal yang biasa ditemukan pada penderita
skizofrenia. Tekanan pencapaian menjadi mahasiswa di perguruan tinggi mungkin terasa luar
biasa baginya, dia juga sering kali mengintensifkan perasaannya yang vulgar. Kecelakaan
kecil Ben beberapa bulan yang lalu mungkin telah menyebabkan luka fisik dan emosional,
yang mendorongnya ke ambang kehilangan kendali atas pikiran, tingkah lakunya, dan
emosinya. Meskipun data penilaian neurologis (MRI) tidak menghasilkan cedera otak yang
terdiagnosis, Dr. Machmer mencatat sedikit kelainan otak dalam bentuk ventrikel otak yang
membesar.
Singkatnya, pemuda ini hampir putus asa dengan kenyataan dan sangat memerlukan
bantuan profesional. Ben membutuhkan psikoterapi saat ini dan harus segera dievaluasi
mengenai kemungkinan pemberian resep obat yang dapat mengatasi kesehatan mentalnya
yang memburuk dan tingkat kecemasannya yang meningkat.

Rekomendasi
Saya akan merujuk Ben untuk konsultasi psikiatri. Saya menyarankan agar dia
dievaluasi untuk pengobatan antipsikotik untuk mengobati tanda-tanda gangguan
psikologisnya yang parah: pemikiran menyeluruh, halusinasi, dan kecemasan ekstrem. Saya
juga akan merujuk Ben untuk psikoterapi jangka panjang yang membantu dia
mengembangkan perilaku adaptif yang lebih tepat, seperti keterampilan sosial dan strategi
penanggulangan.
Sarah Tobin, PhD

RINGKASAN
Asesmen adalah prosedur di mana seorang klinisi mengevaluasi klien dari segi faktor
psikologis, fisik, dan sosial yang mempengaruhi fungsi individu. Beberapa alat
asesmen berfokus pada struktur dan fungsi otak, yang lain menilai kepribadian, dan
yang lainnya berorientasi pada fungsi intelektual.
Wawancara klinis adalah alat asesmen yang paling umum digunakan untuk
mengembangkan pemahaman tentang masalah klien, riwayat, dan aspirasi masa depan
klien saat ini. Wawancara yang tidak terstruktur adalah serangkaian pertanyaan
terbuka yang ditujukan untuk menentukan alasan klien dalam pengobatan, gejala,
status kesehatan, latar belakang keluarga, dan riwayat hidup. Wawancara terstruktur,
yang didasarkan pada kriteria objektif, terdiri dari serangkaian pertanyaan standar,
dengan kata dan urutan yang telah ditentukan sebelumnya.
Klinisi menggunakan pemeriksaan status mental untuk menilai perilaku dan fungsi
klien, dengan perhatian khusus pada gejala yang terkait dengan gangguan psikologis.
Klinisi menilai penampilan dan perilaku klien, orientasi, konten pikiran, gaya berpikir
dan bahasa, pengaruh dan mood, pengalaman persepsi, rasa diri, motivasi, fungsi
kognitif, dan wawasan dan keputusan. Psikotes mencakup berbagai teknik di mana
informasi tentang fungsi psikologis diperoleh. Mereka yang mengembangkan dan
mengelola tes psikologi memperhatikan prinsip psikometrik, seperti validitas,
reliabilitas, dan standarisasi. Tes kecerdasan, khususnya skala Wechsler, memberikan
informasi tentang fungsi kognitif individu. Tes kepribadian, seperti keadaan klinis diri
klien sendiri (mis., MMPI-2) dan teknik proyeksi (mis., Rorschach), menghasilkan
data yang berguna untuk mengungkapan pemikiran, perilaku, dan emosi seseorang.
Penilaian perilaku mencakup teknik pengukuran berdasarkan rekaman perilaku
seseorang, seperti self-report tentang perilaku, wawancara perilaku, pemantauan diri,
dan pengamatan perilaku. Dalam asesmen lingkungan, penilaian diberikan mengenai
dimensi kunci, seperti lingkungan keluarga, yang mempengaruhi perilaku. Teknik
psikofisiologis dan fisiologis menilai fungsi dan struktur tubuh. Teknik
psikofisiologis mencakup tindakan seperti EKG, tekanan darah, EMG, dan respons
emosional lainnya. Langkah-langkah fisiologis meliputi teknik ilustrasi otak, seperti
EEG, CT scan, MRI, fMRI, PET, dan teknik lainnya untuk menilai kelainan pada
tubuh, terutama otak. Teknik penilaian neuropsikologi memberikan informasi
tambahan tentang disfungsi otak berdasarkan data yang diperoleh dari kinerja
individu pada tes psikologis khusus seperti Uji Tegangan Neuropsikologi Halstead-
Reitan.

Anda mungkin juga menyukai