Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Disusun Oleh :

TRIA MARGERRIE PUTRIANI

(1102012299)

Pembimbing :

Dr. Hediana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 26 SEPTEMBER - 2 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI RSUD PASAR REBO
JAKARTA
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. G

Tanggal Lahir/Umur : 8 Juli 2015 / 1 tahun 3 bulan

BB/TB : 11 kg/ 76 cm

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Cipayung, Jakarta Timur

Masuk RS : 11 Oktober 2016

Tgl.Pemeriksaan : 12 Oktober 2016

No. RM : 2016-719146

B. Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama : Tn. H Ny. D

Usia : 33 tahun 35 tahun

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMA SMA

Pekerjaan : Pegawai Swasta IRT

Hub. dengan orang tua : Anak kandung


II. ANAMNESIS

Alloanamnesa dengan orangtua pasien (12 Oktober 2016)

A. Keluhan utama

Bengkak di kedua kelopak mata dan kaki sejak 1 minggu SMRS.

B. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli anak RSUD Pasar Rebo dengan keluhan bengkak di kedua kelopak
mata dan kaki sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan tersebut dirasakan saat pasien bangun tidur.
Pasien juga mengalami bengkak pada kemaluannya sejak 1 hari yang lalu. Keluhan tidak disertai
demam, batuk, pilek maupun sesak napas. Keluhan mual dan muntah juga disangkal oleh orangtua
pasien. Orangtua pasien mengatakan bahwa BAK pasien lancar, berwarna kuning jernih. Tidak
terdapat kencing berbusa dan darah pada BAK pasien. BAB lancar, lunak, berwarna kecoklatan.
Terdapat penurunan nafsu makan, menurut ibu pasien, pasien hanya mau minum ASI dan minum
kuah sayuran.

C. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit ginjal sebelumnya disangkal.

D. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat seperti asma, alergi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus disangkal oleh orangtua
pasien. Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara, dan kakak kandung pasien tidak mengalami
hal serupa yang pasien rasakan. Tidak terdapat riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

E. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Riwayat kehamilan
Status obstetri ibu pasien P3A0, pasien merupakan anak ke-3. Selama kehamilan ibu tidak
pernah sakit berat, tidak mengonsumsi obat-obatan, tidak pernah merokok dan minum-
minuman beralkohol. Ibu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur
di bidan.
Riwayat persalinan
Pasien lahir secara sectio cesaria dengan usia kehamilan 40 minggu. Berat lahir 3400 gram,
panjang badan 50 cm, nangis spontan.

F. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Psikomotor
- Tengkurap : 4 bulan
- Duduk : 6,5 bulan
- Merangkak : 8 bulan
- Berjalan : 1 tahun
- Bicara : Belum bisa bicara

G. Riwayat imunisasi
Ibu pasien mengatakan imunisasi pasien lengkap dan sesuai dengan jadwal
imunisasi.

H. Riwayat sosial ekonomi, lingkungan, gaya hidup


Sosial Ekonomi : Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta sedangkan Ibu pasien ibu
rumah tangga.

III. PEMERIKSAAN

A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Frek. napas : 24 x/menit
Suhu : 36,00C
Kepala : Normocephal
Mata : Pupil bulat isokor, Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Edema
palpebra superior dan inferior +/+
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Lidah : Bercak putih (-), tremor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher :Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS 5 Linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas pinggang jantung linea parastrenalis sinistra ICS 3
Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra ICS 4
Batas jantung kiri linea mid clavicula sinistra ICS 5
Auskultasi :Bunyi jantung 1 & 2 reguler, gallop (-) murmur (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Tidak teraba kelainan dan massa pada seluruh lapang paru. Fremitus taktil
dan vocal statis dan dinamis kanan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), slam (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Abdomen cembung
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Hepar dan lien tidak teraba membesar, turgor
kembali cepat
Perkusi : Tympani di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema pada kaki +/+
STATUS GIZI

Antropometris:
Berat Badan (BB) : 11 kg
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) : 76 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Lingkar lengan atas : 16 cm
Kesimpulan status gizi : Gizi baik/cukup

B. Data Laboratorium (11/10/2016)

Hematologi Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 11.1 13.2-17,3 gr/dL

Hematokrit 33 40-52 %

Leukosit 8.58 3.800-10.600 10*3/uL

Eritrosit 4.4 4,4-5,9 Juta/uL

Trombosit 329 150-440 Ribu/uL

Kimia Klinik Nilai Rujukan Satuan

Protein Total 3.03 6.00-8.00 g/dL

Albumin 1.11 3.50-5.20 g/dL

Globulin 1.92 <2 g/dL

Ureum Darah 14 <48 mg/dL

Kreatinin Darah 0.52 <1.00 mg/dL

eGFR 395.6 mL/min/1.73 m2


Gas Darah dan Elektrolit Nilai Rujukan Satuan

Natrium (Na) 130 135-147 mmol/L

Kalium (K) 4.1 3.5-5.0 mmol/L

Kalsium Ion (Ca++) 1.19 1.00-1.15 mmol/L

(12/10/2016)
Urinalisa Nilai Rujukan Satuan

Makroskopis

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Kimia Urin

Berat Jenis 1.003 1.015-1.025

pH 5.0 4.8-7.4

Glukosa Negatif Negatif mg/dL

Bilirubin Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Darah/Hb Negatif Negatif

Protein 2+ Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit esterase (1+) Negatif

Sedimen

Leukosit 15 <6 /uL

Eritrosit 25 <6 /uL


Silinder 0.0 <0.5 /uL

Epitel 25 <4 /uL

Kristal 0 <20 /uL

Bakteria 57 <23 /uL

Kimia Klinik Nilai Rujukan Satuan


Kolesterol Total 409 112-203 mg/dL

(14/10/2016)
Kimia Klinik Nilai Rujukan Satuan
Albumin 2.16 3.50-5.20 g/dL

USG Saluran Kemih


Ginjal Kanan :
Besar dan bentuk normal. Batas parenkim dengan central echocomplex baik.
Sistem pelvicocalyces tidak melebar. Tidak tampak batu/SOL.
Ginjal Kiri:
Besar dan bentuk normal. Batas parenkim dengan central echocomplex baik.
Sistem pelvicocalyces tidak melebar. Tidak tampak batu/SOL.
Vesika Urinaria:
Dinding tidak menebal. Tidak tampak batu/SOL.
Kesan : Tidak tampak kelainan pada saluran kemih

V. DIAGNOSIS
Sindrom Nefrotik

VI. DIAGNOSIS BANDING


Kelainan minimal
Glomerulosklerosis fokal segmental
VII. TATA LAKSANA
Non Farmakoterapi:
1. Diet rendah garam
Farmakoterapi:
1. Ceftriaxone 1 x 500mg
2. Lasix 2 x 10mg
3. Prednison 2-1-1

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP

12 Oktober 2016 13 Oktober 2016

S Bengkak pada kelopak mata (+/+), bengkak pada Bengkak pada kelopak mata (+/+), bengkak pada
kaki (+/+), bengkak pada kemaluan (+). Batuk (-) kaki (+/+), bengkak pada kemaluan (+) berkurang.
pilek (-), sesak (-), mual (-), muntah (-). BAB dan Batuk (-) pilek (-), sesak (-), mual (-), muntah (-).
BAK (+) lancar. Terdapat penurunan nafsu makan, BAB dan BAK (+) lancar, masih terdapat
minum mau. penurunan nafsu makan, minum mau.
O
K.U:Baik K.U:Baik
Kes : Komposmentis Kes : Komposmentis

TD : 100/60 mmHg TD : 100/60 mmHg

Suhu : 36,0 oC Suhu : 37,5 oC

HR : 100 x/m HR : 100 x/m

RR : 24 x/m RR : 24 x/m

Kepala = Normocephal Kepala = Normocephal

Mata = bulat,isokor, CA(-/-), SI(-/-), Refleks Mata = bulat,isokor, CA(-/-), SI(-/-), Refleks
cahaya(+/+), edema (+/+) cahaya(+/+), edema (+/+)

THT = THT =

Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-) Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-)

Hidung : sekret (-) Hidung : sekret (-)

Tengorokan : Faring hiperemis (-) Tengorokan : Faring hiperemis (-)

Leher: tidak ada pembesaran KGB Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax = Thorax =

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-) Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/-) Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/-)

Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-), Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, Hepar-lien tidak teraba,

Ekstremitas = Akral hangat, edema (+) Ekstremitas = Akral hangat, edema (+)

A Sindroma Nefrotik Sindroma Nefrotik


P Diet rendah garam Diet rendah garam
Ceftriaxone 1 x 500mg Ceftriaxone 1 x 500mg
Lasix 2 x 10mg Lasix 2 x 10mg
Prednison 2-1-1 Prednison 2-1-1
Albumin 20% 100cc
14 Oktober 2016 15 Oktober 2016

S Bengkak pada kelopak mata (+/+), bengkak pada Bengkak pada kelopak mata (+/+), bengkak pada
kaki (+/+), bengkak pada kemaluan (-). Batuk (-) kaki (+/+), bengkak pada kemaluan (-). Batuk (-)
pilek (-), sesak (-), mual (-), muntah (-). BAB dan pilek (-), sesak (-), mual (-), muntah (-). BAB dan
BAK (+) lancar, penurunan nafsu makan, minum BAK (+) lancar, penurunan nafsu makan, minum
mau. mau.

O
K.U:Baik K.U:Baik
Kes : Komposmentis Kes : Komposmentis

TD : 100/60 mmHg TD : 100/70 mmHg

Suhu : 36,7 oC Suhu : 36,9 oC

HR : 96 x/m HR : 100 x/m

RR : 24 x/m RR : 24 x/m

Kepala = Normocephal Kepala = Normocephal

Mata = bulat,isokor, CA(-/-), SI(-/-), Refleks Mata = bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-), Refleks


cahaya(+/+), edema (+/+) cahaya(+/+), edema (+/+)

THT = THT =

Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-) Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-)

Hidung : sekret (-) Hidung : sekret (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-) Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

Leher: tidak ada pembesaran KGB Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax = Thorax =

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-) Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/-) Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-), Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, Hepar-lien tidak teraba,

Ekstremitas = Akral hangat, edema (+) Ekstremitas = Akral hangat, edema (+)

A Sindroma Nefrotik Sindroma Nefrotik


P Diet rendah garam Diet rendah garam
Ceftriaxone 1 x 500mg Ceftriaxone 1 x 500mg
Lasix 2 x 15mg Lasix 2 x 15mg
Prednison 2-1-1 Prednison 2-1-1
17 Oktober 2016 18 Oktober 2016

S Bengkak pada kelopak mata (+/+) minimal, Bengkak pada kelopak mata (+/+) minimal,
bengkak pada kaki (+/+) minimal. Batuk (+) pilek bengkak pada kaki (+/+) minimal. Batuk (+) pilek
(-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK (+) lancar, (+), sesak (-), mual (-), muntah (-). Kemerahan
makan dan minum mau. pada kemaluan (+). BAB dan BAK (+) lancar,
makan dan minum mau.

O
K.U:Baik K.U:Baik
Kes : Komposmentis Kes : Komposmentis

TD : 100/70 mmHg TD : 100/60 mmHg

Suhu : 36,8 oC Suhu : 36,7 oC

HR : 96 x/m HR : 120 x/m

RR : 32 x/m RR : 30 x/m

Kepala = Normocephal Kepala = Normocephal

Mata = bulat,isokor ,CA(-/-), SI(-/-), Refleks Mata = bulat,isokor, CA(-/-), SI(-/-), Refleks
cahaya(+/+), edema (+/+) berkurang cahaya(+/+), edema minimal (+/+)

THT = THT =

Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-) Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-)

Hidung : sekret (-) Hidung : sekret (+)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-) Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

Leher: tidak ada pembesaran KGB Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax = Thorax =

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-) Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/-) Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)

Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-), Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, Hepar-lien tidak teraba,

Ekstremitas = Akral hangat, edema (-) Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)

A Sindroma Nefrotik Sindroma Nefrotik

P Diet rendah garam Diet rendah garam


Ceftriaxone 1 x 500mg Ceftriaxone 1 x 500mg
Lasix 2 x 10mg Lasix 2 x 10mg
Prednison 2-1-1 Prednison 2-1-1
Ambroxol po

19 Oktober 2016
S Bengkak pada kelopak mata (-/-), bengkak pada
kaki (-/-). Batuk (+) pilek (-), mual (-), muntah (-).
BAB dan BAK (+) lancar, makan dan minum
mau.
O
K.U:Baik
Kes : Komposmentis

TD : 100/60 mmHg

Suhu : 36,7 oC

HR : 96 x/m

RR : 28 x/m

Kepala = Normocephal

Mata = bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-), Refleks


cahaya(+/+), edema (-/-)

THT =

Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-)

Hidung : sekret (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax =

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)

Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/-)

Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),


Hepar-lien tidak teraba,

Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)

A Sindroma Nefrotik
P Prednison 2-1-1
Cefixim
Ambroxol po
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM NEFROTIK

1. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2 mg/mg atau dipstick
2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).

2. Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur
6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien dibawah umur 6
tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di
Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan
sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521
pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan berkisar
2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50%
penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.

3. Etiologi

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling
sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah
1 tahun. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis :sindrom nefrotik kelainan minimal,
glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis fokal
segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang
serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.
Penyebab sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering
dijumpai adalah :

Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,


miksedema
Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular
Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein,
sarkoidosis
Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal
Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa bentuk
sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; penyakit lesi minimal sekitar 85%, proliferasi mesangium
5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis. Sindrom nefrotik
sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang tersering adalah
membranosa dan membranoproliferatif.5

4. Patofisiologi

Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih berat
dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapi
40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang
terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus.

Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus begantung pada
tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat diterangkan bahwa, pada orang normal
filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus
normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri dari
molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom, konsentrasi heparan
sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat
melewati barier. Selain itu terjadi pula terjadi perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar
sehingga protein muatan netral dapat melalui barier.
Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini disebabkan oleh
meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya degradasi dalam tubulus renal yang
melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya didalam plasma adalah menurunnya -1
globulin. Sedangkan -2globulin, -globulin dan fibrinogen meningkat secara relatif atau absolut.
-2globulin meningkat disebabkan oleh retensi selektif protein dengan berat molekul tinggi oleh
ginjal sedangkan laju sintesisnya relatif normal.

Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori
overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin
(hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular
keruangan intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi
ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang
reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan
hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan
onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang
intersisial sehingga memperberat edema.

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme intra
renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen dalam
sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium
primer akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler.
Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial

Kelainan Glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik koloid plasma

Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal & sekresi ADH

Edema

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder
terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma
nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom
nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap
hipovolemia.

Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat.
Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1) hipoproteinemia merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak
dari plasma.
Kelainan Glomerulus

Retensi Na renal primer Albuminuria


Hipoalbuminemia

Volume plasma

Edema

5. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan
terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah wajah
dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah
pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di sekitar
mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi
karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin
meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Seringkali cairan yang
menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat
malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan
terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri. Anoreksia,
iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan.
Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital,
glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein.

Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi yang
jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak yang lebih
besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat
menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah, namun 21% pasien
mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah
mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi rennin
berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap
hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(Internasional Study of Kidney Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin
dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai gejala
syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.
Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated Renal
Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV
Nephropathy, IgA Nephropathy.

6. Klasifikasi

Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi histologi dan
dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah diketahui.3 Tetapi
bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik sindrom nefrotik sangat terbatas, varians
nefrotik sindrom akan diketahui manifestasi klinisnya dengan memastikan proses
histopatologinya. Tipe histopatologi juga menentukan dalam hal respon terapi, dan prognosis dari
penyakit.

Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik yang digunakan


sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan mikroskop
elektron dan imunoflorosensi. Dibawah ini tabel klasifikasi glomerulus pada sindrom nefrotik
primer sesuai laporan ISKDC (1970) dan Habib, kleinknecht (1971).
Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS)

Glomeruloskerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intra membran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

7. Komplikasi

1. Infeksi

Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat dari
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Peningkatan
kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5:

- penurunan kadar imunoglobulin

kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun, dimana pada
suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar IgM
meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi yang
diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM

- cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2

- defisiensi protein,

- penurunan aktivitas bakterisid leukosit,

- imunosupresif karena pengobatan,

- penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,

- kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng


oponisasi bakteria tertentu.

Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria tertentu seperti1:

- Streptococcus pneumoniae,

- Haemophilus influenzae,

- Escherichia coli,

- Dan bakteri gram negatif lain

Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas sebabnya. Jenis
infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi
profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif dianggap penting untuk
mencegah terjadinya peritonitis. 5

2. Kelainan koagulasi dan trombosis

Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada kelainan
glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang pada kelainan minimal
jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism1,2. Pada sindrom nefrotik terdapat
peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis
oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi
kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat
dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma4. Secara
ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang
berbeda2:

- peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:

meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti anti
trombin III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin

hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,


meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan
fibrinolisis.

- Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit
dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya
mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

3. Pertumbuhan abnormal

Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan (failure to thrive),
hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme protein, atau
akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal.1,2

Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan


gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu
yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier;
terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid
tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah
diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau
eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui efeknya terhadap somatomedin.

4. Perubahan hormon dan mineral

Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena protein pengikat
hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada
beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan dengan
beratnya proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan
oleh albumin serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi
trionisasi tetap normal dan menetap.2

5. Anemia

Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Anemianya
hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap prefarat
besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena
pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena
hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.

8. Diagnosis

Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang didapat, pemeriksan


laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk pemeriksaan histopatologis3. Anak
dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1-8 tahun agaknya menderita penyakit lesi minimal
yang responsif terhadapt kortikosteroid. Penyalit lesi minimal tetap lazim pada anak usia diatas 8
tahun, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoploriferatif frekuensinya menjadi
semakin sering. Pada kelompok ini biopsi ginjal dianjurkan biopsi ginjal untuk menegakan
diagnostik sebelum pertimbangan terapi.

Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hemeturia mikroskopis,
tapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens
protein melebihi 2 gr/24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum
biasanya kurang dari 2 g/dl (20g/L). Dan kadar kalsium serum total menurun, karena penurunan
fraksi terikat albumin. Kadar C3 biasanya normal.5

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :


Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin pada urin
pertama pagi hari
Pemeriksaan darah antara lain
o Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, LED)
o Kadar albumin dan kolesterol plasma
o Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
o Titer ASTO
o Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear
antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal :


- Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun
- Sindrom Nefrotik resisten steroid
- Sindrom Nefrotik dependen steroid

9. Penatalaksanaan

1. Terapeutik

Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita
di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan
diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
bersama steroid, dan bila ditemukan tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps
dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet
protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2gram/kgBB/hari.
Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energy protein (MEP) dan hambatan
pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita
edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children)
pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednisone dosis penuh
(full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi
remisi. Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednisone dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian
steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94%
setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada remisi pada 4 minggu pertama,
maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari
(2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah
4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai
resisten steroid. (Gambar 1)

b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi pada
sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps sering.
Skema pengobatan relaps dapat dilihat di gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai
remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating selama 4 minggu.
Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum
dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran napas
atas. Bila ada infeksi, diberikan antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian antibiotic kemudian
proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan
proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat penting,
karen dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam
6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa
penggolongan, yaitu :
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan
atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-
turut.

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid


Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan, yaitu :
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)

Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi di gigi atau cacingan.
Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering/dependen steroid, setelah mencapai
remisi dengan prednisone dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang
diturunkan perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps
yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut threshold dan dapat diteruskan selama
6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednisone
0,5mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1mg/kgBB secara alternating.

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), dialnjutkan
dengan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari dan imunosupresan/sitostatik oral
(siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 8 minggu

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan
dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infuse 1x sebulan
selama 6 bulan berturut-turut dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu.
Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan
dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off 2 bulan).
Atau prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan
siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednisone alternating
40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama
tapering-off 2 bulan).
d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid
1. Siklofosfamid
Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik dan
imunosupresif. Siklofosfamid menunjukan kemampuan memperpanjang masa remisi
dan mencegah kambuh sering. Indikasi penggunaan siklofosfamid yaitu bila terjadi
kegagalan mempertahankan remisi dengan menggunakan terapi prednisone tanpa
menyebabkan keracunan steroid. Siklofosfamid diberikan 3 mg/kgBB/hari sebagai
dosis tunggal selama 12 minggu. Terapi prednisone selang sehari tetap diberikan
selama penggunaan siklofosfamid ini. Selama pemberian siklofosfamid perlu
diperhatikan efek samping yang mungkin terjadi antara lain : leucopenia, gangguan
gastrointestinal, infeksi varicella disseminate, sistisis hemoragik, alopesia, keganasan,
azoospermia, dan infertilitas. Selama terapi dengan siklofosfamid, kadar leukosit perlu
diperiksa setiap minggu, dan pengobatan perlu dihentikan dahulu bila kadar leukosit
menjadi 5000/mm3.

2. Klorambusil
Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid dalam
menginduksi remisi pada penderita ketergantungan steroid dan kambuh sering.
Dosis yang umumnya digunakan adalah 0,2 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu.

3. Levamisol
Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini juga
mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya, tetapi sifatnya
memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol 2,5 mg/kgBB diberikan
selang sehari selama 4-12 bulan.

4. Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai dengan
steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang efektif. Dosis awal
yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena memberikan efek
nefrotoksik. Siklosporin dapat menyebabkan kelainan histologist bahkan pada
penderita yang ginjalnya normal sekalipun. Efek samping lain yang sering ditemukan
yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi, gejala gastrointestinal, dan hipertensi.

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai
berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria. Karena pada anak dengan keadaan ini
menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil pasien yang
berespon terhadap terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera
setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari, penderita demikian
disebut tergantung steroid.

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas steroid (muka
cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus dipikirkan terapi imuno supresif lain.

2. Pengobatan suportif

Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja pendekatan
farmakologis terhadap penyakit glomerular yang mendasarinya. Tapi juga ditujukan
terhadap pencegahan dan pengobatan sekuele yang menyertainya. Pengobatan suportif
sangat penting bagi pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan imunosupresif
dan karena itu mudah mendapat komplikasi Sindrom nefrotik yang berkepanjangan.

- terapi dietetik 1,2

masukan garam dibatasi 2gram/hari untuk mengurangi keseimbangan natrium


yang positif

diet tinggi kalori, protein dibatasi 2 gram/kgBB/hari.

Diet vegetarian yang mengandung kedelai lebih efektif menurunkan


hiperlipidemia.

- Pengobatan terhadap edema.


Dengan pemberian diuretik tiazid ditambah dengan obat penahan kalium
(spirinolakton, triamteren). Bila tidak ada respon dapat digunakan furesemid, asam
etekrinat atau bumetamid. Dosis furosemid 25-1000mg/ hari dan paling sering
dipakai karena toleransinya baik walau dengan dosis tinggi.

- Proteinuria dan hipoalbuminemia

ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung pada dosis, lama
pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan ACE inhibitor dimulai dengan
dosis rendah dan secara progresif ditingkatkan sampai dosis toleransi maksimal.
Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia sampai 50%,
efek ini disebabkan karena menurunnya permeabilitas kapiler terhadap protein,
nenurunnya tekanan kapiler intraglomerural dan atau karena menurunnya luas
permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan meklofenamat (200-
300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai.
n-3 asam lemak takjenuh (polyunsaturated fatty acid) dapat mengurangi
proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang berarti.

- Hiperlipidemia

Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin dan simvastatin
merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada sindrom nefrotik.

- Hiperkoagulabilitas

Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya resiko


tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat dehidrasi, atau saat
pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.

10. Prognosis

Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan histopatologi.


Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak kasus dalam 2-18 bulan
akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan
minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid;
sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10
tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah inisial episode.
Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid resisten. Progresif renal
insufisiensi terjadi pada kurang dari 1% pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal
biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal.

Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental glomerulonefritis
sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien yang mengalamai relaps
menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien
dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun.

Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya


kurang baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan,
tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa pengobatan pada
pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Agraharkar Mahendra, Nefrotik Syndrome. www.emedicine.com Last Update: september


2, 2004.

2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku Ajar Nefrologi
Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004

3. Travis Luther, Nephrotic Syndrome. www.emedicine.com. Last Update: april14, 2005.

4. Nephrotic Syndrome, The Merck Manual Diagnosis and Therapy.


www.Merckmanual.com.

5. Behram, Kleigman, Arvin. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. EGC Jakarta 2000
th
6. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 ed.
Saunders. Philadelpia.

7. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai