Radiologi CR
Radiologi CR
H E M I PA R A S E
Preceptor:
dr. Enid Sola Gratia Ireschka Pattiwael, Sp.Rad
Disusun oleh:
Andhika Razannur Harjanto
1618012019
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................2
STATUS PASIEN...............................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................17
ANALISIS KASUS..........................................................................................35
KESIMPULAN................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................41
2
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa dari ayah pasien pada tanggal 3 Februari
2017 pukul 14.00 WIB.
Keluhan utama : Sesak napas
3
Keluhan tambahan : Batuk, teraba benjolan pada leher kanan dan
kiri, demam, nafsu makan berkurang
Selain itu, pasien mengeluhkan batuk yang sudah dirasakan sejak 3 minggu
yang lalu. Batuk awalnya tidak berdahak, tetapi sejak satu minggu ini batuk
terasa sedikit berdahak, tetapi dahak sulit untuk dikeluarkan. Riwayat batuk
berdarah disangkal oleh ayah pasien. Ayah pasien sudah mencoba mengobati
pasien dengan obat batuk dari warung, tetapi tidak kunjung membaik.
Ayah pasien mengatakan bahwa pasien demam yang dirasakan sejak beberapa
minggu yang lalu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat.
Demam dirasakan hampir setiap hari dan biasanya terasa lebih panas pada
malam hari disertai keluarnya keringat. Keluhan menggigil saat demam
disangkal oleh pasien. Ayah pasien sudah mencoba memberikan obat
parasetamol tablet tetapi hanya menurunkan demam sementara waktu dan
kembali demam beberapa saat kemudian.
4
Riwayat Kehamilan Ibu
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x
Trimester II : 1x
Trimester III : 3x
Keluhan selama kehamilan : -
Obat dan jamu yang dikonsumsi selama hamil : Tablet besi dan asam folat
Kesan : Ibu kontrol kehamilan teratur dan tidak terdapat masalah pada
kehamilan
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : Rumah
Penolong : Bidan
Cara persalinan : Spontan, per vaginam
Berat lahir : 3.200 gram
Panjang lahir : tidak diketahui
Masa gestasi : Cukup bulan (40 minggu)
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif,
warna kulit tubuh tampak kemerahan
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesan : Riwayat kelahiran baik.
Riwayat Imunisasi
Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi
dasar secara lengkap.
Riwayat Makanan
0-6 bulan : ASI
6 bulan-2 tahun : ASI + MPASI
2 tahun-sekarang : Makanan biasa
5
Berat badan ideal menurut usia : 53 kg
Tinggi badan ideal menurut usia : 163 cm
b. Status Generalis
Kelainan Mukosa Kulit/ Subkutan Yang Menyeluruh
Pucat :-
Sianosis :-
Ikterus :-
Oedem :-
Turgor : baik
Pembesaran KGB : coli (+), aksila (-), inguinal (-)
Kesan : Terdapat pembesaran KGB pada regio coli
Kepala
Muka : Simetris, normochepal
Rambut : Warna hitam, pertumbuhan merata, allopecia (-)
Mata : Sklera ikterik -/-, injeksi konjungtiva -/-, CA+/+
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir kering (-), lidah bersih.
Kesan : dalam batas normal
Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), faring hiperemis (-)
KGB : Teraba perbesaran di daerah kanan leher pasien
diameter 6cm, teraba kenyal, tidak dapat
digerakkan, juga teraba perbesaran pada leher kiri
pasien diameter 4 cm, teraba kenyal, tidak dapat
digerakkan
Kesan : Teraba perbesaran pada leher kanan dan kiri pasien
Thorak
6
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal
Paru
Inspeksi : Terlihat sesak, gerak napas menurun pada dinding
thorak sinistra
Palpasi : Fremitus taktil sinistra melemah
Perkusi : Pekak pada seluruh interkostalis sinistra
Auskultasi : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+, Wheezing -/-
Kesan : Suspek adanya efusi pleura
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : hepatosplenomegali (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kesan : Terdapat hepatosplenomegali (+)
Ekstremitas
Superior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Infrerior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Kesan : Dalam batas normal
Tanggal 1-2-2017
7
Hematologi Rutin Hasil
WBC 16,79 x103 /Ul*
RBC 3,42 x106 /Ul
Hemoglobin 8 g/Dl*
Hematokrit 24,8 %*
MCV 72,5 Fl*
MCH 23,4 pg*
MCHC 32,3 g/dL
Platelet 547 x103 /uL*
Kesan : Terdapat nilai abnormal dalam pemeriksaan darah
Tanggal 2-2-2017
Tanggal 5-2-2017
8
Platelet 456 x103 /uL*
Laju Endap Darah 60 mm/jam*
Kesan : Terdapat nilai abnormal dalam pemeriksaan darah
b. Ro Thorax AP
Tanggal 1-2-2017
9
Limfosit Dws 20-40 Atypical Mononuclear Cell
1
Anak 50-70 (AMC)
Monosit 4 2-6
V. RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 15 tahun datang ke RSAY Metro atas
rujukan Rumah Sakit Mardi Waluyo dengan keluhan utama sesak napas yang
semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien
mengeluhkan batuk sejak 2 minggu lalu disertai adanya demam tinggi pada
malam hari disertai keluarnya keringat, berkurangnya nafsu makan, dan
penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak
sesak dengan frekuensi napas 42 x/menit, gerak napas menurun pada dinding
thorak sinistra, fremitus taktil sinistra melemah, pekak pada perkusi seluruh
interkostalis sinistra, vesikuler melemah pada dinding thorak sinistra dengan
ronki -/+ saat auskultasi. Hasil Ro Thorax mengambarkan adanya efusi pleura
sinistra masif.
10
IX. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi :
Tirah baring
Pemberian O2 2L
Asupan gizi adekuat
Observasi tanda-tanda vital
Konsul anestesi untuk rencana thoracentesis dengan anestesi umum
Farmakologi :
Cairan maintenance : IVFD D5 1/2 NS 1700 ml/24 jam
Antibiotik injeksi : Inj. Ampicillin 3x1gr
Inj. Ceftazidim 3x1gr
Antipiretik injeksi : Paracetamol infus 3 x 375 cc (bila demam >38oC)
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP HARIAN
11
T : 37C Antipiretik injeksi :
Leher: Teraba perbesaran pada kanan
Paracetamol infus 3 x
dan kiri leher konsistensi kenyal, tidak
375 cc (bila demam
nyeri
>38oC)
Thorax
Aminophillin 3x1
I : Terlihat sesak, gerak napas menurun O2 nasal 2 l
Cek Fe, TIBC, Ro.
pada dinding thorak sinistra
P : Fremitus taktil sinistra melemah Thoraks
P : Pekak pada seluruh interkostalis
sinistra
A : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+,
Wheezing -/-
Abdomen:
I: Terlihat datar
A: BU (+) Normal
P: Timpani
P: Terdapat hepatomegali dan
Splenomegali schoefner 3
A : DD/
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia
Kamis, S : Sesak (+), batuk(+), Pucat (+), Benjolan IVFD D5 1/2 NS
2/2/17
di leher (+) 1700 ml/24 jam
O : KU : Lemah Antibiotik injeksi :
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Inj. Ampicillin 3x1gr
HR : 136 x/menit
RR : 34 x/menit Inj. Ceftazidim 3x1gr
T : 36,7C Antipiretik injeksi :
Leher: Teraba perbesaran pada kanan
Paracetamol infus 3 x
dan kiri leher konsistensi kenyal, tidak
375 cc (bila demam
nyeri
>38oC)
Thorax
O2 nasal 2 l
I : Terlihat sesak, gerak napas menurun Cek ADT +
pada dinding thorak sinistra Crossmatch
P : Fremitus taktil sinistra melemah
P : Pekak pada seluruh interkostalis
sinistra
A : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+,
12
Wheezing -/-
Abdomen:
I: Terlihat datar
A: BU (+) Normal
P: Timpani
P: Terdapat hepatomegali dan
Splenomegali schoefner 3
A : DD/
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia
A : DD/
13
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler
limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel
(terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis
mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus
dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini
mengandung kolagen dan jaringan elastis 9
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa
hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 m). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan
kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada
jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih
tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan
kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh
kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah
bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit
dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus
intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini
menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di
15
atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah
normal cairan pleura adalah 10-20 cc pada orang dewasa. 10
16
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura
2.2 Definisi
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai
15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi.4
Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan
ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000
mm3. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Berdasarkan
lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan
17
pada penyakit : kegagalan jantug kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan tuberkulosis.
Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna
karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk
empiema akut atau kronik9
2.3 Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.4
18
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
19
Tabel 1. Penyebab umum efusi pleura pada anak-anak
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).5
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
20
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah
ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.4
2.5 Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan
oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid
dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan
pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.5
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada
hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia),
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat
dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada
gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik,
dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat
disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari
kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga
mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya
rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.5
21
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam,
keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal
ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung
menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung
memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang
pleura.
22
pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar
daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat
sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya
bergesekan dengan mudah selama bernapas. Sedikitnya cairan serous
menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan
reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.
Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal.
Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler
melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena
23
adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma.
Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang
melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan
cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini
bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.
24
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux
4. Auskultasi: suara napas yang menurun bahkan menghilang.
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.4
25
Gambar 2.3 Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan
CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
26
Gambar 2.5 USG Efusi pleura dengan celah yang multipel
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).6
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil
untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.5
27
Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa
dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anak-anak
namun memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau
keganasan. Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan
perdarahan.6
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
2.6 Terapi
28
Tabel 3. Antibiotik pilihan sesuai dengan kuman penyebab
29
Saat pengurasan cairan dengan pipa di dada mencapai kurang dari 30-50
ml/L dan tingkat konstitusional pasien mengalami perbaikan, pipa di dada
bisa dilepaskan. Pengobatan untuk lokulasi efusi parapenumonik (khususnya
tahap 2 dan 3) atau anak-anak yang masih ada demam, sakit/sedih, dan
kehilangan nafsu makan beberapa hari setelah terapi antibiotic secara
intravena jauh bervariasi.7
30
optimal belum dapat ditentukan. Setelah pemasukan UK, pipa dada ditutup
selama 1-2 jam, pasien didoronng untuk mengubah-ubah posisi agar larutan
terdistribusi merata. Pemberian UK mungkin bisa diulang sebanyak 2-3 kali
dalam 2-3 hari.8
2.7 Prognosis
31
lama di Rumah Sakit. Secara nyata tidak ada kematian yang muncul dengan
terapi yang benar. Kasus kematian rata-rata 3-6% telah dilaporkan pada
beberapa seri saat ini, dengan angka tertinggi muncul diantara bayi usia kurang
dari 1 tahun.7
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien didiagnosis dengan efusi pleura et causa TB. Efusi pleura adalah sebuah
kelainan yang disebabkan oleh akumulasi cairan pada rongga pleura yang dapat
disebabkan akibat filtrasi berlebih atau defek absorbsi.11 Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk
menegakkan diagnosis adanya efusi pleura, dalam anamnesis perlu untuk
memastikan gejala yang dirasakan oleh pasien. Gejala efusi pleura tidak khas
karena tergantung dari penyakit yang mendasari dan besarnya efusi. Efusi pleura
yang disebabkan oleh adanya infeksi biasanya memiliki gejala sebagai berikut:
demam persisten, batuk, dyspnea, sputum produktif, dan nyeri dada. Pada efusi
32
pleura yang disebabkan oleh adanya keganasan memiliki gejala yang tidak khas
yaitu batuk, demam suhu rendah, dan apabila berada di stadium berat dapat terjadi
distres pernapasan.12 Pada efusi pleura yang disebabkan karena gagal jantung atau
sindrom nefrotik biasanya memilki gejala dyspnea, tanpa demam, dan disertai
edema pada ekstremitas.13 Secara epidemiologi, efusi pleura pada anak
kebanyakan disebabkan oleh infeksi sekunder, sedangkan pada dewasa
disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan malignansi.14 Pada pasien, terdapat
gejala-gejala yang sesuai dengan gejala pada efusi pleura yang disebabkan oleh
adanya infeksi yaitu adanya sesak napas yang memberat sejak 3 hari yang lalu,
batuk, dan demam peristen. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit jantung,
ginjal, hepar, maupun trauma pada thorax sehingga diagnosis banding efusi pleura
oleh penyebab lainnya dapat disingkirkan.
Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit seperti pneumonia, tuberculosis, atau infeksi virus. Pada pneumonia
biasanya pasien memiliki trias gejala pneumonia yaitu batuk produktif dengan
dahak purulen atau bisa berdarah, sesak napas, dan demam tinggi. 15 Pada infeksi
virus, biasanya lebih bersifat asimptomatik dan bersifat self-limiting disease.16
Pada tuberkulosis, biasanya memiliki gejala umum TB berupa demam subfebris
berkepanjangan, batuk kronik lebih dari 3 minggu, nyeri dada, keringat malam
hari, dan penurunan berat badan.17 Pada pasien ini, gejala yang dirasakan pasien
lebih mengarah ke efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis paru.
Pasien efusi pleura biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam posisi tubuh
tegak dibandingkan berbaring. Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi
sehingga cairan yang terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses
pengembangan paru dapat berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi
berbaring yang menyebabkan cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura
sehingga lebih menganggu proses pengembangan paru atau ventilasi.18 Pada
pasien ini, sesak napas tidak bergantung oleh posisi. Pasien tetap merasa sesak
saat posisi duduk ataupun berbaring. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi
efusi pleura yang masif.
33
Dari pemeriksaan fisik pasien, didapatkan peningkatan laju respirasi sebesar
42x/menit dan saat dilakukan pemeriksaan thorax, pasien tampak sesak, gerakan
napas menurun pada hemithorax sinistra, fremitus taktil sinistra melemah, pekak
pada perkusi seluruh interkostalis hemithorax sinistra, suara napas vesikuler
melemah dan ronki pada hemithorax sinistra. Hal ini dapat menandakan adanya
suatu kelainan di rongga thorax, bersifat unilateral, akibat akumulasi cairan pada
rongga pleura sinistra yang bersifat masif. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB
paru biasanya bersifat unilateral dan dapat terjadi secara primer akibat invasi
hematogen secara langsung.19
34
Mycobacterium tuberculosis yang di kode gen RD-1 (Region of Difference1),
RD2 dan RD3. Tes ini dapat membantu untuk mendiagnosis TB karena memiliki
spesifisitas yang tinggi (92,86%).23
35
mengeluarkan dahak. Hasil kultur juga dapat disertai dengan pemeriksaan tes
resistensi obat. 26
Sesuai guideline, pada pasien efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi maka
diberikan terapi antibiotik dan thoracocentesis sebagai terapi pilihan. First line
antibiotik yang dapat diberikan adalah penicillin, cephalosporin, clindamycin, dan
ciprofloxacin. Antibiotik dapat diberikan secara oral ataupun IV minimal 48 jam.
Setelah dilakukan thoracentesis, antibiotik oral dapat dilanjutkan 2-4 minggu. 27
Pada pasien ini diberikan antibiotik yaitu Ampicillin 3 x 1 gram IV dan Ceftizidim
3 x 1 gram IV sambil menunggu hasil pemeriksaan lainnya. Pasien juga diberikan
terapi cairan maintenance dengan menggunakan larutan D5 NS. Rumus
kebutuhan cairan pada pasien ini dihitung berdasarkan kebutuhan harian dengan
menggunakan rumus Holliday Segar sehingga didapatkan sebanyak 1700 ml/24
jam. Pasien juga diberikan paracetamol 3 x 375 cc jika diperlukan di saat suhu
mencapai > 38oC untuk membantu menurunkan demam tinggi.
36
BAB IV
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38
16. Saglani S, Harris KA, Wallis C, Hartley JC. Empyema: the use of broad
range 16S rDNA PCR for pathogen detection. Arch Dis Child. Jan
2005;90(1):70-3. [Medline]. 6
17. IDAI. 2009. PPM: TB
18. Neagley SR, Zwillich CW. The effect of positional changes on oxygenation
in patients with pleural effusions. Chest. 1985 Nov;88(5):714-7.
19. Brook I. Microbiology of empyema in children and adolescents. Pediatrics.
May 1990;85(5):722-6.
20. Avansino JR, Goldman B, Sawin RS, Flum DR. Primary operative versus
nonoperative therapy for pediatric empyema: a meta-analysis. Pediatrics.
Jun 2005;115(6):1652-9.
21. Munoz-Almagro C, Jordan I, Gene A, et al. Emergence of invasive
pneumococcal disease caused by nonvaccine serotypes in the era of 7-valent
conjugate vaccine. Clin Infect Dis. Jan 15 2008;46(2):174-82
22. Richard W. Light, Y.C. Gary Lee Light, Richard W. Textbook of pleural
diseases. 2008. Australia: Hodder Arnold
23. Selvi Liemena. 2014. Comparison of Diagnostic Examination appearance
Tuberculosis Antigen Rapid Test Kit Between Sputum Tuberculosis And
Lung Patient Serum.
24. Surajit Nayak and Basanti Acharjya. Mantoux test and its interpretation.
Indian Dermatol Online J. 2012 Jan-Apr; 3(1): 26.
25. Kemenkes RI. 2013 Juknis Managemen TB Anak.
26. CDC. 2013. Diagnosis of tuberculosis disease
27. Jaffe A, Balfour-Lynn IM. Management of empyema in children. Pediatr
Pulmonol. Aug 2005;40 (2):148-56
39