Anda di halaman 1dari 39

CASE REPORT

H E M I PA R A S E

Preceptor:
dr. Enid Sola Gratia Ireschka Pattiwael, Sp.Rad

Disusun oleh:
Andhika Razannur Harjanto
1618012019

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDERAL AHMAD YANI
METRO
2017
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................2
STATUS PASIEN...............................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................17
ANALISIS KASUS..........................................................................................35
KESIMPULAN................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................41

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. KA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Alamat : Mataram Baru - Lamteng
No. rekam medis : 308659
Tanggal masuk rumah sakit : 1 Februari 2017

1.2. IDENTITAS ORANG TUA

Data Orang Tua Ayah Ibu


Nama Tn. D Ny. S
Umur 35 tahun 32 tahun
Perkawinan ke 1 1
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Supir IRT
Pangkat - -
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa

Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa dari ayah pasien pada tanggal 3 Februari
2017 pukul 14.00 WIB.
Keluhan utama : Sesak napas

3
Keluhan tambahan : Batuk, teraba benjolan pada leher kanan dan
kiri, demam, nafsu makan berkurang

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien seorang anak perempuan berusia 15 tahun datang ke RSAY Metro atas
rujukan Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro dengan keluhan utama sesak napas.
Sesak napas dirasakan semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak napas dirasakan pasien dalam kondisi berbaring maupun saat
berdiri atau duduk. Sesak napas dirasakan sepanjang hari, tanpa adanya mengi.
Akibat sesak napas ini, pasien lebih banyak beristirahat dan mengurangi
aktivitas.

Selain itu, pasien mengeluhkan batuk yang sudah dirasakan sejak 3 minggu
yang lalu. Batuk awalnya tidak berdahak, tetapi sejak satu minggu ini batuk
terasa sedikit berdahak, tetapi dahak sulit untuk dikeluarkan. Riwayat batuk
berdarah disangkal oleh ayah pasien. Ayah pasien sudah mencoba mengobati
pasien dengan obat batuk dari warung, tetapi tidak kunjung membaik.

Ayah pasien mengatakan bahwa pasien demam yang dirasakan sejak beberapa
minggu yang lalu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat.
Demam dirasakan hampir setiap hari dan biasanya terasa lebih panas pada
malam hari disertai keluarnya keringat. Keluhan menggigil saat demam
disangkal oleh pasien. Ayah pasien sudah mencoba memberikan obat
parasetamol tablet tetapi hanya menurunkan demam sementara waktu dan
kembali demam beberapa saat kemudian.

Semenjak muncul keluhan-keluhan tersebut pasien berkurang nafsu makan dan


ayah pasien merasa bahwa anaknya mengalami penurunan berat badan. Tidak
ada keluhan untuk buang air besar dan buang air kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan-keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak
ada riwayat asma maupun alergi makanan atau obat-obatan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien mengatakan bahwa ibu pasien memiliki riwayat penyakit asma.

4
Riwayat Kehamilan Ibu
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x
Trimester II : 1x
Trimester III : 3x
Keluhan selama kehamilan : -
Obat dan jamu yang dikonsumsi selama hamil : Tablet besi dan asam folat
Kesan : Ibu kontrol kehamilan teratur dan tidak terdapat masalah pada
kehamilan

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : Rumah
Penolong : Bidan
Cara persalinan : Spontan, per vaginam
Berat lahir : 3.200 gram
Panjang lahir : tidak diketahui
Masa gestasi : Cukup bulan (40 minggu)
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif,
warna kulit tubuh tampak kemerahan
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesan : Riwayat kelahiran baik.

Riwayat Imunisasi
Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi
dasar secara lengkap.

Riwayat Makanan
0-6 bulan : ASI
6 bulan-2 tahun : ASI + MPASI
2 tahun-sekarang : Makanan biasa

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis (GCS = 15)
Suhu : 38,6C
Frekuensi Nadi : 135 x/menit
Frekuensi Napas : 42 x/menit
SpO2 : 87 %
Berat Badan : 30 kg
Tinggi Badan : 148 cm

Status Gizi (berdasarkan kurva CDC)

5
Berat badan ideal menurut usia : 53 kg
Tinggi badan ideal menurut usia : 163 cm

BB/U = 30 x 100% = 56,6 %


53
Interpretasi : Gizi Buruk

TB/U = 148 x 100 % = 92, 5 %


160
Interpretasi : Moderate Stunting

BB/TB = 30 x 100% = 69,77 %


43
Kesan status gizi : Gizi Buruk

b. Status Generalis
Kelainan Mukosa Kulit/ Subkutan Yang Menyeluruh
Pucat :-
Sianosis :-
Ikterus :-
Oedem :-
Turgor : baik
Pembesaran KGB : coli (+), aksila (-), inguinal (-)
Kesan : Terdapat pembesaran KGB pada regio coli

Kepala
Muka : Simetris, normochepal
Rambut : Warna hitam, pertumbuhan merata, allopecia (-)
Mata : Sklera ikterik -/-, injeksi konjungtiva -/-, CA+/+
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir kering (-), lidah bersih.
Kesan : dalam batas normal

Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), faring hiperemis (-)
KGB : Teraba perbesaran di daerah kanan leher pasien
diameter 6cm, teraba kenyal, tidak dapat
digerakkan, juga teraba perbesaran pada leher kiri
pasien diameter 4 cm, teraba kenyal, tidak dapat
digerakkan
Kesan : Teraba perbesaran pada leher kanan dan kiri pasien

Thorak

6
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru
Inspeksi : Terlihat sesak, gerak napas menurun pada dinding
thorak sinistra
Palpasi : Fremitus taktil sinistra melemah
Perkusi : Pekak pada seluruh interkostalis sinistra
Auskultasi : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+, Wheezing -/-
Kesan : Suspek adanya efusi pleura

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : hepatosplenomegali (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kesan : Terdapat hepatosplenomegali (+)

Ekstremitas
Superior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Infrerior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Kesan : Dalam batas normal

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Darah lengkap
Tanggal 30-1-2017
Hematologi Rutin Hasil
WBC 22,36 x103 /Ul*
RBC 3,54 x106 /Ul
Hemoglobin 8,2 g/Dl*
Hematokrit 27,6%*
MCV 78 Fl*
MCH 23,2 pg*
MCHC 29,7 g/dL
Platelet 712 x103 /uL*
Kesan : Terdapat nilai abnormal dalam pemeriksaan darah

Tanggal 1-2-2017

7
Hematologi Rutin Hasil
WBC 16,79 x103 /Ul*
RBC 3,42 x106 /Ul
Hemoglobin 8 g/Dl*
Hematokrit 24,8 %*
MCV 72,5 Fl*
MCH 23,4 pg*
MCHC 32,3 g/dL
Platelet 547 x103 /uL*
Kesan : Terdapat nilai abnormal dalam pemeriksaan darah

Tanggal 2-2-2017

Hematologi Rutin Hasil


WBC 19,1 x103 /Ul*
RBC 3,44 x106 /Ul
Hemoglobin 8 g/Dl*
Hematokrit 26,4 %*
MCV 76,7 Fl*
MCH 23,3 pg*
MCHC 30,3 g/dL*
Platelet 564 x103 /uL*
Kesan : Terdapat nilai abnormal dalam pemeriksaan darah

Tanggal 5-2-2017

Hematologi Rutin Hasil


WBC 28,38 x103 /Ul*
RBC 4,55 x106 /Ul
Hemoglobin 10,6 g/Dl*
Hematokrit 36 %*
MCV 77,7 Fl*
MCH 33,6 pg*
MCHC 30,3 g/dL*

8
Platelet 456 x103 /uL*
Laju Endap Darah 60 mm/jam*
Kesan : Terdapat nilai abnormal dalam pemeriksaan darah

b. Ro Thorax AP
Tanggal 1-2-2017

Kesan : efusi pleura sinistra masif

c. Laporan Expertisi Diff Count dan Gambaran Darah Tepi


Hitung jenis/ Differential Count
Pemeriksaan Hasil (%) Nilai Pemeriksaan
Normal (%)
Basofil 0 0-1 Sel Blas
Eosinofil 0 1-3 Pro Mielosit
Batang 5 2-6 Mielosit
Segmen Dws 50-70
90 Meta Mielosit
Anak 20-40

9
Limfosit Dws 20-40 Atypical Mononuclear Cell
1
Anak 50-70 (AMC)
Monosit 4 2-6

Eritrosit: Mikrositik Hipokromik, Jumlah tampak menurun


Trombosit: Jumlah meningkat
Leukosit: Jumlah meningkat, neutrofilia (+)

V. RESUME

Pasien seorang anak perempuan berusia 15 tahun datang ke RSAY Metro atas
rujukan Rumah Sakit Mardi Waluyo dengan keluhan utama sesak napas yang
semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, pasien
mengeluhkan batuk sejak 2 minggu lalu disertai adanya demam tinggi pada
malam hari disertai keluarnya keringat, berkurangnya nafsu makan, dan
penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak
sesak dengan frekuensi napas 42 x/menit, gerak napas menurun pada dinding
thorak sinistra, fremitus taktil sinistra melemah, pekak pada perkusi seluruh
interkostalis sinistra, vesikuler melemah pada dinding thorak sinistra dengan
ronki -/+ saat auskultasi. Hasil Ro Thorax mengambarkan adanya efusi pleura
sinistra masif.

VI. DIAGNOSA BANDING


Efusi pleura sinistra et causa suspek TB
Efusi pleura sinistra parapneumonic
Efusi pleura sinistra et causa suspek keganasan

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


Cek CT/BT
Thoracocentesis
Analisa cairan pleura
Kultur cairan pleura dan tes resitensi
Mantoux test
Pemeriksaan ADT

10
IX. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi :
Tirah baring
Pemberian O2 2L
Asupan gizi adekuat
Observasi tanda-tanda vital
Konsul anestesi untuk rencana thoracentesis dengan anestesi umum

Farmakologi :
Cairan maintenance : IVFD D5 1/2 NS 1700 ml/24 jam
Antibiotik injeksi : Inj. Ampicillin 3x1gr
Inj. Ceftazidim 3x1gr
Antipiretik injeksi : Paracetamol infus 3 x 375 cc (bila demam >38oC)

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal Follow Up Terapi


Rabu, S : Sesak napas (+), demam (+), batuk (+) IVFD D5 1/2 NS
1/2/17
berdahak warna putih 1700 ml/24 jam
O : KU : Lemah Antibiotik injeksi :
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Inj. Ampicillin 3x1gr
HR : 130 x/menit
RR : 42 x/menit Inj. Ceftazidim 3x1gr

11
T : 37C Antipiretik injeksi :
Leher: Teraba perbesaran pada kanan
Paracetamol infus 3 x
dan kiri leher konsistensi kenyal, tidak
375 cc (bila demam
nyeri
>38oC)
Thorax
Aminophillin 3x1
I : Terlihat sesak, gerak napas menurun O2 nasal 2 l
Cek Fe, TIBC, Ro.
pada dinding thorak sinistra
P : Fremitus taktil sinistra melemah Thoraks
P : Pekak pada seluruh interkostalis
sinistra
A : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+,
Wheezing -/-

Abdomen:
I: Terlihat datar
A: BU (+) Normal
P: Timpani
P: Terdapat hepatomegali dan
Splenomegali schoefner 3

A : DD/
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia
Kamis, S : Sesak (+), batuk(+), Pucat (+), Benjolan IVFD D5 1/2 NS
2/2/17
di leher (+) 1700 ml/24 jam
O : KU : Lemah Antibiotik injeksi :
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Inj. Ampicillin 3x1gr
HR : 136 x/menit
RR : 34 x/menit Inj. Ceftazidim 3x1gr
T : 36,7C Antipiretik injeksi :
Leher: Teraba perbesaran pada kanan
Paracetamol infus 3 x
dan kiri leher konsistensi kenyal, tidak
375 cc (bila demam
nyeri
>38oC)
Thorax
O2 nasal 2 l
I : Terlihat sesak, gerak napas menurun Cek ADT +
pada dinding thorak sinistra Crossmatch
P : Fremitus taktil sinistra melemah
P : Pekak pada seluruh interkostalis
sinistra
A : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+,

12
Wheezing -/-
Abdomen:
I: Terlihat datar
A: BU (+) Normal
P: Timpani
P: Terdapat hepatomegali dan
Splenomegali schoefner 3

A : DD/
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia

Jumat, S : Sesak (+), batuk (+ Pucat (+), Benjolan IVFD D5 1/2 NS


3/2/17
di leher (+) 1700 ml/24 jam
Antibiotik injeksi :
O : KU : Baik
Inj. Ampicillin 3x1gr
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
HR : 130 x/menit Inj. Ceftazidim 3x1gr
RR : 30 x/menit Antipiretik injeksi :
T : 36,4C
Paracetamol infus 3 x
Leher: Teraba perbesaran pada kanan
375 cc (bila demam
dan kiri leher konsistensi kenyal, tidak
>38oC)
nyeri
Ambroxol 3x1 cth
Thorax
Pro torakosintesis
I : Terlihat sesak, gerak napas menurun
pada dinding thorak sinistra
P : Fremitus taktil sinistra melemah
P : Pekak pada seluruh interkostalis
sinistra
A : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+,
Wheezing -/-
Abdomen:
I: Terlihat datar
A: BU (+) Normal
P: Timpani
P: Terdapat hepatomegali dan
Splenomegali schoefner 3

A : DD/

13
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia

Sabtu, S : Sesak(+), demam(+) Batuk (+), Pucat IVFD D5 1/2 NS


4/2/17
berkurang 1700 ml/24 jam
O : KU : Lemas Antibiotik injeksi :
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Inj. Ampicillin 3x1gr
HR : 134 x/menit
RR : 28 x/menit Inj. Ceftazidim 3x1gr
T : 36,5C Antipiretik injeksi :
Leher: Teraba perbesaran pada kanan
Paracetamol infus 3 x
dan kiri leher konsistensi kenyal, tidak
375 cc (bila demam
nyeri
>38oC)
Thorax
Ambroxol 3x1 cth
I : Terlihat sesak, gerak napas menurun Pro torakosintesis bila
pada dinding thorak sinistra KU baik
P : Fremitus taktil sinistra melemah Periksa DL, CTBT
P : Pekak pada seluruh interkostalis
LED setelah transfusi
sinistra
A : Vesikuler +/+ melemah, Ronki -/+,
Wheezing -/-
Abdomen:
I: Terlihat datar
A: BU (+) Normal
P: Timpani
P: Terdapat hepatomegali dan
Splenomegali schoefner 3
A : DD/
Efusi pleura sinistra et causa TB
Anemia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

14
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler
limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel
(terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis
mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus
dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini
mengandung kolagen dan jaringan elastis 9

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa
hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 m). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan
kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada
jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih
tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan
kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh
kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah
bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit
dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus
intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini
menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di

15
atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah
normal cairan pleura adalah 10-20 cc pada orang dewasa. 10

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura


parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk
mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di
dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui
pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan
hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan
onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di
dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis
dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis
sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam
rongga pleura. 9

16
Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura

2.2 Definisi

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan adanya


penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleural, sebagai proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, keruh yang mungkin merupakan eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus.1,4

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai
15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi.4

Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan
ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000
mm3. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Berdasarkan
lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan

17
pada penyakit : kegagalan jantug kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan tuberkulosis.

Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :


a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan
sering hemoragik.
b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya
bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit.
c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).

Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna
karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk
empiema akut atau kronik9

2.3 Etiologi

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.4

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,


virus), bronkiektasis, abses amoeba subfrenik yang menembus ke rongga
pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.4

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit


neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :4
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural

18
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Penyebab lain dari efusi pleura adalah:


Gagal Jantung
Kadar protein yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses subdiafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera thorax
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid,
fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen,
prokarbazin)

Pada anak-anak, efusi parapneumonik akibat infeksi dari pneumonia adalah


penyebab utama dan umum dari efusi pleura. Ada tiga tingkatan/tahap yang
berhubungan dengan efusi parapneumonik yang mungkin saling tumpang
tindih. Tahap eksudatif (tahap efusi tanpa komplikasi), tahap fibropurulent
(tahap mulai masuknya kuman/bakteri) dan tahap organisasi (tahap ketiga
menuju empyema).5

19
Tabel 1. Penyebab umum efusi pleura pada anak-anak

2.4 Tanda dan Gejala

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,


setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas. Pada anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering
dikeluhkan. Apabila dihubungkan dengan penyebabnya berupa pneumonia
maka gejala yang muncul adalah batuk, demam, sesak napas, menggigil.
Apabila penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak mungkin tidak
ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan
gejala sesak napas atau kesulitan bernapas.4,5

Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri


dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang
sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.4

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).5
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah

20
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah
ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.4

2.5 Patofisiologi

Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan
oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid
dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan
pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.5

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada
hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia),
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat
dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada
gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik,
dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat
disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari
kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga
mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya
rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.5

Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara


produksi oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini
dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis
pleura parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura
viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat
terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika
pembentukan cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya
reaksi radang yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu,
hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan
osmotic di kapiler darah 10

21
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam,
keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).

Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal
ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung
menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung
memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang
pleura.

Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura


menurut Sylvia Anderson Price dalam bukunya Patofisiologi adalah
kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura. Cairan dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke
ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis.
Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang
pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih
perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan
pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan

22
pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar
daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.

Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah


kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan
tekanan negatif intra pleura normal.

2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik


Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.

Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat
sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya
bergesekan dengan mudah selama bernapas. Sedikitnya cairan serous
menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan
reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.

Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal.
Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler
melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena

23
adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma.
Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang
melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan
cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini
bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.

Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih,


pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan
transudat., biasanya terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan
osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang
menderita oedemumum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan
jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah,
kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri
intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture
atau sobeknya adhesi pleural 9

2.6 Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:


1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar,
pergerakan pernapasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke
arah kontralateral.

24
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux
4. Auskultasi: suara napas yang menurun bahkan menghilang.

Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati


menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum. 4

Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan


tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).4

Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.4

Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya


penurunan suara pernapasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis,
dilakukan pemeriksaan berikut:
Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

25
Gambar 2.3 Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan

CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.

Gambar 2.4 CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan

USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

26
Gambar 2.5 USG Efusi pleura dengan celah yang multipel
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).6

Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien


dengan efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak-anak tidak
semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama. Efusi
parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang
tumpul minimal tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.5

Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage)


dianjurkan pada pasien anak-anak yang memiliki demam menetap,
toksisitas, organism tertentu (misalnya S.aereus atau pneumococcus), nyeri
pleura, kesulitan dalam bernapas, pergeseran mediastinum, gangguan
pernapasan yang membahayakan. Chest tube drainage semestinya segera
dilakukan apabila dari hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang
dari 7,2 kadar glukosa < 40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.5

Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil
untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.5

27
Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa
dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anak-anak
namun memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau
keganasan. Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan
perdarahan.6

Analisa cairan pleura

Tabel 2. Perbedaan Transudat dan Eksudat

Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.

2.6 Terapi

Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik memberikan


respon yang baik dengan pemberian terapi antibiotic sehingga tidak
memerlukan torakostomi. Pengobatan empyema (efusi parapneumonik yang
telah mengalami komplikasi) pada anak dimulai dengan terapi konservatif.
Pemberian awal terapi antibiotic didasari pada infeksi penyebab yang
mendasarinya dan pengurasan/pengeluaran cairan yang terinfeksi dengan
torakosentesis atau torakostomi tertutup.7

28
Tabel 3. Antibiotik pilihan sesuai dengan kuman penyebab

Antibiotik harusnya dipilih untuk mengatasi kebanyakan dari kuman


penyebab pneumonia pada kelompok usia anak-anak. Sampai kondisi
sebenarnya telah tegak didiagnosa, pemberian antibiotic spectrum luas
diperbolehkan/dibenarkan untuk mengurangi angka kematian yang tinggi
dan kesakitan yang berhubungan dengan empyema. Antibiotic secara
intravena harus diteruskan sampai kondisi anak bebas demam setidaknya 7-
10 hari, telah bebas dari penggunaan oksigen dan tidak lagi terlihat sakit.
Antibiotic secara oral kemudian diberikan selama 1-3 minggu.5,7

Drainage atau pengurasan dari empyema mencegah dari perkembangan


lokulasi dan pengelupasan jaringan fibrotic. Lebih lanjut dari tahap kedua
penyakit, pengurasan akan menjadi kurang efektif. Apakah seluruh empyema
membutuhkan pengurasan masih menjadi hal yang controversial, tidak ada
data yang dengan jelas menggambarkan penggunaannya pada anak-anak.
Keseluruhannya, torakostomi dengan pipa tertutup yang segera sebaiknya
menjadi pertimbangan yang kuat dengan indikasi :7
pH cairan pleura kurang dari 7,2 atau lebih dari 0,05 unit dibawah pH
arterial
glukosa cairan pleura kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L)
LDH cairan pleura lebih besar dari 1,000 U/L
Adanya pus yang terus-menerus
Terkontaminasi gram positif
Sepsis oleh karena S.aereus atau H.influenzae

29
Saat pengurasan cairan dengan pipa di dada mencapai kurang dari 30-50
ml/L dan tingkat konstitusional pasien mengalami perbaikan, pipa di dada
bisa dilepaskan. Pengobatan untuk lokulasi efusi parapenumonik (khususnya
tahap 2 dan 3) atau anak-anak yang masih ada demam, sakit/sedih, dan
kehilangan nafsu makan beberapa hari setelah terapi antibiotic secara
intravena jauh bervariasi.7

Terapi efektif lainnya yang sedang diperkenalkan adalah streptokinase (SK)


atau urokinase (UK) ke dalam rongga empyema, yang telah menunjukkan
mengurangi/mengecilkan perlekatan/adhesi, meningkatkan pengurasan, dan
memutus gejala. SK adalah protein turunan bakteri yang aktifitas tidak
langsungnya di system fibrinolisis. Masalah yang ikut menyertai pengobatan
ini adalah reaksi alergi dan neutralisasi antibody terhadap SK. Secara umum
pemberian SK adalah efektif dan aman, dan bisa membantu menyingkirkan
kemungkinan operasi/pembedahan pada kebanyakan kasus. Kombinasi dari
terapi mesti diberikan seawall mungkin setelah diganosa efusi
parapneumonik ditegakkan.8

UK adalah aktifator plasminogen langsung. Tidak seperti SK, pada UK ada


satu per satu hubungan dari produksi plasmin dari setiap molekul UK,
membuatnya penggunaannya semakin efisien. UK bukan antigen. Beberapa
penelitian mencatatkan penyelesaian yang lengkap dari pengambilan cairan
dengan lokulasi yang menetap dengan mengikuti pemasukan UK ke dalam
pipa dada. Tidak ada komplikasi yang dilaporkan baik pada kedua seri.
Indikasi dasar untuk UK pada efusi pleura termasuk :6,7
Lokus yang multiple (banyak), sesuai yang digambarkan oleh USG atau
Ct-Scan
Dugaan lokus multiple, sesuai dengan indikasi melalui pengurasan
dengan hasil yang kurang seperti diharapkan.

Kontraindikasi yang relative untuk penggunaan UK termasuk diantaranya


adalah perdarahan aktif, pembedahan beberapa waktu terakhir dan
kehamilan. Dosis yang diberikan bervariasi dari 20.000-100.000 U ke dalam
pipa dada dicampur dengan larutan normal saline (20-100 mL), dosis

30
optimal belum dapat ditentukan. Setelah pemasukan UK, pipa dada ditutup
selama 1-2 jam, pasien didoronng untuk mengubah-ubah posisi agar larutan
terdistribusi merata. Pemberian UK mungkin bisa diulang sebanyak 2-3 kali
dalam 2-3 hari.8

Karena penanganan empyema, khususnya pada tahap kedua dan ketiga


masih menjadi controversial, beberapa diantaranya menyarankan
penggunaan bedah lebih awal, seperti Video Assisted Thoracoscopy (VATS)
atau thorakoskopi dengan bantuan video, dengan pembuangan perlekatan
pada jaringan pleura. Pendekatan seperti ini harus disesuaikan dengan
tahapan penyakit, patogen penyebab, respon terhadap pemberian terapi awal
dan derajat terjebaknya paru.7

Pada fibropurulent yang lama dan tahap organisasi, pengurasan pleura


berkepanjangan tidak mencukupi. Jika pasien masih memiliki kesulitan
dalam bernapas, demam sehari-hari, dan leukositosis yang menetap sesuai
pemberian terapi antibiotic, VATS sebaiknya patut untuk dipertimbangkan. 6,7
VATS harus dipertimbangkan bagi anak-anak yang telah dipilih dengan efusi
parapneumonik atau empyema yang gejala klinisnya tidak mengalami
perbaikan, terperangkapnya paru berat, atau empyema yang disebabkan oleh
infeksi bakteri selain dari S.aereus. USG atau CT-Scan yang menunjukkan
lokus multiple atau perlekatan pleura yang luas dan terperangkapnya paru
menyarankan agar penggunaan VATS lebih cepat. Secara umum,
pembedahan seharusnya tidak dilakukan pada anak-anak selain daripada
alasan sepsis pleura yang menetap karena perbaikan klinis, fungsi system
pernapasan dan radiografi yang tidak normal terutama pada populasi anak-
anak.5

2.7 Prognosis

Anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan


respon yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampak sisa
kerusakan paru. Virus dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum
sembuh spontan. Pasien dengan empyema memerlukan perawatan yang lebih

31
lama di Rumah Sakit. Secara nyata tidak ada kematian yang muncul dengan
terapi yang benar. Kasus kematian rata-rata 3-6% telah dilaporkan pada
beberapa seri saat ini, dengan angka tertinggi muncul diantara bayi usia kurang
dari 1 tahun.7

BAB III
ANALISA KASUS

Pasien didiagnosis dengan efusi pleura et causa TB. Efusi pleura adalah sebuah
kelainan yang disebabkan oleh akumulasi cairan pada rongga pleura yang dapat
disebabkan akibat filtrasi berlebih atau defek absorbsi.11 Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk
menegakkan diagnosis adanya efusi pleura, dalam anamnesis perlu untuk
memastikan gejala yang dirasakan oleh pasien. Gejala efusi pleura tidak khas
karena tergantung dari penyakit yang mendasari dan besarnya efusi. Efusi pleura
yang disebabkan oleh adanya infeksi biasanya memiliki gejala sebagai berikut:
demam persisten, batuk, dyspnea, sputum produktif, dan nyeri dada. Pada efusi

32
pleura yang disebabkan oleh adanya keganasan memiliki gejala yang tidak khas
yaitu batuk, demam suhu rendah, dan apabila berada di stadium berat dapat terjadi
distres pernapasan.12 Pada efusi pleura yang disebabkan karena gagal jantung atau
sindrom nefrotik biasanya memilki gejala dyspnea, tanpa demam, dan disertai
edema pada ekstremitas.13 Secara epidemiologi, efusi pleura pada anak
kebanyakan disebabkan oleh infeksi sekunder, sedangkan pada dewasa
disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan malignansi.14 Pada pasien, terdapat
gejala-gejala yang sesuai dengan gejala pada efusi pleura yang disebabkan oleh
adanya infeksi yaitu adanya sesak napas yang memberat sejak 3 hari yang lalu,
batuk, dan demam peristen. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit jantung,
ginjal, hepar, maupun trauma pada thorax sehingga diagnosis banding efusi pleura
oleh penyebab lainnya dapat disingkirkan.

Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit seperti pneumonia, tuberculosis, atau infeksi virus. Pada pneumonia
biasanya pasien memiliki trias gejala pneumonia yaitu batuk produktif dengan
dahak purulen atau bisa berdarah, sesak napas, dan demam tinggi. 15 Pada infeksi
virus, biasanya lebih bersifat asimptomatik dan bersifat self-limiting disease.16
Pada tuberkulosis, biasanya memiliki gejala umum TB berupa demam subfebris
berkepanjangan, batuk kronik lebih dari 3 minggu, nyeri dada, keringat malam
hari, dan penurunan berat badan.17 Pada pasien ini, gejala yang dirasakan pasien
lebih mengarah ke efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis paru.

Pasien efusi pleura biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam posisi tubuh
tegak dibandingkan berbaring. Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi
sehingga cairan yang terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses
pengembangan paru dapat berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi
berbaring yang menyebabkan cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura
sehingga lebih menganggu proses pengembangan paru atau ventilasi.18 Pada
pasien ini, sesak napas tidak bergantung oleh posisi. Pasien tetap merasa sesak
saat posisi duduk ataupun berbaring. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi
efusi pleura yang masif.

33
Dari pemeriksaan fisik pasien, didapatkan peningkatan laju respirasi sebesar
42x/menit dan saat dilakukan pemeriksaan thorax, pasien tampak sesak, gerakan
napas menurun pada hemithorax sinistra, fremitus taktil sinistra melemah, pekak
pada perkusi seluruh interkostalis hemithorax sinistra, suara napas vesikuler
melemah dan ronki pada hemithorax sinistra. Hal ini dapat menandakan adanya
suatu kelainan di rongga thorax, bersifat unilateral, akibat akumulasi cairan pada
rongga pleura sinistra yang bersifat masif. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB
paru biasanya bersifat unilateral dan dapat terjadi secara primer akibat invasi
hematogen secara langsung.19

Untuk membantu menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan penunjang.


Rontgen thorax adalah suatu strategi imaging yang paling sederhana untuk
mengkonfirmasi adanya efusi pleura. Rontgen thorax dapat dilakukan dengan
posisi AP, Lateral, dan Dekubitus. Biasanya hasil rontgen thorax pasien efusi
pleura menunjukkan adanya free-flowing pleural fluid, sudut costofrenicus, dan
Meniscus Sign (+).20 Pada pasien ini, gambaran rontgen thorax sesuai dengan
gambaran rontgen thorax efusi pleura dengan kesan efusi pleura masif karena
perselubungan menutupi lebih dari setengah rongga pleura bahkan hampir semua
rongga pleura tertutupi oleh cairan pada posisi AP maupun lateral.

Setelah dapat mengkonfirmasi adanya efusi pleura, maka langkah selanjutnya


adalah mengkonfirmasi penyebab terjadinya efusi pleura dengan melakukan
thoracocentesis dan analisa cairan pleura. Thoracocentesis direkomendasikan pada
keadaan efusi pleura yang cukup, suspek empyema masif, keganasan, atau pada
neonatus. Thoracocentesis dikontraindikasikan pada efusi pleura yang minimal
atau kondisi non-komplikasi.21 Setelah dilakukan thoracocentesis maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis cairan pleura tersebut untuk mengetahui
komponen kimia cairan pleura. kriteria Light, yaitu rasio protein pleura dan
plasma > 0,5 rasio LDH cairan pleura dan plasma > 0,60 dan LDH cairan pleura
lebih besar dari 2/3 batas atas nilai normal LDH serum. 22 Selain itu didapatkan
hasil TbAg RD1-RD3 (+) pada analisis cairan pleura yang dapat mendukung kea
rah diagnosis TB. TbAg RD1-RD3 adalah tes untuk mendeteksi secreted antigen

34
Mycobacterium tuberculosis yang di kode gen RD-1 (Region of Difference1),
RD2 dan RD3. Tes ini dapat membantu untuk mendiagnosis TB karena memiliki
spesifisitas yang tinggi (92,86%).23

Mantoux test juga dapat membantu mendiagnosis tuberculosis pada anak.


Mantoux test dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml tuberculin PPD (suatu
protein dari Mycobacterium tuberculosis) dibagian volar lengan dengan arah
suntkan longitudinal. Reaksi diukur dalam 48-72 jam pasca penyuntikan. Pada
pasien didapatkan hasil Mantoux test negatif karena tidak ditemukan adanya
indurasi. Akan tetapi, pada pasien ini kemungkinan hasil Mantoux test
menunjukkan hasil negatif palsu. Hasil negatif palsu pada Mantoux test dapat
terjadi pada keadaan: imunosupresi karena obat atau penyakit infeksi virus
(campak, mumps, rubella, varicella, dan influenza).

Dalam mendiagnosis TB anak, terdapat pendekatan lain yaitu melalui sistem


skoring TB. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap
penelitian oleh para ahli IDAI, Kemenkes, dan WHO. Pasien dengan skoring TB
6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT.25 Pada pasien ini,
dilakukan perhitung skoring TB dan didapatkan hasil sebagai berikut:
- Kontak TB : Tidak Jelas (0)
- Uji Tuberkulin : Negatif (0)
- Keadaan gizi : Klinis gizi buruk atau BB/TB<70% atau
BB/U<60% (2)
- Demam yang tidak diketahui penyebabnya : 2 minggu (1)
- Batuk kronik : 3 minggu (1)
- Pembesaran kelenjar limfe : 1 cm, >1, tidak nyeri (1)
- Pembengkakan tulang : - (0)
- Ro Thorax : Sugestif TB (1)
Total skor = 6

Hasil skoring 6 menunjukkan kemungkinan diagnosis TB, dan dikarenakan secara


klinis dan pemeriksaan penunjang lainnya mengarah ke diagnosis TB sehingga
tetap memerlukan terapi OAT. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat
dilakukan adalah kultur. Kultur masih menjadi gold standard untuk mendiagnosa
penyakit tuberculosis. Kultur dapat dilakukan dengan menggunakan sampel
aspirat lambung ataupun cairan pleura dikarenakan anak-anak yang sulit untuk

35
mengeluarkan dahak. Hasil kultur juga dapat disertai dengan pemeriksaan tes
resistensi obat. 26

Sesuai guideline, pada pasien efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi maka
diberikan terapi antibiotik dan thoracocentesis sebagai terapi pilihan. First line
antibiotik yang dapat diberikan adalah penicillin, cephalosporin, clindamycin, dan
ciprofloxacin. Antibiotik dapat diberikan secara oral ataupun IV minimal 48 jam.
Setelah dilakukan thoracentesis, antibiotik oral dapat dilanjutkan 2-4 minggu. 27
Pada pasien ini diberikan antibiotik yaitu Ampicillin 3 x 1 gram IV dan Ceftizidim
3 x 1 gram IV sambil menunggu hasil pemeriksaan lainnya. Pasien juga diberikan
terapi cairan maintenance dengan menggunakan larutan D5 NS. Rumus
kebutuhan cairan pada pasien ini dihitung berdasarkan kebutuhan harian dengan
menggunakan rumus Holliday Segar sehingga didapatkan sebanyak 1700 ml/24
jam. Pasien juga diberikan paracetamol 3 x 375 cc jika diperlukan di saat suhu
mencapai > 38oC untuk membantu menurunkan demam tinggi.

36
BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan pada kasus ini:


1. Diagnosis akhir adalah efusi pleura et causa TB.
2. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang mengarah adanya penyakit tuberculosis sebagai penyebab
infeksi pada efusi pleura.
3. Pasien direncanakan untuk menjalani Torakosintesis setelah KU membaik
sebagai langkah teurapeutik dan diagnostik.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev


2002;23:417-425.
2. Huang Fl et al. Clinical experience of managing empyema thoracis in
children. J Microbiol Immunol Infect 2002;35:115-120.
3. Yousef AA, Jaffe A. The management of paediatric empyema. HK J
Paediatr 2009;14:16-21.
4. Obando I et al. Pediatric parapneumonic empyema, Spain. Emerging
infectious Disease 2008;14:1390-1396.
5. Chandra K, Randall DC. Neonatal pleural effusion. Arch Pathol Lab Med
2006;130:e22-e23.
6. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki A, Arman B. Management
of postpneumonic empyemas in children. Acta Chir Belg 2008;108:208-211.
7. Chih-Ta Y et al. Treatment of complicated parapneumonic pleural effusion
with intrapleural streptokinase in children. Chest 2004;125:566-571.
8. Robert LG, Mark H, Samuel W, Marjorie JA. Drainage, fibrinolytic or
surgery: a comparison of treatment options in pediatric empyema. Journal
of Pediatric Surgery 2004;39:1638-1642.
9. Sylvia A, Lorraine M, Patofisiologi konsep Klinis Proses-proses
Penyakit.ECG 2005: 739
10. Hood Alsagaff ,H. Abdul Mukty.Dasar-dasar ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press.2010: 786)
11. Wang NS. Anatomy of the pleura. Clin Chest Med. Jun 1998;19(2):229-40.
12. Calbo E, Diaz A, Canadell E, et al. Invasive pneumococcal disease among
children in a health district of Barcelona: early impact of pneumococcal
conjugate vaccine. Clin Microbiol Infect. Sep 2006;12(9):867-72
13. Cruz AT, Starke JR. Clinical manifestations of tuberculosis in children.
Paediatr Respir Rev. Jun 2007;8(2):107-17.
14. Alkrinawi S, Chernick V. Pleural infection in children. Semin Respir Infect.
Sep 1996;11(3):148-54
15. IDAI. 2009. PPM : Pneumonia

38
16. Saglani S, Harris KA, Wallis C, Hartley JC. Empyema: the use of broad
range 16S rDNA PCR for pathogen detection. Arch Dis Child. Jan
2005;90(1):70-3. [Medline]. 6
17. IDAI. 2009. PPM: TB
18. Neagley SR, Zwillich CW. The effect of positional changes on oxygenation
in patients with pleural effusions. Chest. 1985 Nov;88(5):714-7.
19. Brook I. Microbiology of empyema in children and adolescents. Pediatrics.
May 1990;85(5):722-6.
20. Avansino JR, Goldman B, Sawin RS, Flum DR. Primary operative versus
nonoperative therapy for pediatric empyema: a meta-analysis. Pediatrics.
Jun 2005;115(6):1652-9.
21. Munoz-Almagro C, Jordan I, Gene A, et al. Emergence of invasive
pneumococcal disease caused by nonvaccine serotypes in the era of 7-valent
conjugate vaccine. Clin Infect Dis. Jan 15 2008;46(2):174-82
22. Richard W. Light, Y.C. Gary Lee Light, Richard W. Textbook of pleural
diseases. 2008. Australia: Hodder Arnold
23. Selvi Liemena. 2014. Comparison of Diagnostic Examination appearance
Tuberculosis Antigen Rapid Test Kit Between Sputum Tuberculosis And
Lung Patient Serum.
24. Surajit Nayak and Basanti Acharjya. Mantoux test and its interpretation.
Indian Dermatol Online J. 2012 Jan-Apr; 3(1): 26.
25. Kemenkes RI. 2013 Juknis Managemen TB Anak.
26. CDC. 2013. Diagnosis of tuberculosis disease
27. Jaffe A, Balfour-Lynn IM. Management of empyema in children. Pediatr
Pulmonol. Aug 2005;40 (2):148-56

39

Anda mungkin juga menyukai