Anda di halaman 1dari 142

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN


NOMOR 19 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN


TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NUNUKAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar-


sektor, antar wilayah, dan antar pelaku dalam pemanfaatan ruang di
Kabupaten Nunukan, diperlukan pengaturan penataan ruang secara serasi,
selaras, seimbang, berdayaguna, berhasilguna, berbudaya dan berkelanjutan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan;

b. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman


masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang,
memerlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif
dan partisipatif, agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan;
c. bahwa untuk mengakomodasi dinamika perkembangan
pembangunan yang tumbuh pesat di Kabupaten Nunukan dan untuk
menjamin keterpaduan dan keserasian antara Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Nunukan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Kalimantan Timur dan Nasional, diperlukan sinkronisasi
terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan;
d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang
dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur, maka
Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut perlu dijabarkan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; dan
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b, c, dan d perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan Tahun 2012 - 2032.

[1]
Mengingat : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan
Kedua Pasal 18 ayat (6);
b. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur
dan Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 175,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962);
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
d. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103); dan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5160).

[2]
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
dan
BUPATI NUNUKAN

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2012 - 2032
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Nunukan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nunukan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau
aspek fungsional.
10. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
11. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten
adalah rencana tata ruang wilayah yang mengatur rencana struktur ruang dan pola
ruang wilayah Kabupaten.
13. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
14. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi.

[3]
15. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
16. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan kawasan
perkotaan dan perdesaan skala kabupaten atau kecamatan.
17. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLP adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan karena memiliki keunggulan yang berfungsi sebagai
pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan kawasan perkotaan dan
perdesaan skala kabupaten atau kecamatan.
18. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan
perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan
Negara.
19. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa, atau
berpotensi untuk melayani kegiatan kecamatan-kecamatan wilayah belakangnya atau
melayani antar kecamatan, khususnya kecamatan yang berdekatan.
20. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan yang melayani desa/ kelurahan yang ada di kecamatan tersebut.
21. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
22. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
23. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna.
24. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
25. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
26. Sempadan jalan adalah garis batas tertentu sebelah kanan kiri sumbu jalan yang
merupakan batas luar dari bidang tanah yang dibatasi oleh penguasa jalan.
27. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan
sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
28. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
29. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari satu jaringan irigasi.

[4]
30. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian,
penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
31. Irigasi perdesaan adalah jaringan irigasi desa yaitu jaringan irigasi yang dibangun dan
dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.
32. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
33. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
34. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
35. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang
berguna sebagai sumber air.
36. Sempadan adalah kawasan tertentu di sekeliling, sepanjang atau di kiri kanan serta
atas dan bawah sumber air yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan
sumber air.
37. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.
38. Garis sempadan pantai yang selanjutnya disebut GSP adalah kawasan tertentu
sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai. Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi
wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
39. Sungai adalah tempat atau wadah air berupa jaringan pengaliran air mulai dari mata air
sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri di sepanjang pengalirannya oleh garis
sempadan.
40. Waduk adalah air buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan
pelebaran alur/ badan/ palung sungai, atau dataran yang diperdalam.
41. Danau adalah wadah air yang terbentuk secara alamiah, dapat berupa bagian dari
sungai yang lebar dan kedalamannya jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang
bersangkutan.
42. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai
wilayah sistem penyangga kehidupan.
43. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
44. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan dan perlindungan terhadap habitatnya.
45. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

[5]
46. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
47. Kawasan rawan bencana adalah kawasan dengan kondisi atau karakteristik geologis,
biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada satu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
48. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan
geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang mengalami kejadian longsor
dengan frekuensi cukup tinggi.
49. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan yang sering atau
berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung
oleh drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan
masalah yang merugikan manusia.
50. Kawasan kars adalah kawasan batuan karbonat berupa batugamping dan dolomite
yang memperlihatkan morfologi kars, atau daerah yang mempunyai karakteristik
bentang alam dan hidrologi unik yang terjadi akibat adanya kombinasi antara batuan
yang mudah larut, porositas sekunder, dan pengaruh air alami sebagai agen pelarutan
mengandung aspek batuan (geologi) dan bentang alam (geomorfologi) meliputi aspek
hidrologi-hidrogeologi serta keseluruhan aspek lingkungannya.
51. Prinsip-prinsip mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
52. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
53. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan yang diperuntukan untuk
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
54. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan
kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, dan peternakan.
55. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan
untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok
bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
56. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
57. Kawasan minapolitan adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis sektor
kelautan dan perikanan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah,
swasta, dan masyarakat.
58. Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola
oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
59. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
60. Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang memiliki potensi sumber
daya bahan tambang yang berwujud mineral logam, mineral non logam, dan panas

[6]
bumi berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh
tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum,
eksplorasi, operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan
maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budi daya
maupun kawasan lindung.
61. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusa-
haan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
kepariwisataan.
62. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
63. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
64. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
65. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk
kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu
mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
66. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan.
67. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalurdan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
68. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah
bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
69. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar
dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
70. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
71. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
72. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya.
73. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh,
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan
produktivitas lingkungan hidup.

[7]
74. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan
permukiman.
75. Fasilitas umum adalah fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus dan fasilitas sosial.
76. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan Negara, ekonomi,
sosial, budaya dan/atau lingkkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai
warisan dunia.
77. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disebut KSK adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan/atau
pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi.
78. Kabupaten daratan Kalimantan (mainland) adalah wilayah Kabupaten Nunukan yang
terletak di daratan Pulau Kalimantan.
79. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
80. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
81. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan
ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
82. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
83. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
84. Badan hukum adalah perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama atau
membentuk badan usaha bertujuan profit maupun non profit dan merupakan satu
kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.
85. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah
badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Nunukan dan
mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan
ruang di Kabupaten.
86. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat atau badan hukum.
87. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
88. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
89. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
90. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
91. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

[8]
92. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
93. Klaster ekonomi adalah kawasan yang memiliki potensi perkembangan ekonomi dari
berbagai aspek yang didukung oleh sarana prasarana pendukung dan diprioritaskan
pembangunannya.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 1
Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah terwujudnya penataan ruang wilayah
yang pro rakyat berbasis agroindustri dan berwawasan lingkungan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang

Paragraf 1
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 2
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Nunukan.
(2) Kebijakan penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan
terkait pengembangan agroindustri;
b. pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan sarana dan prasarana
wilayah secara berjenjang dan sinergis;
c. pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem wilayah;
d. pemanfaatan potensi sumberdaya alam dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan; dan
e. peningkatan fungsi kawasan kepentingan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 2
Strategi Penataan Ruang

Pasal 3
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) ditetapkan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan terkait
pengembangan agroindustri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a
dengan strategi meliputi:

[9]
a. menetapkan pengembangan klaster ekonomi;
b. memantapkan ekonomi utama yang telah ada dan diversifikasi;
c. mengoptimalkan distribusi spasial kegiatan ekonomi; dan
d. memperkuat keterkaitan internasional dalam pemasaran produk lokal;
(3) Pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan prasarana wilayah secara
berjenjang dan sinergis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dengan
strategi meliputi:
a. memantapkan pengembangan PKW didukung oleh pusat kegiatan PKL, PPK dan
PPL yang saling berhirarki dan saling interdependen;
b. memantapkan dan meningkatkan peranan PKSN di kabupaten sebagai pintu
gerbang internasional, pos lintas batas, simpul utama transportasi, dan pusat
pertumbuhan ekonomi;
c. meningkatkan keterkaitan antara PKW, PKL, PPK, dan PPL melalui keterpaduan
sistem transportasi dan sistem prasarana lainnya;
d. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi wilayah yang
seimbang dan terpadu;
e. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan energi listrik, dan
telekomunikasi dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat;
f. meningkatkan keterpaduan pendayagunaan sumberdaya air melalui peningkatan
kapasitas pelayanan jaringan irigasi dan sumber-sumber air untuk pengairan; dan
g. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air limbah, drainase,
dan persampahan secara terpadu melalui kemitraan pemerintah, swasta, dan
masyarakat.
(4) Pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dengan strategi meliputi :
a. meningkatan fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan hutan;
b. memulihkan secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah fungsi;
c. membatasi pengembangan prasarana wilayah di sekitar kawasan lindung untuk
menghindari tumbuhnya kegiatan perkotaan yang mendorong alih fungsi lahan
lindung;
d. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan pada
kawasan lindung; dan
e. menetapkan kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis sebagai kawasan
lahan sawah berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan
budidaya lainnya.
(5) Pemanfaatan potensi sumberdaya alam dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dengan strategi
meliputi :
a. meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, perkebunan dan perikanan
yang berorientasi pada keunggulan kompetitif; dan
b. membatasi kegiatan budidaya yang berpotensi tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungan;
(6) Peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dengan strategi meliputi:

[10]
a. mendukung penetapan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi khusus
Pertahanan dan Keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di
sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan khusus
pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi :
a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.
(3) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem jaringan prasarana lainnya.
(4) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan

Paragraf 1
Sistem Perkotaan

Pasal 5
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. PKSN
b. PKW;
c. PKWp;
d. PKL; dan
e. PPK.

[11]
(2) PKSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Nunukan di Kecamatan Nunukan;
b. Simanggaris di Kecamatan Nunukan; dan
c. Long Midang di Kecamatan Krayan.
(3) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kawasan perkotaan Nunukan di Kecamatan Nunukan; dan
b. wilayah Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis Ogong.
(4) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Sungainyamuk di Kecamatan Sebatik Timur;
b. Long Bawan di Kecamatan Krayan; dan
c. Long Layu di Kecamatan Krayan.
(5) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. Perkotaan Mensalong di Kecamatan Lumbis;
b. Perkotaan Pembeliangan di Kecamatan Sebuku;
c. Perkotaan Atap di Kecamatan Sembakung; dan
d. Srinanti di Kecamatan Seimanggaris.
(6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. Binalawan di Kecamatan Sebatik Barat;
b. Aji Kuning di Kecamatan Sebatik Tengah;
c. Binuang di Kecamatan Krayan Selatan;
d. Lembudud di Kecamatan Krayan;
e. Seipancang di Kecamatan Sebatik Utara; dan
f. Tanjung Karang di Kecamatan Sebatik.

Paragraf 2
Sistem Perdesaan

Pasal 6
(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berupa PPL.
(2) PPL terdiri atas pusat permukiman yang tidak termasuk PKSN, PKW, PKWp, PKL, atau
PPK.
(3) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Sekikilan di Kecamatan Tulin Onsoi;
b. Bambangan di Kecamatan Sebatik Barat;
c. Saduman di Kecamatan Sembakung Atulai;
d. Tanjung Aru di Kecamatan Sebatik Timur; dan
e. Makmur di Kecamatan Tulin Onsoi.

[12]
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 7
Sistem jaringan prasarana utama Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) huruf a terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan perkeretaapian;
c. sistem jaringan transportasi laut; dan
d. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. jaringan jalan dan jembatan;
b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan
d. jaringan transportasi sungai dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
b. jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten;
c. jaringan jalan kabupaten; dan
d. jembatan.
(3) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan kolektor primer 1 (K-1) meliputi:
1. ruas jalan Mensalong Simpang Tiga Apas;
2. ruas jalan Simpang Tiga Apas Simanggaris;
3. ruas jalan Simanggaris Sei Ular;
4. ruas jalan Simanggaris Batas Negara; dan
5. ruas jalan lingkar Pulau Sebatik.
b. jaringan jalan strategis nasional meliputi :
1. ruas jalan Mensalong Tau Lumbis Batas Negara Malaysia;
2. ruas jalan Long Midang (Batas Negara) Long Semamu di Kabupaten
Malinau;
3. ruas jalan Lingkar Sebatik di Pulau Sebatik;

[13]
c. pengembangan jaringan jalan kolektor primer 1 (K-1), yaitu jalan lingkar Pulau
Nunukan.
(4) Jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. ruas jalan Simanggaris Mansalong; dan
b. jalan strategis provinsi berupa ruas jalan Simanggaris Tau Lumbis.
(5) Jaringan jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa
pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan ruas jalan kabupaten tercantum dalam
Lampiran II dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa pembangunan, dan
pemeliharaan jembatan kabupaten tercantum dalam Lampiran II dan merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe A berada di Simanggaris;
b. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe B berada di Long Midang
Kecamatan Krayan dan Mansalong Kecamatan Lumbis;
c. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe C berada di Kecamatan Nunukan
Selatan, Sebuku, Sembakung, dan Kecamatan Sebatik;
d. optimalisasi terminal penumpang Tipe C berada di Kecamatan Nunukan dan di
Bambangan Kecamatan Sebatik Barat;
e. pengembangan penerangan jalan umum (PJU) di seluruh kecamatan menggunakan
skala prioritas meliputi:
1. peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan
keberadaan PJU liar dan meminimalisir pencurian komponen dan kabel PJU;
2. pengembangan teknologi penggunaan energi dari listrik ke tenaga surya dan
tenaga bayu/angin;
3. pemeliharaan penerangan jalan umum;
f. pengembangan perlengkapan jalan berupa pengadaan dan pemasangan
perlengkapan jalan pada jaringan jalan di perkotaan dan jaringan jalan strategis
kabupaten;
g. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor berada di Kecamatan Nunukan; dan
h. pengembangan unit pengujian kendaraan bermotor di Pulau Sebatik dan di wilayah
daratan Pulau Kalimantan.
(8) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berupa penataan jaringan trayek angkutan penumpang meliputi:
a. angkutan penumpang Pulau Nunukan, terdiri dari :
1. dalam Kota Nunukan;
2. Sedadap Mamolo; dan
3. Sei Fatimah Binusan.
b. angkutan penumpang dalam Pulau Sebatik;
c. angkutan penumpang di wilayah daratan Pulau Kalimantan, terdiri dari :
1. Sungai Ular Simenggaris - Sebuku Sembakung Lumbis;

[14]
2. Mensalong Malinau.
d. angkutan umum perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antar ibukota
kecamatan di wilayah kabupaten daratan Kalimantan meliputi :
1. Pembeliangan Atap;
2. Pembeliangan Sanur Makmur Sekikilan; dan
3. Pembeliangan Mansalong.
(9) Jaringan transportasi sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas:
a. penataan jaringan trayek angkutan penumpang dan barang meliputi:
1. Nunukan Sebatik (Nunukan Bambangan, Sedadap Mantikas, Nunukan
Sungainyamuk)
2. Nunukan Simanggaris;
3. Nunukan Sungai Ular;
4. Mensalong Binter Tau Lumbis;
5. Mensalong Tarakan;
6. Nunukan Pembeliangan; dan
7. Nunukan Atap;
b. peningkatan dermaga-dermaga di Nunukan, Sebuku, Sei Ular, Simenggaris,
Sembakung, Mensalong, Binter, dan Tau Lumbis.
c. penyediaan dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas sungai dan sarana
pengawasan keselamatan lainnya.
d. pengembangan sarana-prasarana angkutan penyeberangan, meliputi :
1. optimalisasi pelabuhan dan pelayaran lintas penyeberangan Nunukan
Tarakan; dan
2. pembangunan angkutan penyeberangan lintas penyeberangan Nunukan -
Sebatik, Nunukan Simenggaris dan Sebatik Simenggaris.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Perkeretaapian

Pasal 9
(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. rencana pengembangan jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah jaringan jalur kereta api umum antarkota.
(3) Jaringan jalur kereta api umum antarkota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa
pembangunan jaringan jalur kereta api nasional, meliputi : Provinsi Kalimantan Selatan
Kuaro Long kali Penajam Balikpapan Sanga-sanga - Samarinda Bontang
Sanggata Muara Wahau Muara Lesan Tanjung Redeb Tanjung Batu Tanah

[15]
Kuning Tanjung Selor Kerang Agung Sesayap Tidung Pale Nunukan Kota
Mensalong Pembeliangan Salang Simanggaris Batas Negara; dan
(4) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah stasiun kelas
kecil yang direncanakan di Mensalong dan Simanggaris.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. pengembangan pelabuhan laut; dan
b. alur pelayaran lalu lintas laut.
(2) Pengembangan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. pengembangan Pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Tunon Taka berada di
Kecamatan Nunukan;
b. pengembangan pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Sungainyamuk berada di
Kecamatan Sebatik Timur; dan
c. pengembangan dan operasionalisasi Pos Lintas Batas Laut (PLBL) Liem Hie Jung
dan Sungaipancang;
(3) Alur pelayaran lalu lintas laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. optimalisasi alur pelayaran terdiri atas;
1. Nunukan Sebatik;
2. Nunukan Tarakan;
3. Nunukan Balikpapan;
4. Nunukan Makassar;
5. Nunukan Pantoloan;
6. Nunukan Pare-Pare;
7. Nunukan Toli-Toli;
8. Nunukan Surabaya;
9. Nunukan NTT; dan
10. Nunukan Tawau (Malaysia).
b. Rencana pengembangan alur pelayaran nasional dan internasional meliputi :
1. Nunukan Bitung;
2. Nunukan Sandakan (Malaysia); dan
3. Nunukan Filipina Selatan.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Transportasi Udara

[16]
Pasal 11
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf d berupa hirarki bandar udara.
(2) Hirarki bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. bandar udara pengumpul skala tersier;
b. bandar udara pengumpan;
c. bandar udara khusus perbatasan darat; dan
d. bandar udara penanganan bencana.
(3) Bandar udara pengumpul skala tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
berupa bandar udara Nunukan di Kecamatan Nunukan;
(4) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. bandar udara Yuvai Semaring di Kecamatan Krayan; dan
b. Bandar udara Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Bandar udara khusus perbatasan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdiri atas:
a. Bandar udara khusus Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis;
b. bandar udara khusus Binuang di Kecamatan Krayan Selatan;
c. bandar udara khusus Kampung Baru di Kecamatan Krayan;
d. bandar udara khusus Kurid di Kecamatan Krayan;
e. bandar udara khusus Lembudud di Kecamatan Krayan;
f. bandar udara khusus Berian Baru di Kecamatan Krayan;
g. bandar udara khusus PaUpan di Kecamatan Krayan;
h. bandar udara khusus Buduk Kubul di Kecamatan Krayan;
i. bandar udara khusus Long Rungan di Kecamatan Krayan Selatan; dan
j. bandar udara khusus mansalong di Kecamatan Lumbis.
(6) Bandar udara penanganan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yaitu
Bandar Udara Nunukan.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 12
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b
terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem jaringan prasarana lingkungan; dan

[17]
e. sistem jalur dan ruang evakuasi.

Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Energi

Pasal 13
(1) Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a
meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. transmisi kabel listrik bawah laut; dan
c. pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan)
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Sungai Bilal Kapasitas
Terpasang 18,6 MW dengan Daya Mampu 8,47 MW di Kecamatan Nunukan,
Sungainyamuk Kecamatan Sebatik Timur Kapasitas Terpasang 3,98 MW dengan
Daya Mampu 2,21 MW, Desa Atap Kecamatan Sembakung Kapasitas Terpasang
350 Kva dengan Daya Mampu 300 KVa;
b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Pembeliangan
Kecamatan Sebuku sebesar 420 kVA.
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sei.banjar Binusan
Kecamatan Nunukan sebesar 2 x 7 MW.
d. operasionalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Desa Tepian
Kecamatan Sembakung sebesar 8 MW.
e. Perluasan jaringan listrik untuk Desa Mansalong Kecamatan Lumbis (Interkoneksi
jaringan dari PT. PLN Ranting Malinau);
(3) Transmisi kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu dari
PLTG di Desa Tepian (Sebaung) ke Pulau Nunukan (Sei. Lancang), dan dari Pulau
Nunukan (Sedadap) ke Pulau Sebatik.(Liang Bunyu).
(4) Pengembangan wilayah usaha PT. PLN (Persero) Area Berau Ranting Nunukan di
wilayah perbatasan Kecamatan Krayan dan sekitarnya dengan pembukaan Unit
layanan Listrik PLN di Krayan dan rencana pengembangan unit layanan PLN di
Kecamatan Sebuku sebagai langkah awal dan tolok ukur peningkatan Ratio Elektrifikasi
(5) Pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), baik berupa PLTS komunal maupun PLTS
SHS (unit rumah tangga) yang tersebar di seluruh kecamatan dengan memaksimalkan
potensi yang ada pada daerah setempat dengan memperhatiakn karateristik Desa

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 14
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b
meliputi:
a. pengembangan jaringan kabel teresterial;

[18]
b. pengembangan jaringan nirkabel (seluler); dan
c. pengembangan jaringan satelit.
(2) Pengembangan jaringan kabel teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa peningkatan jaringan kabel telepon di seluruh kecamatan;
(3) Pengembangan jaringan nirkabel (seluler) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa pengelolaan menara/Base Transceiver Station (BTS) dan pemancar radio di
seluruh kecamatan;
(4) Pengembangan menara BTS diarahkan sebagai menara bersama antar penyedia jasa
seluler;
(5) Pengembangan jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa
peningkatan dan pengembangan layanan internet sebagai fasilitas umum di seluruh
kecamatan.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 15
(1) Rencana sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
c terdiri atas :
a. pengelolaan wilayah sungai;
b. pengelolaan waduk dan embung;
c. sistem jaringan irigasi;
d. sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri;
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir.
(2) Pengelolaan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap meliputi :
a. DAS Sesayap;
b. DAS Sembakung;
c. DAS Sebakis;
d. DAS Sebuku;
e. DAS Simenggaris; dan
f. DAS Linuang Kayan.
(3) Pengelolaan waduk dan embung sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b terdiri atas :
a. waduk berupa waduk Bilal berada di Kecamatan Nunukan; dan
b. embung meliputi:
1. embung Bolong berada di Kecamatan Nunukan; dan
2. embung Sebatik berada di Kecamatan Sebatik.
(4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. pengelolaan daerah irigasi (DI) kewenangan provinsi; dan

[19]
b. pengelolaan DI kewenangan kabupaten.
(5) Pengelolaan daerah irigasi (DI) kewenangan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a terdiri atas :
a. DI Terang Baru seluas kurang lebih 1.160 (seribu seratus enam puluh) hektar
berada di Kecamatan Krayan;
b. DI Binalawan seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar berada di Kecamatan
Sebatik Barat;
c. DI Tanjung Aru seluas kurang lebih 1.000 (seribu ) hektar berada di Kecamatan
Sebatik; dan
d. DI Sebatik seluas kurang lebih 1.100 (seribu seratus) hektar berada di kecamatan
Sebatik.
(6) Pengelolaan DI kewenangan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
terdiri atas :
a. DI Mensapa seluas kurang lebih 560 (lima ratus enam puluh) hektar berada di
Kecamatan Nunukan Selatan;
b. DI Setabu seluas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar berada di
Kecamatan Sebatik Barat;
c. DI Berian Baru seluas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar berada di
Kecamatan Krayan; dan
d. DI Tanjung Karya seluas kurang lebih 525 (lima ratus dua puluh lima) hektar berada
di Kecamatan Krayan.
(7) Sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa rencana pengembangan penyediaan air baku
meliputi pemanfaatan sumber-sumber air baku melalui embung Bilal dan embung
Bolong.
(8) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e terdiri atas:
a. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan;
b. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan Selatan;
c. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik;
d. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Barat;
e. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Timur;
f. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Utara;
g. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Tengah;
h. jaringan perpipaan di Kecamatan Sebuku;
i. jaringan perpipaan di Kecamatan Tulin Onsoi;
j. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung;
k. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung Atulai;
l. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis;
m. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis Ogong;
n. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan; dan
o. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan Selatan.

[20]
(9) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa
konstruksi pengendali banjir.
(10) Konstruksi pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdiri atas:
a. perbaikan dan pengaturan sistem meliputi:
1. perbaikan infrastruktur pengendali banjir;
2. perbaikan sumur resapan pada kawasan hunian atau permukiman;
3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendalian banjir;
4. pengendalian tata ruang;
5. pengaturan debit banjir;
6. pengaturan daerah rawan banjir;
7. peningkatan peran masyarakat;
8. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat;
9. pengelolaan daerah tangkapan air; dan
10. pengelolaan keuangan.
b. pembangunan pengendali banjir meliputi:
1. pembuatan sumur resapan pada kawasan hunian permukiman;
2. pembuatan tanggul baru atau mempertinggi tanggul yang sudah ada;
3. normalisasi sungai;
4. pembuatan bangunan-bangunan pelindung tebing pada tempat yang rawan
longsor; dan
5. pemasangan pompa banjir pada kawasan terindikasi rawan banjir.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 16
(1) Sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d
terdiri atas :
a. sistem jaringan drainase;
b. sistem jaringan persampahan;
c. sistem jaringan air minum; dan
d. sistem jaringan pengelolaan limbah.
(2) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. jaringan drainase primer meliputi:
1. Sungai Sebuku;
2. Sungai Seimanggaris;
3. Sungai Sembakung;
4. Sungai Bolong;

[21]
5. Sungai Bilal;
6. Sungai Mansapa; dan
7. Sungai Pancang.
b. jaringan drainase sekunder meliputi:
1. anak-anak sungai; dan
2. saluran permanen yang dibuat secara khusus.
c. jaringan drainase tersier berupa jaringan drainase yang terdapat pada kawasan
permukiman.
(3) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas
:
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan kabupaten;
b. pengembangan teknologi komposing sampah organik pada kawasan permukiman
perdesaan dan perkotaan;
c. optimasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) di setiap pusat kegiatan
masyarakat, pasar, permukiman, perkantoran, dan fasilitas sosial lainnya;
d. rencana pembangunan TPA terpadu berada di Tanjung Harapan Kecamatan
Nunukan; dan
e. penerapan 3R (reduce, reuse, dan recycle).
(4) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum perkotaan meliputi :
1. Sungai Bolong melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Nunukan
Selatan;
2. Sungai Bilal melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Nunukan
Selatan;
3. Sungai Pancang melayani area perkotaan Sebatik, Sebatik Tengah, Sebatik
Utara, Sebatik Timur dan Sebatik Barat;
4. Sungai Sembakung melayani area perkotaan Atap Kecamatan Sembakung;
5. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan Krayan;
6. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan Krayan
Selatan; dan
7. Pengolahan sumber air tanah dan pipanisasi di Pembeliangan Kecamatan
Sebuku.
b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan
c. peningkatan pelayanan kran umum.
(5) Sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. rencana pengelolaan limbah domestik; dan
b. rencana pengelolaan limbah industri.
(6) Rencana pengelolaan limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a
meliputi :

[22]
a. pemenuhan prasarana jamban ber-septic tank pada setiap rumah di kawasan
permukiman perkotaan dan perdesaan;
b. pengembangan jamban komunal (WC umum); dan
(7) Rencana pengelolaan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
berupa pengembangan prasarana pengolahan limbah industri, limbah medis, limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) secara mandiri.

Paragraf 5
Sistem Jalur dan Ruang Evakuasi

Pasal 17
(1) Sistem jalur dan ruang evakuasi bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf e meliputi :
a. jalur evakuasi bencana tanah longsor tersebar di seluruh kecamatan wilayah
Kabupaten Nunukan;
b. jalur evakuasi bencana abrasi berada di wilayah sepanjang pantai Pulau Sebatik
dan Pulau Nunukan meliputi:
1. Kecamatan Sebatik Barat; dan
2. Kecamatan Nunukan;
c. jalur evakuasi bencana banjir Kecamatan Sembakung berada pada jalan darat Atap,
Kunyit; dan
d. jalur evakuasi bencana tanah longsor berada di Kecamatan Seimanggaris, Sebuku,
Tulin Onsoi, Sembakung Atulai.
(2) Pengembangan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lapangan terbuka di seluruh kecamatan;
b. gedung pemerintah di seluruh kecamatan;
c. gedung olahraga di seluruh kecamatan; dan
d. gedung pertemuan di seluruh kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur dan ruang evakuasi bencana diatur dalam
peraturan bupati.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 18
(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas :
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.

[23]
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 19
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat; dan
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;

Paragraf 1
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap
Kawasan Bawahannya

Pasal 20
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf a berupa hutan lindung seluas kurang lebih 157.379,7
(seratus lima puluh tujuh ribu tigaratus tujuh puluh sembilan koma tujuh) hektar dan
berstatus Holding Zone seluas kurang lebih 12.139,5 (duabelas ribu seratus tiga puluh
sembilan koma lima) hektar meliputi :
a. kawasan hutan lindung di Pulau Nunukan seluas kurang lebih 2.631,2 (dua ribu enam
ratus tiga puluh satu koma dua) hektar dan berstatus holding zone seluas kurang lebih
2.155,3 (dua ribu seratus lima puluh lima koma tiga) hektare;
b. kawasan hutan lindung di Pulau Sebatik seluas kurang lebih 2.300 (dua ribu tiga ratus)
hektar dan berstatusholding zone seluas kurang lebih 974,4 (sembilan ratus tujuh puluh
empat koma empat) hektare;
c. kawasan hutan lindung di di Kecamatan Tulin Onsoi seluas kurang lebih 16.776,2
(enambelas ribu tujuh ratus tujuh puluh enam koma dua) hektar dan berstatus holding
zone seluas kurang lebih 5.993,8 (lima ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga koma
delapan) hektare;
d. kawasan hutan lindung di Kecamatan Sebuku seluas kurang lebih 346,1 (tigaratus
empat puluh enam koma satu) hektardan berstatus holding zone seluas kurang lebih
346,1 (tigaratus empat puluh enam koma satu) hektare;
e. kawasan hutan lindung di Kecamatan LumbisOgong seluas kurang lebih 94.300,6
(sembilan puluh empat ribu tiga ratus koma enam) hektardan berstatus holding zone
seluas kurang lebih 2.669,9 (duaribu enam ratus enam puluh sembilan koma sembilan)
hektare;
f. kawasan hutan lindung di Kecamatan Krayan seluas kurang lebih 6.450,2 (enam ribu
empat ratus lima puluh koma dua) hektar; dan
g. kawasan hutan lindung di Kecamatan KrayanSelatan seluas kurang lebih 34.575,4 (tiga
puluh empat ribu lima ratus tujuh puluh lima koam empat) hektar.

[24]
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 21
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b
meliputi:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai; dan
c. kawasan ruang terbuka hijau perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih
3.903 (tiga ribu sembilan ratus tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sei Menggaris;
d. Kecamatan Sebatik;
e. Kecamatan Sebatik Utara;
f. Kecamatan Sebatik Timur;
g. Kecamatan Sebatik Barat; dan
h. Kecamatan Sembakung.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar di sepanjang
kanan kiri sungai seluas kurang lebih 30.100 (tiga puluh ribu seratus) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Sei Menggaris;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis; dan
h. Kecamatan Lumbis Ogong.
(4) Kawasan ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
seluas kurang lebih 845 (delapan ratus empat puluh lima) hektar, ruang terbuka hijau
sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. ruang terbuka hijau publik; dan
b. ruang terbuka hijau privat.

(5) Ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)huruf a seluas kurang
lebih 173 (seratus tujuh puluh tiga) hektar atau 30 % dari luas kawasan budidaya

[25]
perkotaan, terdiri atas:
a. ruang terbuka hijau taman;
b. ruang terbuka hijau tempat pemakaman Umum;
c. ruang terbuka hijau sempadan jalan;
d. ruang terbuka hijau sempadan sungai;
e. ruang terbuka hijau hutan kota; dan
f. ruang terbuka hijau lapangan olah raga.
(6) Ruang terbuka hijau taman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, terdapat
di setiap kecamatan dengan alokasi terpadu dengan area pusat pelayanan
kecamatan seluas kurang lebih 2 hektar.
(7) Ruang terbuka hijau tempat pemakaman umum (TPU) sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf b, meliputi TPU yang sudah ada dan TPU yang akan
dikembangkan di setiap Kecamatan seluas 10 ha.
(8) Ruang terbuka hijau sempadan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, terdiri dari sempadan jalan kolektor dan lokal, serta jalan lingkar luar
seluas kurang lebih 53 (lima puluh tiga) hektar.
(9) Ruang terbuka hijau sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d terdiri dari sempadan Sungai Bolong, Sungai Sembilang, Sungai
Sedadap, Sungai Pancang, Sungai Nyamuk, Sungai Bajau seluas kurang lebih 15 (
l i m a b e l a s ) hektar.
(10) Ruang terbuka hijau hutan kota dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa Hutan Kota
di Nunukan selatan Kecamatan Nunukan selatan seluas kurang lebih 9,3 (sempilan
koma tiga) hektar.
(11) Ruang terbuka hijau lapangan olah raga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f berupa lapangan olah raga yang terdapat di dalam kecamatan Nunukan
kecamatan Nunukan selatan kecamatan Sebatik utara kecamatan Sebatik timur
kecamatan Sebatik seluas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar.

(12) Ruang terbuka hijau privat kota di wilayah pulau Nunukan dan Pulau Sebatik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b seluas kurang lebih 682 (enam
ratus delapan puluh dua) hektar atau 30 % dari luas kawasan budidaya perkotaan
meliputi :

a. ruang terbuka hijau pekarangan rumah;


b. ruang terbuka hijau perdagangan dan jasa;

Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 22
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 huruf c meliputi:
a. kawasan suaka margasatwa (SM);
b. kawasan konservasi perairan daerah;
c. kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove;
d. taman nasional (TN); dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

[26]
(2) Kawasan Konservasi Perairan Daerah kurang lebih seluas 227 (dua ratus dua puluh
delapan) hectare meliputi:
a. Desa Setabu Kecamatan Sebatik Barat; dan
b. Tanjung Cantik Nunukan Barat Kecamatan Nunukan.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c seluas kurang lebih 39.091,2 (tiga puluh Sembilan ribu Sembilan puluh dua
koma dua)hektar meliputi:
a. Kecamatan Sei Menggaris;
b. Kecamatan Nunukan;
c. Kecamatan Nunukan Selatan;
d. Kecamatan Sebuku; dan
e. Kecamatan Sembakung;
(4) Taman nasional (TN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas kurang lebih
303.637(tiga ratus tiga ribu enam ratus tiga puluh tujuh) hektar berupa TN Kayan
Mentarang berada di Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan Krayan dan Kecamatan
Krayan Selatan.
(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf eberupa kampung adat dansitus unggulan berskala kabupaten meliputi:
a. rumah adat Tanjung Karya berada di Kecamatan Krayan;
b. rumah adat Tang Laan berada di Kecamatan Krayan Selatan;
c. rumah adat Pa Upan berada di Kecamatan Krayan Selatan;
d. rumah adat Binuang berada di Kecamatan Krayan Selatan; dan
e. Batu Sicien berada di Pa Upan di Kecamatan Krayan Selatan.

Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 23
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d meliputi:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan abrasi; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
kurang lebih 20.398(dua puluh ribu tiga ratus Sembilan puluh delapan) hektar meliputi :
a. Kecamatan Sei Menggaris;
b. Kecamatan Sebuku;
c. Kecamatan Tulin Onsoi;
d. Kecamatan Sembakung;dan
e. Kecamatan Sembakung Atulai.

[27]
(3) Kawasan rawan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang
lebih 1.163 (seribu seratus enam puluh tiga ribu) hektar tersebar meliputi:
a. Pulau Nunukan; dan
b. Pulau Sebatik.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih
22.471 (dua puluh dua ribu empat ratus tujuh puluh satu) hektar meliputi :
a. Kecamatan Sebatik Utara;
b. Kecamatan Sebatik Timur;
c. Kecamatan Sebatik;
d. Kecamatan Sebatik Tengah;
e. Kecamatan Sebatik Barat;
f. Kecamatan Nunukan;
g. Kecamatan Nunukan Selatan;
h. Kecamatan Sei Menggaris;
i. Kecamatan Sebuku;
j. Kecamatan Sembakung;
k. Kecamatan Sembakung Atulai;

l. Kecamatan Lumbis; dan

m. Kecamatan Lumbis Ogong.

Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budidaya

Pasal 24
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman;
h. kawasan pertahanan dan keamanan; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

[28]
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 25
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a
meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi tetap;
b. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; dan
c. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a ditetapkan seluas kurang lebih 218.658,3 (dua ratus delapan belas ribuenam puluh
lima delapan koma tiga) hektar meliputi:
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis;dan
h. Kecamatan Lumbis Ogong.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b ditetapkan seluas kurang lebih 131.482,2 (seratus tiga puluh satu ribuempat
ratus delapan puluh dua koma dua) hektar meliputi:
a. Kecamatan Sebuku;
b. Kecamatan Tulin Onsoi;
c. Kecamatan Lumbis; dan
d. Kecamatan Lumbis.
(4) Kawasan peruntukan hutan produksi konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditetapkan seluas kurang lebih 20.662,1 (dua puluh ribu enam ratus enam puluh
dua koma satu) hektar dan berstatus holding zone seluas kurang lebih 20.662,1
berada di Kecamatan Sebuku dan Kecamatan Tulin Onsoi.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdiri
atas :
a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.

[29]
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. pertanian lahan basah; dan
b. pertanian lahan kering.
(3) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a seluas kurang
lebih 125.982 (seratus dua puluh lima ribu sembilan seratus delapan puluh dua) hektar
berupa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) berada di seluruh kecamatan.
(4) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b seluas kurang
lebih 144.305 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus lima) hektar berada di seluruh
kecamatan.
(5) Pencadangan lahan untuk lokasi Food Estate di Kecamatan Nunukan seluas 13.058 Ha ,
Kecamatan Sebuku seluas 3.652 Ha, dan Kecamatan Sembakung seluas 1.153 Ha;
(6) Kawasan peruntukan perkebunan dengan komoditas unggulan berupa kelapa sawit,
kakao, kopi, karet dan vanili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
kurang lebih 309.601 (tiga ratus sembilan ribu enam ratus satu) hektar tersebar di
seluruh kecamatan, dengan rincian :
a. kelapa sawit di Kecamatan Nunukan, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebatik,
Sebatik Tengah, Kecamatan Seimanggaris, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Tulin
Onsoi, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Sembakung Atulai, Kecamatan Lumbis,
Kecamatan Lumbis Ogong;
b. kakao di Kecamatan Sebatik Tengah, Kecamatan Sebatik Timur, Kecamatan
Sebatik, Kecamatan Barat;
c. kopi di Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebatik Tengah,
Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan;
d. karet di Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sembakung; dan
e. Vanili di Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan;
c. Kawasan peruntukan peternakan dengan komoditas unggulan ternak sapi/kerbau,
ayam, itik tersebar di seluruh wilayah kecamatan; ternak babi pada Kecamatan
Nunukan, Krayan dan Krayan Selatan; serta Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan
penggemukan sapi seluas 5 Ha di Kecamatan Nunukan Selatan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c terdiri
atas :
a. perikanan tangkap;
b. perikanan budidaya;
c. pengembangan prasarana perikanan.
(2) Perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. lokasi penyebaran perikanan tangkap; dan

[30]
b. jalur penangkapan perikanan laut.
(3) Lokasi penyebaran perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
berada pada wilayah laut kabupaten serta sungai sungai di kecamatan Sebuku,
Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis dan Kecamatan Seimanggaris.
(4) Jalur penangkapan perikanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
merupakan Jalur penangkapan I, terdiri dari :
a. Jalur penangkapan ikan I A berada pada perairan pantai sampai dengan 2 (dua)
mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah;dan
b. Jalur penangkapan ikan I B berada pada perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut
sampai dengan 4 (empat) mil laut.
(5) Perikanan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi komoditas
perikanan udang, bandeng, kakap tambak, nila, mas, lele dengan lokasi tersebar di
seluruh kecamatan, dan budidaya rumput laut pada wilayah pesisir pantai Kecamatan
Simenggaris, Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan dan Kecamatan
Sebatik Barat.
(6) Pengembangan prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
yaitu Kawasan Industri Perikanan Terpadu di Mansapa Kecamatan Nunukan Selatan
yang meliputi Pelabuhan Perikanan, Tempat Pelelangan ikan, pabrik pengolahan hasil
perikanan, pabrik es dan cold storage, Gudang Rumput Laut dan lainnya; serta
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kecamatan Sebatik meliputi TPI, pabrik es dan
cold storage.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d
terdiri atas :
a. wilayah pertambangan mineral dan batubara; dan
b. wilayah pertambangan minyak dan gas bumi.
(2) Wilayah pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa wilayah usaha pertambangan (WUP) terdiri atas :
a. mineral logam;
b. mineral bukan logam dan batuan; dan
c. batubara.
(3) Wilayah pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. Star Energy di daratan dan pantai Pulau Nunukan dan Sebatik
b. Pertamina Medco JoB Simenggaris di Sembakung
c. ENI Oil di lepas pantai Sebatik (Karang Unarang Ambalat)
d. PT. Medco EP Sembakung di Sebaung
e. PT. Medco EP Nunukan di lepas pantai selatan Pulau Nunukan

[31]
(4) Mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi emas, bouksit,
besi dan nickel dengan sebaran lokasi meliputi :
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Nunukan Selatan;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Lumbis;
h. Kecamatan Lumbis Ogong;
i. Kecamatan Krayan; dan
j. Kecamatan Krayan Selatan.
(5) Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi
batu gunung, pasir, sirtu, batu gamping, pasir kuarsa dan batubara muda dengan
sebaran lokasi meliputi :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Timur;
d. Kecamatan Nunukan;
e. Kecamatan Nunukan Selatan;
f. Kecamatan Seimanggaris;
g. Kecamatan Sebuku;
h. Kecamatan Tulin Onsoi;
i. Kecamatan Sembakung;
j. Kecamatan Sembakung Atulai;
k. Kecamatan Lumbis;
l. Kecamatan Krayan; dan
m. Kecamatan Krayan Selatan.
(6) Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tersebar di Kecamatan :
a. Kecamatan Nunukan;
b. Kecamatan Seimanggaris;
c. Kecamatan Sebuku;
d. Kecamatan Tulin Onsoi;
e. Kecamatan Sembakung;
f. Kecamatan Sembakung Atulai;
g. Kecamatan Krayan; dan
h. Kecamatan Krayan Selatan.

[32]
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf f terdiri atas
:
a. industri menengah; dan
b. industri kecil dan rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri menengah beserta jasa pendukungnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi jasa pergudangan, pengolahan kelapa sawit,
perikanan dan lain-lain yang bersifat agroindusti dengan uraian :
a. Kawasan pergudangan di Kecamatan Nunukan;
b. industri pengolahan kelapa sawit di Kecamatan Lumbis, Sebuku, Sembakung
Simenggaris dan;
c. Industri perikanan di Kecamatan Sebatik dan dan di Mensapa Kecamatan Nunukan
Selatan
d. Industri lain yang bersifat agroindustri di wilayah perkotaan Pulau Nunukan dan
Pulau Sebatik
(3) Kawasan peruntukan industri kecil dan rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b tersebar pada pusat-pusat pemukiman / kota kecamatan.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f terdiri
atas :
a. pariwisata budaya; dan
b. pariwisata alam.
(2) Pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. kawasan wisata suku dayak Murud (Tegalen); dan
b. kawasan pembuatan garam gunung di Long Layu, Long Umung, Long Medang
(3) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan wisata bahari meliputi :
1. Pantai Etcing berada di Kecamatan Nunukan Selatan;
2. Air Terjun Binusan berada di Kecamatan Nunukan; dan
3. Pantai Batu Lamampu berada di Kecamatan Sebatik.
b. kawasan ekowisata berupa Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) berada di
Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman

[33]
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g
terdiri atas :
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebar
di wilayah :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Kecamatan Sebatik Timur;
e. Kecamatan Sebatik Utara;
f. Kecamatan Nunukan;
g. Kecamatan Nunukan Selatan;
h. Kecamatan Seimanggaris;
i. Kecamatan Sebuku;
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berlokasi tersebar di :
a. Kecamatan Sebatik;
b. Kecamatan Sebatik Barat;
c. Kecamatan Sebatik Tengah;
d. Kecamatan Sebatik Utara;
e. Kecamatan Nunukan Selatan;
f. Kecamatan Seimanggaris;
g. Kecamatan Sebuku;
h. Kecamatan Tulin Onsoi;
i. Kecamatan Sembakung;
j. Kecamatan Sembakung Atulai;
k. Kecamatan Lumbis;
l. Kecamatan Lumbis Ogong;
m. Kecamatan Krayan; dan
n. Kecamatan Krayan Selatan.
(4) Luas Total Kawasan Permukiman di Kabupaten Nunukan seluas 14.981 Ha

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pertahanan Keamanan

[34]
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan pertahanan keamanan sebagaimana dimaksud pada Pasal (24)
huruf h terdiri dari :
a. kawasan strategis hankam dengan radius 5 (lima) kilometer di sepanjang perbatasan
darat; dan
b. kawasan pemeriksaan dan pelayanan pertahanan keamanan.
(2) Kawasan peruntukan pertanahan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(32) huruf b terdiri atas :
c. kawasan kepolisian resor, distrik militer, pangkalan angkatan laut, komando taktis
satuan tugas pengamanan perbatasan, kawasan polisi militer, satuan marinir, bea
cukai, imigrasi dan karantina kesehatan di Nunukan;
d. kawasan kepolisian sektor, dan rayon militer di tiap-tiap kecamatan;
e. pos gabungan TNI dan pos-pos pengamanan perbatasan di Aji Kuning, Sei
Pancang, Sei Nyamuk, Pos Kaca, Simenggaris, Tau Lumbis, Long Midang Long
Layu dan Pa Pani; pos-pos pemeriksaan bea cukai, imigrasi dan karantina
kesehatan pada titik-titik perbatasan, pelabuhan dan bandara

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 33
(1) Kawasan strategis yang ditetapkan di Kabupaten terdiri atas:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
(2) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
dengan skala mengikuti ukuran kertas sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 34
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a meliputi wilayah di sepanjang perbatasan darat
dengan radius 5 (lima) Kilometer termasuk kawasan Pos Lintas Batas Darat; dan Kawasan
Perbatasan Laut Republik Indonesia meliputi wilayah pengelolaan laut kabupaten, Kawasan
Pos Lintas Batas Laut dan 2 (dua) pulau kecil terluar yang berbatasan dengan Negara
Malaysia dan Filipina yaitu :
a. Pulau Sebatik; dan
b. Pulau Gosong Makasar.

Pasal 35

[35]
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b berupa Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis
Kabupaten (KSK) meliputi:
a. KSN Kawasan Andalan Tarakan Tanjung Palas Nunukan Pulau Bunyu Nunukan
(TATAPAN BUMA);
b. KSK Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Mansapa;
c. KSK Coastal Road/Jalan lingkar Pulau Nunukan;
d. KSK Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Pulau Sebatik;
e. KSK Kota Terpadu Mandiri (KTM) Simanggaris;
f. kawasan Pertambangan batubara di Linuang Kayam Kecamatan Sembakung, wilayah
Simenggaris di Kecamatan Simenggaris dan di Kecamatan Sebuku;
g. kawasan Pertambangan minyak dan gas bumi di Sebaung Kecamatan Nunukan dan
Desa Tepian Kecamatan Sembakung;
h. kawasan industri Pabrik Kelapa Sawit di Kecamatan Sebuku, Simenggaris dan Lumbis;
i. kawasan Transmisi Kabel Bawah Laut dari wilayah Desa Tepian ke Pulau Nunukan,
dan dari wilayah Sedadap Pulau Nunukan ke Liang Bunyu Pulau Sebatik;
j. kawasan strategis perlindungan dan pelestarian alam yaitu Taman Nasional Kayan
Mentarang.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 36
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri atas:
a. indikasi program utama;
b. indikasi lokasi;
c. indikasi sumber pendanaan;
d. indikasi pelaksana kegiatan; dan
e. indikasi waktu pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perwujudan struktur ruang;
b. perwujudan pola ruang; dan
c. perwujudan kawasan strategis kabupaten.
(3) Indikasi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di wilayah
Kabupaten.
(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

[36]
a. dana Pemerintah Pusat;
b. dana Pemerintah Provinsi;
c. dana Pemerintah Kabupaten;
d. dana BUMN;
e. dana swasta; dan
f. dana masyarakat.
(5) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Kabupaten;
d. BUMN;
e. Swasta; dan
f. Masyarakat.
(6) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sampai tahun
2032 dibagi kedalam 4 (empat) tahap meliputi :
a. tahap pertama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016;
b. tahap kedua tahun 2017 sampai dengan tahun 2021;
c. tahap ketiga tahun 2022 sampai dengan tahun 2026; dan
d. tahap keempat tahun 2027 sampai dengan 2032.
(7) Rincian indikasi program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 37
Indikasi program struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. pengembangan sistem pusat kegiatan; dan
b. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah.

Paragraf 1
Perwujudan Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 38
(1) Pengembangan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a
terdiri atas :
a. pengembangan sistem perkotaan; dan

[37]
b. pengembangan sistem perdesaan.
(2) Pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan PKL meliputi :
1. penyusunan RDTR perkotaan PKL;
2. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
3. penyediaan sarana dan prasarana pendukung kewilayahan.
b. pengembangan PPK meliputi :
1. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
2. penyediaan sarana dan prasarana pendukung pusat kegiatan lokal.
(3) Pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. peningkatan pelayanan kegiatan; dan
b. penyediaan sarana dan prasarana pendukung pusat kegiatan lokal.

Paragraf 2
Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 39
(1) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 huruf b terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan prasarana utama; dan
b. pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan transportasi darat;
b. pengembangan sistem jaringan perkeretaapian;
c. pengembangan sistem jaringan transportasi laut; dan
d. pengembangan sistem jaringan transportasi udara.
(3) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a meliputi:
a. pengembangan jaringan jalan dan jembatan;
b. pengembangan jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan
d. pengembangan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.
(4) Pengembangan jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan dan peningkatan ruas jalan kolektor primer 1 nasional;

[38]
b. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan provinsi pada wilayah
kabupaten;
c. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan kabupaten;
d. pembangunan jembatan; dan
e. pemeliharaan jembatan.
(5) Pengembangan jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan terminal penumpang Tipe A;
b. pembangunan terminal penumpang Tipe B; dan
c. pembangunan dan optimalisasi terminal penumpang Tipe C.
(6) Pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan perlengkapan jalan dan penerangan jalan umum (PJU);
b. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor; dan
c. penataan jaringan trayek angkutan penumpang.
(7) Pengembangan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan sarana dan prasarana lalu lintas angkutan sungai dan
penyeberangan;
b. pengembangan angkutan perintis sungai dan penyeberangan.
(8) Pengembangan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. peningkatan jalur kereta api; dan
b. pengembangan stasiun kereta api.
(9) Pengembangan jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan pelabuhan, terminal khusus dan dermaga; dan
b. penataan alur pelayaran lalu lintas laut.
(10) Pengembangan jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. delineasi kawasan bandara udara; dan
b. penentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
(11) Pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan sistem jaringan energi;
b. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c. pengembangan sistem jaringan sumber daya air;
d. pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
e. pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi.

[39]
(12) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan gardu induk;
b. pengembangan jaringan energi listrik;
c. pengembangan pembangkit listrik eksisting;
d. pembangunan atau pengembangan PLTMH;
e. pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi;
f. pembangunan pembangkit listrik tenaga angin;
g. pemanfaatan PLTU;
h. pengembangan sumber energi bahan bakar nabati dan biogas;
i. pemanfaatan teknologi sel surya;
j. pengembangan SPPBE; dan
k. pengembangan SPBU.
(13) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. perluasan jaringan telepon kabel atau teresterial;
b. perluasan jaringan telepon nirkabel; dan
c. pengembangan sistem jaringan satelit.
(14) Pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (11)
huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengelolaan wilayah sungai (WS) berupa WS lintas negara;
b. pengelolaan waduk, dan embung;
c. pengelolaan jaringan irigasi;
d. pengembangan jaringan air baku untuk air minum meliputi:
1. pengembangan penyediaan air baku pertanian;
2. pengembangan penyediaan air baku industri; dan
3. pengembangan penyediaan air minum;
e. pengembangan jaringan air bersih ke kelompok pengguna meliputi:
1. peningkatan sistem jaringan pipa air bersih hingga ke wilayah perdesaan.
2. pengembangan kemitraan dalam rangka peningkatan jaringan air bersih ke
wilayah yang belum terjangkau; dan
3. pengembangan sistem penyediaan air bersih oleh masyarakat berupa
pembentukan kelembagaan pengelola air di perdesaan.
f. pengembangan sistem pengendalian banjir meliputi:
1. pembangunan perbaikan infrastruktur pengendali banjir meliputi :
a) check dam;
b) tanggul;
c) dam pengendali;
d) saluran pembuangan; dan

[40]
e) bendung.
2. perbaikan sumur resapan pada kawasan permukiman;
3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendali banjir;
4. pengendalian tata ruang;
5. pengaturan debit banjir;
6. pengaturan tata guna lahan dataran banjir;
7. penataan daerah lingkungan sungai;
8. peningkatan peran masyarakat;
9. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir;
10. pengelolaan daerah tangkapan air; dan
11. pengelolaan keuangan penanganan bencana.
(15) Pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (11) huruf d meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan drainase;
b. pengembangan sistem jaringan persampahan;
c. pengembangan sistem jaringan air minum; dan
d. pengembangan sistem jaringan pengelolaan limbah.
(16) Pengembangan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf
a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan jaringan drainase primer;
b. pengembangan jaringan drainase sekunder; dan
c. pengembangan jaringan drainase tersier.
(17) Pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (15)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan Kabupaten;
b. pengembangan teknologi komposing;
c. penyediaan TPS di setiap pusat kegiatan;
d. optimalisasi sistem pengelolaan sampah;
e. pengembangan TPPAS regional; dan
f. penerapan sistem 3R.
(18) Pengembangan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf
c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum perkotaan;
b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan
c. peningkatan pelayanan kran umum.
(19) Pengembangan sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengelolaan limbah domestik; dan
b. pengelolaan limbah industri.

[41]
(20) Pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11)
huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan jalur evakuasi;
b. penyediaan ruang evakuasi; dan
c. penyediaan kelengkapan ruang evakuasi.

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang

Pasal 40
Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan kawasan lindung; dan
b. pengembangan kawasan budidaya.

Paragraf 1
Perwujudan Kawasan Lindung

Pasal 41
(1) Pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a terdiri
atas:
a. pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
b. pengembangan kawasan perlindungan setempat;
c. pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan cagar
budaya; dan
d. pengembangan kawasan rawan bencana alam;
(2) Pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya
berupa hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dengan
indikasi program meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan lindung di dalam kawasan hutan;
b. perlindungan kawasan serta peningkatan kualitasnya;
c. pengembalian fungsi lindung dengan rehabilitasi dan reboisasi;
d. pengembangan hutan dan tanaman tahunan;
e. perlindungan fungsi hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan; dan
f. pemeliharaan fungsi hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan.
(3) Pengembangan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:

[42]
a. penetapan kawasan perlindungan setempat;
b. penataan ruang kawasan sempadan pantai;
c. penataan ruang kawasan sempadan sungai;
d. penataan ruang kawasan sekitar waduk atau danau;
e. penataan ruang kawasan sekitar situ;
f. penataan daratan sekeliling mata air;
g. penetapan batas wilayah;
h. pengembangan RTH perkotaan; dan
i. optimalisasi RTH perkotaan.
(4) Pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. penetapan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya;
b. mempertahankan flora dan fauna;
c. mereboisasi kawasan;
d. pelestarian kawasan pantai berhutan bakau;
e. pelestarian wisata alam dan wisata alam laut;
f. mempertahankan taman nasional;
g. pengembangan taman wisata alam dan wisata alam laut; dan
h. pelestarian cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(5) Pengembangan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. identifikasi dan inventarisasi kawasan rawan bencana;
b. penetapan zona evakuasi bencana alam;
c. pemasangan tanda (sign board) atau peringatan dini terhadap daerah rawan
bencana;
d. program reboisasi dan menghutankan kawasan rawan bencana alam;
e. normalisasi sungai di kawasan rawan banjir;
f. pencegahan dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana; dan
g. melakukan sosialisasi kepada masyarakat pada daerah rawan bencana.

Paragraf 2
Perwujudan Kawasan Budidaya

Pasal 42
(1) Pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b
meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi;

[43]
b. pengembangan kawasan peruntukan pertanian;
c. pengembangan kawasan peruntukan perikanan;
d. pengembangan kawasan peruntukan pertambangan;
e. pengembangan kawasan peruntukan industri;
f. pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
g. pengembangan kawasan peruntukan permukiman; dan
h. pengembangan kawasan peruntukan lainnya.
(2) Pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan tata batas kawasan hutan produksi;
b. pemanfaatan atau penguasaan hutan produksi terbatas secara lestari;
c. pemanfaatan komoditas hasil hutan;
d. pengelolaan hutan produksi berbasis masyarakat; dan
e. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(3) Pengembangan kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pengembangan kawasan tanaman pangan;
b. pengembangan kawasan pertanian hortikultura;
c. pengembangan kawasan perkebunan; dan
d. pengembangan kawasan peternakan.
(4) Pengembangan kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a meliputi:
a. pengembangan pertanian lahan basah; dan
b. pengembangan pertanian lahan kering.
(5) Pengembangan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan berupa sawah seluas
kurang lebih 1.055 (Seribu Lima Puluh Lima) hektar;
b. peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan berupa intensifikasi,
diversifikan dan pola tanam;
c. pengembangan pertanian lahan basah dengan dukungan irigasi;
d. peningkatan keterampilan pertanian;
e. pengembangan sarana dan prasarana pendukung; dan
f. pengembangan pertanian terpadu.
(6) Pengembangan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan pertanian lahan kering;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian; dan
c. bimbingan dan penyuluhan.

[44]
(7) Pengembangan kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan hortikultura;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya hortikultura; dan
c. pengembangan manajemen pengelolaan.
(8) Pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan peruntukan perkebunan;
b. pengembangan perkebunan besar dengan pelibatan masyarakat dalam pola
Perkebunan Inti Rakyat (PIR);
c. pengembangan perkebunan rakyat mandiri dan atau plasma dalam pola PIR;
d. intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan;
e. peremajaan tanaman yang sudah tua; dan
f. peningkatan pemasaran hasil produksi.
(9) Pengembangan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. identifikasi dan inventarisasi kawasan pengembangan peternakan;
b. intensifikasi dan optimalisasi budidaya peternakan;
c. pembangunan pasar hewan;
d. pengembangan breeding center;
e. penyediaan insfrastruktur pendukung kegiatan peternakan; dan
f. pengembangan manajemen pengelolaan.
(10) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan kawasan pengembangan perikanan;
b. intensifikasi dan kemitraan dalam kegiatan perikanan;
c. pengembangan perikanan unggulan;
d. pengembangan tempat pembenihan ikan;
e. peningkatan produksi ikan; dan
f. peningkatan pengelolaan dan pelestarian sumber daya perikanan.
(11) Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan penelitian potensi zona pertambangan;
b. pengembangan kawasan pertambangan secara kewilayahan;
c. penetapan kawasan peruntukan pertambangan;
d. penyusunan peraturan perizinan kegiatan pertambangan;
e. penertiban kegiatan pertambangan liar;
f. pendataan ulang izin pertambangan;
g. reklamasi kawasan pasca tambang;

[45]
h. reboisasi tanaman di sekitar kawasan pertambangan; dan
i. pengembangan kegiatan pertambangan umum lainnya.
(12) Pengembangan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan kegiatan industri menengah;
b. penataan dan pengembangan kegiaan industri kecil dan menengah sesuai potensi
wilayah;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan industri;
d. pengembangan aneka produk olahan;
e. peningkatan sistem pemasaran;
f. promosi kepada calon investor; dan
g. peningkatan kemitraan antar-industri.
(13) Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
b. penataan dan pengendalian pembangunan kawasan wisata;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan wisata;
d. promosi ke daerah-daerah potensial wisatawan;
e. pengembangan manajemen pengelolaan; dan
f. optimalisasi pengelolaan wilayah pengembangan pariwisata.
(14) Pengembangan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf g diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan;
b. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan;
c. pengendalian pertumbuhan pembangunan permukiman;
d. pengembangan perumahan harga terjangkau;
e. penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman;
f. peningkatan sanitasi lingkungan permukiman;
g. peningkatan kualitas sarana dan prasarana permukiman; dan
h. penyiapan lahan kasiba dan lisiba.
(15) Pengembangan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h meliputi :
a. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa;
b. pengembangan kawasan pesisir dan laut;
c. pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan;
d. pengembangan kawasan pemerintahan; dan
e. pengembangan kawasan sosial dan fasilitas umum.
(16) Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi :

[46]
a. pengembangan sarana perdagangan dan jasa dalam rangka mendukung sistem
perkotaan; dan
b. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dalam rangka mendukung PKW
Nunukan;
(17) Pengembangan kawasan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf
b diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan dan pengembangan kawasan pesisir dan laut; dan
b. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan sekitar pesisir dan laut;
(18) Pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (15) huruf c diwujudkan dengan indikasi program berupa pengembangan kawasan
pertahanan dan keamanan.
(19) Pengembangan kawasan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) huruf d
diwujudkan dengan indikasi program berupa pembangunan infrastruktur kawasan
pemerintahan.
(20) Pengembangan kawasan sosial dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(15) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. pengembangan fasilitas permukiman perkotaan;
b. pengembangan fasilitas permukiman perdesaan;
c. pengembangan fasilitas pendidikan;
d. pengembangan fasilitas kesehatan;
e. pengembangan fasilitas peribadatan;
f. pengembangan fasilitas kebudayaan, olah raga dan rekreasi;
g. pengembangan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum; dan
h. pengembangan fasilitas perekonomian/jasa.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 43
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. sanksi administratif.
(2) Setiap kegiatan pemanfaatan ruang harus didasarkan dan diintegrasikan dengan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

[47]
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 44
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
huruf a digunakan sebagai pedoman penyusunan peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
digunakan sebagai pedoman bagi Kabupaten dalam menerbitkan perizinan.

Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang

Pasal 45
Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (2) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 46
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi PKW Nunukan disusun dengan ketentuan :
1. boleh untuk kegiatan perkotaan berskala provinsi, didukung fasilitas dan
prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan antar daerah;
2. intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah yang berkelanjutan melalui
pengendalian pengembangan hunian horisontal, dapat dikembangkan bangunan
bertingkat serta kasiba dan lisiba;
3. pelarangan terhadap kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat menurunkan
kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat mengurangi fungsi
sebagai kawasan perkotaan.
b. Ketentuan umum peraturan zonasi PKL, disusun dengan ketentuan :

[48]
1. boleh untuk kegiatan perkotaan berskala kabupaten, didukung fasilitas dan
prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan antar kecamatan;
2. intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi, dan dapat dikembangkan
bangunan bertingkat serta kasiba dan lisiba;
3. pelarangan terhadap kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat menurunkan
kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat mengurangi fungsi
sebagai kawasan perkotaan.
c. Ketentuan umum peraturan zonasi PPK, disusun dengan ketentuan :
1. boleh untuk kegiatan perkotaan berskala perkotaan, didukung fasilitas dan
prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan kecamatan dan beberapa desa;
2. intensitas pemanfaatan ruang rendah hingga sedang, dan mulai dikembangkan
bangunan bertingkat serta kasiba dan lisiba;
3. pelarangan terhadap kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat menurunkan
kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat mengurangi fungsi
sebagai kawasan perkotaan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang disekitar jaringan prasarana mendukung
berfungsinya sistem perdesaan dan jaringan prasarana;
b. diperbolehkan penyediaan fasilitas dan infrastruktur untuk peningkatan kegiatan
perdesaan;
c. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem
perdesaan dan jaringan prasarana; dan
d. pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap
berfungsinya sistem perdesaan dan jaringan prasarana.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 47
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana utama; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan perkeretaapian;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan telekomunikasi;

[49]
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sumberdaya air;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan prasarana
lingkungan; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan ruang evakuasi.

Pasal 48
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalan dan jembatan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana lalu lintas
angkutan jalan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan pelayanan lalu lintas
angkutan jalan; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan transportasi sungai,
danau, dan penyeberangan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalan dan jembatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan tol;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan arteri primer;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan kolektor primer; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan lokal primer.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan tol sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar pusat
kegiatan yang mempunyai spesifikasi dan pelayanan lebih tinggi daripada jalan
umum yang ada;
b. intensitas bangunan di sepanjang jalan tol adalah rendah;
c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan tol;
d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan bangunan dan
penetapan batas lahan ruang pengawasan jalan serta jalan akses yang tidak
mengganggu fungsi jalan tol;
e. ketinggian bangunan maksimum 2 lantai; dan
f. pembatasan alih fungsi lahan budidaya disepanjang jalan tol agar tidak mengganggu
fungsinya.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan arteri primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar pusat-pusat
kegiatan utama pada skala pelayanan nasional dan provinsi;
b. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan bangunan yang
terletak ditepi jalan arteri primer;
c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan arteri primer;
d. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak mengurangi fungsi per
gerakan antar pusat-pusat utama tersebut; dan
e. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan arteri primer
agar tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-pusat utama.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan kolektor primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c disusun dengan ketentuan:

[50]
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar pusat-pusat
kegiatan pada skala provinsi;
b. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak mengurangi fungsi
pergerakan antar pusat-pusat kegiatan dalam wilayah tersebut;
c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang jalan kolektor
primer;
d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan bangunan yang
terletak ditepi jalan kolektor primer; dan
e. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan kolektor primer
agar tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-pusat kegiatan dalam wilayah.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalan lokal primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang menghubungkan antar pusat-pusat
kegiatan dalam wilayah pada skala kabupaten;
b. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak mengurangi fungsi
pergerakan antar pusat-pusat kegiatan dalam wilayah tersebut;
c. pelarangan alih fungsi lahan berfungsi lindung di sepanjang jalan lokal primer;
d. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis sempadan bangunan yang
terletak ditepi jalan lokal Primer; dan
e. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang jalan Lokal primer
agar tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat-pusat dalam wilayah.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana lalu lintas
angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pembangunan dan
peningkatan terminal penumpang dan barang disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk prasarana terminal, sub terminal bagi pergerakan orang, barang
dan kendaraan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja terminal dan sub
terminal yang dapat mengganggu kegiatan tersebut; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja terminal dan
sub terminal yang harus memperhatikan kebutuhan ruang.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan pelayanan lalu lintas
angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. diperbolehkan melalui trayek sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;
b. pembatasan trayek dalam satu ruas jalan untuk mencegah kemacetan dan
pemerataan jalur;
c. tidak diperbolehkan angkutan kota antar provinsi melalui jalan kota; dan
d. diperbolehkan penyediaan halte untuk penurunan penumpang.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan transportasi sungai, danau,
dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan
ketentuan:
a. pelarangan kegiatan yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran;
b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas perairan yang
berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan;
c. ketentuan pelarangan kegiatan di bawah perairan yang berdampak pada
keberadaan alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan; dan
d. pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada keberadaan alur
pelayaran sungai, danau dan penyeberangan, termasuk pemanfaatan ruang di
pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan.

[51]
Pasal 49
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta api; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi bagi peningkatan stasiun kereta api sesuai
standar.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan jalur kereta api
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api disusun dengan
intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya
dibatasi;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat
mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;
c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu
lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;
d. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan;
dan
e. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan
memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur
kereta api.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi bagi peningkatan stasiun kereta api sesuai standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan untuk peningkatan sarana dan prasarana stasiun kereta api bagi
peningkatan pelayanan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja stasiun kereta
api yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan kerja stasiun kereta
api yang harus memperhatikan kebutuhan ruang.

Pasal 50
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar pelabuhan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar alur pelayaran.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pengendalian pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
kawasan pelabuhan;
b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang
berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang di lingkungan kerja dan kepentingan pelabuhan,
yang telah mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar alur pelayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:

[52]
a. pengendalian pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau kecil di sekitar badan air di
sepanjang alur pelayaran yang dilakukan dengan tidak mengganggu aktivitas
pelayaran.

Pasal 51
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. pengendalian pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
kawasan bandara;
b. perlindungan terhadap fungsi kawasan lindung;
c. perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. pemanfaatan ruang di sekitar bandara sesuai dengan kebutuhan pengembangan
bandara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. penetapan batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan kebisingan.

Pasal 52
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf a disusun dengan ketentuan :
a. pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit tenaga listrik yang memperhitungkan jarak
aman dari kegiatan lain;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit tenaga listrik, jaringan SUTT dan
SUTET dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan sekitarnya.

Pasal 53
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b disusun dengan ketentuan :
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan, berupa lahan basah dan lahan kering maupun
ruang terbuka hijau sepanjang tidak menganggu batas yang ditetapkan;
b. pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sekitar menara pemancar sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar telekomunikasi
bersama yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan
di sekitarnya.

Pasal 54
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf c meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar wilayah sungai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk dan embung;

[53]
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana daerah irigasi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana air bersih; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana pengendalian banjir.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar wilayah sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan
b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas daerah dilakukan secara selaras
dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten/ kota yang
berbatasan dengan Kabupaten Nunukan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk dan embung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan perikanan diperbolehkan sepanjang tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan menggagu kualitas
maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar waduk/bendungan
yang dapat mengganggu kualitas sumberdaya air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar wilayah waduk agar tetap dapat
dijaga kelestariannya.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana daerah irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan
dan bentang alam yang akan menggagu kualitas maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar daerah irigasi yang
dapat mengganggu kualitas sumberdaya air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar daerah irigasi agar tetap dapat
dijaga kelestariannya.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana air bersih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan
dan bentang alam yang akan mengganggu kualitas maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sumberdaya air
yang dapat mengganggu kualitas sumberdaya air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai dan waduk agar
tetap dapat dijaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana pengendalian banjir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan
dan bentang alam yang akan menggagu sistem pengendali banjir;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sistem pengendali
banjir; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar sistem pengendali banjir agar
tetap sesuai dengan fungsinya.

Pasal 55
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan prasarana
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf d meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan drainase;

[54]
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan persampahan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan air minum; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan pengelolaan
limbah.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan drainase
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian dan RTH diperbolehkan, sepanjang tidak merusak tatanan
lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu sistem drainase;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar sungai dan saluran
utama untuk kegiatan yang akan merusak sistem drainase; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan saluran utama agar
tetap dapat dijaga kelestariannya.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan persampahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan daur ulang sampah diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan dan
bentang alam maupun perairan setempat;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar persampahan yang
dapat mengganggu kualitas lingkungan; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar persampahan agar dapat
dipantau kelestariannya.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan air minum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertanian yang diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan
dan bentang alam yang akan menggagu kualitas maupun kuantitas air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar mata air yang dapat
mengganggu kualitas air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar mata air agar tetap dapat dijaga
kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan pengelolaan limbah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah domestik;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah industri; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem limbah B3.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah domestik
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi:
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan dan bentang
alam yang akan menganggu unit pengolahan limbah domestik;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar pengolahan limbah
domestik dengan radius kurang lebih 100,00 m2; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan limbah domestik
agar tetap dapat dijaga keberlanjutannya.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem air limbah industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b meliputi:
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan dan bentang
alam yang akan menganggu unit pengolahan air limbah industri;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar pengolahan air
limbah industri dengan radius kurang lebih 150,00 m; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan air limbah industri
agar tidak menimbulkan pencemaran dan dampak lingkungan.

[55]
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf c meliputi:
a. kegiatan pertanian diperbolehkan sepanjang tidak merusak lingkungan dan bentang
alam yang akan menganggu unit pengolahan limbah B3;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar pengolahan limbah
B3 dengan radius kurang lebih 100,00 m; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan limbah B3 agar
tetap dapat dijaga keberlanjutannya.

Pasal 56
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan ruang evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf e disusun dengan ketentuan :
a. keberadaan ruang terbuka diperbolehkan sepanjang tidak merusak tatanan lingkungan
dan bentang alam yang akan mengganggu kualitas lingkungan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di ruang terbuka yang dapat
mengganggu jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
c. pembatasan terhadap penggunaan pemanfaatan ruang di sekitar ruang terbuka agar
tetap dapat berfungsi sebagai jalur dan ruang evakuasi bencana.

Bagian Keempat
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pola Ruang

Pasal 57
Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(2) huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 58
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlidungan terhadap
kawasan bawahannya;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlindungan terhadap
kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
ketentuan:

[56]
a. diperbolehkan pengembangan kegiatan pariwisata alam terbatas dengan syarat tidak
boleh merubah bentang alam;
b. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan
tutupan vegetasi; dan
c. diperbolehkan kegiatan budidaya untuk penduduk asli dengan luasan tetap, tidak
mengurangi fungsi lindung kawasan dan dibawah pengawasan ketat.
d. diperbolehkan dilakukan penyediaan sumur resapan atau waduk pada lahan
terbangun yang sudah ada;
e. diizinkan untuk kegiatan hutan rakyat;
f. diperbolehkan permukiman yang sudah terbangun di kawasan resapan air sebelum
ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan syarat:
1. tingkat kerapatan bangunan rendah dengan KDB maksimum 20 (dua puluh)
persen dan KLB maksimum 40 (empat puluh) persen;
2. perkerasan permukiman menggunakan bahan yang memiliki daya serap tinggi;
dan
3. dalam kawasan resapan air apabila diperlukan disarankan dibangun sumur-sumur
resapan dan/atau waduk sesuai ketentuan yang berlaku.
g. diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki
kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
h. diperbolehkan wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
i. dibolehkan kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah
bentang alam; dan
j. pelarangan untuk seluruh jenis kegiatan yang mengganggu fungsi resapan air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk atau situ;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau perkotaan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. pengoptimalan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. pelarangan pemanfaatan dan kegiatan pada kawasan yang mengurangi fungsi
kawasan;
c. diperkenankan kegiatan fisik buatan untuk perlindungan kawasan;
d. diperbolehkan dilakukan kegiatan budidaya pesisir, dan ekowisata pada kawasan
sempadan pantai yang termasuk zona pemanfaatan terbatas dalam wilayah pesisir;
e. diperbolehkan di dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona lain dalam
wilayah pesisir sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. pelarangan membuang limbah secara langsung; dan
g. lahan milik negara dan merupakan lahan bebas diperuntukkan bagi perluasan
kawasan lindung.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b meliputi:
a. ketentuan lebar sempadan sungai sesuai ketentuan berlaku meliputi:

[57]
1. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar
kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di dalam
kawasan perkotaan;
2. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan
kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
3. sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai
kedalaman tidak lebih dari 3 meter;
4. sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai
kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter;
5. sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai
kedalaman lebih dari 20 meter; dan
6. sekurang-kurangnya 100 meter dari tepi sungai untuk sungai yang terpengaruh
pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau.
b. pelarangan membuang limbah industri ke sungai;
c. pengoptimalan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
d. pelarangan pendirian bangunan selain bangunan pengelolaan badan air dan/atau
pemanfaatan air; dan
e. diperbolehkan pengembangan kegiatan budidaya perikanan air tawar.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk atau situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
sumber air;
c. diperbolehkan membangun waduk yang digunakan untuk pariwisata selama tidak
mengurangi kualitas tata air yang ada;
d. tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak
berhubungan dengan konservasi waduk;
e. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi;
f. diperkenankan dilakukan kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
g. ketentuan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan meliputi:
1. kawasan sempadan waduk besar ditetapkan selebar 10 (seratus) meter diatas
permukaan laut) di sekitar daerah genangan;
2. kawasan sempadan waduk kecil ditetapkan selebar 50 (lima puluh) meter di
sekitar genangan dari air pasang tertinggi;
3. kriteria garis sempadan bangunan terhadap waduk paling sedikit 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
4. pembuatan sabuk hijau dengan lebar 100 (seratus) meter; dan
5. penetapan kawasan penyangga di luar kawasan sempadan waduk dengan jarak
1.000 (seribu) meter.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf d meliputi:
a. diizinkan kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan;
b. tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
sumber air;
c. diperkenankan pemanfaatan sempadan mata air untuk air minum atau irigasi;
d. diizinkan digunakan untuk pariwisata selama tidak mengurangi kualitas tata air yang
ada;

[58]
e. tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak
berhubungan dengan konservasi mata air;
f. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
g. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air; dan
h. ketentuan kawasan perlindungan pada sekitar sumber mata air meliputi:
1. perlindungan setempat difokuskan pada badan air dari mata air;
2. perlindungan setempat kawasan sekitar sumber mata air di luar kawasan
permukiman ditetapkan minimal radius 200 (dua ratus) meter;
3. perlindungan setempat kawasan sekitar sumber mata air di kawasan permukiman
ditetapkan minimal radius 100 (seratus) meter; dan
4. kawasan dengan radius 15 (lima belas) meter dari sumber mata air harus bebas
dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi lingkungan,
peningkatan keindahan kota, rekreasi, dan sebagai penyeimbang guna lahan industri
dan permukiman;
b. diperbolehkan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas
umum lainnya;
c. diwajibkan penyediaan tanah pemakaman minimal seluas 1 (satu) hektar pada
masing-masing kelurahan;
d. pelarangan seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan
e. pelarangan pendirian bangunan yang bersifat permanen.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. tidak diperbolehkan adanya alih fungsi kawasan dan hanya dimanfaatkan untuk
kegiatan penelitian, pendidikan, dan pariwisata;
b. dilarang melakukan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan
fungsi kawasan; dan
c. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana pada kawasan situs-situs yang
dijadikan objek wisata dengan syarat berada di luar situs.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan tanah longsor;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang atau tsunami;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan angin puting beliung; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan kekeringan.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan tanah longsor sebagaimana
dimaksud pada ayat (11) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pengoptimalan konservasi pada kawasan rawan longsor;
b. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan rawan bencana
longsor; dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana dan kepentingan umum.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang atau tsunami
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf b disusun dengan ketentuan :
a. pengoptimalan konservasi pada kawasan rawan longsor;

[59]
b. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan rawan gelombang
pasang atau tsunami; dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana dan kepentingan umum.
(13) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada
ayat (11) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan pembuatan sumur resapan;
b. diwajibkan penetapan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
c. pembatasan pendirian bangunan selain untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana dan kepentingan umum;
d. diperkenankan pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan
e. pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum
penting lainnya.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan angin puting beliung sebagaimana
dimaksud pada ayat (11) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bagi kegiatan budidaya secara terbatas;
b. diperbolehkan pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana dan kepentingan umum; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan strategis.
(15) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan kekeringan sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diijinkan untuk kegiatan budidaya guna meningkatkan daya resap air; dan
b. pembatasan alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 59
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman; dan
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber
daya kehutanan;
b. pembatasan pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil
hutan;

[60]
c. tidak diperbolehkan kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi yang
menimbulkan gangguan lingkungan;
d. diperbolehkan adalah kegiatan wisata;
e. tidak diperbolehkan alih fungsi kawasan hutan produksi untuk kegiatan lain di luar
kehutanan; dan
f. diperbolehkan alih fungsi hutan produksi dengan syarat berpedoman pada peraturan
perundang-undangan berlaku.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian hortikultura;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan basah; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan kering.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan basah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pelarangan alih fungsi LP2B selain untuk kepentingan umum dengan berpedoman
peraturan perundang-undangan;
b. pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur transportasi yang
menggunakan lahan sawah dikonversi;
c. diperbolehkan permukiman perdesaan di kawasan pertanian lahan basah non irigasi
teknis khususnya bagi penduduk yang bekerja disektor pertanian;
d. tidak diperbolehkan menggunakan lahan yang dikelola dengan mengabaikan
kelestarian lingkungan;
e. tidak diperbolehkan pemborosan penggunaan sumber air;
f. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung kegiatan
pertanian; dan
g. diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan pendidikan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan kering sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan alih fungsi lahan pertanian lahan kering tidak produktif menjadi
peruntukan lain secara selektif;
b. diwajibkan pelaksanaan konservasi lahan;
c. tidak diperbolehkan menggunakan lahan mengabaikan kelestarian lingkungan;
d. diperbolehkan dialihfungsikan sesuai engan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. diperbolehkannya permukiman perdesaan bagi penduduk yang bekerja disektor
pertanian;
f. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung kegiatan
pertanian; dan
g. diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan pendidikan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. tidak diperbolehkan menggunakan lahan mengabaikan kelestarian lingkungan;
b. diperbolehkan dialihfungsikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

[61]
c. diperbolehkan permukiman perdesaan khususnya bagi penduduk yang bekerja
disektor pertanian;

d. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung kegiatan


pertanian; dan
e. diperbolehkan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan pendidikan.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan pelaksanaan konservasi lahan;
b. diperbolehkan alih fungsi lahan perkebunan besar swasta terlantar untuk kegiatan
non perkebunan;
c. diperbolehkannya permukiman perdesaan bagi penduduk yang bekerja disektor
perkebunan;
d. tidak diperbolehkan penanaman jenis tanaman perkebunan bersifat menyerap air;
e. tidak diperbolehkan merubah jenis tanaman perkebunan bagi kawasan perkebunan
besar yang tidak sesuai dengan perizinan;
f. diperbolehkan bangunan pendukung kegiatan perkebunan dan jaringan prasarana
wilayah; dan
g. diperbolehkan alih fungsi kawasan perkebunan menjadi fungsi lainnya dengan syarat
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung kegiatan
peternakan;
b. diperkenankan pengembangan sarana dan prasarana peternakan;
c. tidak boleh mengembangkan kawasan peternakan yang dibebani fungsi pariwisata
merusak fungsi pariwisata; dan
d. tidak boleh mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung kegiatan
perikanan;
b. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana perikanan;
c. pembatasan pemanfaatan sumber daya perikanan tidak melebihi potensi lestari;
d. tidak diperbolehkan pengembangan kawasan perikanan yang dibebani fungsi wisata
merusak fungsi pariwisata; dan
e. tidak boleh mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. kegiatan pertambangan baru dapat dilakukan dalam setiap kawasan zonasi lain
sesuai dengan ketentuan perijinan yang berlaku;
b. diperbolehkan pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan pertambangan;
c. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi kawasan lindung
atau fungsi budidaya lainnya di sekitar kawasan pertambangan;
d. pelarangan kegiatan penambangan di kawasan rawan bencana dengan tingkat
kerentanan tinggi;
e. pelarangan kegiatan penambangan yang menimbulkan kerusakan lingkungan;
f. wajib melaksanakan reklamasi pada lahan-lahan bekas galian/penambangan;

[62]
g. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi bahan tambang, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan;
h. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi sesuai dengan zona
peruntukan yang ditetapkan, sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali
sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budi daya lainnya dengan tetap
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup;
i. pada kawasan yang teridentifikasi keterdapatan minyak dan gas bumi serta panas
bumi yang bersifat strategis nasional dan bernilai ekonomi tinggi, sementara lahan
pada bagian atas kawasan tersebut meliputi kawasan lindung atau kawasan budi
daya sawah yang tidak boleh alih fungsi, maka pengeboran eksplorasi dan/atau
eksploitasi minyak dan gas bumi serta panas bumi dapat dilaksanakan, namun harus
disertai AMDAL;
j. Kewajiban melakukan pengelolaan lingkungan selama dan setelah berakhirnya
kegiatan penambangan;
k. Tidak diperbolehkan menambang batuan di perbukitan yang di bawahnya terdapat
mata air penting atau pemukiman;
l. Tidak diperbolehkan menambang bongkah-bongkah batu dari dalam sungai yang
terletak di bagian hulu dan di dekat jembatan;
m. Percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain diperbolehkan
sejauh mendukung atau tidak merubah fungsi utama kawasan;
n. Penambangan pasir atau sirtu di dalam badan sungai hanya diperbolehkan pada
ruas-ruas tertentu yang dianggap tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan;
o. melengkapi perizinan sesuai ketentuan yang berlaku; dan
p. pelaksanaan kegiatan penambangan harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan penyediaan zona penyangga;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang kegiatan industri baik sesuai dengan kemampuan
penggunaan teknologi, potensi sumberdaya alam dan SDM di sekitarnya;
c. diperbolehkan kegiatan industri yang hemat dalam penggunaan air dan non-polutif;
d. diperbolehkan kegiatan industri yang tidak mengakibatkan kerusakan atau alih fungsi
kawasan lindung;
e. pelarangan bentuk kegiatan yang memberikan dampak merusak dan menurunkan
kualitas lingkungan;
f. diwajibkan memiliki sistem pengolahan limbah yang tidak mengganggu kelestarian
lingkungan;
g. diwajibkan menyediakan dan mengelola limbah B3;
h. diwajibkan pengelolaan limbah terpadu sesuai standar keselamatan internasional
bagi industri yang lokasinya berdekatan;
i. diperbolehkan kegiatan industri yang memiliki sumber air baku memadai dan
menjaga kelestariannya;
j. diperbolehkan kegiatan industri yang memiliki sarana prasarana pengelolaan
sampah;
k. diperbolekan kegiatan industri yang memiliki sistem drainase memadai;
l. diperbolehkan kegiatan industri yang memiliki sumber energi untuk memenuhi
kebutuhan industri;

[63]
m. diperbolehkan pengembangan zona industri pada sepanjang jalan arteri atau
kolektor dengan syarat dilengkapi frontage road;
n. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri;
o. Industri baru diwajibkan berlokasi di kawasan peruntukan industri; dan
p. Industri baru diwajibkan memanfaatkan sumber daya lokal.
(13) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan wisata, sarana dan prasarana dengan syarat tidak
mengganggu fungsi kawasan lindung;
b. diperbolehkan pemanfaatan kawasan fungsi lindung untuk kegiatan wisata sesuai
azas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, perlindungan terhadap
situs peninggalan kebudayaan masa lampau;
c. diwajibkan penerapan ciri khas arsitektur daerah setempat pada setiap bangunan
hotel dan fasilitas penunjang pariwisata;
d. diwajibkan penyediaan fasilitas parkir;
e. diwajibkan penggunaan tata busana adat daerah pada petugas jasa pariwisata
sesuai dengan jenis jasa yang disediakan;
f. diperbolehkan dilakukan penelitian dan pendidikan; dan
g. diperbolehkan optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur yang sementara tidak
diusahakan.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan penyediaan kelengkapan, keselamatan bangunan, dan lingkungan;
b. diwajibkan penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan;
c. diwajibkan penyediaan drainase, sumur resapan, dan tendon air hujan yang
memadai;
d. diwajibkan penyediaan fasilitas parkir;
e. diperbolehkan peruntukan kawasan permukiman dialihfungsikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. diperbolehkan dibangun prasarana wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku;
g. diperbolehkan adanya kegiatan industri skala rumah tangga dan fasilitas sosial
ekonomi lainnya dengan skala pelayanan lingkungan; dan
h. tidak diperbolehkan kegiatan yang menganggu fungsi permukiman dan
kelangsungan kehidupan sosial masyarakat.
(15) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
negara;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemerintahan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan fasilitas umum dan fasilitas
sosial; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan enclave.
(16) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (16) huruf a disusun dengan ketentuan :

[64]
a. pengendalian pertumbuhan dan penyebaran sarana dan prasarana perdagangan dan
jasa yang mengganggu fungsi kawasan lindung;
b. pelarangan pengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang menyebabkan
kerusakan kawasan resapan air dan pelarangan pengambilan air tanah di daerah
yang telah ditetapkan sebagai zona pemanfaatan air tanah kritis dan rusak;
c. lokasi pasar penunjang yang berfungsi menampung produk pertanian dan didirikan
berdekatan dengan sumber pasokan, serta tidak mengganggu fungsi kawasan
lindung;
d. perdagangan perkulakan hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan
arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder;
e. hypermarket dan pusat perbelanjaan hanya boleh berlokasi pada akses sistem
jaringan jalan arteri atau kolektor dan tidak boleh berada pada lahan pelayanan lokal
atau lingkungan di dalam kota/perkotaan;
f. supermarket dan departement store tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan
lingkungan dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam
kota/perkotaan;
g. pelarangan penyelenggaraan perdagangan supermarket dan departement store
pada lokasi sistem jaringan jalan lingkungan dan berlokasi di kawasan pelayanan
lingkungan permukiman;
h. penyediaan areal parkir yang memadai dan fasilitas sarana umum lainnya di pusat
perbelanjaan serta toko modern; dan
i. jarak lokasi pendirian pasar modern atau toko modern terhadap pasar tradisional
paling sedikit 2 km.
(17) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (16) huruf b disusun dengan ketentuan :
a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/ nelayan dengan kepadatan rendah;
b. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau;
c. pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak melebihi potensi lestari;
d. pembatasan kawasan budidaya tambak atau tanpa unit pengolahannya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. pemanfaatan pesisir dan laut untuk tujuan observasi, penelitian dan kompilasi data
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan wajib melibatkan lembaga dan/atau
instansi terkait dan/atau pakar setempat;
f. ketentuan memenuhi syarat pengelolaan lingkungan, memperhatikan kemampuan
sistem tata air setempat serta menggunakan teknologi yang ramah lingkungan untuk
kegiatan selain kegiatan konservasi, pendidikan, dan pelatihan;
g. pengendalian pemanfaatan bangunan sepanjang pesisir atau sempadan pantai;
h. ketentuan peningkatan kualitas lingkungan permukiman serta prasarana dan sarana
dasar lingkungan permukiman di kawasan pesisir, serta penurunan luasan kawasan
kumuh;
i. ketentuan penyediaan infrastruktur pendukung bagi bisnis kelautan dan wisata
bahari; dan
j. ketentuan pengaturan dan penataan kawasan bisnis kelautan dan wisata bahari.
(18) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (16) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan penetapan kawasan pertahanan dan keamanan negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. pembatasan kegiatan budidaya di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
negara; dan

[65]
c. diperkenankan penyediaan infrastruktur pendukung kawasan pertahanan dan
keamanan negara ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(19) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (16) huruf d disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lainnya sebagai pendukung
aktivitas pemerintahan;
b. dibolehkan pengembangan aktivitas budidaya lainnya dengan tidak mengganggu
aktivitas pemerintahan; dan
c. dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu aktivitas pemerintahan.
(20) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan fasilitas umum dan fasilitas
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (16) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lainnya; dan
b. dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu aktivitas.
(21) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan enclave sebagaimana dimaksud pada ayat
(16) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif yang mendukung fungsi
kawasan lindung hutan dengan luasan tetap; dan
b. dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu kawasan lindung hutan.

Bagian Kelima
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 60
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup; dan
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
ketentuan:
a. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana penunjang guna menimbulkan
minat investasi;
b. diperbolehkan perubahan fungsi ruang minimal melalui arahan bangunan vertikal
sesuai kondisi kawasan;
c. diperbolekan penyediaan ruang terbuka hijau;
d. diperbolehkan secara terbatas perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu
pada ruang terbuka di kawasan ini; dan
e. tidak diperbolehkan perubahan fungsi dasar.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis kabupaten lainnya sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diwajibkan kawasan memiliki kerusakan fungsi lingkungan dikembalikan ke rona
awal;
b. diperbolehkan kegiatan rehabilitasi lahan pada kerusakan lingkungan;
c. diperbolehkan pembuatan sumur resapan pada kawasan dengan kemampuan tanah
meresapkan air; dan
d. diperbolehkan penambahan bangunan penunjang kepentingan pariwisata.

[66]
Bagian Keenam
Ketentuan Perizinan

Paragraf 1
Umum

Pasal 61
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b adalah
ketentuan perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut
ketentuan perundang-undangan harus ditempuh dan dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. bentuk izin pemanfaatan ruang; dan
b. mekanisme pemberian izin pemanfaatan ruang.
(3) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan acuan bagi
pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan
rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(4) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah :
a. Izin lokasi dan/atau fungsi ruang;
b. Amplop ruang; dan
c. Kualitas ruang.
(5) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan untuk :
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi,
dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
(6) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan
kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan atau zona berdasarkan rencana tata
ruang.
(7) Dalam proses perolehan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dapat dikenakan retribusi.
(8) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan biaya untuk administrasi
perizinan.

Paragraf 2
Bentuk Izin Pemanfaatan Ruang

Pasal 62
(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a meliputi
:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;

[67]
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah persetujuan
pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk menanamkan
modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah kabupaten,
dengan ketentuan :
a. izin prinsip yang diberikan harus sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi
penataan ruang wilayah; dan
b. izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan izin
lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan
bangunan, dan izin lainnya.
(3) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah izin yang diberikan
kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan dalam rangka melakukan
aktivitasnya, dengan ketentuan :
a. izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan dalam rangka
pemanfaatan ruang.
b. izin lokasi diberikan berdasarkan izin prinsip apabila berdasarkan peraturan daerah
yang berlaku diperlukan izin prinsip.
c. izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten.
(4) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
adalah izin pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan.
(5) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah izin
untuk melakukan kegiatan pembangunan fisik bangunan yang diberikan kepada orang
atau badan yang akan melakukan mendirikan bangunan.
(6) Izin lain sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah izin usaha
pengembangan sektoral yang disyaratkan sesuai peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih Ianjut mengenai izin pemanfaatan ruang sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati.

Paragraf 3
Mekanisme Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang

Pasal 63
(1) Mekanisme pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (2) huruf b meliputi :
a. pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pemberian izin diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan mengacu pada
rencana tata ruang dan peraturan zonasi;
c. pemberian izin dilakukan secara terkoordinasi melalui Organisasi Perangkat Daerah
sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan rekomendasi hasil forum
BKPRD berdasarkan rangkuman berbagai pertimbangan kajian dan rekomendasi
dari dinas teknis dan instansi terkait yang berwenang;

[68]
d. izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian
terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten, dibatalkan oleh
pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya;
e. izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar, batal demi hukum;
f. terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf e dapat dimintakan penggantian yang layak kepada pemerintah
kabupaten melalui organisasi perangkat daerah pemberi izin;
g. izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata
ruang wilayah dapat dibatalkan oleh pemerintah kabupaten dengan memberikan
ganti kerugian yang layak.
h. Setiap pejabat pemerintah kabupaten yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan rekomendasi dan/ atau izin yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.
i. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian
yang layak sebagaimana dimaksud pada huruf f dan ayat (7) dan ayat (9) diatur
dengan peraturan bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan bupati.

Bagian Ketujuh
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1
Umum

Pasal 64
Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) huruf c meliputi:
a. Insentif merupakan imbalan yang diberikan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang; dan
b. Disinsentif merupakan imbalan yang diberikan untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

Paragraf 2
Ketentuan Pemberian Insentif

Pasal 65
(1) Insentif yang diberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a meliputi:
a. insentif yang diberikan kepada masyarakat yang lahannya dijadikan lahan pertanian
berkelanjutan;
b. insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan

[69]
c. insentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan atau desa apabila dalam
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.
(2) Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang mau lahannya dijadikan lahan pertanian
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kemudahan memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, pupuk dan pemasaran;
b. pembangunan dan peningkatan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat.
(3) Insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kemudahan prosedur perizinan;
b. pemberian penghargaan; dan
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur.
(4) Insentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan atau desa apabila dalam
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. kemudahan prosedur perizinan;
b. kemudahan dalam mendapatkan kegiatan pembangunan serta pengadaan
infrastruktur; dan
c. pemberian penghargaan dan kenaikan pangkat.
(5) Ketentuan mengenai tata cara tentang pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Peraturan Bupati.

Paragraf 3
Ketentuan Pemberian Disinsentif

Pasal 66
(1) Pemberian disinsentif untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 huruf b meliputi:
a. disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha dan swasta dalam
pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. disinsentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan dan pemerintahan desa
dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
(2) Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha dan swasta dalam
pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan
untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat tidak sejalan dengan pemanfaatan
ruang;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi;
d. izin tidak diperpanjang; dan
e. penalti.

[70]
(3) Disinsentif yang diberikan kepada pemerintahan kecamatan dan pemerintahan desa
dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi:
a. diberhentikan dari urusan kepemerintahan;
b. di non aktifkan dari jabatan; dan
c. pemecatan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara tentang pemberian disinsentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Peraturan Bupati.

Bagian Kedelapan
Arahan Sanksi

Pasal 67
(1) Sanksi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat pada
terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang dilakukan oleh
penerima izin maupun pemberi izin.
(2) Pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai:
a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan
yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(3) Jenis pelanggaran rencana tata ruang terdiri atas :
c. pelanggaran fungsi ruang;
d. pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang;
e. pelanggaran tata massa bangunan; dan
f. pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan.
(4) Pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(5) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

[71]
Pasal 68
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf a diberikan
oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang
melalui penertiban surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu maksimal 7 (tujuh) hari.
(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf
b dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat pindah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,
pejabatan yang berwenang melakukan penertiban dengan menertibakan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian semmentara secara paksa terhadap
kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan
kepad pelangar mengenai pengenaan sanksi pemberhentian kegiatan pemanfaatan
ruang dan akan segera dilakukan tiandakan penertiban oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan
pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi
kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis
pemanfaatan ruang yang berlaku.
(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(5) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang
(membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban surat keputusan pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum kepada pelanggar dengan memuat rincian
jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputuskan;
c. pejabat yang berweang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada
pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemberhentian sementara pelayanan umum
yang akan segera dilaksanakan, disertai penjelasan umum yang akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia pelayanan umum
untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada pelanggar
sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis
pemanfaatan ruang yang berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf d dilakukan
melalui langkah-langkah:
a. penertiban surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat yang
berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan lokasi
kepada pelanggar;

[72]
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera
dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang denga
bantun aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan lokasi
yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencanatata
ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf e dilakukan
melalui langkah-langkah:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengaaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang
berwenang menertbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin
pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan
sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan
pencabutan ijin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan
pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan
keputusan pencabutan izin;
f. memberitahukan kepada pemanfaatan ruang mengenai status izin yang telah
dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara
permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan yang telah
dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf f dilakukan
melalui langkah-langkah:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan ruang
menurut dokumen perijinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana
tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana
pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk menagntisipasi hal-hal akiat pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh ejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin;
e. menertibkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang dibatalkan.
(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf g
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. menertibakan surat pemberitahuan pembongkaran bangunan dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan
sanksi pembongkaran bangunan;

[73]
c. pejabat yang berwenang melakukan penertiban memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan bangunan yang akan segera
dilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan secara
paksa.
(8) Pemulihan fungsi uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) huruf h
dilakukan melalui langkah-langkah:
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus
dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemnfaatan ruang
menerbikan surat pemberitahuan pperintah pemulihan fungsi ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat
yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan
sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan kepada
pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus
dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan
pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan
penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi
ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan
fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan
dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar dikemudian hari.
(9) Batas waktu pengenaan sanksi administratif secara berjenjang maksimal 90 (sembilan
puluh) hari.
(10) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dapat dikenakan
secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebesar
10 kali nilai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
Apabila pemanfaatan ruang yang sudah ada sebelum Peraturan Daerah ini diundangkan
tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang, maka :
1) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sudah memiliki izin dan dalam
pelaksanaan tidak mengubah perwujudan sektor/pola pemanfaatan ruang, maka
kegiatan tersebut dapat diteruskan;
2) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sudah memiliki izin dan dalam
pelaksanaan mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang, maka kegiatan
tersebut diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin, namun dalam
pelaksanaannya tidak mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang, maka
kegiatan tersebut dapat dizinkan dengan mengikuti prosedur tertentu melalui
pembayaran retribusi dan denda sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan;

[74]
4) Bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin, namun dalam
pelaksanaannya mengubah perwujudan struktur/pola pemanfaatan ruang, maka
kegiatan tersebut harus dibongkar atau dihentikan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 70
Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian
wilayah Kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah
ini ditetapkan, rencana dan album peta disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan
berdasarkan hasil kesepakatan dan/atau Keputusan Menteri Kehutanan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 71
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka hal-hal yang belum cukup diatur
dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut
oleh Bupati.

Pasal 71
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan.

Ditetapkan di Nunukan
pada tanggal ........................... 2012

BUPATI NUNUKAN
ttd

Diundangkan di Nunukan
pada tanggal.................................... 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN NUNUKAN

ttd

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN


NOMOR : .....
TAHUN : 2012

[75]
PENJELASAN

ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

NOMOR . TAHUN 2012

TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN
TAHUN 2012 - 2032

I. UMUM
1. Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang harus dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal agar
dapat menjadi wadah bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara
berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang memberikan
keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas
keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hubungannya dengan
kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia
dengan alam sekitarnya maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional
mewajibkan agar sumberdaya alam dipergunakan untuk sebesar -besar
kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang.
2. Ruang sebagai sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, karena ruang
pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatannya, akan tetapi jika ruang dikaitkan
dengan pengaturannya, haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan
tersebut, ruang wilayah Kabupaten Nunukan meliputi tiga matra, yakni ruang
daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Ruang wilayah Kabupaten Nunukan sebagai unsur lingkungan hidup, terdiri atas
berbagai ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub sistem yang meliputi
aspek alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya dengan corak ragam dan daya dukung
yang berbeda satu dengan lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang
didasarkan pada corak dan daya dukungnya akan meningkatkan keselarasan,
keseimbangan sub sistem, yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya.
Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh kepada kepada sub-sistem

[76]
yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu
sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia. Karakteristik ruang
menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia, sebaliknya kegiatan manusia
dapat merubah, membentuk dan mewujudkan ruang dengan segala unsurnya.
Kecepatan perkembangan manusia seringkali tidak segera tertampung dalam wujud
pemanfaatan ruang, hal ini disebabkan karena hubungan fungsional antar ruang
tidak segera terwujud secepat perkembangan manusia. Oleh karena itu, rencana
tata ruang wilayah yang disusun, haruslah dapat menampung segala kemungkian
perkembangan selama kurun waktu tertentu.
3. Ruang wilayah Kabupaten Nunukan, mencakup wilayah kecamatan yang merupakan
satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-satuan ruang yang disebut
dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan terdapat macam dan budaya manusia
yang berbeda, sehingga diantara berbagai kawasan tersebut seringkali terjadi tingkat
pemanfaatan dan perkembangan yang berbeda-beda.

Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya ketidakseimbangan


pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah, secara teknis
harus mempertimbangkan : (i) keseimbangan antara kemampuan ruang dan
kegiatan manusia dalam memanfaatkan serta meningkatkan kemampuan ruang ; (ii)
keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar kawasan
dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas masyarakat dalam arti luas.
4. Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik tempat untuk
memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian maupun lokasi
kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri, pariwisata, pemukiman dan administrasi
pemerintahan, potensial meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan
ruang dan pengaruh buruk dari suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya. Berkenaan
dengan hal tersebut, diperlukan perencanaan tata ruang yang baik dan akurat, agar
perkembangan tuntutan berbagai kegiatan pemanfaatan ruang dan sumberdaya
yang terdapat di dalamnya dapat berfungsi secara optimal, terkendali, selaras
dengan arah pembangunan Daerah Kabupaten Nunukan

5. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak pemerintahan


atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses penyusunan sampai pada
penetapannya perlu melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat
dalam perencanaan tata ruang menjadi penting dalam kerangka menjadikan sebuah
tata ruang sebagai hal yang responsif (responsive planning), artinya sebuah
perencanaan yang tanggap terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat
yang potensial terkena dampak apabila perencanaan tersebut diimplementasikan.
Tegasnya, dalam konteks perencanaan tata ruang, sebenarnya ada dua hal yang
harus diperhatikan. Pertama, kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi,
Kedua, hak masyarakat untuk di dengar (the right to be heard). Dalam praktek, pada
dasarnya dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan adanya
jalur komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah untuk memberi informasi
yang menyangkut rencana kegiatan/perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi
yang terkena (langsung maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan
pemerintah, mengandung makna bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat
dalam prosedur administrasi negara, di pihak lain dapat menunjang pemerintahan
yang baik dan efektif, karena dengan mekanisme seperti itu pemerintah dapat
memperoleh informasi yang layak sebelum mengambil keputusan. Mekanisme
seperti itu dapat menumbuhkan suasana saling percaya antara pemerintah dan
rakyat sehingga dapat mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta
memungkinkan terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah.

[77]
6. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu
diberi status dan bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi syarat-syarat
hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat dan memberi kepastian
hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur pemerintah termasuk didalamnya
administrasi negara yang bertugas melaksanakan dan mempertahankan rencana,
yang sejak perencanaannya sampai penetapannya memenuhi ketentuan hukum
yang berlaku. Apabila suatu rencana telah diberi bentuk dan status hukum, maka
rencana itu terdiri atas atas susunan peraturan-peraturan yang pragmatis, artinya
segala tindakan yang didasarkan kepada rencana itu akan mempunyai akibat
hukum.
7. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
pada Pasal 78 mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling lambat dalam
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Dengan demikian maka Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 12 tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan harus segera
diganti dengan Peraturan Daerah baru untuk disesuaikan dengan Undang Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
8. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan
Daerah baru yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program
pembangunan di daerah serta mendorong percepatan perkembangan masyarakat
secara tertib, teratur dan berencana. Peraturan Daerah sendiri merupakan bagian
tak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional, oleh
karena itu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum.
Kepentingan umum yang harus diperhatikan bukan saja kepentingan rakyat banyak
Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain dan kepentingan
seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan peraturan perundang-
undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat batas kompetensi formal atau
kepentingan Daerah yang bersangkutan, tetapi harus dilihat pula kemungkinan
dampaknya terhadap daerah lain atau kepentingan nasional secara keseluruhan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)

[78]
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 5

[79]
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b

[80]
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)

[81]
Huruf a
Penetapan jaringan kolektor primer 1 (K-1) mengacu pada Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630/KPTS/M/2009 tentang
Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut
Fungsinya Sebagai Jalan Arteri Dan Jalan Kolektor 1.
Huruf b
Penetapan jaringan strategis nasional mengacu pada Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 631/KPTS/M/2009 tentang
Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan
Nasional.

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c

[82]
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Penetapan jaringan jalur kereta api nasional berdasarkan UU No. 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)

[83]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[84]
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup Jelas

Ayat (2)

Penetapan wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap berdasarkan


Peraturan Menteri Pekerjaan umum Nomor 11 A/PRT/M/2006.

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[85]
Huruf e
Cukup jelas

Huruf
Cukup Jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)

Penetapan daerah irigasi (DI) provinsi dan kabupaten berdasarkan


Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 390 Tahun 2007.

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Ayat (8)

[86]
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas

Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c

[87]
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[88]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[89]
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)

Penetapan luas RTH adalah 30% dari luas 9 kawasan perkotaan yang ada di
Kabupaten Nunukan

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d

[90]
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[91]
Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 25
Cukup Jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[92]
Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[93]
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[94]
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

[95]
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)

[96]
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan di Kabupaten


Nunukan adalah berupa Kawasan Strategis Nasional (KSN) Nunukan, Long Midang,
Simanggaris sedangkan penetapan 2 pulau kecil terluar berdasarkan UU Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pasal 35
Cukup Jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[97]
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

[98]
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 37
Cukup Jelas
.

Pasal 38
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[99]
Huruf d
Cukup jelas

` Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[100]
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[101]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas

Huruf k
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

[102]
Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (18)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

[103]
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (19)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup Jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d

[104]
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f

[105]
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

[106]
Huruf h
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[107]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

[108]
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g

[109]
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

[110]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[111]
Ayat (18)
Cukup Jelas

Ayat (19)
Cukup Jelas

Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 44
Ayat (1)

[112]
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 45
Cukup Jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

[113]
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Pasal 48
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[114]
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[115]
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[116]
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Pasal 50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

[117]
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup Jelas

Pasal 52
Cukup Jelas

Pasal 53
Cukup Jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[118]
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c

[119]
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup Jelas

Pasal 57

[120]
Cukup Jelas

Pasal 58
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[121]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d

[122]
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[123]
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[124]
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[125]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

[126]
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e

[127]
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

[128]
Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Huruf k
Cukup jelas

Huruf l
Cukup jelas

Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas

Huruf o
Cukup jelas

Huruf p
Cukup jelas

Ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i

[129]
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Huruf k
Cukup jelas

Huruf l
Cukup jelas

Huruf m
Cukup jelas

Huruf n
Cukup jelas

Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas

Ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (14)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[130]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Ayat (15)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (16)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

[131]
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (17)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Ayat (18)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[132]
Ayat (19)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (20)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (21)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 60
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

[133]
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

[134]
Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

[135]
Pasal 63
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 64
Cukup Jelas

Pasal 65
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)

[136]
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 66
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

[137]
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a

[138]
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Pasal 68
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

[139]
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[140]
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

[141]
Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Ayat (9)
Cukup jelas

Ayat (10)
Cukup jelas

Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup Jelas

Pasal 71
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2012


NOMOR...................

[142]

Anda mungkin juga menyukai