Anda di halaman 1dari 13

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian

Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari

cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan

limbic system (sistem limbik).

2.1.1 Otak Besar (Cerebrum)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.

Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan

hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-

masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut

gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus

tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan

lobus temporal (CDC, 2004).

Menurut Ellis (2006) terdapat beberapa lobus pada cerebrum, yakni :

a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.

Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian

belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung

posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima

impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala

bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.


b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan

dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral
7

dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol

gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan

area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.


c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus

oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas

sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.


d. Lobus Oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.

Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan

manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap

oleh retina mata.

Gambar 2.1 Anatomi otak tikus (Rattus novergicus) (Marcin, 2000).

2.2. Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan

aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik
8

atau secara cepat dalam beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai

dengan daerah yang terganggu. Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke

iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab

stroke, disebabkan oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak

akibat bentukan trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh

terjadinya penurunan perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke

hemoragik intraserebral dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah kranial (Smith et al., 2005).

Di antara penyakit-penyakit neurologi yang terjadi pada orang dewasa,

stroke menduduki rangking pertama baik pada frekuensinya maupun pada

pentingnya (emergensi) penyakit tersebut. Di Indonesia penelitian berskala cukup

besar dilakukan oleh Survey ASNA di 28 Rumah Sakit seluruh Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit

(hospital based study), dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama

perawatan mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari

perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-

64 tahun berjumlah 54,2% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).

2.2.1 Stroke Iskemik

Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya

disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan


9

mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF).

Nilai normal CBF adalah 5060 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30

ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai <10 ml/mg/menit akan terjadi kegagalan

homeostasis, yang akan menyebabkan influks kalsium secara cepat, aktivitas

protease, yakni suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik dan pada akhirnya

kematian neuron. Reperfusi yang terjadi kemudian dapat menyebabkan pelepasan

radikal bebas yang akan menambah kematian sel. Reperfusi juga menyebabkan

transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih

antara 1530 ml/100mg/menit, keadaan iskemik dapat dipulihkan jika terapi

dilakukan sejak awal (Wibowo et al., 2001).

Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan onset

yang cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung menyebabkan

kematian. Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses trombosis atau emboli

yang menyebabkan iskemia fokal atau global. Oklusi ini mencetuskan serangkaian

kaskade iskemik yang menyebabkan kematian sel neuron atau infark serebri.

Aliran darah ke otak akan menurun sampai mencapai titik tertentu yang seiring

dengan gejala kelainan fungsional, biokimia dan struktural dapat menyebabkan

kematian sel neuron yang irreversible (WHO, 1998; Adams et al., 2003; Becker

and Bandera, 2006).

2.2.1. Patofisiologi Stroke Iskemik

Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang


10

berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Secara

umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan

tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik

dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat

daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati

akan tetapi sangat berkurang fungsinya dan juga menyebabkan defisit neurologik.

Tingkat iskeminya semakin ke perifer semakin ringan. Daerah penumbra iskemik,

di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya aliran

darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang

menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-sel

otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu. Jika tidak

dilakukan reperfusi, maka daerah penumbra dapat mengalami kematian.

Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel

otak. Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat

penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan

proses fagositosis debris nekrotik. Proses kematian kedua adalah proses apoptosis

atau silent death, sitoskeleton sel neuron mengalami penyempitan atau shrinkage

tanpa adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic

injury dan free radical injury akibat bocornya neurotransmitter glutamat dan

aspartat yang sangat toksik terhadap struktur sitoskeleton otak. Demikian pula

lepasnya radikal bebas akan membakar membran lipid sel dengan segala

akibatnya. Apoptosis mungkin lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade

iskemik yang berlangsung lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion
11

natrium dan kalium, yang diikuti proses depolarisasi membran sel yang berakibat

hilangnya kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan Natrium intraseluler. Ini

memicu mitokondria untuk melepaskan enzim caspase-apoptosis (Misbach,

2007).

2.3. Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas

dengan antioksidan seluler. Oksigen reaktif dan molekul nitrogen terkait erat

dengan cedera jaringan selama stroke iskemik. Radikal bebas termasuk anion

superoksida (O2), hidroksil (-OH), hidrogen peroksida (H2O2) dan seterusnya.

Hasil pertamanya yaitu oksigen dilanjutkan dengan -OH yang paling beracun

(Yiwang et al, 2013).


Radikal bebas merupakan dasar untuk banyak proses biokimia dan

menunjukkan bagian penting dari metabolisme. Radikal bebas didefenisikan

sebagai sebuah molekul atau bagian molekuler yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan pada orbit atom atau molekular terjauh dan dapat

tereksistensi sendiri (Halliwell and Gutteridge, 2007).


Istilah stres oksidatif juga didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana

terjadi peningkatan level Reactive Oxygen Species (ROS). Dalam jumlah normal,

ROS berperan pada berbagai proses fisiologis seperti sistem pertahanan,

biosintesis hormon, fertilisasi, dan sinyal seluler. Akan tetapi, peningkatan

produksi ROS yang dikenal dengan kondisi stres oksidatif memiliki implikasi

pada berbagai macam penyakit seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes, gagal

jantung, stroke, dan penyakit kronis lainnya (Paravicini and Touyz, 2008).
12

Selama stroke iskemik, anion superoksida adalah radikal bebas yang

dihasilkan melalui beberapa cara termasuk proses transpor elektron mitokondria.

Xantin Oksidase merupakan sumber utama generasi oksigen radikal bebas dalam

iskemia dan reperfusi. H2O2 terbentuk dari anion superoksida dan merupakan

sumber dari -OH. Disisi lain antioksidan dapat menurunkan anion superoksida

menjadi H2O2. Meskipun terdapat pertahanan ini, otak tetap rentan stres oksidatif

yang dihasilkan dari iskemia dan reperfusi (Yiwang et al, 2013).


Stres oksidatif adalah cedera yang signifikan selama iskemia serebral,

radikal bebas dapat menyerang DNA, protein dan lipid, serta menigkatkan

integritas mitokondria yang memproduksi sitokrom C untuk memicu apoptosis

menyebabkan berbagai tingkat kerusakan dan akhirnya mengakibatkan kematian

sel. Beberapa jenis sel yang berkontribusi pasca iskemi yaitu sel-sel endotel,

astrosit, mikroglia, dan nuron (Yiwang et al, 2013).

2.4 F2-isoprostan

Isoprostan merupakan senyawa yang terbentuk dari peroksidasi asam

arakhidonat. F2-isoprostan terbentuk secara non-enzimatis sebagai hasil dari

peroksidasi asam arakhidonat yang dimediasi oleh radikal bebas (Milne et al.,

2005).

Penelitian pada hewan dan manusia mengindikasikan adanya hubungan

antara isoprostan dan kondisi inflamasi berat, reperfusi iskemik, dan

atherosklerosis. F2-isoprostan merupakan biomarker peroksidasi lipid yang

otentik dan dapat digunakan sebagai indikator potensial stres oksidatif secara in
13

vivo pada berbagai kondisi klinis dan dalam evaluasi antioksidan atau obat-obatan

yang memiliki kemampuan radical-scavenging (Basu, 2004).

F2-isoprostan mempunyai beberapa sifat tertentu yang menjadikan

senyawa ini dinilai dapat dijadikan sebagai indikator adanya stress oksidatif, yaitu

(i) F2-isoprostan merupakan produk spesifik dari peroksidasi lipid, (ii) merupakan

senyawa yang stabil, (iii) pembentukan F2-isoprostan meningkat pada hewan

model dengan kerusakan oksidasi, (iv) pembentukannya dimodulasi oleh status

antioksidan, (v) kadarnya tidak dipengaruhi oleh lemak dalam diet (Roberts and

Morrow, 2000).

Didalam darah, F2-isoprostan terdapat dalam dua bentuk yaitu bebas dan

terikat pada fosfolipid dan lipoprotein. F2-isoprostan yang terikat pada fosfolipid

ini dapat dilepaskan oleh aktifitas enzim fosfolipase menjadi bentuk bebas dalam

plasma. Bentuk F2-isoprostan bebas ini akan diekskresikan melalui urin.

Perubahan kadar F2-isoprostan bebas dalam darah dapat disebabkan oleh

peningkatan peroksidasi lipid, peningkatan aktivitas pospolipase, atau penurunan

renal clearance (Trachtenberg and Hare, 2009).

2.5 Beta Amyloid

Beta amyloid adalah fragmen dari protein besar yang disebut amyloid

precursor protein (APP). APP diketahui sebagai protein yang dapat masuk dengan
14

bebas melewati membran neuron pada otak yang berperan untuk pertumbuhan

neuron, pelindung, dan perbaikan pada neuron yang injury (Yanker et al, 2010).

APP terekspresi diseluruh system sraf pusat dan berkolerasi dengan

berbagai fungsi seperti proliferasi dan diferensiasi seluler, spesifikasi sel dan

perkembangan neurit (neurite outgrowth). APP berperan penting sebagai regulator

produksi dan pematangan neuron pada sistem saraf pusat orang dewasa (Edwards

G., et al, 2016). APP dapat membentuk beta amyloid melalui reaksi proteolitik

oleh dan -secretase. APP yang dipisahkan melalui jalur non-amyloidogenik

oleh -secretase yang diikuti oleh -secretase menghasilkan fragmen beta amyloid

yang tidak toksik. Sementara itu, APP yang dipotong oleh BACEI (-Site APP

Cleaving Enzyme) yang diikuti oleh -secretase akan menghasilkan peptida

dengan panjang yang berbeda seperti A1-39, A1-40, A1-42. Pada umumnya,

didalam otak, peptida-peptida tersebut yang memiliki residu 1-42 rentan

mengalami agregasi yang berubah menjadi dimer atau multimer lainnya yang

diyakini bersifat neurotoksik, membentuk oligomer fibril dan akhirnya

membentuk oligomer fibril dan akhirnya membentuk plak amyloid (Bird, et al.,

2016).

2.6 Antosianin dalam Ubi Jalar Ungu

Ditinjau dari potensi sumber daya wilayah, Indonesia memiliki

potensi ketersediaan pangan sebagai sumber karbohidrat yang cukup besar.

Salah satu sumber karbohidrat adalah jenis umbi-umbian seperti ubi jalar
15

(Ipomoea batatas) (Husna et al., 2013). Dua jenis ubi jalar ungu yang saat ini

telah dikembangkan dan dimanfaatkan adalah ubi jalar ungu pekat dan ubi jalar

ungu muda. Perbedaan warna dari kedua jenis ubi jalar ungu tersebut diduga

berhubungan dengan perbedaan kandungan antosianin di antara keduanya.

Yang dan Gadi (2008) menyatakan bahwa konsentrasi antosianin

menyebabkan beberapa jenis ubi jalar ungu mempunyai gradasi warna yang

berbeda.

Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat warna alami

yang disebut antosianin. Komponen antosianin ubi jalar ungu adalah turunan

mono atau diasetil 3-(2-glukosil) glukosil-5-glukosil peonidin dan sianidin (Suda

et al., 2003). Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap

radikal bebas, sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan

penyakit degeneratif. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai

antimutagenik dan antikarsinogenik, mencegah gangguan fungsi hati,

antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah (Jusuf et al., 2008).


16

Gambar 2.2 Ubi Jalar Ungu (Montilla et al., 2011)

Efek samping konsumsi antosianin belum ditemukan karena belum adanya

laporan toksisitas atau intolerants antosianin. 100 g ubi jalar ungu segar,

kandungan antosianin ubi jalar ungu pekat 17 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan kadar antosianin ubi jalar ungu muda. Kandung an antosianin ubi jalar

tergantung pada intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu warna

umbinya, maka kandungan antosianinnya semakin tinggi (Winarno, 2004).

Tabel 2.1 Komposisi ubi jalar ungu segar

Jenis ubi jalar


No Komposisi
Ungu muda Ungu pekat
1 Kadar air (%) 64,5 55,23
2 pH 6,69 7,00
3 Padatan terlarut (%) 4,00 5,00
4 Kadar antosianin (mg antosianin/ 3,51 61,85

100g)
5 Aktivitas antioksidan (%) 56,64 59,25
Sumber : (Husna et al., 2013).

2.7 Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus)

Tikus Rattus novergicus merupakan hewan yang umum digunakan dalam

penelitian, karena mudah dipelihara, secara garis besar fungsi dan bentuk organ

serta proses biokimia antara tikus dan manusia memiliki banyak kesamaan

(Suckow, 2006). Hewan ini memiliki waktu hidup 2,5 tahun sampai 3,5 tahun,

berat badan jantan 300-500 gram dan betina 250-300 gram, denyut jantung 330-

480 kali per menit, frekuensi respirasi 85 kali per menit dan memasuki masa
17

dewasa pada usia 40-60 hari. Klasifikasi tikus yang digunakan dalam penelitian

menurut Armitage (2004), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Specie : Rattus novergicus

Gambar 2.4 Tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) (Pollock, 2010)

Tikus galur wistar merupakan hewan model yang cocok untuk

mengekspresikan kelainan metabolisme. Sebagai subjek penelitian manusia, tikus

ini sangat berguna karena kelainan metabolismenya di bawah control poligenik

dan tidak mudah terjadi mutasi gen (Filippetti et al., 2007). Baik tikus jantan dan

betina mengalami kematangan seksual pada umur 2-3 bulan. Ukuran maksimal

kepadatan pemeliharaan tikus sebesar 3 ekor tikus pe 2 m2. Suhu lingkungan yang

dibutuhkan yaitu 20-28 0C dan kelembaban 50%. Hewan ini adalah jenis

omnivore dan sering digunakan dalam penelitian pengaruh pakan. Kebutuhan

minum sebanyak 10-12 mL/100g BB per hari dan pakan sebanyak 10 g/ 100g BB

per hari. Jumlah darah yang bias diambil sebesar 64 mL/kg (Institusional Aimal

Care and Use Comitte, 2014).


18

Anda mungkin juga menyukai