Anda di halaman 1dari 4

Bangkit

Mataku baru terbuka pagi itu, semangat yang menggebu seakan-akan menghiasi pagi senin
yang menurutku lumayan cerah. Semangat memang aku pagi itu, pasalnya aku baru saja lulus
dari sekolah menengah atas kala itu. Semangat akan suasana setelah lulus dari SMA masih
sangat begitu terasa. Dan sebenarnya ada yang lebih membuatku bersemangat, yang tidak
bukan ialah aku sebentar lagi akan menginjak dunia perkulihan. Hah tak sabar rasanya. Tapi
dibalik rasa semangat itu tentulah masih ada yang menjadi beban pikiranku, bingung harus
memilih perguruan tinggi idamanku dan rasa sedih harus meninggalkan kedua orang tua. Tapi
tekad ku untuk kuliah tak menghentikan langkah ku saat itu.

Waktunya mandi, segala sesuatu pagi itu terasa menyenangkan maklum ada yang lagi
semangat-semangatnya ujar Emak ku. Tak lama setelah itu terdengar ada yang memberi
salam, ternyata ia adalah hardan sahabat ku. Ya benar kami adalah kawan seperjuangan dari
bangku sekolah kami selalu bersama, pagi itu kami rencananya membahas tentang kampus
mana yang akan kami pilih yang menjadi tempat kami menuntut ilmu nantinya. Tak kalah
dengan ku ia kala itu dengan baju abu-abu disertai les putih di lengan nya juga tampak beitu
bersemangat. Setelah berbincang lama sampailah pada pilihan perguruan tinggi yang kami
pilih. Barang tentu pilihan kampus yang kami pilih bukanlah kampus yang terkenal, yang
megah, yang mahal mengingat kami bukanlah orang yang mampu untuk kuliah di tempat-
tempat seperti itu, dan kami pun sepakat memilih kampus perguruan tinggi negeri yang mana
biaya kuliahnya juga tidak terlalu berat menurut kami. Ngobrol pagi itupun telah selesai,
saatnya kawanku pulang ke rumahnya, dan rencananya kami akan mendaftar secara online di
kampus pilihan kami.

Tidak terasa sekarang sudah siang. Saatnya untuk ku melakukan sholat zhuhur seperti
biasanya. Tenang hati setelah melakukan sholat ketika itu, sedkit ku selipkan doa agar
usahaku dalam memilih kampus tempat kuliah ku nanti menjadi berkah juga nantinya. Bau
lezatnya masakan ibu tercium dari dapur, rupanya emakku sudah selesai menyiapkan makan
siang. Tanpa menunggu lama kami pun bersama-sama keluarga siang itu. Momen makan
siang hari itu membuat perut ku kenyang dan juga kenyang oleh nasehat kedua orang tua ku.
Mungkin tak bisa ku ingat lagi satu persatu nasehat yang begitu banyak yang diberikan, dan
yang paling membekas adalah kuliah lah betul-betul, karna kamu jauh dari orang tua jangan
macam-macam cukup fokus dengan kuliahnya sedikit membantah dalam hatiku kala itu
emak-emak kalau fokus kuliah kapan makan di dalam hatiku dengan cengengesan. Tidak
terasa perut sudah kenyang dan saat nya untukku melanjutkan misiku. Preng preng... bunyi
motor kombet kawan ku sudah tiba di depan rumahku. Ia pun ku persilahkan untuk masuk ke
rumah, dengan tasnya yang lumayan besar dikeluarkan laptopnya dan apa-apa saja entah
banyak sekali, kulihat kertas-kertas dari dalam tasnya. Ia pun mulai dengan membuka
laptopnya, proses pendafataran pun kami mulai. Satu persatu persyaratan kami lengkapi
harpan diterima terus kami ucapkan. Pendaftaran itu telah selasai kami lakukan, kini kami
hanya mengikuti tes seleksi. Tak sabar rasa menunggu dua minggu lagi tes itu di laksanakan.
Hari demi hari terasa begitu cepat entah ini akhir zaman atau semacamnya dalam benakku.
Ternyata besok aku bersama kawan-kawanku harus meninggalkan orang tua, sahabat, dan
kampung halaman. Semangat memang, tetapi bercampur sedih karena baru pertama kali
meninggalkan orang tua dan kampung halaman. Tapi tekad ku tetap pada tujuan utamaku.
Malam ini semua barang harus siap ku packing, yang paling utama adalah persyaratan untuk
mengkuti tes seleksi. Satu persatu barang ku cek kembali agar tidak ada yang tertinggal lagi
maksudku. Malam itu kumpul bersama keluarga terakhir untuk ku, lagi-lagi nasehat demi
nasehat ku terima. Sedih juga ketika saat-saat seperti pikirku, tapi sudahlah inikan tujuannya
baik.

Hari minggu tepat nya hari keberangkatan kami pun telah tiba. Pukul sembilan pagi kami
harus segera menuju pelabuhan, karena pada saat itu kapal akan berangkat pukul satu siang.
Benar, jauh memang jarak tempat tinggal kami menuju pelabuhan dengan mobil saja bisa
memakan waktu dua jam, tapi tidak apa ini baru secuil dari perjuangan kami. Jam ternyata
sudah pukul sembilan lebih, mobil dengan warna merah agak tua terhenti didepan rumahku
ternyata itu mobil yang menjemputku. Satu persatu anggota keluargaku ku salami. Sekali-kali
detak jantung mengiring langkah kakiku menuju mobil seakan ada rasa yang tidak rela
meninggalkan rumah, keluarga serta kampung halamanku. Dengan sekali-kali menoleh
kearah kedua orang tua ku hati ini mulai merasa begitu sedih. Koper ku mulai di simpan dalam
bagasi mobil dan ku mulai ambil posisi duduk disamping sahabatku. Hah tenang sedikit hati
ini ketika ada sahabatku saat itu yang pasti merasakan hal yang sama denganku. Pintu mobil
mulai ditutup mesin sudah mulai dihidupkan dengan sedikit bismillah di dalam hati ku niat
kan keberangkatan ini untuk kedua orang tuaku. Mobil kini sudah mulai berjalan perlahan
meninggalkan rumahku. Mataku tak henti menatap keluargaku yang semakin menjauh.
Untung saja kawanku mengajakku ngobrol saat itu kalau tidak aku sudah terlarut dalam
kesedihan. Sekali-kali mata ku hampir tertidur tapi ku tahan saja agar bisa menikmati
perjalanan ini. Sampai juga di pelabuhan setelah berjalan dua jam lebih. Baik sekali nasib kami
yang tidak harus menunggu terlalu lama kapal pun mulai bersandar di pelabuhan. Kami pun
besiap-siap mengantri untuk segera menuju keatas kapal berharap mendapatkan tempat
untuk kami selama 32 jam sebelum tiba di kota tujuan, karena penumpang kala itu begitu
ramai. Ribuan penumpang menuju tujuannya masing-masing, maklum transfortasi yang
populer ditempat kami adalah kapal. Poooot pooot, sekali kali trompet tanda kapal akan
segera berangkat dibunyikan. Berdesak-desakan membuatku sedikit emosi saat itu.
mengingat ini salah satu perjuangan ku untuk menuntut ilmu di kota orang membuatku
sedikit bersabar. Akhirnya kami pun sudah didalam kapal dan satu persatu kami pun sudah
mendapatkan tempat, lumayan lah untuk hidup 32 jam didalam kapal pikirku.

Perjalanan itu sudah kami lewati sekarang kami sudah berada di kota orang, dan perjuangan
kami baru saja di mulai. Hari selasa itu menjadi hari di mana kami harus mengkuti ujian seleksi
untuk masuk ke perguruan tinggi yang kami pilih. Harap-harap cemas mengikuti ujian sangat
kami rasakan. Karena sudah lama tidak mengulang pelajaran selama lulus dari bangku
sekolah. Belajar kebut semalam pun kami lakukan berharap jawaban kami bisa meluluskan
kami. Dan tiba lah hari yang kami tunggu-tunggu, segala persiapan kami rasa sudah
dipersiapkan dengan matang. Tes itu pun berjalan dengan lancar, dan besar harapan kami
hasil yang memuaskan juga bisa kami dapatkan. Dengan berjalannya hari rasa cemas menanti
hasil tes selalu menghantui kami. Dan tibalah pada saat yang kami tunggu-tunggu dimana hari
dimana pengumuman di terima atau tidaknya kami dikampus tersebut. Dengan
mengandalkan hp bututku kami pun mulai membuka laman web perguruan tinggi yang kami
pilih. Hati mulai gelisah mendengar ada sahabat kami yang mengetahui dirinya tidak lulus tes
tersebut. Dan gembira sekali rasanya melihat bahwa ternyata aku dan sahabatku hardan lulus
dan diterima dikampus pilihan kami. Lega rasanya, kini kami hanya menyelesaikan registrasi
dan kami akan segera merubah status kami dari siswa menjadi mahasiswa.

Setelah berjalannya waktu rencana kami bukan lah rencana Tuhan, aku harus melanjutkan
kuliahku tanpa sahabatku Hardan, karena ia memilih untuk tidak melanjutkan kuliahnya
karena kekurangan biaya untuk kuliah. Padahal ia anak yang sangat cerdas, selalu
mendapatkan juara umum ketika SD dan SMP, dan selalu juara kelas pada masa SMA. Tapi
kerena biaya ia rela harus bekerja dulu agar ia bisa melanjutkan kuliah nya di tahun depan.
Impian kami meraih gelar sarjana bersama kini hilang, aku harus berjuang sendirian tanpa
sahabatku.

Satu tahun berlalu, berita baik baru saja kuterima ternyata sahabatku baru saja diterima di
kampus pilihannya dimana berbeda kota dengan ku. Kata selamat dan doa terbaik tak
hentinya ku berikan kepada sahabatku. Aku berharap kami bersama bisa sukses kemudian
harinya.

Dunia perkuliahan yang membuat ku sedikit pusing dengan tugas-tugasnya kadang terlintas
di pikiranku untuk berhenti. Untung kedua orang tua selalu memberi dukungan yang
membuat ku bersemangat. Kuliah di jurusan teknik elektro membuat beban kuliah ku
mungkin lebih berat dari sahabat ku Hardan di jurusan perikanan. Hari demi hari di hadapkan
dengan praktikum benar-benar membuat kepala ini penuh dengan angka-angka. Dan tibalah
di hari dimana ku harus memilih untuk melanjutkan kuliahku atau berhenti. Bukan karena
tidak mampu melanjutkan kuliah ku tetapi ayah ku baru saja jatuh sakit yang sangat parah
kala itu. ku putuskan untuk pulang saat itu dan meninggalkan kuliahku. Egois memang
meniggalkan kuliah saat itu tanpa memikirkan apa yang telah aku habiskan selama satu tahun
setengah itu. tapi bukan tanpa alasan ku memilih berhenti karena membantu ibu lebih
penting dari pada membebankan seorang ibu untuk membiayai kuliahku saat itu dan banyak
lagi alasan-alasan yang menurutku tidak perlu diceritakan.

Aku pun tiba dikampung halaman, rasa begitu terkejut melihat ayah ku terbaring tanpa daya
bahkan untuk berbicara pun ia tak bisa. Sekali-kali ku lihat ia ingin menyampaikan sesuatu
padaku tapi kakunya lidah membuat usahanya sia-sia. Mungkin ini adalah pilhan terbaikku
untuk berhenti karena melihat kondisi ayahku begitu buruk dari sakitnya.

Mencoba kembali membangun semangat yang sudah telanjur jatuh karena musibah itu. aku
memilih untuk memulai kuliah dari nol lagi di kampungku sendiri, berusaha membangun
semangat seperti pertama kali kuliah bukan lah hal mudah bagiku, harus mengalahkan rasa
malas yang kini dua kali lipat lebih besar, mengalahkan rasa egios yang dua kali lebih besar
dan memenangkan semua itu mendapatkan hadiah dua kali lebih besar juga. Mungkin dengan
melanjutkan kuliah di kampung sendiri dapat membuatku jalan ku sendiri menuju sukses
tanpa mengikuti jejak orang lain. Kita perlu percaya jalan seseorang tidak lah sama, ada yang
dari baik ada pula dari yang terpuruk dan mendapatkan hasil yang berbeda pula. Memulai
dari awal apa yang telah di bangun memang terasa berat, dan itulah yang aku rasakan saat
ini. Tapi gagal ku bukan mengajarkan ku untuk gagal yang kedua kalinya.

Anda mungkin juga menyukai