Anda di halaman 1dari 76

ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI MORAL

CERPEN TE BUKURO WO KAI NI

Karya Niimi Nankichi

Skripsi
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi
Ujian Sarjana Program S1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro

Oleh :
Ayu Mustika Yulianti
NIM : 13050111150012

PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2013

i
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan sebenarnya, penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa

mengambil bahan dari hasil penelitian untuk suatu gelar sarjana atau diploma di

suatu universitas maupun hasil penelitian lain. Sejauh yang penulis ketahui,

skripsi ini juga tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan orang lain,

kecuali yang telah tercantum dalam rujukan dan daftar pustaka.Penulis bersedia

menerima sangsi apabila terbukti melakukan penjiplakan.

Semarang, November 2013

Ayu Mustika Yulianti


13050111150012

ii
HALAMAN PERSEUJUAN

Disetujui oleh

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Yudiono KS, SU Budi Mulyadi,S.Pd, M. Hum


NIP. 19481027 197603 1 001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Diterima dan disahkan oleh

Panitia Ujian Skripsi

Program Studi Strata I Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang

Pada hari :

Tanggal :

Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro

Ketua

Drs. Yudiono KS, SU


NIP. NIP. 19481027 197603 1 001

Anggota I

Budi Mulyadi, S.Pd, M. Hum ....

Anggota II

Kyouji Honda, M. A ...

iv
MOTTODAN PERSEMBAHAN

"Kebanyakan orang mengatakan bahwa kecerdasanlah yang melahirkan seorang

ilmuwan besar. Mereka salah, karakterlah yang melahirkannya.( Albert

Einstein)

( : )

Artinya : Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan

sebagai kabar gembira bagi kemenanganmu, dan agar tentram hatimu

karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah.

Tugas kita bukanlah untuk berhasil.Tugas kita adalah untuk mencoba, karena

didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan

untuk berhasil.(Mario Teguh)

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Allah SWT yang telah memberikan kenikamatan di setiap hidupku, pada orang

tuaku tercinta mama , papa. Adik-adik ku Uut dan Alfin.Terutama terimakasih

yang sangat besar untuk mamaku yang tidak pernah lelah mensuport dan

mendoakan.Ayu sayang mama selamanya.Untuk teman-teman yang selalu

menemaniku dalam keadaan apapun.

v
PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Hirobbilalamin. Puji syukur senantiasa kita panjatkan

kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahan segala nikmat dan karunia-

Nya. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga,

sahabat, dan para pengikutnya. Amin

Penulis juga panjatkan syukur alhamdulillah, karena hanya dengan

keridhoan-Nya skripsi yang berjudul Analisis Struklural dan Nilai Moral

Cerpen Te Bokuro Wo Kai Ni karya Niimi Nankichi dapat

terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari peran

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih banyak kepada :

1. Bapak Drs. Agus Maladi Irianto, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Diponegoro Semarang

2. Bapak Drs. Surono, S. U, selaku Ketua Jurusan Sastra dan Bahasa Jepang

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang

3. Ibu Nur Hastuti, S. S, M. Hum, selaku Dosen Wali Akademik Program

Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Semarang

vi
4. Bapak Drs. Yudiono, KS, SU, selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak

Budi Mulyadi, selaku Dosen Pembimbing II dalam Penulisan Skripsi ini.

Terima kasih atas waktu, kesabaran, arahan, bimbingan, dan nasehatnya

selama menjadi pembimbing.

5. Seluruh dosen Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro Semarang yang telah membagikan ilmu yang

bermanfaat.

6. Seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dan memotivasiku dalam

segala hal, terima kasih.

7. Teman-teman di manapun kalian berada, terima kasih atas doa, dukungan,

nasehat dan bantuannya selama ini, kebersamaan kita akan selalu menjadi

bagian penting dalam perjalanan hidupku.

Sebagai manusia biasa, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasannya,

penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat

banyak kekurangan baik dari segi isi maupun teknik penulisannya, karena penulis

mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan Skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang,20 November 2013

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HAL JUDUL. i

HAL PERNYATAAN.. ii

HAL PERSETUJUAN.. iii

HAL PENGESAHAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN. v

PRAKATA.vi

DAFTAR ISI..viii

ABSTRAKSI.. x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang .. 1

1.2 Rumusan Masalah .... 3

1.3 Tujuan Penelitian . 3

1.4 Manfaat ....... 4

1.5 Ruang Lingkup ... 4

1.6 Metode Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan . 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 6

2. 1 Tinjauan Pustaka ... 6

viii
2. 2 Pendekatan Struktural .. 9

2. 3 Pendekatan Sosiologi Sastra ........................................ 12

2. 4 Pengertian Nilai Moral ................................................. 14

BAB III ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI MORAL CERPEN TE

BUKURO WO KAI NI ....................................................... 21

3.1 Ringkasan Cerita .. 21

3.2 Struktur Yang Membangun Cerpen Te Bukuro Wo Kai Ni 22

3.2.1 Tema ......................................................... 22

3.2.2 Tokoh ........................................................ 23

3.2.3 Alur ........................................................... 33

3.2.4 Latar .......................................................... 34

3.2.5 Amanat ....................................................... 41

3.3 Nilai Moral Dalam Cerpen Te Bukuro Wo Kai Ni ...... 44

3.3.1 Kejujuran.................................................... 45

3.3.2 Bertanggung Jawab .................................... 46

3.3.3 Keberanian ................................................. 49

BAB IV SIMPULAN. 52

DAFTAR PUSTAKA

YOUSHI

LAMPIRAN

BIODATA

ix
ABSTRACT

Yulianti, Mustika Ayu. Analisis Struklural dan Nilai Moral Cerpen Te Bokuro
Wo Kai Ni Karya Niimi Nankichi. Thesis.Department of
Japanese Studies Faculty of Humanities.Diponegoro University.The First Advisor
Drs. Yudiono KS, SU.The Second Advisor Budi Mulyadi, S. S, M. Hum.

The purpose of this research is analyze the structural analysis and moral
gradedof the short story Te Bokuro Wo Kai Ni. The data used in this research is
the short story Te Bokuro Wo Kai Ni, published by Niimi Nankichi in the
literature anthology in 1986.

The theory used in this research is the analysis of moral values. This theory is
used to analyze the attitude of leaders of the short story Bokuro Wo Kai Ni. The
second theory used in this study is a structural theory by Burhan Nurgiyantoro.
This theory is used to analyze the theme, plot, setting and message in this short
story.

Keywords :Te Bokuro Wo Kai Ni, Cerpen, Analisis Struklural dan Nilai Moral

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif hasil ciptaan manusia

yang bersifat kreatif estetik.Selain itu karya sastra juga menampilkan gambaran

kehidupan.Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan tetapi juga

berisi pesan-pesan yang ingin disampaikan berupa pendidikan moral yang

digambarkan melalui sikap maupun tingkah laku dari tokoh-tokoh dalam cerita

tersebut.Menurut Nurgiyantoro, (2007; 321) moral merupakan suatu yang ingin

disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, yang merupakan makna yang

terkandung dalam sebuah karya sastra dan makna yang disarankan lewat cerita.

Seperti karya sastra pada umumnya, karya sastra anak pun dibedakan atas

prosa, puisi dan drama.Ketiga karya sastra tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri

dalam penyajiannya.Prosa dalam karya sastra modern lebih dikenal dengan istilah

cerita rekan (cerkan).Disebut cerkan karena direka oleh pengarang berdasarkan

kenyataan yang diimajinasikan. Menurut Sudjiman (1988:12), semua cerita rekaan

ada kemiripan dengan sesuatu kehidupan ini karena bahannya diambil dari

pengalaman hidup. Macam-macam cerita rekaan dalam karya sastra moderen

antara lain novel, novella (cerita pendek panjang), dan cerita pendek (cerpen).

Cerpen adalah cerita yang pendek yang memusatkan pada satu situasi dan setetika

intinya konflik (Noor,2009:26).

1
2

Sama seperti karya sastra pada umumnya cerpen pun sangat sarat dengan

dengan pendidikan moral yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi anak untuk

belajar memahami kehidupan secara sederhana.Karya sastra anak, baik itu berupa

cerpen, puisi, ataupun drama, biasanya menggunakan tema yang mendidik,

dengan alur yang tidak berbelit-belit, tokoh dan penokohannya yang memberi

tauladan.

Cerpen biasanya merupakan gambaran hidup sang pengarang atau sebuah

cerita yang menyangkut masalah kehidupan manusia lain, yang dituangkan dalam

sebuah tulisan. Ada pula cerpen yang dibuat berdasarkan kisah fiksi belaka.Isi

cerpen yang dibuat baik yang cerita fiksi maupun berdasarkan kisah nyata,

biasanya terkandung beberapa amanat dan pesan kehidupan yang ingin

disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya.

Indonesia dan Jepang merupakan contoh negara yang banyak

melahirkan cerpen untuk anak-anak. Cerpen-cerpen tersebut diterbitkan

dalam sebuah buku, media cetak (seperti : Koran, majalah, dan buku-

buku), internet serta ada yang dikemas dalam sebuah antologi

kesusastraan. Dari sekian banyak cerpen yang diterbitkan di Jepang salah

satu cerpen yang terkenal adalah Tebukuro Wo Kai Ni (Membeli Kaos

Tangan) karya Niimi Nankichi.

Tebukuro Wo Kai Ni adalah sebuah cerpen anak fiksi fantasi yang

menampilkan tokoh-tokoh imajinatif yang tidak ada dalam kehidupan

realitas. Cerpen ini menceritakan tentang seekor induk rubah yang


3

mencemaskan anaknya, karena anaknya ingin membeli sebuah sarung tangan

kepada manusia. Induk rubah cemas takut anaknya ditangkap oleh manusia,

sehingga sebelum anaknya pergi membeli kaos tangan, ia banyak memberi

nasehat agar berhati-hati terhadap manusia, karena manusia dianggap sebagai

makhluk jahat. Cerpen tersebut banyak mengandung pesan moral yang berguna

bagi pembaca. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh

tentang pesan moral apa saja yang terkandung dalam cerpen Tebukoro Wo Kai Ni(

).

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah struktur yang membangun cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

karya Ni imi Nankichi?

2. Nilai moral apakah yang terkandung dalam cerpenTebukuro Wo Kai Ni

karya Ni imi Nankichi?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas,tujuan

penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun cerpen Tebukuro Wo

Kai Nikarya Ni imi Nankichi.


4

2. Mendeskripsikan nilai moral yang terkandung dalam cerpen Tebukuro

Wo Kai Nikarya Ni imi Nankichi.

D. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan yang luas

bagi para pembacanya mengenai karya sastra itu sendiri maupun dari segi analisis

nilai moral yang terkandung pada cerpen ini.

E. Ruang Lingkup

Pembatasan masalah dalam penelitian ini akan difokuskan pada analisis

nilai moral cerpen Tebukuro Wo Kai Nidan unsur intrinsik yang membangun

karya sastra tersebut.

F. Metode Penelitian

Penelitian karya sastra ini menggunakan metode pendekatan struktural yang

berupa tema, tokoh dan penokohan, alur (plot), latar (setting), amanat dan

memfokuskan pada nilai moral cerpen Tebukuro Wo Kai Ni.Langkah awal yang

dilakukan penulis adalah mengumpulkan data-data, yaitu mencari data primer

berupa cerpen Tebukuro Wo Kai Ni, dan mencari data sekunder yang berupa

buku-buku tentang teori sastra, dan pustaka lainnya serta data data yang berasal

dari internet yang relevan dengan penelitian ini.

Langkah selanjutnya adalah menerjemahkan isi cerpen tersebut ke dalam

Bahasa Indonesia. Setelah memahami isi ceritanya, penulis menganalisis cerpen

tersebut dengan menggunakan pendekatan struktural dan mencari nilai-nilai moral

dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang terkandung dalam cerpen


5

Tebukuro Wo Kai Ni, dengan mengacu pada teori-teori yang didapatkan dalam

buku-buku maupun dari internet.

Langkah terakhir yang dilakukan yaitu menyajikan hasil analisis cerpen

tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, metode penelitian dan sistematika

penulisan itu sendiri.

Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan

untuk menganalisis cerpen ini,dan metode yang digunakan dalam penelitian

Bab 3 Analisis Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni, akan menguraikan analisis

cerpen ini melalui pendekatan struktural, yaitu tentang analisis unsur intrinsiknya,

serta nilai moral yang terkandung dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

Bab 4Penutup, berisi tentang simpulan sementara hasil penelitian cerpen

tersebut. Kemudian ditutup dengan daftar pustaka.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Banyak karya baik berupa prosa, puisi maupun drama yang dijadikan sebagai

objek penelitian oleh mahasiswa khususnya jurusan sastra.Dari jenis karya sastra

tersebut yang banyak dijadikan objek penelitian adalah prosa.Hal tersebut terlihat

dari karya-karya mahasiswa khususnya jurusan sastra berupa skripsi maupun

tesis.Kecenderungan peneliti lebih memilih karya sastra prosa untuk dijadikan

objek penelitian, selain karena prosa berisi tentang gambaran kehidupan sehari-

hari, juga prosa lebih mudah untuk diteliti serta dapat mengajak pembaca untuk

berimajinasi dan berkreativitas.

Selain sebagai hiburan, karya sastra pun dapat dijadikan sebagai media

pendidikan yang efektif baik untuk anak-anak maupun dewasa.Setiap karya sastra

baik dari Indonesia maupun dari Jepang, pasti memiliki pesan moral yang ingin

disampaikan pengarang kepada pembaca.Apalagi karya sastra anak banyak

memberikan pesan moral kepada pembacanya. Salah satu karya sastra anak di

Jepang yang sarat dengan pesan moral, ialah sebuah cerpern anak yang berjudul

Tebukuro Wo Kai Ni karyaNiimi Nankichi. Cerpen tersebut dijilid dalam buku

yang berjudul Gongitsune Niimi Nankichi Yuuzuru Kinoshita Junji pada tahun

1986. Cerita Tebukuro Wo Kai Ni mengajarkan nilai-nilai moral yang pantas

dijadikan untuk sarana pendidikan anak, seperti nilai keberanian, nilai kebajiakan,

nilai kepatuhan, nilai bertanggung jawab, dan nilai kesopanan.

6
7

Selain cerita Tebukuro Wo Kai Ni, banyak karya sastra tradisional Jepang

mengajarkan tentang ajaran-ajaran moral misalnya cerpen Guri To Gura no

Kaisuiyoku, dan lain-lain. Adapun dalam kaitannya dengan penelitian, meskipun

terdapat beberapa hasil penelitian karya sastra mengenai nilai moral, akan tetapi

sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti nilai moral pada cerpen anak

Tebukuro Wo Kai Ni. Sebagian nilai moral yang dibahas dalam penelitian-

penelitian menggunakan objek karya sastra lain seperti novel. Namun bila dilihat

dari objek karya sastra anak, terdapat beberapa penelitian mengenai nilai moral,

salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Mardiah Rahman mahasiswi

Fakultas Sastra Jepang Universitas Padjadjaran. Mardiah Rahman meneliti sebuah

cerita rakyat Jepang berjudul Urashima Tarou, Shitakiri Suzume, dan Hanasaka

Jijii.Dalam penelitiannya dijelaskan tentang salah satu nilai moral orang Jepang

yang merupakan karakter budaya orang Jepang, yaitu cerminan ongaeshi atau

balas budi yang dilakukan oleh seseorang yang telah ditolong.

2.2 Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural berpijak pada karya sastra itu sendiri dan lepas dari

segala yang berada di luar karya sastra. Menurut Teeuw (1984), karya sastra

dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,

realitas, maupun pembaca. Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan

mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur yang

berhubungan.
8

Karya sastra terdiri dari dua unsur, intrinsik dan ekstrinsik.Intrinsik

merupakan unsur yang terdiri dari tema, alur, tokoh, latar dan amanat.sedangkan

ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra yang menghubungkan

karya sastra dengan sosial masyarakatnya. Menurut Redyanto, segi-segi ekstrinsik

teks sastra adalah segi-segi atau unsur-unsur sosial diluar teks sastra yang

membangun totalitas makna sebuah teks sastra (2005:23). Kedua unsur ini

tersusun secara struktural yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.

Oleh karena itu pendekatan struktural merupakan tahap penting dalam penelitian

karya satra untuk mendapatkan makna karya sastra itu secara keseluruhan.

2.2.1 Unsur-Unsur Intrinsik Karya Sastra

Burhan Nurgiantoro dalam Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak

(2010:221) menjelaskan bahwa unsur intrinsik adalah unsur unsur cerita fiksi

yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian dan ikut membentuk

eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur-unsur intrinsik dalam cerita fiksi anak

berupa tema, tokoh dan penokohan, alur (plot), latar (setting), amanat. Berikut

penjelasannya:

2.2.1.1 Tema

Tema dalam cerita fiksi adalah ide yang medasari suatu cerita berperan juga

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan

dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca


9

baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur

signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut (Aminuddin,1987:91)

Tema itu sendiri lazimnya berkaitan dengan berbagai permasalahan

kehidupan manusia karena sastra berbicara tentang berbagai aspek masalah

kemanusiaan: hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan diri sendiri,

manusia dengan sesama, dan manusia denganlingkungan alam. Walau demikian

tokoh-tokoh cerita pembawa tema tidak harus berwujud tokoh manusia,

melainkan juga dapat binatang atau makhluk dan benda lainya.

2.2.1.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita dimaksud sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya

dalam cerita fiksi lewat alur balik sebagai pelaku maupun penderita peristiwa

yang diceritakan. Dalam cerita fiksi anak tokoh cerita tidak harus berwujud

manusia, seperti anak-anak atau orang dewasa lengkap dengan nama dan

karakternya, melainkan juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain

yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia.

Abrams (vis Nurgiantoro,2005:165) mengemukakan bahwa tokoh cerita

(character) dapat dipahami sebagi seseorang yang ditampilkan dalam teks cerita

naratif (juga drama) yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu sebagaimana yang diekspresikan lewat kata-kata dan

ditunjukan dalam tindakan.


10

2.2.1.3 Alur (plot)

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun

sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-

bagian keseluruhan bagian fiksi (Semi, 1988:43), maka alur itu merupakan

perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka

utama cerita (Aminuddin, 1987:83).

Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam

suatu cerita.

Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur

bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu

peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa yang lain, bagaimana tokoh

yang digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam

suatu kesatuan waktu.

2.2.1.4 Latar (setting)

Bersama dengan unsur tokoh dan alur cerita, unsur latar merupakan sebuah fakta

cerita yang secara konkret dapat ditemukan dalam cerita fiksi.Latar (setting) dapat

dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang

diceritakan dalam cerita fiksi tidak dapat terjadi begitu saja tanpa kejelasan landas

tumpu.Terutama untuk cerita fiksi anak yang dalam banyak hal memerlukan

rincian konkret yang lebih menjelaskan apa dan bagaimana nya berbagai

peristiwa yang dikisahkan.


11

Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

waktu dan sosial.

a) Latar tempat, menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah cerita. Unsur tempat yang digunakan

biasanya dengan nama-nama tempat tertentu.

b) Latar waktu, berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi

c) Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi.

2.2.1.5 Amanat atau pesan moral

Moral, amanat dapat dipahami sebagi sesuatu yang ingin disampaikan kepada

pembaca.Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi

positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik.Moral berurusan dengan

masalah baik atau pun buruk.Untuk cerita fiksi anak, istilah moral disampaikan

bahkan dipahami secara lebih konkret sebagi mengajarkan.Hal tersebut

dikarenakan cerita fiksi hadir dan ditulis sebagai salah satu alternatif memberikan

pendidikan kepada anak melalui cerita.

2.2.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi

secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya


12

sastra. Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang

mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut

menjadi bagian didalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh

(untuk tidak dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitas bangun cerita yang

dihasilkan (Nurgiyantoro, 2012:23-24).

Wellek & Warren (melalui Nurgiyantoro, 2012:24) mengatakan bahwa

Seperti halnya unsur intrinsik, unsur ekstrensik juga terdiri dari sejumlah unsur.

Unsur-unsur yang dimaksud antara lain adalah keadaan subjektivitas individu

pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang

kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur

biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya.

2.3 Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi merupakan ilmu masyarakat yang menghubungkan manusia dengan

kehidupannya. Tentang cara manusia berinteraksi sosial dan cara manusia

beradaptasi dengan lingkungannya merupakan objek kajian ilmu sosiologi.

sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.


penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra
sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya asumsi dasar
penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam
kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya
sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu
merefleksikan zamannya (Endraswara,2008:77).
Pengertian sosiologi sastra menurut Dick Hartoko dan Sapardi Joko
Darmono.Redyanto (2007:89) mengutip pendapat Hartoko (1986:129)
berpendapat bahwa:
13

Sosiologi sastra adalah cabang ilmu yang mempelajari sastra dalam


hubungannya dengan kenyataan social.Kenyataan sosial mencakup
konteks pengertian pengarang dan pembaca (produksi dan resepsi) dan
sosiologi karya sastra (aspek-aspek sosial dalam teks sastra).Pembicaraan
tentang konteks sosial pengarang dan pembaca disebut sosiologi
komunikasi sastra dan pembicaraan sosiologi karya sastra disebut
penafsiran teks sastra secara sosiologis.
Darmono (2003:10 12) berpendapat bahwa:

sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya
dengan sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat,
usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah
masyarakat itu

Istilah sosiologi pertama tama muncul dalam salah satu jilid karya tulis

Aguste Comte (1798-1857) yaitu didalam tulisannya yang berjudul Cours de

Philosophie Positive. Istilah sosiologi tersebut disarankan sebagai nama dari satu

disiplin yang mempelajari masyarakat secara ilmiah. Sedangkan menurut

Durkeim, masyarakat merupakan suatu realitas objektif, suatu fenomena tersendiri

yang benar benar dan konkrit, dimana masing masing orang mengalaminya

sebagai suatu realitas independen.

Dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah studi yang mengkaji

manusia dalam masyarakat pada sebuah karya sastra. Sosiologi dan sastra

mempuyai objek kajian yang sama yaitu manusia dalam masyarakat.

Pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan sastra yang

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Darmono 1989:2). Masih menurut

pendapat Darmono, kecenderungan telaah sosiologi sastra ada dua yaitu pertama

pendekatan yang berdasarkan adanya anggapan bahwa sastra merupakan proses


14

cerminan sosial belaka dan kedua pendekatan yang mengutamakan teks sastra

sebagai bahan penelaahan (1989:2). Dalam penelitian ini penulis menggunakan

penelitian yang kedua yaitu pendekatan pada segi kemasyarakatan terutama aspek

moral atau ajaran moral yang terkandung dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

2.4 Pengertian Nilai Moral

Karya sastra dapat dijadikan cermin bagi manusia untuk dapat memahami karya

sastra tersebut sehingga kita dapat memahami gagasan maupun maksud pengarang

dan amanat dalam karya sastra tersebut.Banyak karya sastra cepen anak yang

mamiliki kandungan moral yang disampaikan pengarang melalui tokoh-tokoh nya

dengan perbuatan yang menurut moral hal tersebut baik untuk dilakukan maupun

sebaliknya. Menurut Bertens, nilai merupakan suatu yang menarik, sesuatu yang

dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, artinya

sesuatu yang baik (1993:139)

Moralitas adalah perilaku manusia yang mengandung tanggung jawab.

Moralitas dapat juga diartikan sebagai keseluruhan pedoman perilaku yang telah

dibakukan dalam masyarakat yakni keseluruhan norma atau sistem nilai

merupakan anggapan mengenai hal yang baik dan yang buruk dalam masyarakat

(Suseno 1995:5).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:139) dijelaskan bahwa nilai

merupakan sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.Dengan

demikian, dapat dirumuskan bahwa nilai merupakan sesuatu yang diinginkan

manusia karena nilai bersifat normatif, atrinya nilai mengandung harapan, cita-
15

cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan

dalam bentuk norma sebagai landasan manusia untuk bertindak. Oleh karena itu,

penting adanya norma-norma maupun ajaran moral sebagai tolak ukur dalam

menilai sesuatu.

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup

pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan

hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca.Moral dalam cerita biasanya

dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu

yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang

bersangkutan oleh pembaca (Kenny, 1966: 89).

Nilai moral tidak terpisah dari jenis nilai-nilai lain nya.Setiap nilai dapat

memperoleh bobot moral, bila di ikutsertakan dalam tingkah laku moral.

Walaupun nilai moral menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai

suatu nilai baru, bahkan sebagi nilai yang paling tinggi. Menurut Bertens

(2001:143-147) nilai moral mempunyai ciri-ciri, (1) berkaitan dengan tanggung

jawab, (2) berkaitan dengan hati nurani, (3) mewajibkan, (4) bersifat formal.

2.4.1 Prinsip Prinsip moral Dasar

Franz Magnis Suseno (2005: 130) mengungkapkan ada tiga prinsip moral dasar,

diantaranya sebagai berikut :

1). Prinsip sikap baik

Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja

adalah sikap positif dan baik. Seperti halnya dalam prinsip utilitarisme, bahwa kita
16

harus mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari

tindakan kita, kecuali ada alasan khusus, tentunya kita harus bersikap baik

terhadap orang lain.

Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh

berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan,

mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno,

2005:131). Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung

pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu

pengetahuan tentang realitas, agar dapat diketahui apa yang masing-masing baik

bagi yang bersangkutan. Prinsip sikap baik mendasari semua norma moral, karena

hanya atas dasar prinsip itu, maka akan masuk akal bahwa harus bersikap adil,

atau jujur, atau setia kepada orang lain.

2). Prinsip Keadilan

Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa

saja.Akan tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki

terbatas.Tidak hanya berlaku bagi benda-benda materil, melainkan juga dalam hal

perhatian dan cinta kasih.Kemampuan untuk memberi hati kita juga terbatas.Maka

secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan

itu harus dibagi.Prinsip tambahan itu adalah prinsip keadilan. Adil pada

hakikatnya berarti bahwa kita memberikan kepada orang lain apa yang menjadi

haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia,
17

maka tuntutan dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua

orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 2005:132).

3). Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri

Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan

diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.Prinsip ini berdasarkan

paham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang

memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk yang berakal budi (Suseno,

2005:133).

Prinsip ini memiliki dua arah.Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan

diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut sangat tidak wajar

untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan

membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan, sebab kita

mempunyai harga diri. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar.

Karena manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti

bahwa kewajibannya terhadap orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar

terhadap dirinya sendiri.

Kesimpulannya, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukan kepada orang

lain, perlu diimbangi dengan sikap yang menghormati diri sendiri sebagai

makhluk yang bernilai pada dirinya sendiri.


18

2.4.2 Sikap Sikap Kepribadian Moral

1. Kejujuran

Dasar dalam setiap usaha untuk menjadi seorang yang kuat secara moral adalah

kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak akan bisa maju karena kita

belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti tidak seia-sekata dan itu

berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus, artinya tidak

mengambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan

diharapkan oleh orang lain.

Tanpa kejujuran, keutamaan moral lainya akan kehilangan nilai. Menurut

Suseno (2005: 142-143), bersikap jujur terhadap orang lain memiliki dua arti:

Pertama, sikap terbuka dan kedua, sikap fair. Dengan terbuka, tidak dimaksud

bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau

orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Melainkan

kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita. Kedua,

terhadap orang lain orang yang jujur bersikap wajar atau fair, ia akan

memperlakukannya menurut standart-standart yang diharapkannya dipergunakan

orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan

memenuhi janji yang diberikan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi

untuk menuntutnya.
19

2. Nilai-nilai otentik

Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri.Bukan orang jiplakan, orang tiruan,

orang-orangan yang hanya bisa membeo saja, yang tidak mempunyai sikap dan

pendirian karena dalam segalanya mengikuti pendapat umum dan arah angin.

Otentik berarti asli.Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan

menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya.

3. Kesediaan untuk bertanggung jawab

Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita, kita

merasa terikat untuk menyelesaikannya. Kita akan melaksanakannya dengan

sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan atau kurang menguntungkan

atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan sekedar masalah dimana kita

berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk,

melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai sekarang harus kita

pelihara, kita selesaikan dengan baik. Merasa bertanggung jawab berarti bahwa

meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu

diselesaikan sampai tuntas.

4. Keberanian moral

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri

dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2005:147).Keberanian

moral berarti berpihak pada yang lebih lemah melawan yang kuat, yang

memperlakukannya dengan tidak adil.


20

5. Kerendahan hati

Kerendahan hati berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan kita melihat diri

seadanya kita.Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai

dengan kenyataan (Suseso, 2005:148).

Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan juga

kekuatannya. Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita

sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga kemampuan kita untuk

memberikan penilaian moral terbatas. Dengan rendah hati, kita benar-benar

bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan

untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri. Orang yang rendah hati tidak

merasa dirinya penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila

ia sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawab.


BAB 3

ANALISIS STRUKTURAL DAN NILAI MORAL

CERPEN TEBUKURO WO KAI NI ()

KARYA NIIMI NANKICHI ()

3.1. Ringkasan Cerita

Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni bercerita tentang pengalaman

pertama kali anak rubah yang masih kecil pergi ke kota untuk membeli sarung

tangan tanpa ditemani oleh ibunya, meskipun sang ibu telah menceritakan bahwa

manusia itu menakutkan dan bila manusia mengetahui bahwa yang berbicara

denganya adalah seekor rubah maka manusia akan menangkap rubah itu dan

mengurungnya di dalam kandang. Anak rubah tetap pergi kekota dengan berani

dan membeli sarung tangannya sendiri. Sesampai di kota anak rubah dengan

sopan berbicara denganmanusia penjual sarung tangan sesuai yang diajarkan oleh

ibunya sehingga dia mendapat perlakuan baik dari manusia dan dia pun

mendapatkan sarung tangan yang diinginkannya.

Anak rubah pun beranggapan bahwa manusia itu adalah makhluk yang

baik tidak seperti yang diceritakan oleh ibunya. Terbukti tidak terjadi apa-apa

pada dirinya saat dia membeli sarung tangan.

21
22

3.2. Struktur yang Membangun Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

3.2.1 Tema

Tema dari cerpen Tebukuro Wo Kai Ni adalah

keberanian seekor anak rubah untuk membuktikan bahwa apa yang diceritakan

ibunya tentang manusia makhluk yang menakutkan itu tidak benar. Hal ini bisa

dilihat dari inti sari cerpen yang menceritakan petualangan anak rubah pergi ke

kota untuk membeli sarung tangan, padahal sebenarnya sudah dilarang oleh

ibunya, karena sang ibu khawatir anak rubah akan diperlakukan tidak baik oleh

manusia. Seperti terlihat dalam kutipan :



( )

kodomo no kitsune ha, machi no hi wo me ateni, yuki akari no nohara wo


yochiyochi yatte ikimashita. hajimeno uchi ha hitotsu kiridatta hi ga futatsu
ni nari mitsu ni nari, hate ha juu nimo fuemashita. kitsune no kodomo ha
23

sore wo mite, hi ni ha, hoshi to onaji youni, akai no ya kii no ya aoi no ga


arundana to omoimashita. yagate machi ni ha irimashita ga toori no ieie ha
mou minna to wo shimete shimatte, takai mado kara atataka souna hikari
ga, michi no yuki no ue ni ochite iru bakarideshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Sang anakpun berjalan menuju arah cahaya lampu kota, berjalan terhuyung-
huyung melewati tanah lapang yang memantulkan cahaya salju. Cahaya
yang pertama-tama hanya satu berubah menjadi dua, tiga, dan terus
bertambah hingga menjadi sepuluh. Ketika melihat itu, dia berpikir bahwa
lampu itu seperti bintang, ada yang merah, ada yang kuning dan ada yang
biru. Tak lama kemudian, dia memasuki kota, tetapi pintu rumah-rumah
yang dia lewati semuanya tertutup, cahaya yang sepertinya hangat terlihat
dari jendela yang tinggi terus-terusan jatuh menerangi salju yang ada di atas
jalan.

Apa yang dikhawatirkan ibunya, tidak menjadi kenyataan. Anak rubah

bisa membeli sarung tangan dengan selamat. Seperti terlihat dalam kutipan :





( )

(okaasan ha, ningen ha osoroshiimono date otsusha osshatta ga chitto mo


osoroshikunaiya. Date boku no te wo mitemo doumo shinakattamono) to
omoimashita. Keredo kokitsune ha ittai ningen nante donna mono ka mitai
to omoimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 :31)
Ibu mengatakan kalau manusia menakutkan tapi menurutku tidak
menakutkan.Manusia melihat tanganku dan tidak terjadi apa-apa ucapnya
pada dirinya sendiri.Kemudian si anak rubah ingin melihat seperti apa
manusia.

3.2.2 Tokoh

Tokoh cerita dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita,

ada tokoh utama cerita ( Central Character, Main Character ) dan tokoh

tambahan ( Peripheral Character ). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan


24

penceritaannya dalam cerpen yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang

paling banyak diceritakan, baik sebagi pelaku kejadian maupun dikenai kejadian (

Nurgiantoro, 1995:176-177 ). Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang

berfungsi memperkuat kedudukan dan peran tokoh utama.Pemunculan tokoh

tambahan lebih sedikit, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan

tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung.

Tokoh utama dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni karya

Niimi Nankichi yaitu anak rubah. Adapun yang menjadi tokoh tambahan adalah

ibu rubah, manusia penjual sarung tangan, ibu manusia dan anaknya sebagai.

Berikut mengenai tokoh-tokoh tersebut :

3.2.2.1 Tokoh Utama

Anak Rubah

Anak rubah dianggap sebagai tokoh utama dalam Tebukuro Wo Kai Ni

karena ia merupakan tokoh yang banyak diceritakan dalam

cerpen ini, mulai dari awal cerita sampai akhir cerita anak rubah muncul dalam

cerpen ini. Anak rubah digambarkan sebagai sosok anak yangpolos juga riang.

Seperti terlihat dalam kutipan :



( )
25

kodomo no kitsune ha asobi ni ikimashita. Mawata no youni yawarakai yuki


no ue wo kake mawaru to, yuki no ko ga, shibuki no youni tobichitte chiisai
niji ga sutto tsuru no deshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 25)

Kemudian anak rubah itupun pergi bermain.Dia bermain dan berlarian di


atas salju yang lembut seperti benang sutra, cipratan butiran salju yang
seolah beterbangan berpadu membentuk pelangi kecil.

Anak rubah juga adalah anak yang masih butuh perhatian dari orang

tuanya, dapat dilihat dalam kutipan :


( )

mamonaku douketsu he kaette kita kokitsune ha,


( kaachan, otete ga tsumetai, otete ga chinchin suru ) to itte, nurete botan iro
ni natta ryoute wo kaasan kitsune no mae ni sashidashimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 25)

Tak lama kemudian dia pulang ke sarang, sambil memperlihatkan kedua


tanganya yang basah seperti warna peony (sejenis tumbuhan) dia
mengatakan, Ibuuu, tanganku kedinginan, tanganku gemetaran.


( )

oyako no gingitsune ha douketsu kara demashita. kodomo no hou ha


okaasan no onaka no shita he hairikonde, soko kara manmaru na me wo
parapara sasenagara, acchi ya kocchi wo minagara aruite ikimashita.
26

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 26)

Anak dan ibu rubah keluar dari sarangnya.Sang anak masuk ke bawah perut
ibunya, sambil mengedip-kedipkan matanya dia berjalan melihat kesana-
kemari. Tak lama kemudian, di depan mereka mulai terlihat sesosok cahaya.

Anak rubah adalah anak yang selalu ingin tahu segala sesuatu yang baru

dilihatnya, yang terdapatpada kutipan :



( )

( nandaka hendana okaachan, kore naani? ) to itte, yuki akari ni, mata sono,
ningen no te ni kaerarete shimatta jibun no te wo shigeshige to
mitsumemashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 27)

entah mengapa rasanya aneh Bu, ini aaapa?ucap si anak, lagi-lagi dia
melihat tanganya yang dirubah oleh pantulan cahaya salju dengan cermat.

Selain itu anak rubah merupakan anak yang pemberani diusianya,

dikarenakan dia memiliki keberanian untuk pergi ke kota sendirian guna membeli

sarung tangannya. Yang dapat dilihat pada kutipan :



( -)
27

( kaachan nanishiten no, hayaku ikouyo) to kodomo no kitsune ga onaka no


shita kara iu no deshita ga, kaasan kitsune ha doushitemo ashi ga susumanai
no deshita. sokode, shikataganai node, bouya dake wo hitori de machi made
ikaseru koto ni narimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 26-27)

Dari bawah perutnya sang anak mengatakan Ibu sedang apa? Ayo cepat,
tetapi tetap saja kaki sang ibu tidak bisa melangkah maju. Karena tak ada
jalan lain lagi, dia membiarkan anaknya pergi ke kota sendirian.

( )

kodomo no kitsune ha, machi no hi wo me ateni, yuki akari no nohara wo


yochiyochi yatte ikimashita. hajimeno uchi ha hitotsu kiridatta hi ga futatsu
ni nari mitsu ni nari, hate ha juu nimo fuemashita. kitsune no kodomo ha
sore wo mite, hi ni ha, hoshi to onaji youni, akai no ya kii no ya aoi no ga
arundana to omoimashita. yagate machi ni ha irimashita ga toori no ieie ha
mou minna to wo shimete shimatte, takai mado kara atataka souna hikari
ga, michi no yuki no ue ni ochite iru bakarideshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Sang anakpun berjalan menuju arah cahaya lampu kota, berjalan terhuyung-
huyung melewati tanah lapang yang memantulkan cahaya salju. Cahaya
yang pertama-tama hanya satu berubah menjadi dua, tiga, dan terus
bertambah hingga menjadi sepuluh. Ketika melihat itu, dia berpikir bahwa
lampu itu seperti bintang, ada yang merah, ada yang kuning dan ada yang
biru. Tak lama kemudian, dia memasuki kota, tetapi pintu rumah-rumah
yang dia lewati semuanya tertutup, cahaya yang sepertinya hangat terlihat
dari jendela yang tinggi terus-terusan jatuh menerangi salju yang ada di atas
jalan.
28



( )

keredo omote no kanban no ue ni ha taitei chiisa na dentou ga to motte


imashita node, kitsune no ko ha, sore wo mi nagara, boushiya wo sagashite
ikimashita. jitensha no kanban ya, megane no kanban ya sono hokaironna
kanban ga, aru mono ha, atarashii penki de ega kare, aru mono ha, furui
kabe no youni hagete imashita ga, machi ni hajimete dete kita kokitsune ni
ha sorerano mono ga ittai nande aruka wakaranai nodeshita.
` ( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Si anak rubah mencari toko topi sambil melihat sisi depan papan nama yang
di atasnya diterangi oleh lampu listrik. Papan nama toko sepeda, toko
kacamata dan berbagai macam papan nama, ada juga yang catnya baru, ada
juga tembok tua yang catnya memudar, anak rubah yang untuk pertama
kalinya datang ke kota tidak mengetahui ada hal-hal yang demikian.

Namun demikian, dia mempunyai perilaku yang sopan dan patuh, dapat

dilihat dari kutipan :

___

( )

___Kokitsune ha oshierareta tori, tonton to to wo tatakimashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30)

___. Seperti yang telah diajarkan sebelumnya, dia mengetuk pintu.


29

( )

( konbanwa)

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30)

selamat malam ucapnya.

___

( )

___Kokitsune ha sunao ni, nigitte kita hakudouka wo futasu bousha san ni


watashimashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30)

___Dengan patuh anak rubah itu menyerahkan dua keping uang 100-an yang
ada di genggamanya.

3.2.2.2 Tokoh Tambahan

1 Ibu Rubah

Ibu rubah dianggap sebagai tokoh tambahan dalam cerpen Tebukuro Wo

Kai Ni karena ia merupakan tokoh yang memperkuat

kedudukan dari peranan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung. Ibu

rubah digambarkan sebagai sosok ibu yang penyayang juga perhatian terhadap

anaknya.Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :


30


( -)

Kaasan kitsune ha, sono te ni, Haah to iki wo fukkakete, nukutoi kaasan
no te de yanwari tsutsunde yarinagara,
( mousugu atatakakunaruyo, yuki wo sawaru to, sugu dankunaru mondayo )
to iimashita ga,kaa ii bouya no teni shimoyake ga dekite ha kawai
soudakara, yoru ni nattara, machi made itte, bouya no otete ni au youna
keito no tebukuro wo katte yarou to omoimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 25-26)

Sang ibu meniupkan nafasnya pada tangan anaknya dan menggenggam


tanganya dengan lembut dan mengatakan sebentar lagi akan jadi hangat,
kalau menyentuh salju, tangan akan menjadi hangat, sang ibu merasa
kasihan kepada anaknya yang tanganya mengalami radang dingin, ketika
malam tiba dia pergi ke kota berniat untuk membeli kaos tangan wol yang
cocok dengan tangan anaknya.

Ibu rubah juga digambarkan sebagai seekor rubah yang penakut.Hal ini

desebabkan rasa trauma yang pernah dialaminya dahulu bersama temannya saat

pergi ke kota, ia dan temannya hampir terbunuh oleh manusia. Seperti terlihat

dalam kutipan berikut ini :




31



( -)

Sono machi no hi wo mita toki , okaasan kitsune ha, aru toki machi he
tomodachi to dekakete itte, tondame ni atta koto wo omoidashimashita.
oyoshinasaitte iu nomo kinaide, otomodachi no kitsune ga, aru ie no ahiru
wo nusu mou toshitanode, ohyakushou ni mitsukatte, sanza oimakurarete,
inochi kara gara nigeta kotodeshita.
( kaachan nanishiten no, hayaku ikouyo) to kodomo no kitsune ga onaka no
shita kara iu no deshita ga, kaasan kitsune ha doushitemo ashi ga susumanai
no deshita. sokode, shikataganai node, bouya dake wo hitori de machi made
ikaseru koto ni narimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 26-27)

Saat melihat cahaya lampu kota tersebut, sang ibupun teringat akan
pengalaman buruk, waktu dimana dia pergi ke kota bersama temanya. Tanpa
mengindahkan peringatan, teman sang ibu masuk ke suatu rumah untuk
mencuri bebek, kejadian tersebut diketahui oleh pemiliknya dan dia dikejar
dan hampir kehilangan nyawanya. Dari bawah perutnya sang anak
mengatakan Ibu sedang apa? Ayo cepat, tetapi tetap saja kaki sang ibu
tidak bisa melangkah maju. Karena tak ada jalan lain lagi, dia membiarkan
anaknya pergi ke kota sendirian.

2 Manusia Penjual Sarung Tangan

Penjual sarung tangan dalam Tebukuro Wo Kai Ni

ini pun merupakan tokoh tambahan, karena ia merupakan tokoh yang memperkuat

kedudukan dari peranan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung.

Penjual sarung tangan digambarkan sebagai sosok yang waspada dan baik.Seperti

terlihat dalam kutipan :


32

( )

Suruto bosha san ha, oyaoya to omoimashita. Kitsune no te desu. Kitsune no


te ga tebukuro wo kure to iu nodesu. Kore ha kitto ki no ha de kai ni kitan
dana to omoimashita.sokode, (saki ni okane wo kudasai) to iimashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30)

Melihat itu penjaga tokopun keheranan.Ada tangan rubah. Tangan rubah ini
mengatakan ingin membeli sarung tangan..Penjaga toko itu berpikir bahwa
pasti anak rubah datang membeli memakai dedaunan. Dari situ penjaga toko
mengatakan sini uangnya duluan.

___

___
( )

___Boushiya san ha sore wo hitosashiyubi no saki ni nokkete, kachi awasete


miruto, chinchin to yoi oto ga shimata node, kore ha ki no ha janai, honto no
okane dato omoimashita node,___
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30)

___Penjaga toko itu mengambil uang dengan jari telunjuknya, dan ketika dia
meraba uangnya terdengar suara krincing- krincing dan dia menyadari
bahwa itu bukanlah daun, dan dia berpikir bahwa itu adalah uang
sungguhan,___

3 Ibu Manusia

Tokoh ibu manusia dalam Tebukuro Wo Kai Ni

merupakan tokoh tambahan karena diceritakan hanya sekilas saja.Ibu manusia


33

digambarkansebagai tokoh yang baik hati dan penyayang. Seperti yang terlihat

dalam kutipan :

( -)

arum ado no shita wo toori kakaruto, ningen no koe ga shiteimashita. Nanto


iu yasashi, nanto iu utsukushii, nanto iu ottorishita koe nandeshou.

( nemure nemure haha no mune ni, nemure nemure haha no te ni)

Kogitsune ha sono utagoe ha, kitto ningen no okaasan no koe niche ga inai
to omoimashita. Date, kogitsune ga nemuru toki ni mo, yappari okaasan
kitsune ha, anna yasashii koe deyusu butte kureru kara desu.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 31-32)

Ketika dia lewat di bawah suatu jendela, terdengar suara manusia.Suaranya


terdengar ramah, indah dan nyaman. Diapun mendengar nyanyian tidurlah
tidurlah di pelukan ibu tidurlah tidurlah di tangan ibu, mendengar
nyanyian tersebut dia berpikir tak salah lagi bahwa itu adalah suara ibu
manusia. Anaka rubah berpikir demikian karena pada saat si anak rubah
tidur, ibu rubah juga mengayun-ayunkanya dengan suara yang lembut seperti
itu.
34

4 Anak Manusia

Tokoh anak manusia dalam Tebukuro Wo Kai Ni

merupakan tokoh tambahan, anak manusia digambarkan sebagai sosok anak yang

polos juga selalu ingin tahu. Seperti terlihat dalam kutipan berikut ini :

( )

Suruto kondo ha, kodomo no koe ga shimashita. (okaachan, konna saui yoru
ha, mori no kokitsune ha samui samuitteru deshoune)

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 :32)

Lalu terdengar suara anak-anak.ibu, di malam yang dingin seperti ini, rubah
yang ada dihutan bersuara dingin dingin begitu ya?

3.2.3 Alur (Plot)

Alur yang digunakan oleh pengarang dalam Tebukuro Wo Kai Ni

adalah alur maju dan alur mundur. Alur maju dikarenakan cerita

berjalan sesuai dengan urutan penampilan peristiwa, dan alur mundur karena

terdapat peristiwa yang terjadi di masa lampau. Hal itu seperti terlihat dalam

kutipan berikut ini :



35


( )

Sono machi no hi wo mita toki , okaasan kitsune ha, aru toki machi he
tomodachi to dekakete itte, tondame ni atta koto wo omoidashimashita.
oyoshinasaitte iu nomo kinaide, otomodachi no kitsune ga, aru ie no ahiru
wo nusu mou toshitanode, ohyakushou ni mitsukatte, sanza oimakurarete,
inochi kara gara nigeta kotodeshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 26)

Saat melihat cahaya lampu kota tersebut, sang ibu pun teringat akan
pengalaman buruk, waktu dimana dia pergi ke kota bersama temannya.
Tanpa mengindahkan peringatan, teman sang ibu masuk ke suatu rumah
untuk mencuri bebek, kejadian tersebut diketahui oleh pemiliknya dan dia
dikejar dan hampir kehilangan nyawanya.

Kejadian di atas merupakan kejadian yang terjadi di masa lampau, yaitu

kejadian yang pernah dialami ibu rubah dan teman nya saat mereka pergi ke kota.

3.2.4 Latar (setting)

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams melaui Nurgiyantoro,1995:216).

Pembahasan latar tempat dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial saat cerita

berlangsung.
36

3.2.4.1 Latar Tempat

1). Goa (Sarang)

Latar goa merupakan salah satu tempat yang dijadikan latar dalam cerpen

Tebukuro Wo Kai Ni . Latar goa digunakan ketika sang

anak rubah berniat keluar sarang. Seperti yang terlihat pada kutipan :


( )

Samui fuyu ga hoppou kara, kitsune no oyako no sundeiru mori he moyatte


kimashita. Aruasahoraana kara kodomono kitsune ga deyoutoshimashita ga,
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 24)

Bersamaan dengan angin utara yang dingin, datanglah rubah dan induknya
untuk tinggal di hutan. Pada suatu pagi, sang anak rubah berniat keluar
sarang.

Anak rubah pulang ke sarang, sambil memperlihatkan kedua tangannya

yang basah seperti peony.Terlihat pada kutipan :


( )

mamonaku douketsu he kaette kita kokitsune ha,


( kaachan, otete ga tsumetai, otete ga chinchin suru ) to itte, nurete botan iro
ni natta ryoute wo kaasan kitsune no mae ni sashidashimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 25)
37

Tak lama kemudian dia pulang ke sarang, sambil memperlihatkan kedua


tanganya yang basah seperti warna peony (sejenis tumbuhan) dia
mengatakan, Ibuuu, tanganku kedinginan, tanganku gemetaran.

2). Hutan

Hutan pun dijadikan sebagai latar tempat dalam cerita cerpen Tebukuro Wo

Kai Ni dimana hutan merupakan tempat tinggal ibu rubah

dan anaknya. Seperti terlihat dalam kutipanberikut :

( )

samui fuyu ga hoppou kara, kitsune no oyako no sundeiru mori he moyatte


kimashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 24)

Bersamaan dengan angin utara yang dingin, datanglah rubah dan induknya
untuk tinggal di hutan.___

Hutan tempat tinggal ibu rubah dan anaknya digambarkan sebagai hutan

yang diselimuti salju. Terlihat dalam kutipan :



( )

kurai kurai yoru ga furoshiki no youna na wo horogete nohara ya mori wo


tsutsumi yatte kimashita ga, yuki ha amari shiroi node, tsutsunde mo
tsutsunde mo shiroku ukabi agatte imashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 26)


38

Malam semakin gelap seperti bayangan furoshiki yang semakin meluas


membungkus tanah lapang dan hutan, sehingga salju yang tampak di
permukaan semakin terbungkus gelapnya malam tak begitu putih lagi.

3). Tanah Lapang

Tanah lapangdigambarkan sebagai tempat yang diselimuti salju, terletak di

daerah sekitar goa tempat dimana anak rubah tinggal dan ketika anak rubah akan

pergi ke kota untuk pertama kalinya ia melalui tanah lapang. Seperti yang terlihat

dalam kutipan :



( )

kodomo no kitsune ha, machi no hi wo me ateni, yuki akari no nohara wo


yochiyochi yatte ikimashita. hajimeno uchi ha hitotsu kiridatta hi ga futatsu
ni nari mitsu ni nari, hate ha juu nimo fuemashita. kitsune no kodomo ha
sore wo mite, hi ni ha, hoshi to onaji youni, akai no ya kii no ya aoi no ga
arundana to omoimashita. yagate machi ni ha irimashita ga toori no ieie ha
mou minna to wo shimete shimatte, takai mado kara atataka souna hikari
ga, michi no yuki no ue ni ochite iru bakarideshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Sang anakpun berjalan menuju arah cahaya lampu kota, berjalan terhuyung-
huyung melewati tanah lapang yang memantulkan cahaya salju. Cahaya
yang pertama-tama hanya satu berubah menjadi dua, tiga, dan terus
bertambah hingga menjadi sepuluh. Ketika melihat itu, dia berpikir bahwa
lampu itu seperti bintang, ada yang merah, ada yang kuning dan ada yang
biru. Tak lama kemudian, dia memasuki kota, tetapi pintu rumah-rumah
yang dia lewati semuanya tertutup, cahaya yang sepertinya hangat terlihat
39

dari jendela yang tinggi terus-terusan jatuh menerangi salju yang ada di atas
jalan.

4). Kota

Latar kota dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni ini

adalah latar dimana anak rubah memulai pengalaman pertamanya memasuki kota.

Yang terlihat dalam kutipan :



( )

Kodomo no kitsune ha, machi no hi wo me ateni, yuki akari no nohara wo


yochiyochi yatte ikimashita. Hajimeno uchi ha hitotsu kiridatta hi ga futatsu
ni nari mitsu ni nari, hate ha juu nimo fuemashita. Kitsune no kodomo ha
sore wo mite, hi ni ha, hoshi to onaji youni, akai no ya kii no ya aoi no ga
arundana to omoimashita. Yagate machi ni ha irimashita ga toori no ie ie ha
mou minna to wo shimete shimatte, takai mado kara atataka souna hikari
ga, michi no yuki no ue ni ochite iru bakarideshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Sang anakpun berjalan menuju arah cahaya lampu kota, berjalan terhuyung-
huyung melewati tanah lapang yang memantulkan cahaya salju. Cahaya
yang pertama-tama hanya satu berubah menjadi dua, tiga, dan terus
bertambah hingga menjadi sepuluh. Ketika melihat itu, dia berpikir bahwa
lampu itu seperti bintang, ada yang merah, ada yang kuning dan ada yang
biru. Tak lama kemudian, dia memasuki kota, tetapi pintu rumah-rumah
yang dia lewati semuanya tertutup, cahaya yang sepertinya hangat terlihat
dari jendela yang tinggi terus-terusan jatuh menerangi salju yang ada di atas
jalan.
40

3.2.4.2 Latar Waktu

Keterangan waktu dalam cerita cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

ini disebutkan secara jelas oleh pengarang. Berikut penjelasannya :

1. Pagi Hari


( )

Samui fuyu ga hoppou kara, kitsune no oyako no sundeiru mori he moyatte


kimashita. Aruasahoraana kara kodomono kitsune ga deyoutoshimashita ga,
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 24)

Bersamaan dengan angin utara yang dingin, datanglah rubah dan induknya
untuk tinggal di hutan. Pada suatu pagi, sang anak rubah berniat keluar
sarang.

2. Malam Hari



( )

Kurai kurai yoru ga furoshiki no youna na wo horogete nohara ya mori wo


tsutsumi yatte kimashita ga, yuki ha amari shiroi node, tsutsunde mo
tsutsunde mo shiroku ukabi agatte imashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 26)

Malam semakin gelap seperti bayangan furoshiki yang semakin meluas


membungkus tanah lapang dan hutan, sehingga salju yang tampak di
permukaan semakin terbungkus gelapnya malam tak begitu putih lagi,
41

3. Musim Dingin


( -)

Sakuya no uchi ni, masshiro na yuki ga dossari futta no desu. Sono yuki no
ue kara ohisama ga kirakira to terashite itanode, yuki ha mabushii hodo
hanshashite itanodesu. Yuki wo shiranakatta kodomo no kitsune ha, amari
tsuyoi hansha wo uketanode, me ni nanika sasatta to omotta no deshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 24-25)

Kemarin malam, salju yang putih turun dengan lebatnya. Dari atas salju
tersebut sinar sang mentari bersinar berkelap-kelip memantulkan sinar yang
menyilaukan. Sang anak rubah yang belum mengenal salju itu berpikir kalau
sesuatu menusuk matanya, padahal dia terkena pantulan cahaya yang
menyilaukan itu.

3.2.4.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat tertentu yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai

masalah dalam lingkup hidup yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara pikir dan

bersikap. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial seorang tokoh

misalnya rendah, menengah, dan atas (Nurgiyantoro, 1995:233-234).


42

Latar sosial yang digambarkan dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

iniyakni kebiasaan hidup seekor rubah yang digambarkan hidup

bebas di dalam hutan.Dalam cerita ini ibu rubah mengajarkan adat istiadat yang

baik kepada anaknya, yaitu kesopanan.Seperti terlihat dalam kutipan :


( )

samui fuyu ga hoppou kara, kitsune no oyako no sundeiru mori he moyatte


kimashita. aruasahoraana kara kodomono kitsune ga deyoutoshimashita ga,
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 32)

Bersama dengan angin utara yang dingin, datanglah rubah dan induknya
untuk tinggal dihutan.Pada suatu pagi, anak rubah berniat keluar sarang,














( )

( sore ha ningen no te yo. iikai bouya, machi he ittarane, takusan ningen no


ie ga aru kara ne, mazu omote ni marui shappo no kanban no kakatte iru ie
wo sasundayo. sore ga mitsukattarane, tonton to to wo tataite, kombanwatte
iundayo. sousurutone, naka kara ningen ga, sukoushi to wo akeru kara ne,
sono to no sukimae kara, kocchi no te, hora kono ningen no te wo sashi
iretene, kono te ni choudo ii tebukuro choudai tte iundayo, wakattane,
43

kesshite, kocchi no otete wo dashicha dameyo.) to kaasan kitsune ha


iikikasemashita).
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 27)

itu adalah tangan manusia, dengar nak, kalau kamu pergi ke kota, kamu
akan melihat ada banyak rumah, pertama-tama carilah rumah yang di
depanya ada papan bulat shappo (fr:topi), kalau sudah ketemu, tok-tok
ketuklah pintunya dan katakan selamat malam. Kemudian manusia yang ada
di dalam akan membuka pintu sedikit, dari celah pintu tersebut tangan ini,
masukkan tangan manusia ini, lalu katakan tolong berikan aku kaos tangan
yang pas untuk tangan ini, mengerti kan? Dan jangan pernah kamu
mengeluarkan kedua tanganmu ucap sang ibu kepada anaknya.

3.2.5 Amanat Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

Berikut adalah amanat yang terkandung dalam cerpen ini.

3.1.5.1 Tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain.

Prasangka buruk terhadap orang lain sering kali munculdalam pikiran

manusia. Tetapi, ada kalanya tuduhan itu tidak dibangun berdasarkan tanda atau

bukti yang cukup, dan juga terkadang prasangka itu tidak berdasar atau tidak

beralasan.Bahkan kita membicarakan serta menyampaikan keburukan tersebut

kepada orang lain. Meskipun kita mengetahui bahwa berprasangka buruk kepada

orang lain tanpa ada alasan atau bukti merupakan hal yang tidak baik. Hal tersebut

terdapat dalam kutipan :


( )
44

( ningen ne, aite ga kitsune dato wakaru to, tebukuro wo utterurenain dayo,
sore dokoroka, tsukamaete ori no naka he irechaundayo, ningentte honto ni
kowai mono nandayo)
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Apabila manusia tahu lawan bicaranya adalah rubah, dia tidak mau menjual
kaos tangan, sebaliknya dia akan menangkap dan memasukkan kita ke dalam
kandang, manusia benar-benar menakutkan

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

3.1.5.2 Sebagai seorang anak haruslah patuh terhadap orang tua.

Cerpen ini mengajarkan kepada pembacanya agar patuh terhadap orang

tua.Seperti terlihat dalam kutipan berikut :



( )

Toutou boshiya ga mitsukarimashita.Okaasan ga michimichi yoku


oshietekureta, kuroi ookina shirukutto no boshi no kanban ga, aoi dentou ni
terasarete kakatte imashita. Kokitsune ha oshierareta toori, tonton to to wo
tatakimashita.
(konbanwa)
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 :30)

Akhirnya dia menemukan toko topi.Ibu rubah memberitahu dengan baik


jalan-jalan menuju toko topi, dia melihat papan nama tokoberbentuk topi
hitam besar Silk Hat yang diterangi lampu berwarna biru. Seperti yang
telah diajarkan sebelumnya, dia mengetuk pintu.

selamat malam ucapnya.


45

( )

Suruto bosha san ha, oyaoya to omoimashita. Kitsune no te desu. Kitsune no


te ga tebukuro wo kure to iu nodesu. Kore ha kitto ki no ha de kai ni kitan
dana to omoimashita. sokode, (saki ni okane wo kudasai) to iimashita.
Kokitsune ha sunao ni, nigitte kita hakudouka wo futasu bousha san ni
watashimashita. boushiya san ha sore wo hitosashiyubi no saki ni nokkete,
kachi awasete miruto, chinchin to yoi oto ga shimata node, kore ha ki no ha
janai, honto no okane dato omoimashita node, tana kara kodomoyou no
keito no tebukuro wo tori dashite kite kogitsune no te ni
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30-31)

Melihat itu penjaga tokopun keheranan.Ada tangan rubah.Tangan rubah ini


mengatakan ingin membeli sarung tangan.Penjaga toko itu berpikir bahwa
pasti anak rubah datang membeli memakai dedaunan. Dari situ penjaga toko
mengatakan sini uangnya duluan. Dengan patuh anak rubah itu
menyerahkan dua keping uang 100-an yang ada di genggamanya. Penjaga
toko itu mengambil uang dengan jari telunjuknya, dan ketika dia meraba
uangnya terdengar suara krincing- krincing dan dia menyadari bahwa itu
bukanlah daun, dan dia berpikir bahwa itu adalah uang sungguhan,
kemudian diapun mengambil sarung tangan wol untuk anak-anak dari
lemari dan menyerahkanya kepada anak rubah.Setelah mengucapkan terima
kasih si anak rubah kembali pulang melalui jalan yang tadinya dia lewati.
46

3.1.5.3 Jangan mudah menilai buruk orang lain karena belum tentu

penilaian kita itu benar dan sesuai dengan apa yang kita pikirkan.

Mudah menilai buruk orang lain sering terjadi dalam diri seseorang.

Terkadang dengan sengaja menyampaikannya kepada orang lain. Dalam cerpen

ini mengajarkan kepada pembaca agar tidak mudah menilai buruk

seseorang.Seperti terlihat dalam kutipan berikut :



( )

(okaasan ha, ningen ha osoroshiimono date osshatta ga chitto mo


osoroshikunaiya. Date boku no te wo mite mo doumo shinakattamono) to
omoimashita. Keredo kogitsune ha itai ningen nante donna monoka mitai to
omoimashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 31)

ibu mengatakan kalau manusia menakutkan tapi menurutku tidak


menakutkan. Manusia melihat tanganku dan tidak terjadi apa-apa ucapnya
pada dirinya sendiri. Kemudian si anak rubah ingin melihat seperti apa
manusia.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 31)

3.3. Nilai Moral dalam Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni merupakan sebuah karya

sastra anak yang menceritakan pengalaman pertama kali anak rubah pergi ke kota

sendirian tanpa didampingin ibunya. Dimana dalam cerita tersebut tidak hanya
47

mengisahkan tentang petualangan tetapi juga terdapat nilai-nilai moral yang dapat

dijadikan sebagai media pendidikan anak. Nilai-nilai moral itu dapat dilihat dari

baik buruk tingkah laku dari setiap tokoh-tokoh cerita cerpen Tebukuro Wo Kai

Ni .

Prinsip sikap baik yang merupakan moral dasar dalam suatu hubungan

sosial dituntut untuk dapat bersikap baik dan positif terhadap siapa saja. Suseno

(2005:131) mengungkapkan bahwa bersikap baik berarti, memandang seseorang

dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki,

menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan , dan menunjang

perkembangannya. Dengan demikian prinsip sikap baik mendasari untuk dapat

bersikap adil, jujur, tanggung jawab, bahkan setia kepada orang lain. Dalam

cerpen Tebukuro Wo Kai Ni terdapat nilai-nilai moral

seperti nilai kejujuran, bertanggung jawab, dan keberanian.

3.3.1 Kejujuran

Dalam cerita cerpen Tebukuro Wo Kai Ni kejujuran

merupakan suatu sikap terbuka, yang memunculkan diri sebagai diri kita sendiri

sesuai dengan keyakinan pribadi.

Seperti halnya anak rubah yang dalam cerita ini telah menceritakan hal yang

sebenarnya tentang apa yang telah ia alami saat membeli sarung tangan di kota.

Bahwa ia secara tidak sengaja mengeluarkan tangan aslinya kepada manusia


48

penjual sarung tangan saat akan membeli sarung tangan. Dengan begitu meskipun

sang penjual merasa aneh dan tidak percaya terhadap anak rubah tetapi si penjual

tetap memberikan sarung tangan permintaan anak rubah. Hal ini terdapat dalam

kutipan :

( )

(Bou, machigaete hontou otete dashichattano.Demo boushiya san,


tsukamaeyashinakattamono.Chanto konnaii atatakai tebukuro kureta mono)
to itte tebukoro no ha matta ryoute wo panpan yatte misemashita.

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 33)

aku, secara salah mengeluarkan tanganku yang sesungguhnya, tapi penjaga


toko topi tidak menangkapku. Dia mau menjual sarung tangan yang bagus
dan hangat seperti ini ucap si anak menunjukkan sambil menepuk-
nepukkan kedua tangan yang terbungkus sarung tangan yang dia sukai.

Dari kutipan diatas anak rubah telah menunjukan sikap kejujuran terhadap

ibunya.Anak rubah telah melakukan kewajibannya untuk menjadi anak yang jujur.

3.3.2 Bertanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan sikap kesanggupan diri seseorang untuk

memikul dan melaksanakan tugas serta kewajiban dengan sebaik

mungkin.Walaupun dengan sebuah pengorbanan.


49

Tanggung jawab yang terdapat dapat dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

ini ada di dalam diri ibu rubah. Sebagai ibu sudah tentu

memiliki tanggung jawab yang besar kepada anaknya, yakni menyayangi,

mengasuh dan melindungi. Disini tanggung jawab ibu rubah untuk menyayangi

dan mengasuh ditunjukan pada kutipan :


( )

Kaasan kitsune ga bikkurishite, awate futamekinagara, me wo osaeteiru


kodomo no te wo osoru osoru tori nokete mimashitaga, nanimo sasatte ha
imasendeshita. Kaasan kitsune ha doketsu no iriguchi kara soto he dete
hajimete wake ga wakarimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 24)

Sang ibu rubah pun terkejut dan kebingungan, dengan ketakutan ibu rubah
mencoba melihat kondisi anaknya, dan ternyata tidak ada apa-apa di mata
anaknya.Ibu rubah menyadari kalau dirinya telah keluar dari mulut gua.


( )
50

Kaasan kitsune ha, sono te ni, Haah to iki wo fukkakete, nukutoi kaasan
no te de yanwari tsutsunde yarinagara,
( mousugu atatakakunaruyo, yuki wo sawaru to, sugu dankunaru mondayo )
to iimashita ga,kaa ii bouya no teni shimoyake ga dekite ha kawai
soudakara, yoru ni nattara, machi made itte, bouya no otete ni au youna
keito no tebukuro wo katte yarou to omoimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 25)

Sang ibu meniupkan nafasnya pada tangan anaknya dan menggenggam


tanganya dengan lembut dan mengatakan sebentar lagi akan jadi hangat,
kalau menyentuh salju, tangan akan menjadi hangat, sang ibu merasa
kasihan kepada anaknya yang tanganya mengalami radang dingin, ketika
malam tiba dia pergi ke kota berniat untuk membeli kaos tangan wol yang
cocok dengan tangan anaknya.

Kemudian rasa ingin melindungi anaknya ditunjukan sang ibu rubah dengan

mengubah satu tangan anak nya secara ajaib menjadi tangan anak kecil manusia,

untuk menyamarkan identitas anaknya agar tidak ditangkap oleh manusia

dikarenakan yang membeli sarung tangan adalah seekor rubah . Ditunjukan pada

kutipan :


( )

( Bouya otete wo katahou odashi ) to okaasan kitsune ga iimashita. Sono te


wo, kaasan kitsune ha shibaraku nigitte iru aida ni, kawai ii ningen no
kodomo no te ni shite shimaimashita. Bouya no kitsune ha sono te wo
hirogetari nigittari, tsunette mitari, kaide mitari shimashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 27)

nak, angkatlah satu tanganmu kata si ibu. Dalam jeda waktu saat sang ibu
menggenggam tangan itu beberapa saat, dan tangan itu menjadi tangan anak
manusia yang mungil. Anak rubahpun membuka dan mengepalkan tangan
tersebut, mencubitnya dan juga mencium baunya.
51


( )

( Sore ha ningen no te yo. Iikai bouya, machi he ittarane, takusan ningen no


ie ga aru kara ne, mazu omote ni marui shappo no kanban no kakatte iru ie
wo sasundayo. Sore ga mitsukattarane, tonton to to wo tataite, kombanwatte
iundayo. Sousurutone, naka kara ningen ga, sukoushi to wo akeru kara ne,
sono to no sukimae kara, kocchi no te, hora kono ningen no te wo sashi
iretene, kono te ni choudo ii tebukuro choudai tte iundayo, wakattane,
kesshite, kocchi no otete wo dashicha dameyo.) To kaasan kitsune ha
iikikasemashita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 27)

Itu adalah tangan manusia, dengar nak, kalau kamu pergi ke kota, kamu
akan melihat ada banyak rumah, pertama-tama carilah rumah yang di
depanya ada papan bulat shappo (fr:topi), kalau sudah ketemu, tok-tok
ketuklah pintunya dan katakan selamat malam. Kemudian manusia yang ada
di dalam akan membuka pintu sedikit, dari celah pintu tersebut tangan ini,
masukkan tangan manusia ini, lalu katakan tolong berikan aku kaos tangan
yang pas untuk tangan ini, mengerti kan? Dan jangan pernah kamu
mengeluarkan kedua tanganmu ucap sang ibu kepada anaknya.

Sikap tanggung jawab pun ada didalam diri anak rubah, yang ditunjukan

ketika ibu rubah berpesan untuk mengetuk pintu dan mengucapkan salam terlebih

dahulu saat akan membeli sarung tangan. Terdapat dalam kutipan :


52




( )

Toutou boushiya ga mitsukarimashita. Okaasan ga michimichi yoku


oshietekureta, kuroi ookina shirukutto no boushi no kanban ga, aoi dentou ni
terasarete kakatte imashita. Kokitsune ha oshierareta tori, tonton to to wo
tatakimashita.
( konbanwa)

( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30)

Akhirnya dia menemukan toko topi.Ibu rubah memberitahu dengan baik


jalan-jalan menuju toko topi, dia melihat papan nama tokoberbentuk topi
hitam besar Silk Hat yang diterangi lampu berwarna biru. Seperti yang
telah diajarkan sebelumnya, dia mengetuk pintu. selamat malam ucapnya.

Dari kutipan-kutipan diatas terlihat ibu rubah telah menyelesaikan tanggung

jawabnya sebagai orang tua dengan melakukan pengorbanan yang benar dimana

akan dilakukan oleh semua ibu terhadap anaknya, begitu juga anak rubah

melakukan tanggung jawabnya sebagai anak yang patuh terhadap apa yang telah

diajarkan orang tuanya. Selain itu ini merupakan usaha anak rubah untuk pergi

membeli sarung tangan.

3.3.3 Keberanian

Cerpen Tebukuro Wo Kai Ni pun mengajarkan

kepada anak-anak untuk memiliki sikap berani dalam menghadapi keadaan dan

situasi apapun. Hal ini ditunjukan oleh sikap anak rubah yang baru pertama kali

pergi sendirian ke kotauntuk membeli sarung tangan. Pertama kali pula anak
53

rubah berhadapan langsung dengan manusia yang diceritakan ibunya bahwa

manusia adalah orang yang manakutkan.Terdapat dalam kutipan berikut :



( )

Kodomo no kitsune ha, machi no hi wo me ateni, yuki akari no nohara wo


yochiyochi yatte ikimashita. Hajimeno uchi ha hitotsu kiridatta hi ga futatsu
ni nari mitsu ni nari, hate ha juu nimo fuemashita. Kitsune no kodomo ha
sore wo mite, hi ni ha, hoshi to onaji youni, akai no ya kii no ya aoi no ga
arundana to omoimashita. Yagate machi ni ha irimashita ga toori no ie ie ha
mou minna to wo shimete shimatte, takai mado kara atataka souna hikari
ga, michi no yuki no ue ni ochite iru bakarideshita.
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 28)

Sang anakpun berjalan menuju arah cahaya lampu kota, berjalan terhuyung-
huyung melewati tanah lapang yang memantulkan cahaya salju. Cahaya
yang pertama-tama hanya satu berubah menjadi dua, tiga, dan terus
bertambah hingga menjadi sepuluh. Ketika melihat itu, dia berpikir bahwa
lampu itu seperti bintang, ada yang merah, ada yang kuning dan ada yang
biru. Tak lama kemudian, dia memasuki kota, tetapi pintu rumah-rumah
yang dia lewati semuanya tertutup, cahaya yang sepertinya hangat terlihat
dari jendela yang tinggi terus-terusan jatuh menerangi salju yang ada di atas
jalan.


54



( -)

Suruto bosha san ha, oyaoya to omoimashita. Kitsune no te desu. Kitsune no


te ga tebukuro wo kure to iu nodesu. Kore ha kitto ki no ha de kai ni kitan
dana to omoimashita. sokode, (saki ni okane wo kudasai) to iimashita.
Kokitsune ha sunao ni, nigitte kita hakudouka wo futasu bousha san ni
watashimashita. boushiya san ha sore wo hitosashiyubi no saki ni nokkete,
kachi awasete miruto, chinchin to yoi oto ga shimata node, kore ha ki no ha
janai, honto no okane dato omoimashita node, tana kara kodomoyou no
keito no tebukuro wo tori dashite kite kogitsune no te ni
( Kongitsune . Yuuzuru, 1986 : 30-31)

Melihat itu penjaga tokopun keheranan.Ada tangan rubah.Tangan rubah ini


mengatakan ingin membeli sarung tangan.Penjaga toko itu berpikir bahwa
pasti anak rubah datang membeli memakai dedaunan. Dari situ penjaga toko
mengatakan sini uangnya duluan. Dengan patuh anak rubah itu
menyerahkan dua keping uang 100-an yang ada di genggamanya. Penjaga
toko itu mengambil uang dengan jari telunjuknya, dan ketika dia meraba
uangnya terdengar suara krincing- krincing dan dia menyadari bahwa itu
bukanlah daun, dan dia berpikir bahwa itu adalah uang sungguhan,
kemudian diapun mengambil sarung tangan wol untuk anak-anak dari
lemari dan menyerahkanya kepada anak rubah.Setelah mengucapkan terima
kasih si anak rubah kembali pulang melalui jalan yang tadinya dia lewati.

Kutipan diatas menunjukan sikap anak rubah yang pemberani dikarenakan

petualangan nya yang pertama kali di usianya yang masih kecil. Dari sikap

beraninya itulah dia membuktikan sendiri bahwa apa yang dikatan ibunya tentang

manusia adalah orang menakutkan tidak benar, karena hingga dia kembali kepada

ibunya terbukti tidak terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya.


55

Berdasarkan sikap dan tingkah laku dari tokoh-tokoh dalam cerpen Tebukuro

Wo Kai Ni terdapat nilai-nilai moral yang sarat dengan

pendidikan anak, yaitu nilai kejujuran, bertanggung jawab, dan keberanian.

Dimana masing masing nilai moral tersebut saling berkaitan dengan nilai moral

lainnya. Dan bagi pembaca dapat menjadikan sebagai acuan untuk dapat menilai

mana yang baik dan mana yang buruk.


BAB 4

SIMPULAN

Cerita cerpen Tebukuro Wo Kai Ni karya Niimi

Nankichi yang merupakan jenis sastra anak.Cerita ini pertama kali diterbitkan

pada tahun 1943 setelah kematiannya.Menceritakan tentang seekor anak rubah

yang pergi ke kota terdekat untuk membeli beberapa sarung tangan. Cerita

Tebukuro Wo Kai Ni ini tidak hanya bersifat menghibur tetapi juga terdapat nilai-

nilai moral yang sarat dengan pendidikan anak. Cerita Tebukuro Wo Kai Ni ini

pun terdapat unsur-unsur intrinsik sebagai pembangun karya sastra tersebut.

Unsur-unsur intrinsikdalam cerita Tebukuro Wo Kai Ni ini berupa tema, alur

(plot), tokoh, latar (setting), dan amanat.

Tema yang diangkat sebagai ide pokok cerita ini yaitu keberanian seekor

anak rubah untuk membuktikan bahwa apa yang diceritakan ibunya tentang

manusia makhluk yang menakutkan itu tidak benar. Guna mewujudkan tema

tersebut melibatkan tokoh-tokoh cerita yaitu ibu rubah, anak rubah, manusia

penjual sarung tangan, ibu manusia dan anaknya.Penokohan anak rubah

merupakan tokoh utama pada cerpen Tebukuro Wo Kai Ni. Anak rubah memiliki

sifat polos juga riang, selalu ingin tahu segala sesuatu yang baru dilihatnya,

pemberani, dan butuh perhatian dari orang tuanya.Kemudian tokoh ibu rubah,

manusia penjual sarung tangan, ibu manusia dan anaknya merupakan tokah

pembantu yang cukup berperan penting dalam berkembangnya jalan cerita

Tebukuro Wo Kai Ni. Penokohan ibu rubah memiliki sifat penyayang, perhatian,

56
57

dan penakut karena rasa trauma yang pernah dialaminya.Manusia penjual sarung

tangan memiliki sifat waspada dan baik.Ibu manusia merupakan makhluk yang

baik dan penyayang tidak seperti apa yang dipikirkan ibu rubah. Sedangkan anak

manusia adalah sosok anak yang polos juga selalu ingin tahu.

Pengaluran dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

menggunakan alur maju dan mundur. Alur maju dikarenakan cerita berjalan sesuai

dengan urutan penampilan peristiwa, dan alur mundur karena terdapat peristiwa

yang terjadi di masa lampau.

Pembahasan latar tempat dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial saat cerita

berlangsung. Latar tampat dalam cerita ini goa, hutan, tanah lapang, dan kota.

Latar waktu disebutkan secara jelas yakni pagi hari, malam hari, dan musim

dingin. Sedangkan latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat suatu tempat, dalam cerita ini latar sosial

yang terkandung berbeda seperti masyarakat masyarakat pada umumnya karena

kebiasaan hidup ibu rubah dan anaknya adalah di hutan dengan udaranya yang

dingin, dimana berbeda dengan manusia yang tinggal di dalam rumah yang hangat

di kota.

Adapun nilai-nilai moral yang terdapat dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

adalah kejujuran, bertanggung jawab, dan keberanian :


58

1 Kejujuran

Ditunjukan dalam cerpen ini bahwa anak rubah yang dalam cerita ini telah

menceritakan hal yang sebenarnya tentang apa yang telah ia alami saat membeli

sarung tangan di kota. Secara tidak sengaja ia mengeluarkan tangan aslinya

kepada manusia penjual sarung tangan saat akan membeli sarung tangan. Dengan

begitu meskipun sang penjual merasa aneh dan tidak percaya terhadap anak rubah

tetapi si penjual tetap memberikan sarung tangan permintaan anak rubah.

2 Bertanggung jawab

Terlihat pada sikap tanggung jawab ibu rubah dengan mengubah salah satu

tangan anaknya secara ajaib menjadi tangan seorang anak kecil manusia, untuk

menyamarkan identitas anaknya agar tidak ditangkap oleh manusia, dikarenakan

yang membeli sarung tangan adalah seekor rubah. Ditujukan juga oleh anak

rubah dengan melakukan seperti apa yang sudah dikatakan ibunya. Dibuktikan

ketika ibu rubah berpesan untuk mengetuk pintu dan mengucapkan salam terlebih

dahulu saat akan membeli sarung tangan.

3 Keberanian

Hal ini ditunjukan oleh sikap anak rubah yang baru pertama kali pergi

sendirian ke kota untuk membeli sarung tangan. Pertama kali pula anak rubah

berhadapan langsung dengan manusia yang diceritakan ibunya bahwa manusia

adalah makhluk yang menakutkan.


59

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara

unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Tebukuro Wo Kai Ni

terdapat adanya suatu nilai moral. Nilai moral trsebut dapat dilihat berdasarkan

baik buruk sikap maupun tingkah laku dari tokoh-tokoh. Sehingga cerpen

Tebukuro Wo Kai Nidapat dijadikan sebagai media untuk

pendidikan moral bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Bartens,K.2001.Etika. Jakata: Gramedia Pustaka Utama

Matsura,Kenji.1994. Kamus Jepang-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Noor,Redyanto.2009.Pengantar Pengkajian Sastra.Semarang: FASindo

Nurgiyantoro,Burhan.2005.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta:Gajah Maja

Universiti.Press

Niimi Nankichi,Kinoshita Junji.1986.Kongitsune Yzuru.

(Tebukuro Wo Kai Ni).Jepang

Riris K.Toha-Sarumpaet.2010.Pedoman Penelitian Sastra Anak.Jakarta:Yayasan

Pustaka Obor Indonesia

Poespoprodjo,W.1999.Filsafat Moral.Bandung:Pustaka Grafika

Sudjianto.2010.Kamus Populer Jepang-Indonesia dan Indonesia-

Jepang.Bandung:Ruang Kata

http://slideshare.net/chenweijiang/Nilai-moral-dan-definisi. Diunduh pada tanggal

14 juli 2013

http://whoislog.info/profil/niimi-nankichi.html. Diunduh pada tanggal 14 juli

2013

http://wikipedia.org/wiki/index.html?curid:187970. Diunduh pada tanggal 14 juli

2013

FLASHBACK

FLASHBACK


BIODATA PENULIS

Nama : Ayu Mustika Yulianti

Nama Panggilan : Aik

Tempat, Tanggal Lahir : Prabumulih, 18 Juli 1986

Alamat : Asrama Kebon Polo G-7 RT. 03 RW. 04

Kel.Bandarjo, Kec. Ungaran, Semarang

Agama : Islam

Nama Ayah : Mustolah

Nama Ibu : Siti Marwiyah, S.Pd

Riwayat Pendidikan : 1. 1992 1998 SDN Teladan Ambon

2. 1998 2001 SMPN 2Ambon

3. 2001 2004 SMAN 3 Bogor

4. 2004 2008 D3 Bahasa Jepang Universitas

Diponegoro Semarang

5. 2011 2013 S1 Sastra dan Bahasa Jepang

Universitas Diponegoro Semarang

Anda mungkin juga menyukai