Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Sistem Musculoskeletal
Kasus 1 : Fraktur

Disusun Oleh :
1. Selvia Rahmayoza 220110130010
2. Firmansyah Putra Fajar 220110130014
3. Nita Monita 220110130034
4. Namirotu Fauziah 220110130036
5. Mutia Anggraini 220110130046
6. Tita Parida 220110130059
7. Rizkiani Dwi Putri 220110130069
8. Nadya Tsulutsi 220110130071
9. Tri Prastidini 220110130087
10. Hanifa Iqomatulhaq 220110130114
11. Annida Nur Shalihah 220110130118
12. Derry Nugraha 220110130152

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2016
Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................................................................. 1


1. Kasus ............................................................................................................................................... 2
2. Istilah yang Belum Dipahami ......................................................................................................... 2
3. Mendefinisikan Masalah ................................................................................................................. 2
4. Analisa Masalah .............................................................................................................................. 6
5. Menyusun Inventaris Masalah ........................................................................................................ 8
6. Learning Object .............................................................................................................................. 9
7. Pembahasan................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 20

1
Ketua : Nita Monita
Scriber 1 : Mutia Anggraini
Scriber 2 : Tita Parida

1. Kasus
Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat diruang Bedah Orthopaedic (BO) dengan
keluhan nyeri hebat skala 7 pada paha sebelah kiri dan kanan. Riwayat pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu. Hasil pengkajian tampak bengkak pada daerah paha
kiri dan kaki kanan terdapat luka robek pada tibia diameter 6 cm, tampak tonjolan tulang.
Status Neurovascular pada kedua kaki nadi distal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-), TD
100/70, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 22x/menit, suhu 38C. Pemeriksaan lab
hb 10.2, ht 31%, eritrosit 3.72, leukosit 11.000, x-ray: fraktur obliq pada 1/3 bagian distal
femur sinistra dan fraktur cruris segmental pada 1/3 media dekstra. Terapi: ketorolac 2 x 1,
ranitidine 2 x 1 dan cefazolin 2 x 1 gram IV. Direncanakan pada kaki kanan dipasang skeletal
traksi dan pemasangan external fixation pada tibia.

2. Istilah yang Belum Dipahami


a. Skeletal Traksi (Namirotu Fauziah)
b. External Fixation (Selvia Rahmayoza)
c. Parestesi (Tri Prastidini)
d. Paralisis (Nadya Tsulutsi)
e. Fraktur Obliq (Derry Nugraha)
f. Fraktur Cruris Segmental (Annida Nur Shalihah)
g. Cefazolin (Hanifa Iqomatulhaq)
h. Ketorolac (Tita Parida)

3. Mendefinisikan Masalah
a. Skeletal Traksi : Alat untuk meluruskan tulang (Annida Nur Shalihah)
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan
tulang leher. Fraksi dipasang langsung ke tulang dengan menggunakan pin metal atau
kawat (misal Steinmans pin, Kirchner wire) yang dimasukkan ke dalam tulang disebelah
distal garis fraktur, menghindari saraf, pembuluh darah otot, tendon, dan sendi. Tong

2
yang dipasang di kepala (misal Gardner Wells Tong) difraksi di kepala untuk diberikan
traksi yang mengimobilisasi.
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7 12 kg untuk mencapai efek terapi.
Beban yang di pasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme
otot yang cedera. Ketika otot rileks, deleks, beban traksi dapat dikurangi untuk mencegah
terjadinya dislokasi garis fraktur dan untuk mencapai pnyembuhan fraktur. Beban traksi
untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5 7 kg, pada dislokasi lama panggul bias
sampai 15 20 kg (Sjamsuhidajat 1997).
Traksi skeletal :
- Traksi dengan tarikan langsung pada tulang
- Reposisi (tanpa dislokasi), Mobilisasi yang lama
Alat : kawat (k-ivire) diam 0,036 0,0625 inci
- Keuntungan : Pemasangan mudah, dan Kerusakan jaringan sekeliling ringan
- Kerugian : Mudah berputar kalau busur kurang baik, dan dapat
memotong tulang Osteoporotik.

b. External Fixtation : Mengembalikan tulang hanya pada bagian luar (Tri


Prastidini).
Alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian
proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan
untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus
dan pelvis (Mansjoer,2000).
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,traksi kontinu, pin,
dan teknik gips, atau fiksator eksterna.

c. Parestesis : Baal (Tri Prastidini)


Suatu fenomena sensorik berupa kebas, rasa terbakar dari kulit tanpa adanya
stimulus yang jelas. Parestesi dapat disebabkan oleh trauma, tumor, penyakit jaringan
kolagen, infeksi dan penyakit-penyakit idiopatik.

d. Paralysis : kumpulan atau hilangan nya fungsi otot motorik (Nadya Tsulutsi)

3
Hilangnya fungsi otot untuk satu atau banyak otot. Kelumpuhan dapat
menyebabkan hilangnya perasaan atau hilangnya mobilitas di wilayah yang terpengaruh.
Kelumpuhan sering disebabkan akibat kerusakan pada otak. Kelumpuhan dapat disertai
dengan hilangnya perasaan (kehilangan sensori) di daerah yang terkena jika terjadi
kerusakan sensorik serta motorik.

e. Fraktur Obliq : Patah tulang yang Miring (Rizkiani Dwi Putri)

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma angulasi juga. (Mansjoer , 2009)

f. Fraktur Crusis Segemental : Fraktur crusis atau fraktur tibia fibula adalah terputusnya
hubungan tulang tibia dan fibula secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai
kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah ) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar
dengan fraktur tertutup. .
Hilangnya kontituitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur
femur terbuka dan fraktur femur tertututp yang dapat disebabakan oleh trauma langsung
pada paha.

g. Cefazolin : Antibiotik (Hanifa Iqomatulhaq)


Cefazolin adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Cefazolin
bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Cefazolin digunakan untuk
mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang mengancam
nyawa.
Indikasi: Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi bakteri sebelum,
selama atau setelah pembedahan tertentu.
Dosis:
1. 1-3 gr/hari melalui otot (intra muscular) atau melalui pembuluh darah (intra
vascular) dengan dosis dibagi, lakukan setiap 6-8 jam
2. Dosis maksimum: 6 gr/hari.
Efek Samping:

4
1. Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti anaphylaxis
bisa terjadi); Efek GI (diare, N/V, diare/radang usus besar); Efek lainnya (infeksi
candidal)
2. Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy, convulsion); Efek
hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal dan hati juga terjadi.

h. Ceterolac : Obat antiinflamasi untuk bengkak dan nyeri (Nita)


Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan
ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama
5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik
yang bisa digunakan sebagai pengganti morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan
sedang.
Farmakodinamik
Efeknya menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim
siklooksogenase (prostaglandin sintetase). Selain menghambat sintese prostaglandin,
juga menghambat tromboksan A2. ketorolac tromethamine memberikan efek anti
inflamasi dengan menghambat pelekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak,
menstabilkan membrane lisosom dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear
dan makrofag ke tempat peradangan.
Farmakokinetik
Ketorolac tromethamine 99% diikat oleh protein. Sebagian besar ketorolac
tromethamine dimetabolisme di hati. Metabolismenya adalah hidroksilate, dan yang
tidak dimetabolisme (unchanged drug) diekresikan melalui urin.
Dosis
Ketorolac tromethamine tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi. Pemberian injeksi
lebih dianjurkan. Pemberian Ketorolac tromethamine hanya diberikan apabila ada
indikasi sebagai kelanjutan dari terapi Ketorolac tromethamine dengan injeksi. Terapi
Ketorolac tromethamine baik secara injeksi ketorolac ataupun tablet hanya diberikan
selama 5 hari untuk mencegah ulcerasi peptic dan nyeri abdomen. Efek analgesic
Ketorolac tromethamine selama 4-6 jam setelah injeksi.
Untuk injeksi intramuscular :
pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 60 mg Ketorolac tromethamine/dosis.
Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau berat
badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 30 mg/dosis.

5
Untuk injeksi intravena :
pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg Ketorolac tromethamine/dosis.
Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau berat
badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 15 mg/dosis.
Pemberian ketorolac tromethamine baik secara injeksi maupun oral maksimal :
pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 120 mg/hari. Bila diberikan dengan
injeksi intravena, maka diberikan setiap 6 jam sekali.
Pasien dengan umur >65 tahun maksimal 60 mg/hari.
Efek Samping
Selain mempunyai efek yang menguntungkan, Ketorolac tromethamine juga
mempunyai efek samping, diantaranya :
a. Efek pada gastrointestinal
Ketorolac tromethamine dapat menyebabkan ulcerasi peptic, perdarahan dan
perlubangan lambung. Sehingga Ketorolac tromethamine dilarang untuk pasien yang
sedang atau mempunyai riwayat perdarahan lambung dan ulcerasi peptic.
b. Efek pada ginjal
Ketorolac tromethamine menyebabkan gangguan atau kegagalan depresi volume
pada ginjal, sehingga dilarang diberikan pada pasien dengan riwayat gagal ginjal.
c. Resiko perdarahan
Ketorolac tromethamine menghambat fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan
hemostasis yang mengakibatkan risiko perdarahan dan gangguan hemostasis.
d. Reaksi hipersensitivitas
Dalam pemberian Ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi hypersensitivitas dari
hanya sekedar spasme bronkus hingga shock anafilaktik, sehigga dalam pemberian
Ketorolac tromethamine harus diberikan dosis awal yang rendah.
Kontra Indikasi
Ketorolac tromethamine dikontra indikasikan untuk pasien dengan riwayat gagal
ginjal, riwayat atau sedang menderita ulcerasi peptic, angka trombosit yang rendah.
Untuk menghindari terjadinya perdarahan lambung, maka pemberian ketorolac
tromethamine hanya selama 5 hari saja.

4. Analisa Masalah
1. Pertolongan pertama pada pasien dalam kasus? (Rizkiani Dwi Putri)

6
2. Apakah jenis fraktur yang terdapat dalam kasus? (Tri Prastidini)

3. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam merawat pasien fraktur? (Selvia
Rahmayoza)

4. Apa saja persiapan dan prosedur pemasangan skeletal traksi? (Hanifa Iqomatulhaq)

5. Apakah komplikasi dari fraktur? (Namirotu Fauziah)

6. Apakah efek samping dari Ketorolac, Ranitidine, Cefazolin? (Nita Monita)

7. Apakah ada terapi lain yang dapat digunakan? (Tita Parida)

8. Termasuk grade berapakah fraktur yang terjadi dalam kasus? (Nadya Tsulutsi)

9. Bagaimana prognosis dari fraktur yang terjadi di kasus? (Derry Nugraha)

10. Apa saja anamnesa yang harus dilakukan untuk femur? (Firmansyah Putra F.)

11. Indikasi fraktur bagaimana yang harus menggunakan traksi skeletal? (Annida Nur
Shalihah)

12. Apakah efek panas tubuh terhadap fraktur? (Derry Nugraha)

13. Bagaimana proses penyembuhan fraktur? Dan apa saja yang mempercepat prosesnya?
(Selvia Rahmayoza)

14. Terapi apa yang dapat digunakan untuk paha kiri? (Derry Nugraha)

7
5. Menyusun Inventaris Masalah
Berdasarkan kasus

Laki laki, 25 tahun, kecelekaan lalu lintas 6


jam yang lalu, dirawat di ruang BO
pengkajian

Trauma
Lanjutan Pengkajian: jaringan otot
dan tulang Status neurovascular
Pemeriksaan laboratorium Nadi distal fraktur (+)
Parestesi dan paralisis (-)

Hb: 10.2 Fraktur


Ht: 31%
Eritrosit: 3.72
Leukosit 11.000 Data subjektif
x-ray: Fraktur Fraktur Klien mengeluh nyeri
a.Fraktur obliq 1/3
terbuka tertutup hebat skala 7
distal femur sinistra
b.Fraktur cruris
segmental 1/3 media
dekstra
Data Objektif
Fraktur Cruris Fraktur Obliq TD: 100/70
Segmental Nadi: 100x/menit
RR: 22x/menit
Suhu:n 38oC

Farmako Luka robek Edema


Ketorolac 2 x 1 tampak tonjolan
Ranitidine 2 x 1 tulang
Cefazolin 2 x 1 gram
IV

Timbul respon Imun

Penatalaksanaan

immobilitas
Nyeri fisik
Non farmako
Pemasangan skeletal
traksi dan external
fixation

8
6. Learning Object
1) Pengaruh Hasil Labolatorium Terhadap Traktur
a. Nilai Hb pada kasus 10,2 g/dl ( normalnya pada laki-laki adalah 13 16 g/dl) hal ini
menunjukan terjadi nya penurunan Haemoglobin karena adanya perdarahan pada
luka nya akibat kecelakaan sehingga menyebabkan Hb nya juga turun dan ini
menandakan juga bahwa kadar oksigen dalam darahnya juga cukup rendah.
b. Nilai Hematokrit adalah 31 % ( normalnya pada laki-laki yaitu 40 54 % ) hal ini
juga menunjukan adanya penurunan Hematokrit (Ht) yang dikarenakan adanya
kadar sel darah merah pada cairan darah merah juga menurun. Dan hal ini dapat
menyebabkan syok hipovolemik karena terlalu kental darah nya.
c. Eritrosit 3,72 ( normal nya pada laki-laki yaitu 4,5 5,5 juta/ul ) hal ini menunjukan
terjadi nya penurunan eritrosit karena terjadinya perdarahan, ketika tulang
rusak/fraktur sponge bone tidak dapat menghasilkan eritrosit. Sehingga jumlah sel
darah merah dalam darah berkurang.
d. Leukosit 11.000 ( normalnya pada laki-laki 5000 10.000/ul) hal ini menunjukan
adanya peningkatan dari nilai normal, leukosit naik dikarenakan adanya infeksi luka
terbuka yang kontak langsung dengan lingkungan, sehingga leukosit meningkat.
e. Suhu 38oC ( normal 36,5oC 37,5oC ) hal ini menunjukan terjadinya peningkatan
suhu, disebabkan karena adanya infeksi dari luka tersebut.

2) Proses Penyembuhan Tulang

9
a. Fase 1 ( Inflamasi )
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada
cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
b. Fase 2 ( Proliferasi Sel )
Pada fase ini terbentuk nya benang-benang fibrin pada darah dan membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan
osteoblast ( berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan
akan merusak struktur kalus.
c. Fase 3 ( Pembentukan kalus )
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrus, tulang rawan dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang
dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-bener telah bersatu dengan keras.
d. Fase 4 ( Remodeling )
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Remodeling memerlukan
waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada beratnya modifikasi
tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stress fungsional pada tulang. Tulang
kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang
kotikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah
sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.

10
3) Komplikasi Fraktur
Komplikasi menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain :
- Komplikasi Awal
- Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam. Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera.
- Syok Hipovolemik
Ditandai dengan perdarahan hebat, Hb yang turun dan HR yang naik. Hal ini
disebabkan karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

- Nekrosis Avaskular
Dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur, saat kepala femur berputar atau keluar dari
sendi dan menghalangi suplai darah.
- Infeksi
Infeksi bisa disebabkan karena penanganan yang terlambat apabila melebihi
batas dari 6 jam. System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

- Komplikasi lama
a. Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed Union adalah fraktur yang
tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan.
b. Non-Union

11
Dapat terjadi apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan
tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoatrosis (sendi palsu).
Pseudoatrosis dapat terjadi tanpa infeksi terapi dapat terjadi bersama infeksi yang
disebut sebagai Infected pseudoarthsis.
c. Mal-Union
Mal-Union adalah keadaan di mana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformatis yang berbentuk angulasi, varsus/valgus, pemendekan atau
menyilang, misalnya pada fraktur radius-ulna.

4) Penatalaksanaan Farmako
a. Ketorolac
Merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan
ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal
selama 5 hari.
Efek samping :
- Efek pada gastrointestinal
Ketorolac tromethamine dapat menyebabkan ulcerasi peptic, perdarahan dan
perlubangan lambung.
- Efek Pada Ginjal
Ketorolac menyebabkan gangguan atau kegagalan depresi volume pada ginjal,
sehingga dilarang diberikan pada pasien dengan riwayat gagal ginjal.
- Resiko Perdarahan
Dapat menghambat fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan hemostasis
yang mengakibatkan risiko perdarahan dan gangguan hemostasis.
- Reaksi Hipersensitivitas
Dalam pemberian ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi hypersensitivitas
dari hanya sekedar spasme bronkus hingga shock anafilaktik, sehingga dalam
pemberian ketorolac harus diberikan dosis awal yang rendah.

b. Cefazolin
Merupakan kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Cefazolin
bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Cefazolin digunakan untuk
mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang
mengancam nyawa.

12
- Indikasi
Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi sebelum, selama atau
setelah pembedahan .
- Dosis
1. 1-3gr/hari melalui otot (intramuscular) atau melalui pembuluh darah (intra
vascular) dengan dosis dibagi, lakukan setiap 6-8 jam.
2. Dosis maksimum : 6 gr/hari
- Efek Samping
1. Reaksi hipersensitivitas (urticarial, pruritus, ruam, reaksi parah seperti
anaphylaxis) Efek Gastrointestinal yaitu diare, radang usus.
2. Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan CNS (encephalopathy, convulsion)
Efek hematologis yang jarang : pengaruh terhadap ginjal dan hati juga
terjadi.
- Instruksi Khusus
1. Boleh dikonsumsi dengan makanan untuk mengurangi keadaan gastrik
2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang alergi terhadap penicillin, ada
kemungkinan 10% peluang sensitivitas
3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien kerusakan ginjal.

c. Ranitidine
Merupakan suatu histamine antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamine secara kompetitif pada reseptor dan mengurangi sekresi asam lambung.
- Indikasi
1. Pengobatan jangka pendek tukak usu 12 jari aktif, tukak lambung aktif,
mengurangi gejala refluks esophagitis.
2. Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak
lambung
- Dosis
Melalui intramuscular 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6-8 jam
- Efek Samping
a. Sakit Kepala
b. Susunan saraf pusat, jarang terjadi : Malaise, pusing, mengantuk, insomnia,
vertigo, agitasi, depresi, halusinasi
c. Gastrointestinal : Konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri, perut.

13
d. Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : artalgia dan mialgia

5) Persiapan Skeletal Traksi


Traksi dipasang untuk memberikan gaya tarik pada bagian tubuh tertentu. Hal ini
dilakukan untuk mereduksi fraktur, terapi dislokasi, memperbaiki atau mencegah
deformitas, memperbaaiki kontraktur, dan mengurangi spasme otot. Prinsip Traksi yg
efektif
a. Contertraksi harus dipasang untuk memberikan traksi yang efektif

b. Traksi harus dipasang secara terus menerus

c. Skeletal traksi tidak boleh di lepas kecuali ada kondisi yang mengancam nyawa

d. Beban tidak boleh dilepas kecuali ada program traksi intermintten

e. Pasien harus dipertahankan dalam kondisi tubuh yang lurus di tengah tempat tidur

f. Tali penarik traksi tidak boleh terganggu

g. Beban harus menggantung tidak boleh terganggu

Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek


terapi. Beban yang di pasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan
akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot rileks, deleks, beban traksi dapat
dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi garisfraktur dan untuk mencapai
pnyembuhan fraktur. Menurut pendapat Syamsuhidayat (1997) bahwa beban traksi
untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5-7 kg. pada dislokasi lama panggul
bisa sampai 15-20 kg.

6) Efek Panas Tubuh Kepada Fraktur


Suhu tubuh meningkat saat fraktur itu mengindikasikan adanya proses peradangan
pada jaringan sekitar fraktur yang rusak. Hal tersebut Karena adanya pelepasan mediator
inflamasi, sehingga pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan terjadi peningkatan
alirah darah. Dengan suhu tubuh mengikat berarti proses fisiologis suhu tubuhnya masih
dalam normal. Tetapi yang lebih fatal itu ketika fraktur dan tubuh mengalami hipotermi,
itu akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi trombosit,
penghambatan pergerakan enzim pembekuan, dan aktivasi kaskade fibrinolisis.. dan juga
meningkatkan resiko kematian pada pasien.

14
7) Pemeriksaan Diagnostic
a. Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah
trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari
kepala, muka, leher, dada, dan perut (Mansjoer, 2000).

b. Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel,


fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang
mengalami infeksi (Mansjoer, 2000).

c. Pemeriksaan Fisik

Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur


adalah: - Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk. - Feel/palpasi:
nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur. - Movement/gerakan: gerakan aktif sakit,
gerakan pasif sakit krepitasi.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan


menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu
antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena
adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan
kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung
persendian).

8) Dampak Psikososial pada Pasien Fraktur


Dampak psikososial yang terjadi pada pasien fraktur adalah gangguan citra tubuh
karena terjadi perubahan bentuk pada kakinya. Terganggunya peran diri juga bisa terjadi
pada pasien fraktur, terutama pada kasus ini, pasien yang berumur 25 tahun, dimana saat
usia tersebut merupakan usia yang sangat produktif. Ketika terjadi fraktur dan

15
mengharuskan pasien untuk menggunakan traksi dengan waktu cukup lama dan tidak
bisa bebas melakukan aktifitas apalagi untuk bekerja.

7. Pembahasan
Anamnesa
1. Biodata
Nama : x
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Keluhan utama : nyeri hebat
P: -
Q: nyeri terlokalisir
R : tibia dan paha kiri
S: skala 7
T: sejak 6 jam yang lalu
3. Riwayat penyakit sekarang : fraktur tibia dektra diameter 6 cm dan bengkak daerah
paha kiri.
4. Riwayat penyakit dahulu : tidak terkaji
5. Riwayat penyakit keluarga : tidak terkaji
6. Pemfis
a. Keadaan umum dan kesadaran
- Cek ttv
TD 100/70 mmHG frekuensi nadi : 100x/menit
Frekuensi nafas : 22x/menit suhu : 380 C
- Cek kesadaran pasien : GCS
- Kaji Activity Daily Living pasien
- kaji LLF
Look : adanya deformitas, bengkat pada paha kiri, tampak tonjonlan tulang
Listen : adanya kreitasi dan bruit
Feel : naddi distal fraktur (+)
b. kaji neurologis : parastesia dan paralisis (-)

16
c. pemeriksaan laboratorium : hb 10.2, ht 31%, eritrosit 3.72, leukosit 11.000, x-ray:
fraktur obliq pada bagian 1/3 bagian distal femur sinistra, fraktur cruris segmental
pada 1/3 media dekstra.
d. Keadaan integrumen
e. Kaji keadan kardio vaskuler
f. Kaji ekstermitas : ROM, adanya spasme atau tidak.
7. Riwayat psikososial : reaksi emosional, citra tubuh dan sistem pendukung.
8. Pemeriksaan diagnostik: rontgen untuk mengetahui lokasi dan luas cedera, CT scan,
MRI, arteriogram, pemindai tulang, darah lengkap, kreatinin dan pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk persiapan operasi.

Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi.
Tujuan NOC :
- Pain Level
- Pain Control
- Comfort Level

Kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi NIC
Pain management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau.

17
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal).
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
- Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
- Tingkatkan istirahat.
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

Analgesic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi.
- Cek riwayat alergi.
- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih
dari satu.
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala.

Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif.
Tujuan NOC :
- Join Movement : Active
- Mobility Level
- Self Care : ADLs
- Transfer Performance

Kriteria hasil :
Klien meningkat dalam ativitas fisik.

18
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah.
Memperagakan penggunaan alat.
Bantu untuk mobilisasi (walker).

Intervensi NIC
Exercise therapy: ambulation
- Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
- Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera.
- Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
- Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Charlene J. Reeves, Gayle roux : 2001, Keperawatan medikal bedah. Jakarta. Pt


Salemba Medika.
Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Aajar Gangguan Muskuloskeletal; Jilid 1,Salemba
Medika, Jakarta, hal.226-231, 534-535.
Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Dan Nanda Nc-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC: Jakarta
Suratun, dkk. 2008. Seri asuhan keperawatan klien gangguan sistem muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.
http://www.dexa-medica.com
http://www.drugs.com
http://www.health.detik.com/read/2010/08/20/104735/1424135/769/cefazolin
http://www.kuliah-fk.info/2012/02/ketorolac.html
http://www.nlm.nih.gov
http://www.pionas.pom.go.id
http://www.radiopaedia.org
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25272/3/Chapter%20II.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai