Mekanisme kerja obat-obat muscle relaxant adalah menghambat transmisi impuls saraf di sinaps
otot-saraf. Obat-obat ini dapat diklasifikasikan menjadi muscle relaxant depolarisasi (menyerupai
kerja acethyl choline) dan non-depolarisasi. Obat muscle relaxant non-depolarisasi terdiri atas
golongan benzylisoquinolinium dan aminosteroid.
Obat-obat pelumpuh otot non-depolarisasi dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi
kerja, yaitu :
Obat-obat muscle relaxant non-depolarisasi akan berikatan dengan reseptor acethyl choline
nikotinik tanpa menyebabkan aktivasi terhadap kanal-kanal reseptor ion. Obat ini akan
berkompetisi dengan acethyl choline di subunit alpha dari reseptor acethyl choline nikotinik
paska sinaps otot-saraf tanpa menyebabkan perubahan konfigurasi pada reseptor-reseptor ini.
Pada dosis yang tinggi, dapat menghambat kanal reseptor ion dan juga bekerja pada reseptor
acethyl choline nikotinik pra sinaps otot-saraf, tetapi mekanisme kerja pada paska sinaps saraf
lebih utama.
Transmisi sinaps otot-saraf akan mengalami kegagalan jika 8090 % dari reseptor
berhasil dihambat sedangkan bila blok hanya 70 % tidak menunjukkan blok sinaps otot-saraf.
Blok otot-saraf non depolarisasi mempunyai karakteristik terhadap respon otot rangka yang
dibangkitkan oleh stimulasi listrik menggunakan stimulator saraf perifer, diantaranya :
Mula kerja dari obat muscle relaxant lebih cepat bekerja pada otot-otot yang berhubungan
dengan intubasi seperti adduktor laring, diafragma, dan masseter daripada otot-otot yang pada
umumnya di monitor (adductor policis). Oleh karenanya efek muscle relaxant akan lebih cepat,
lebih cepat pulih pada otot-otot ini.
Mula kerja pelumpuh otot terjadi 1-2 menit lebih awal pada laring dibandingkan pada
adductor policis setelah pemberian obat-obat muscle relaxant non-depolarisasi. Pola blok baik itu
mula kerja, kedalaman, dan kecepatan pemulihan di otot orbicularis oculi menyamai laring.
Dengan memonitoring mula kerja obat pelumpuh otot pada otot orbicularis oculi, kita dapat
memprediksi kondisi intubasi.
Mula kerja dari blok yang maksimal di laring berkaitan dengan saat dimana adductor
pollicis menunjukkan bukti pelemahan. Lebih lanjut lagi kembalinya respon ibu jari
menunjukkan otot efferent untuk menjaga refleks jalan nafas protektif sudah kembali intak
seperti sedia kala.
Succinylcholine tetap menjadi pilihan utama pada intubasi tracheal cepat karena secara
konsisten menyebabkan relaksasi otot dalam waktu 60 90 detik. Ketika succinylcholine
menjadi kontraindikasi, mula kerja muscle relaxant nondepolarisasi dapat dipercepat dengan
pemberian dosis priming sebelum dosis penuh intubasi atau dengan menggunakan dosis yang
tinggi dari setiap obat muscle relaxant, atau dengan menggunakan kombinasi muscle relaxant.
Teknik priming adalah pemberian dosis awal subparalisis muscle relaxant non
depolarisasi yang bertujuan untuk menduduki reseptor acethyl choline, dimana hal ini akan
mempersingkat waktu yang dibutuhkan dosis berikutnya untuk dapat menduduki resptor acethyl
choline yang tersisa dan memberikan efek relaksasi yang lebih baik. Kombinasi teknik priming
dan pretreatment magnesium sulphate inhibisi transmisi merupakan suatu sinergisme sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk memblok transmisi saraf menjadi lebih cepat.
Pelumpuh otot dalam dosis besar direkomendasikan ketika intubasi harus dilaksanakan
dalam waktu kurang dari 90 detik. Dosis yang lebih besar ini berhubungan dengan durasi kerja
dan meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular. Meningkatkan dosis rocuronium 0.6
mg/kg (2 x ED 95) menjadi 1.2 mg/kg ( 4x ED 95) akan memperpendek mula kerja dari 89 detik
menjadi 55 detik tetapi secara signifikan memperpanjang durasi kerja dari 37 menit menjadi 73
menit.
Farmakologi Atracurium
Tempat kerja atracurium seperti halnya obat-obat muscle relaxant non- depolarisasi yang lain
adalah reseptor kolinergik prasinaps dan paskasinaps. Atracurium juga menyebabkan blok otot-
saraf secara langsung dengan mempengaruhi aliran ion yang melalui kanal reseptor-reseptor
kolinergik nikotinik. Diperkirakan 82 % atracurium terikat dengan plasma protein terutama
albumin. Atracurium didesain untuk didegradasi spontan in vivo (eliminasi Hoffman) pada
temperatur tubuh dan pH normal yang dikenal sebagai eliminasi Hoffman. Selanjutnya secara
simultan atracurium akan dihidrolisis oleh plasma esterase yang non spesifik.Laudanosine
merupakan metabolit utama dari kedua jalur metabolism. Metabolit ini bersifat tidak aktif pada
sinaps otot-saraf, tetapi pada konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan stimulasi sistem saraf
pusat pada hewan coba.
Durasi kerja atracurium tidak berbeda diantara pasien normal dan pasien-pasien dengan
penurunan fungsi ginjal dan hati serta pasien dengan cholinesterase plasma yang atipikal. Tidak
terjadinya pemanjangan kerja atracurium pada pasien-pasien dengan cholinesterase atipikal
menunjukkan ketergantungan hidrolisis ester pada plasma esterase yang non spesifik yang tidak
berkaitan dengan cholinesterase plasma.
Peningkatan konsentrasi histamine plasma sementara dan parallel terhadap perubahan
frekuensi jantung dan tekanan darah sistemik terjadi ketika atracurium 0.6 mg/kg iv diberikan
secara cepat. Sebaliknya dosis atracurium yang sama diberikan dalam waktu 30 75 detik, atau
secara cepat tetapi didahului pemberian antagonis reseptor Histamin 1 dan 2 tidak menyebabkan
perubahan sirkulasi meskipun didapatkan peningkatan konsentrasi histamine yang sama dengan
pemberian dosis yang sama tanpa pretreatment.
3. Penyakit neuromuskular seperti miastenia gravis, miopati, dan lesi motor neuron atas
dan bawah,
4. Pasien dengan penyakit paru berat,