Anda di halaman 1dari 46

POST PARTUM NORMAL

1. PENGERTIAN POST PARTUM NORMAL


Puerperium / nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu. Post partum adalah
proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. .
(Mansjoer, 2007)
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika
alat alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.( Barbara F. weller
2005 )
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang
dari 24 jam.(Abdul Bari Saifuddin, 2002)
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2001).

2. TUJUAN PENGAWASAN ADAFTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS


PADA KLIEN POST PARTUM
1. Meningkatkan pemulihan fungsi tubuh
2. Meningkatkan istirahat dan kenyamanan klien
3. Meningkatkan hubungan bagi ortu
4. Memberikan kesempatan kepada ortu untuk memelihara bayinya
5. Klien dapat merawat diri sendiri dan bayinya secara efektip
3. TAHAPAN POST PARTUM
1. Tahapan masa nifas terbagi dalam tiga dan terjadi kurang lebih selama
enam minggu. Masa nifasatau puerperium dimulai sejak satu jam setelah
lahirnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil.
Penting bagi ibu mengetahui tahapan-tahapan masa nifas sebagai langkah
pencegahan awal.

2. Puerperium dini
Pada tahap ini, Anda telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Anda
juga dibolehkan bekerja setelah 40 hari.
3. Puerperium intermedial
Pemulihan alat-alat genetalia eksterna dan interna secara keseluruhan
berlangsung selama 6-8 minggu.
4. Remote puerperium
Tahap ini, ibu membutuhkan waktu selama berminggu-minggu bahkan
tahunan untuk sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mengalami komplikasi.Sedangkan menurut periode waktunya,
ibu akan mengalami tiga t
5. Tahapan masa nifas.
Selama tahapan ini berlangsung, ibu akan mengalami perubahan masa
nifaspada sistem tubuhnya, seperti rahim hingga alat-alat genital wanita.
Berikut tahapan-tahapannya:

6. Periode immediate postpartum


Fase ini terjadi mulai dari plasenta lahir hingga 24 jam. Pada masa ini,
Anda akan mengalami banyak masalah, seperti perdarahan karena atonia
uteri. Dengan begitu, ahli kesehatan atau bidan harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokea, tekanan darah, dan suhu
secara teratur.

7. Periode early postpartum

Fase ini berlangsung selama 24 jam- satu minggu. Pada tahap ini, ahli
kesehatan atau bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak demam, makanan
dan cairan ibu tercukupi, serta Anda menyusui dengan baik.

8. Periode late postpartum

Fase ini berlangsung selama satu sampai lima minggu. Pada periode ini,
ahli kesehatan atau bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
secara teratur serta konseling Keluarga Berencana (KB).

Agar tahapan masa nifasberlangsung secara normal, ibu harus menjaga


kebersihan agar terhindar dari infeksi. Infeksi sering terjadi jika proses
persalinan berlangsung lama, ketuban pecah terlalu lama, tertinggalnya
selaput ketuban, dan terjadi pembekuan darah dalam rongga rahim. Hal ini
mengakibatkan rahim menjadi lembek dan tidak berkontraksi sehingga
terjadi perdarahan hebat, bahkan bila terjadi komplikasi bisa menyebabkan
kematian.Oleh karena itu, saat tahapan masa nifas berlangsung, tidak
diperbolehkan melakukan hubungan seksual. Dikhawatirkan sisa-sisa
kehamilan yang seharusnya terbuang dari rahim, malah kembali terbawa
ke dalam dan akhirnya menimbulkan infeksi. Agar terhindar dari kuman
penyebab infeksi

4. ADAPTASI FISIOLOGIS POSTPARTUM


Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian,
perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1
sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal
akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak
bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume
intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi
pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama
pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama
masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau
intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada
umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering
dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa
awal puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4
hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8
hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa), lokia
alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak
berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan
,ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan; setelah 6
minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah
proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina
secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih
menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali
jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan
mula mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status
hormonal serta dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan
terdapat spasme (kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan) sfingter dan
edema leher buli buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan
dihasilkan dalam waktu 12 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan
meningkat menjadi 38oC sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan
dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C
dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan
adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan
buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan
kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat
timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 80 denyut permenit dan segera setelah partus
dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin
ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas
umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai
ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula
sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone
hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan
progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar
terendahnya tercapai kira kira satu minggu pascapartum. Pada wanita yang
tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah
melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada
pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991)
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil.
Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu
keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui, dan banyak
makanan tambahan yang diberikan.
System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi
ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira kira 2 sampai 8
minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali kekeadaan sebelum hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian
kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.

5. System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makan makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot
traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama
dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan
karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi
karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau
hemoroid.
6. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita
melahirkan.
7. System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak
menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha
dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
5. PERUBAHAN PSIKOLOGIS POST PARTUM
Adaptasi psikologis masa nifas merupakan suatu proses adptasi dari seorang
ibu post partum, dimana pada saat ini ibu akan lebih sensitive dalam sgala hal,
terutama yang berkaitan dengan dirinya serta bayinnya. Perubahan psikologis
mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi
sangat sensitive. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pengarahan
pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan
bidan pada pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang
patologis. Dorongan serta prhatian anggota keluarga lainnya merupakan
dukungan positif bagi ibu. Dalam mnjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu
akan mengalami fase- fase sebagai berikut :
1. Fase taking in
Merupakan periode ktergantungan yang berkelanjutan dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Fokus perhatian pada dirinya sendiri,
nafsu makan meningkat, cenderung pasif pada lingkungannya.
2. Fase taking hold
Berlangsung antara hari ke 3 10 post partum. Ibu merasa khawatir akan
ketidak mampuannnya dalam merawat bayi serta mudah tersinggung. Pada
saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung terutama bagi ibu muda atau
primipara karena pada fase ini seiring dengan terjadinnya post partum blues.
Pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberi penyuluhan.
3. Letting go
Berlangsung stelah 10 hari melahirkan. Fase ini merupakan fase menerima
tanggung jawab akan peran baru sebagai seorang ibu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Riwayat ibu
1) Biodata ibu.
2) Penolong.
3) Jenis persalinan.
4) Masalah-masalah persalinan.
5) Nyeri.
6) Menyusui atau tidak.
7) Keluhan-keluhan saat ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran per
vaginam/perdarahan/lokhia, putting/payudara.
8) Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan.
b. Riwayat sosial ekonomi
1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi.
2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah.
3) Para pembuat keputusan di rumah.
4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat.
5) Kepercayaan dan adat istiadat.
c. Riwayat bayi
1) Menyusu.
2) Keadan tali pusat.
3) Vaksinasi.
4) Buang air kecil/besar.
d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Suhu tubuh.
b) Denyut nadi.
c) Tekanan darah.
d) Tanda-tanda anemia.
e) Tanda-tanda edema/tromboflebitis.
f) Refleks.
g) Varises.
h) CVAT (Contical Vertebral Area Tenderness).
2) Pemeriksaan payudara
a) Putting susu : pecah, pendek, rata.
b) Nyeri tekan.
c) Abses.
d) Pembengkakan/ASI terhenti.
e) Pengeluaran ASI.
3) Pemeriksaan perut / uterus
a) Posisi uterus/tinggi fundus uteri.
b) Kontraksi uterus.
c) Ukuran kandung kemih.
4) Pemeriksaan vulva/perineum
a) Pengeluaran lokhia.
b) Penjahitan laserasi atau luka episiotomi.
c) Pembengkakan.
d) Luka.
e) Henoroid.
5) Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
6) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
7) Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (post partum blues sering terlihat kira-kira 3 hari
setelah melahirkan).
8) Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima.
9) Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
10) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima
pasca partum.
11) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1
lebar jari setiap harinya.
Lokhia rubra berlanjut sampai hari kedua sampai ketiga, berlanjut menjadi lokhia
serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal : rekumben versus ambulasi
berdiri) dan aktivitas (misal : menyusui).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada suhu matur, biasanya
pada hari ketiga; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan perineum; luka
episiotomi; involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara
b. Resiko defisit volume cairan berubungan dengan pengeluaran yang berlebihan;
perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
c. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) berhubungan dengan trauma perineum dan
saluran kemih
d. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya
mobilisasi; diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
e. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi; kelemahan.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
g. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara merawat bayi.
3. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


No
Keperawata Kriteria Hasil Intervensi
.
n
1. Gangguan Pasien Kaji tingkat Menentukan
rasa nyaman mendemonstrasik nyeri pasien. intervensi
(nyeri) b/d an tidak adanya Kaji kontraksi keperawatan sesuai
peregangan nyeri. uterus, proses skala
perineum; Kriteria hasil: involusi uteri. nyeri.Mengidentifik
luka vital sign dalam Anjurkan pasien asi penyimpangan
episiotomi; batas normal, untuk dan kemajuan
involusi pasien membasahi berdasarkan involusi
uteri; menunjukkan perineum uteri.
hemoroid; peningkatan dengan air Mengurangi
pembengkaka aktifitas, keluhan hangat sebelum ketegangan pada
n payudara. nyeri terkontrol, berkemih. luka perineum.
payudara lembek, Anjurkan dan Melatih ibu
tidak ada latih pasien cara mengurangi
bendungan ASI. merawat bendungan ASI dan
payudara secara memperlancar
teratur. pengeluaran ASI.
5. Jelaskan pada
5. Mencegah infeksi
ibu tetang teknik dan kontrol nyeri
merawat luka pada luka perineum.
perineum dan Mengurangi
mengganti PAD intensitas nyeri
secara teratur denagn menekan
setiap 3 kali rangsnag nyeri pada
sehari atau nosiseptor.
setiap kali
lochea keluar
banyak.
6. Kolaborasi
dokter tentang
pemberian
analgesik bial
nyeri skala 7 ke
atas.
2. Resiko defisit Pasien dapat
1. Pantau: Mengidentifikasi
volume mendemostrasika penyimpangan
Tanda-
cairan b/d n status cairan indikasi kemajuan
tanda
pengeluaran membaik. atau penyimpangan
vital
yang Kriteria evaluasi: dari hasil yang
setiap 4
berlebihan; tak ada diharapkan.
jam.
perdarahan; manifestasi Mengidentifikasi
Warna
diuresis; dehidrasi, resolusi keseimbangan cairan
urine.
keringat oedema, haluaran pasien secara
Berat
berlebihan. urine di atas 30 adekuat dan teratur.
badan
ml/jam, kulit 3. Temuan-temuan
setiap
kenyal/turgor ini mennadakan
hari.
kulit baik. hipovolemia dan
Status
perlunya
umum
peningkatan cairan.
setiap 8
Mencegah pasien
jam.
jatuh ke dalam
kondisi kelebihan
2. Pantau: cairan
cairan yang beresiko
masuk dan
terjadinya oedem
cairan keluar
paru.
setiap 8 jam.
3. Beritahu
dokter bila:
haluaran urine <
30 ml/jam, haus,
takikardia,
gelisah, TD di
bawah rentang
normal, urine
gelap atau encer
gelap.
4. Konsultasi
dokter bila
manifestasi
kelebihan cairan
terjadi.
3. Perubahan Pola eleminasi
1. Kaji haluaran
1. Mengidentifikasi
pola (BAK) pasien urine, keluhan penyimpangan
eleminasi teratur. serta keteraturan dalam pola
BAK Kriteria hasil: pola berkemih. berkemih pasien.
(disuria) b/d eleminasi BAK
2. Anjurkan
2. Ambulasi dini
trauma lancar, disuria pasien memberikan
perineum dan tidak ada, bladder melakukan rangsangan untuk
saluran kosong, keluhan ambulasi dini. pengeluaran urine
kemih. kencing tidak ada.
3. Anjurkan dan pengosongan
pasien untuk bladder.
membasahi 3. Membasahi
perineum bladder dengan air
dengan air hangat dapat
hangat sebelum mengurangi
berkemih. ketegangan akibat
4. Anjurkan adanya luka pada
pasien untuk bladder.
berkemih secara
4. Menerapkan pola
teratur. berkemih secara
5. Anjurkan teratur akan melatih
pasien untuk pengosongan
minum 2500- bladder secara
3000 ml/24 jam. teratur.
6. Kolaborasi
5. Minum banyak
untuk mempercepat filtrasi
melakukan pada glomerolus dan
kateterisasi bila mempercepat
pasien kesulitan pengeluaran urine.
berkemih. Kateterisasi
memabnatu
pengeluaran urine
untuk mencegah
stasis urine.
4. Perubahan Pola eleminasi
1. Kaji pola
1. Mengidentifikasi
pola (BAB) teratur. BAB, kesulitan penyimpangan serta
eleminasi Kriteria hasil: BAB, warna, kemajuan dalam
BAB pola eleminasi bau, konsistensi pola eleminasi
(konstipasi) teratur, feses dan jumlah. (BAB).
b/d lunak dan warna
2. Anjurkan
2. Ambulasi dini
kurangnya khas feses, bau ambulasi dini. merangsang
mobilisasi; khas feses, tidak pengosongan rektum
diet yang ada kesulitan
3. Anjurkan secara lebih cepat.
tidak BAB, tidak ada pasien untuk
3. Cairan dalam
seimbang; feses bercampur minum banyak jumlah cukup
trauma darah dan lendir, 2500-3000 mencegah terjadinya
persalinan. konstipasi tidak ml/24 jam. penyerapan cairan
ada. dalam rektum yang
4. Kaji bising dapat menyebabkan
usus setiap 8 feses menjadi keras.
jam. 4. Bising usus
5. Pantau berat mengidentifikasikan
badan setiap pencernaan dalam
hari. kondisi baik.
6. Anjurkan
5. Mengidentifiakis
pasien makan adanya penurunan
banyak serat BB secara dini.
seperti buah-
6. Meningkatkan
buahan dan pengosongan feses
sayur-sayuran dalam rektum.
hijau.
5. Gangguan ADL dan
1. Kaji toleransi
1. Parameter
pemenuhan kebutuhan pasien terhadap menunjukkan respon
ADL b/d beraktifitas pasien aktifitas fisiologis pasien
immobilisasi; terpenuhi secara menggunakan terhadap stres
kelemahan. adekuat. parameter aktifitas dan
Kriteria hasil: berikut: nadi indikator derajat
- Menunjukkan 20/mnt di atas penagruh kelebihan
peningkatan frek nadi kerja jnatung.
dalam istirahat, catat Menurunkan kerja
beraktifitas. peningaktan TD, miokard/komsumsi
- Kelemahan dan dispnea, nyeri oksigen ,
kelelahan dada, kelelahan menurunkan resiko
berkurang. berat, komplikasi.
- Kebutuhan ADL kelemahan, Stabilitas fisiologis
terpenuhi secara berkeringat, pada istirahat
mandiri atau pusing atau penting untuk
dengan bantuan. pinsan. menunjukkan
- frekuensi
2. Tingkatkan tingkat aktifitas
jantung/irama dan istirahat, batasi individu.
Td dalam batas aktifitas pada
normal. dasar Komsumsi oksigen
- kulit hangat, nyeri/respon miokardia selama
merah muda dan hemodinamik, berbagai aktifitas
kering berikan aktifitas dapat meningkatkan
senggang yang jumlah oksigen yang
tidak berat. ada. Kemajuan
3. Kaji kesiapan aktifitas bertahap
untuk mencegah
meningkatkan peningkatan tiba-
aktifitas contoh: tiba pada kerja
penurunan jantung.
kelemahan/kelel5. Teknik
ahan, TD penghematan energi
stabil/frek nadi, menurunkan
peningaktan penggunaan energi
perhatian pada dan membantu
aktifitas dan keseimbangan suplai
perawatan diri. dan kebutuhan
4. Dorong oksigen.
memajukan 6. Aktifitas yang
aktifitas/tolerans maju memberikan
i perawatan diri. kontrol jantung,
Anjurkan meningaktkan
keluarga untuk regangan dan
membantu mencegah aktifitas
pemenuhan berlebihan.
kebutuhan ADL
pasien.
Jelaskan pola
peningkatan
bertahap dari
aktifitas, contoh:
posisi duduk
ditempat tidur
bila tidak pusing
dan tidak ada
nyeri, bangun
dari tempat
tidur, belajar
berdiri dst.

6. Resiko Infeksi tidak


1. Pantau: vital
1. Mengidentifikasi
infeksi b/d terjadi. sign, tanda penyimpangan dan
trauma jalan Kriteria hasil: infeksi. kemajuan sesuai
lahir. tanda infeksi Kaji intervensi yang
tidak ada, luka pengeluaran dilakukan.
episiotomi kering lochea, warna,
2. Mengidentifikasi
dan bersih, takut bau dan jumlah. kelainan
berkemih dan Kaji luka pengeluaran lochea
BAB tidak ada. perineum, secara dini.
keadaan jahitan.3. Keadaan luka
Anjurkan pasien perineum berdekatan
membasuh dengan daerah basah
vulva setiap mengakibatkan
habis berkemih kecenderunagn luka
dengan cara untuk selalu kotor
yang benar dan dan mudah terkena
mengganti PAD infeksi.
setiap 3 kali
4. Mencegah infeksi
perhari atau secara dini.
setiap kali Mencegah
pengeluaran kontaminasi silang
lochea banyak. terhadap infeksi.
5. Pertahnakan
teknik septik
aseptik dalam
merawat pasien
(merawat luka
perineum,
merawat
payudara,
merawat bayi).
7. Resiko Gangguan proses
1. Beri
1. Meningkatkan
gangguan parenting tidak kesempatan ibu kemandirian ibu
proses ada. untuk dalam perawatan
parenting b/d Kriteria hasil: ibu melakukan bayi.
kurangnya dapat merawat perawatan bayi Keterlibatan
pengetahuan bayi secara secara mandiri. bapak/suami dalam
tentang cara mandiri 2. Libatkan perawatan bayi akan
merawat (memandikan, suami dalam membantu
bayi. menyusui, perawatan bayi. meningkatkan
merawat tali
3. Latih ibu keterikatan batih ibu
pusat). untuk perawatan dengan bayi.
payudara secara Perawatan payudara
mandiri dan secara teratur akan
teratur. mempertahankan
4. Motivasi ibu produksi ASI secara
untuk kontinyu sehingga
meningkatkan kebutuhan bayi akan
intake cairan ASI tercukupi.
dan diet TKTP.4. Meningkatkan
5. Lakukan rawat produksi ASI.
gabung sesegera Meningkatkan
mungkin bila hubungan ibu dan
tidak terdapat bayi sedini mungkin.
komplikasi pada
ibu atau bayi.

SECTIO CECAREA

A. PENGERTIAN
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Menurut Wiknjosastro (2002) sectio cecarea adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.
Operasi caesar atau sering disebut seksio sesarea menurut Adjie (2002)
adalah melahirkan janin melalui janin melalui sayatan dinding perut
(abdomen) dan dinding rahim. Operasi Caesar atau sectio caesaria adalah
proses persalinan yang dilakukan dengan cara mengiris perut hingga rahim
seorang ibu untuk mengeluarkan bayi (Apa itu operasi caesar 2007).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).

B. ADAPTASI FISIOLOGIS POST SEKSIO CAESARIA


1. Adaptasi Fisiologi
Menurut Bobak (2005) & Cuningham (2006) adaptasi fisiologi dibagi
menjadi beberapa sistem diantaranya yaitu :
1) Sistem reproduksi.

a) Uterus

1. Involusi merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum


hamil setelah melahirkan, akibatnya otot-otot polos uterus berkontraksi
pada waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai 1 cm diatas umbilicus.
Dalam beberapa hari mencapai 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa
hari kemudian, perubahan fundus uteri turun kira-kira 1-2 cm setiap 24
jam.

2. Kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir, terjadi karena hormon


oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofisis posterior.
3. After Pains rasa nyeri setelah melahirkan lebih nyata ditempat uterus
yang teregang, menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan
nyeri ini karena keluarnya merangsang kontraksi uterus.

4. Tempat plasenta terjadi pertumbuhan endometrium, regenerasi pada


tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan.

5. Lokia. Menurut Huliana (2003) lokhea dibagi menjadi tiga jenis sesuai
dengan warnanya sebagai berikut :

(a) Lokia rubra terdiri dari darah, sisa penebalan dinding rahim, dan sisa-
sisa pemahaman plasenta. Lochea rubra berwarna kemerah-merahan dan
keluar sampai hari ke-3 atau ke-4.

(b) Lokia serosa mengandung cairan darah, berupa serum dan lekosit.
Lochea serosa berwarna kekuningan dan keluar antara hari ke-5 sampai
ke-9.

(c) Lokia alba terdiri dari leukosit, lendir leher rahim (serviks), dan
jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan. Loshea
alba berwarna putih dan keluar selama 2-3 minggu.

b) Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca


partum, serviks memendek dan konsentrasinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula.

c) Vagina dan Perineum

Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa


vagina dan hilangnya rugae vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah
bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4,
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
d) Payudara

Setelah bayi lahir terjadi penurunan konsentrasi hormone yang


menstimulasi perkembangan payudara estrogen, progesterone, human
chorionik, gonadotropin, prolaktin, dan insulin), oksitosin merangasang
refleksi let-dowm (mengalirkan) menyebabkan ejeksi ASI.

e) Abdomen

Setelah melahirkan dinding perut longgar karena direngang begitu lama,


sehingga otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang
dinamai diastasis rektus abdominalis. Apabila menetap, efek ini dapat
dirasa mengganggu pada wanita, tetapi seiring perjalanan waktu, efek
tersebut menjadi kurang terlihat dan dalam enam minggu akan pulih
kembali.

2) Sistem Endokrin

a) Hormon plasenta kadar estrogen dan progesterone menurun secara


signifikan dan saat terendah adalah 1 minggu post partum.

b) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium

Hipofisis dibagi menjadi dua, yaitu hipofisis anterior dan posterior.


Hipofisis anterior mengsekresi hormon prolaktin untuk meningkatkan
kelenjar mamae pembentukan air susu. Sedangkan hipofisis posterior
Sangat penting untuk diuretik. Oksotosin mengkontraksi alveolus mamae
sehingga membntu mengalirkan ASI dari kelenjar mamae ke puting susu.

3) Sistem Urinarius

a) Komponen Urine
BUN (Blood Urea Nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum,
merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi selama 1-2 hari setelah
wanita melahirkan .

b) Diuresis Pascapartum

Dalam 12 jam setelah melahirkan, mulai membuang kelebihan cairan yang


tertimbun dijaringan selama hamil. Salah satu mekanisme untuk
mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,
terutama pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan.

c) Uretra dan Kandung Kemih

Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, sering


kali disertai daerah-daerah kecil hemorargi. Pada pasa pacapartum
tahap lanjut, distensi yang berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih
lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu prosesberkemih normal.

4) Sistem Pencernaan

Anestesi bisa memperlambat pengambilan tonus otot dan motilitas otot


saluran cerna ke keadaan normal sehingga defekasi bisa tertunda 2-3 hari,
keadaan ini bisa juga karena pemberian analgesia sebelum operasi.
Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah
pembedahan, pada hari kedua bising usus makin masih lemah, dan usus
baru aktif kembali pada hari ke-3 post operasi.

5) Sistem Kardiovaskuler

Denyut nadi dan jantung meningkat setelah melahirkan karena darah yang
biasanya melintasi uretroplasma tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
Namun, klien dengan anestesi spinal cenderung akan mengalami hipotensi
yang disebabkan melebarnya pembuluh nadi sehingga darah
berkurang.volume darah menurun ke kadar sebelum hamil pada 4 mingu
setelah melahirkan. Hematokrit meningkat pada hari ke 3-7 pasca partum.
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000 /mm. Selama
10 sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000
dan 25.000 /mm. Varises ditungkai dan disekitar anus akan mengecil
dengan cepat setelah bayi lahir.

6) Sistem Neurologi

Pengaruh neurologi post operasi biasanya nyeri kepala, pusing, keram


disebabkan pengaruh anestesi.. Lama nyeri kepala bervariasi dari 1-3 hari
sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektifitas
pengobatan.

7) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama masa hamil


berlangsung secara lebih baik pada masa pascapartum. Sebagian besar
wanita melakukan ambulasi 4-8 jam setelah melahirkan Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi
lengkap pada minggu ke-6 ke-8 setelah melahirkan.

8) Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya


setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar, serta adanya diaforesis. Ciri yang paling khas
adanya bekas luka sayatan operasi sesar di sekitar abdomen

b. Adaptasi Psikologi

Menurut Mellyna (2003) adaptasi psikologi pada maternal meliputi :


1) Fase Taking In (1-2 hari). Fase ini merupakan periode ketergantungan
yang biasanya ditunjukkan dengan prilaku sebagai berikut : fokus
perhatian ibu pada dirinya sendiri, mudah tersinggung, ibu menjadi pasif
terhadap lingkungannya dan nafsu makan ibu meningkat.

2) Fase Taking Hold (3-10 hari). Pada fase taking hold, ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi. Selain itu perasaanya sangat sensitive sehingga mudah
tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dan merawat diri dan bayinya
sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3) Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dari ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat
diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

C. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan
di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5
%.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D. MANIFESTASI KLINIK POST SECTIO CAESARIA
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001),antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b . Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira
600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h . Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan
muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedu

E. PATHWAY SEKSIO SESAREA.


E. JENIS - JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri ya n g mempunyai kelebihan
m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalahinfeksi mudah menyebar secara intra abdominal
karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan
berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan
kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan
memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan
sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan
pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
d) Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena
tidak ada reperitonial yang baik
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering
terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri
karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir
kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas
hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2
tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
e) Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan
membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan isi uterus ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur
uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah
sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang
akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif
tinggi.
F. KOMPLIKASI
1. Infeksipuerpera
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis
dsb
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme
paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
Anjuran Operasi
Dianjurkan jangan hamil lebih kurang satu tahun dengan
munggunakan alat kontrasepsi.
Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengam antenatal yang
baik
G. PENATALAKSANAAN
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.

b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.

H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
d. Data Riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit
yang sama (Plasenta previa).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien
ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
a) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
b) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
e) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
f) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g) Keamanan
h) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator (histamin,
prostaglandin) akibat dari pembedahan ditandai pasien tampak
menahan nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,
kelemahan, dan penurunan sirkulasi ditandai dengan respon
abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktivitas.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
pembedahan.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif/pembedahan
e. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan
hospitalisasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan setelah operasi.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
dari tindakan anestesi dan pembedahan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator (histamin,
prostaglandin) akibat dari pembedahan ditandai pasien tampak
menahan nyeri.
Tujuan: Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 3 x 24
jam, pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Tanda vital dalam rentang normal.
Tidak mengalami gangguan tidur.
Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Melakukan pengkajian secara
komprehensif termasuk lokasi, komprehensif akan membantu
karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan tindakan yang
kualitas dan faktor presipitasi. dilakukan untuk mengurangi
nyeri.
2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Nyeri biasanya ditandai dengan
ketidaknyamanan. reaksi non verbal, wajah tampak
meringis.
3. Kontrol lingkungan yang dapat 3. Lingkungan yang nyaman akan
mempengaruhi nyeri seperti suhu mengurangi kebosanan pada
ruangan, pencahayaan dan pasien yang sekaligus
kebisingan. mengurangi nyeri pada pasien.
4. Ajarkan tentang teknik non 4. Teknik non farmakologi untuk
farmakologi: napas dalam, mencegah penggunaan obat
relaksasi, distraksi. analgesik.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,


kelemahan, dan penurunan sirkulasi ditandai dengan respon
abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktivitas.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil :
Pasien mampu melakukan aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR.
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara
mandiri.
Intervensi Rasional
1.Kaji tingkat kemampuan klien1. Untuk melihat perubahan pada
untuk beraktivitas. kemampuan aktivitas pasien.
2.Kaji pengaruh aktivitas terhadap2. Luka yang lama sembuh akan
kondisi luka dan kondisi tubuh mempengaruhi kemampuan klien
umum. untuk beraktivitas.
3.Monitor nutrisi dan sumber energi3. Nutrisi yang cukup membantu
yang adekuat. pasien untuk pulih.
4.Bantu klien untuk mengidentifikasi4. Pasien melakukan aktivitas
aktivitas yang mampu dilakukan. berdasarkan kemampuannya,
sehingga intervensi untuk
menaikkan tingkat aktivitas
selanjutnya.

c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan


pembedahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, kerusakan integritas jaringan pasien teratasi dengan kriteria
hasil:
Perfusi jaringan normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Ketebalan dan tekstur jaringan normal
Intervensi Rasional
1.Jaga kulit agar tetap bersih dan1. Kulit kering dan bersih
kering mempercepat proses penyembuhan
luka dan mencegah adanya infeksi.
2.Monitor kulit akan adanya2. Kemerahan merukan tanda adanya
kemerahan. infeksi.
3.Monitor status nutrisi pasien. 3. Nutrisi yang adekuat membantu
proses penyembuhan lukan yang
cepat.
4.Lakukan tehnik perawatan luka4. Perawatan luka yang steril akan
dengan steril. mencegah terjadinya infeksi.

d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif/pembedahan.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1.Pertahankan teknik aseptif 1. Teknik aseptik dapat mencegah
adanya infeksi pada bekas luka
bedah.
2.Inspeksi balutan abdominal terhadap 2. Luka kering akan mempercepat
eksudat/rembesan. Lepaskan balutan proses penyembuhan luka.
sesuai indikasi.
3.Tingkatkan intake nutrisi 3. Nutrisi yang adekuat meningkatkan
imun pada pasien.
4.Ajarkan pasien dan keluarga tanda 4. Membantu mencegah munculnya
dan gejala infeksi. infeksi.

e. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan


hospitalisasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan setelah operasi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan selama 3 x 24 jam, pasien
kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi Rasional
1.Jelaskan semua prosedur1. Membantu pasien untuk
pembedahan, penyembuhan, dan memahami tindakan yang akan
perawatan setelah operasi. dilakukan dan apa yang dirasakan
setelah operasi.
2.Temani pasien untuk memberikan2. Pasien akan merasa takut saat
keamanan dan mengurangi takut. sendiri.
3.Libatkan keluarga untuk3. Membantu serta memotivasi pasien
mendampingi klien untuk mengurangi kecemasan.
4.Dorong pasien untuk4. Pasien akan nyaman ketika
mengungkapkan perasaan, mengungkapkan kecemasannya.
ketakutan, persepsi.

f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat


dari tindakan anestesi dan pembedahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, defisit perawatan diri teratas dengan kriteria hasil:
Klien terbebas dari bau badan.
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs.
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan.
Intervensi Rasional
1. Monitor kemampuan pasien untuk1. Untuk menilai tingkat kemandirian
perawatan diri yang mandiri. pasien.
2. Monitor kebutuhan klien untuk2. Untuk menilai kemampuan pasien
alat-alat bantu untuk kebersihan berpakaian, berhiasa, toileting dan
diri, berpakaian, berhias, toileting makan.
dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien3. Monitoring yang terus-menerus
mampu secara utuh untuk akan mempercepat proses
melakukan self-care. kemandirian pasien.
4. Ajarkan pasien/keluarga untuk4. Mencegah pasien bergantung pada
mendorong kemandirian, untuk orang lain yang dapat menghambat
memberikan bantuan hanya jika kemandirian pasien.
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedi

Anda mungkin juga menyukai