Anda di halaman 1dari 4

Nama: Yoga Priliandana

NIM. : F.131.16.0079

KOSA-KATA, TATA-BAHASA, DAN KESADARAN METALINGUISTIK

Selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, terjadi perubahan cara


mengorganisasikan kosa-kata secara mental. Ketika ditanya mengenai kata pertama apa yang
terpikir pada saat mendengar sebuah kata, anak-anak kecil biasanya akan memberikan sebuah
kata yang sering kali mengikuti kata tersebut di dalam sebuah kalimat. Sebagai contoh, ketika
diminta untuk merespons kata anjing, anak kecil akan mengatakan menggonggong atau
terhadap kata makan mereka akan mengatakan siang. Sekitar 7 tahun, anak-anak mulai
merespons sebuah kata yang merupakan bagian dari kelompok kata dan sekaligus sebagai
sebuah stimulus. Sebagai contoh, anak akan merespons kata anjing dengan kucing atau
kuda. Untuk kata makanmereka kini akan mengatakan minum. Hal ini memperlihatkan
bahwa kini anak-anak mulai melakukan kategorisasi kosa-kata mereka sebagai bagian dari
kelompok kata.
Proses kategorisasi menjadi lebih mudah ketika anak-anak meningkatkan kosa-kata
mereka. Kosa-kata anak-anak meningkat dari rata-rata sekitar 14.000 kata di usia 6 tahun
menjadi rata-rata sekitar 40.000 kata di usia 11 tahun.
Anak-anak membuat kemajuan yang serupa untuk tata-bahasa (Tager-Flusberg &
Zukowski dalam Santrock, 2015). Selama di sekolah dasar, kemajuan anak-anak di dalam
penalaran logis dan keterampilan analitis membantu mereka memahami konstruksi seperti
penggunaan yang tepat dari kata perbandingan (lebih pendek, lebih dalam) dan subjektif
(Seandainya kamu menjadi presiden). Selama masa sekolah dasar, anak-anak makin
memahami dan menggunakan tata-bahasa yang kompleks, seperti pada kalimat berikut ini:
Anak laki-laki yang mencium ibunya itu memakai topi. Mereka juga belajar menggunakan
bahasa dengan cara yang lebih berkaitan satu sama lain, menghasilkan wacana yang
berkaitan. Mereka mampu mengaitkan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya untuk
menghasilkan deskripsi, definisi, dan narasi yang masuk akal. Anak-anak harus mampu
mengerjakan ini secara lisan sebelum mereka mampu menyelesaikannya secara tertulis.
Kemajuan dalam kosa-kata dan tata-bahasa yang berlangsung selama masa sekolah
dasar disertai dengan perkembangan kesadaran metalinguistik (metalinguistic awareness),
di mana pengetahuan bahasa, seperti pengetahuan mengenai preposisi atau kemampuan
mendiskusikan bunyi bahasa. Kesadaran metalinguistik memungkinkan anak-anak memikirkan
bahasa yang mereka gunakan, pemahaman mengenai kata-kata, dan bahkan
mendefinisikannya (Berko Gleason dalam Santrock, 2015).
Perkembangan bahasa anak sangat erat dengan kegiatan membaca. Karena membaca
adalah salah satu bentuk bahasa tulisan dengan kosakata banyak dan membutuhkan
pemahaman akan apa yang dibaca. Pada tabel dibawah ini digambarkan ringkasan beberapa
tonggak dalam perkembangan bahasa.

Tabel Tonggak Perkembangan Bahasa

PERIODE UMUR PERKEMBANGAN/PERILAKU ANAK


0 6 bulan Sekedar bersuara, membedahkan huruf hidup, berceloteh pada akhir periode
6- 12 bulan Celoteh bertambah dengan mencakup suara dari bahasa ucap, isyarat digunakan
untuk mengkomunikasikan suatu obyek
12- 18 bulan Kata pertama diucapkan, rata-rata memahami 50 kasakata
18 24 bulan Kosakata bertambah sampa
2 tahun Kosakata bertambah cepat, penggunaan bentuk jamak secara tepat, penggunaan
PERIODE UMUR PERKEMBANGAN/PERILAKU ANAK
kata lampau (past tense), penggunaan beberapa preposisi atau awalan
3 4 tahun Rata-rata panjang ucapan naik dari 3 sampai 4 morfem per kalimat,
mengunanakan pertanyaan ya dan tidak dan pertanyaan mengapa mengapa,
dmana, siapa, kapan, menggunakan bentuk negative danperintah, pemahaman
pragmatis bertambah.
5 6 tahun Kosakata mencapai rata-rata 10.000 kata, koordinasi kalimat sederhana
6 8 tahun Kosakata terus bertambah cepat, lebih ahli menggunakan sintaksis, keahlihan
bercakap meningkat
9- 11 tahun Definisi kata mencakup sinonim, strategi berbicara terus bertambah
11 14 tahun Kosakata bertambah dengan kata-kata abstrak, pemahaman bentuk tata bahasa
kompleks, pemahaman fungsi kata dalam kalimat
15 20 tahun Dapat memahami karya sastra dewasa
Gambar 1. Perkembangan bahasa individu (Santrock 2010: 75)

MEMBACA

Sebelum belajar membaca, anak-anak belajar menggunakan bahasa untuk membicarakan


hal-hal yang tidak terlihat; mereka mempelajari arti sebuah kata; mereka juga belajar mengenali
bunyi dan mendiskusikannya. Anak-anak yang memasuki sekolah dasar dengan kosa-kata
yang baik, diuntungkan ketika belajar membaca (Paris & Paris dalam Santrock, 2015). Kosa-
kata yang baik akan membantu pembaca mengetahui makna kata dengan mudah (Beaty dan
Cunningham dalam Santrock, 2015).
Sebelum belajar membaca anak belajar menggunakan bahasa untuk berbicara mengenai
hal-hal yang tidak ada, mereka belajar mengenai apa itu kata, seperti mereka belajar
bagaimana mereka mengenali bunyi dan membahas tentang hal tersebut (Berko Gleason,2003
dalam Santrock 2011 :218)
Perkembangan kosakata memilik peranan penting dalam pemahaman membaca
(Berninger, 2006 dalam Santrock 2011 :218). Jika anak mengembangkan kosakata yang luas
maka langkah selanjutnya untuk membaca yang lebih ringan. Anak yang memulai sekolah
dasar dengan bekal kosakata yang tidak banyak akan mengalami kesulitan ketika mereka
belajar membaca.
Cara mengajar membaca pada anak terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan bahasa
keseluruhan dan keterampilan dasar dan fonetik. Pendekatan bahasa-keseluruhan (whole-
language approach) menekankan bahwa instruksi membaca seharusnya sejalan dengan proses
belajar bahasa yang natural pada anak-anak. Beberapa kelas yang menggunakan pendekatan
ini memulai pelajarannya dengan mengajarkan pembaca mengenali keseluruhan kata atau
bahkan seluruh kalimat, serta menggunakan konteks dari yang mereka baca untuk menduga
makna kata-katanya. Materi yang dibaca sebaiknya menyeluruh dan bermakna artinya, anak-
anak diberi materi dalam bentuk yang lengkap, seperti cerita dan puisi, sehingga mereka belajar
untuk memahami fungsi komunikasi dari bahasa. Kegiatan membaca sebaiknya dikaitkan
dengan kegiatan mendengarkan dam keterampilan menulis.
Sebaliknya, keterampilan fonetik (phonics approach) menekankan bahwa instruksi
membaca sebaiknya mengajarkan fonetik dan aturan-aturan dasar yang dipakai untuk
menerjemahkan simbol-simbol tertulis ke dalam bunyi. Instruksi membaca di tahap awal
sebaiknya menggunakan materi-materi yang sederhana. Setelah anak-anak belajar
persesuaian aturan yang mengaitkan fonem-fonem yang diucapkan dengan huruf-huruf alfabet
yang digunakan untuk melambangkan pengucapannya, maka mereka sebaiknya diberi materi
bacaan, seperti buku dan puisi (Cunningham & Allington, Rasinski & Padak dalam Santrock,
2015).

Rich Mayer (2008) baru-baru ini menjelaskan tiga proses kognitif yang terlibat agar dapat
membaca tulisan:
1. Memahami unit-unit suara dalam kata-kata, yang mencakup pemahaman fonem.
2. Mengkodekan kembali kata-kata, yang mencakup pengubahan kata-kata tertulis menjadi
suara.
3. Mengakses arti kata, dengan membayangkan representasi dari sebuah kata.

Menurut Chall (1979, 1992) membaca berkembang melalui lima tahap. Batas usia tidak
bersifat kaku dan tidak berlaku untuk setiap siswa. Misalnya beberapa murid belajar membaca
sebelum masuk kelas 1. Tahap-tahap ini memberikan pemahaman umum mengenai perubahan
developmental dalam proses belajar membaca:
1. Tahap 0 : dari kelahiran sampai grade 1, anak menguasai beberapa prasyarat untuk membaca.
Banyak yang menguasai cara dan aturan membaca, mengidentifikasi huruf, dan cara menulis
namanya sendiri. Beberapa anak belajar membaca kata-kata yang biasanya muncul bersama
tanda simbol.
2. Tahap 1 : di grade 1 dan 2, banyak anak mulai belajar membaca. Mereka belajar dengan
menggunakan kata-kata (yakni, menyuarakan huruf atau sekelompok huruf dan membentuk
ucapan kata). Dalam tahap ini, mereka juga mampu menguasai penulisan dan pengucapan
huruf.
3. Tahap 2: di grade 2 dan 3, anak makin lancar dalam membaca. Akan tetapi, pada tahap ini,
membaca masih belum banyak digunakan untuk belajar. Mereka disibukkan oleh tugas
membaca sehingga anak tidak punya banyak energi untuk memahami isi bacaannya.
4. Tahap 3 : di grade 4 sampai 8, anak mampu mendapatkan informasi dari bacaannya. Dengan
kata lain, mereka belajar membaca. Mereka masih kesulitan memahami informasi yang
diberikan dari beragam perpekstif dalam teks yang sama. Anak yang pada tahap ini belum
mampu menguasai keahlian membaca, mereka akan mengalami kesulitan serius dalam bidang
akademik.
5. Tahap 4 : banyak murid yang telah menjadi pembaca yang kompeten. Mereka mampu
memahami materi tertulis dari bebrbagai perspektif. Hal ini membuat mereka terkadang terlibat
dalam diskusi yang lebih maju dalam pelajaran sastra, sejarah, ekonomi, dan politik. Bukan
kebetulan bahwa novel-novel baru diberikan pada masa ini, karena pemahaman terhadap novel
membutuhkan pemahaman membaca yang canggih. (Santrock, 2010: 421)
MENULIS
Ketika anak-anak mulai menulis, anak-anak sering kali menciptakan ejaan. Orang tua
dan guru seharusnya mendukung pembelajaran menulis anak-anak, namun tidak perlu terlalu
memedulikan pembentukan kata atau pengejaan. Mengoreksi pengucapan dan penulisan harus
dilakukan secara selektif dan positif sehingga tidak mematahkan semangat menulis anak.
Seperti halnya menjadi pembaca yang baik, menjadi penulis yang baik memerlukan
waktu bertahun-tahun dan banyak sekali latihan. Anak-anak harus memperoleh kesempatan
menulis yang banyak. Ketika keterampilan berbahasa dan kognitif mereka meningkat dengan
intruksi yang baik, demikian pula dengan keterampilan menulisnya. Sebagai contoh,
membangun pemahaman yang lebih rumit terhadap sitaks dan tata bahasa menjadi dasar bagi
penulisan yang lebih baik. Demikian pula keterampilan kognitif sebagai penalaran yang logis
dan teratur. Melalui pelatihan di masa sekolah, para siswa mengembangkan metode-metode
yang rumit untuk mengorganisasikan ide-ide mereka.
Kompetensi menulis siswa saat ini semakin diperhatikan. Salah satu penelitian
mengungkap bahwa 70 hingga 75 persen siswa AS di kelas 4 hingga 12 adalah penulis dengan
prestasi yang rendah. Pelatih di universitas melaporkan bahwa 50 persen lulusan sekolah
menengah atas tidak dapat menulis dengan level mahasiswa.
BILINGUALISME DAN MEMPELAJARI BAHASA KEDUA
Apakah ada periode sensitive dalam mempelajari bahasa kedua? Yaitu, jika seseorang
ingin mempelajari bahasa kefua, seberapa pentingkah usia di mana ia mulai mempelajarinya?
Apakah cara terbaik untuk mengajar anak-anak yang tidak menggunakan bahasa inggris
sebagai bahasa utama?
Mempelajari Bahasa Kedua
Selama bertahun-tahun, dikatakan bahwa jika seseorang tidak mempelajari bahasa
kedua sebelum masa pubertas, ia tidak akan pernah mencapai kelancaran berbahasa untuk
bahasa kedua (Johnson & Newport, 1991). Bagi pembelajar bahasa seperti remaja dan
dewasa, kosa kata baru lebih mudah dipelajari daripada suara atau tata bahasa baru.
Bilingualisme (bilingualism) adalah suatu kemampuan untuk berbicara dengan dua
bahasa. Bilingualismmemiliki efek positif bagi perkembangan kognitif anak. Anak-anak yang
fasih dalam dua bahasa performanya lebih baik dibandingkan teman-temannya yang hanya
menguasai satu bahasa, dalam uji mengendalikan atensi, pembentukan konsep, penalaran
analistis, fleksibilitas kognitif, dan kompleksitas kognitif. Ulasan penelitian menyimpulkan bahwa
anak-anak dengan dua bahasa memiliki tingkat kefasihan yang lebih rendah (misalnya kosa
kata yang lebih sedikit) daripada anak-anak dengan satu bahasa.
Pendidikan Bilingual
Bagaimana cara terbaik untuk mengajar anak-anak ini? Selama dua decade terakhir,
strategi yang dipilih adalah pendidikan bilingual (bilingual education), yang mengajarkan subjek-
subjek akademik kepada anak-anak imigran dalam bahasa asal sembari mengajarkan bahasa
inggris secara perlahan. Para pendukung pendidikan ini menyatakan bahwa seandainya anak-
anak yang tidak mengenal bahasa inggris diajari hanya dalam bahasa inggris, mereka akan
jauh tertinggal pelajarannya. Mereka juga mempertanyakan kemungkinan seorang anak berusia
7 tahun belajar aritmatika atau sejarah yang diajarkan dalam bahasa inggris padahal mereka
tidak berbicara dalam bahasa itu.
Bagaimana hasil program pendidikan bilingual yang ditemukan oleh para peneliti?
Mengambil kesimpulan mengenai efektivitas program pendidikan bilingual merupakan sesuatu
yang sulit karena di sepanjang tahun terdapat variasi di sejumlah program-program ini dalam
hal efek, tipe instruksi, kualitas sekolah di samping pendidikan bilingual, guru, anak0anak, serta
berbagai faktor lainnya. Di samping itu di Amerika Serikat tidak ada studi eksperimen yang
secara efektif dapat membandngkan pendidikan bilingual dengan pendidikan yang hanya
menggunakan bahasa inggris.
Riset mendukung pendidikan bilingual dalam hal:
1. anak-anak mengalami kesulitan dalam mempelajari sebuah subjek seandainya materi
tersebut diajarkan dalam bahasa yang tidak mereka pahami, dan
2. ketika kedua bahasa diintegrasikan di dalam kelas, anak-anak akan belajar bahasa kedua
dengan lebih siap dan lebih bersedia berpartisipasi secara aktif.

Anda mungkin juga menyukai