PENDAHULUAN
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya. Setiap orang yang telah memperoleh penghasilan
wajib untuk membayarkan pajak penghasilannya.
Pajak penghasilan terbagi dua, yaitu pajak penghasilan orang pribadi dan
pajak penghasilan badan. Pajak penghasilan orang pribadi adalah pajak yang
dibayarkan orang pribadi atas pendapatan yang diterimanya. Sistem perpajakan di
Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak
diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang
dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan
oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
1.3 Tujuan
1
1. Mengetahui dan memahami ketentuan mengenai Pajak Penghasilan
Orang Pribadi
1.4 Metode
Dalam makalah ini, metode yang digunakan adalah metode Studi Pustaka,
dimana penulisannya mengacu pada buku-buku referensi mengenai pajak, serta
melihat sumber-sumber yang ada pada internet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri ( SPOPLN)
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2.1.2.2 Subjek Pajak Warisan
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak:
a. Subjek Pajak warisan dapat menggantikan pemenuhan kewajiban
pajak dan penunjukkan yang mewariskan (Almarhum).
b. Apabila warisan telah terbagi kepada ahli waris, maka kewajiban
pajak Almarhum harus diselesaikan oleh ahli warisnya tersebut.
2.1.2.3 Subjek Pajak Badan
a. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
b. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya
sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya
lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan
subjek pajak.
4
2.1.2.4 Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap
5
a. Kantor perwakilan negara asing
b. Penjabat penjabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau penjabat
penjabat lain dari negara asing dan orang- orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama sama
mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperboleh penghasilan di luar jabatan atau
peerjaannya tersebut, serta negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik
c. Organisasi organisasi internasional dengan syarat ; (a) Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut (b) tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lainnya untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah dan dananya berasal dari iuran para anggota.
d. Penjabat penjabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara indonesia dan
tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasian dari Indonesia
6
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengermbalian utang.
g. Deviden dengan nama dan bentuk apapun.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
i. Sewa dan pengasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntunggan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p. Tambahan kekayan neto yang berasal dari pengasilan yang belum
dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan .
s. Surplus Bank Indonesia.
2.1.5Kewajiban Mengsi Dan Menyampaikan SPT Tahunan PPH Wajib
Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak orang pribadi setiap tahun harus melaporkan penghasilannya
yang diperoleh selama satu tahun. Penghasilan yang dilaporkan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis wajib pajak yang berupa uang dan berupa barang
(sesuai dengan pasal 4 ayat 1 UU PPh). Seandainya ada penghasilan netto yang
belum dilaporkan dalam tahun yang sebelumnya maka dapat dilaporkan dengan
mengadakan pembetulan atas SPT yang telah dilaporkan. Yang diwajibkan
menyampaikan SPT Tahunan adalah:
a) Wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas.
b) Wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari modal dan lain-lain
7
c) Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dan / atau
yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan lebih dari satu pemberi kerja.
d) Kuasa warisan yang belum terbagi
e) Pejabat negara, PNS, anggota ABRI dan pegawai BUMN/BUMD sesuai
dengan Keputusan Presiden No. 33 tahun 1996
f) Warga negara Indonesia yang bekerja pada perwakilan negara asing dan
perwakilan organisasi internasional
g) Orang asing yang berada di Indonesia
2.1.6 Penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah
:
Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan bagi Wajib Pajak orang
pribadi pegawai tetap atau pensiunan adalah jumlah penghasilan bruto setelah
dikurangi biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak
Kena Pajak.
8
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21
adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
9
Jumlah penghasilan yang melebihi Rp300 ribu sehari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah
mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif
yang diterima dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp3 juta; 50% dari
jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai yang menerima
penghasilan sehubungan dengan jasa (rinciannya dapat dilihat pada seri PPh Pasal
21 bagian ke 2) yang menerima penghasilan yang tidak bersifat
berkesinambungan. Apabila penerima penghasilan tidak termasuk dalam kategori
yang disebutkan di atas maka dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21
yang berlaku adalah jumlah penghasilan bruto.
1. Biaya jabatan
10
2. Iuran iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendirinya telah disahakan oleh Menteri Keuangan atau
badan penyelenggaraan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dipersembahkan dengan dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah), besarnya penghasilan kena pajak
dihitung sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.
11
B. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pagawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan
secara bulanan, tarif lapisan pertama pasal 17 UU PPh (5%) diterapkan
atas :
a. Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp 300.000,00 (tiga
ratus ribu rupiah)
b. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal
jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).
Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah
melebihi Rp 8.200.000,00 (delapan juta dua ratus ribu rupiah, PPh Pasal
21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 UU PPh atas jumlah
penghasilan kena pajak yang disetahunkan.
12
PPh Pasal 21 = 50% x kumulatif penghasilan bruto x tarif Ps 17
UU PPh
13
Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dan bersifat final
diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan
atas pekerjaan ,jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
subjek pajak luar negeri dengan memperhatikan ketentuan persetujuan
penghindaran pajak berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan
negara domisili subjek pajak luar negeri tersebut.
Catatan:
Tarif PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan
PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut:
14
Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 rang untuk
setiap keluarga.
SAAT TERUTANG
Saat terutang PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 dibagi menjadi dua yaitu bagi
penerima penghasilan dan pemotong penghasilan. Bagi penerima panghasilan
adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutang penghasilan yang
bersangkutan, sedangkan bagi pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 adalah
akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
15
2.1.11 Saat Terutang PPh Pasal 21
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala
dibedakan menjadi dua, yaitu:
16
1. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan,
baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur.
a. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada
sejak awal tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau
berhenti bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang
dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima
atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur,
selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong
pajak.
b. Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewjiban pajak subjektifnya
baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan
Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah
seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang
bersifat teratur maupun tidak teratur yang disetahunkan.
2. PPh Pasal 21 terutang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan
tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan
Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh
penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak
dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender
yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
3. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan
sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas
seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong
pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal
pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan
pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap
yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotong PPh
Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap
17
yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh
Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa
pajak yang sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh
pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah mempertimbangkan
jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh
pemotong pajak kepada pegawai tetap yang bekerja.
III. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga
Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang menerima Upah
Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku
Harian atau Mingguan
1. Tentukan jumlah upah / uang saku harian, atau rata-rata upah / saku yang
diterima atau diperoleh dalam sehari :
a. Upah / uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam
seminggu
b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang
dihasilkan dalam sehari
c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan borongan
2. Dalam hal upah / uang saku harian atau rata-rata upah / uang saku harian
belum melebihi Rp.300.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp.3.000.000 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
3. Dalam hal upah / uang saku harian atau rata-rata upah / uang harian telah
melebihi Rp.300.000 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp.3.000.000 maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah
/ uang saku harian atau rata-rata upah / uang saku harian setelah dikurangi
Rp. 300.000 dikalikan 5%
18
4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam
bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp. 3.000.000 dan
kurang dari Rp. 8.200.000, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
sebesar upah / uang saku harian atau rata-rata upah / uang saku harian
setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%
5. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu
bulan kalender telah melebihi Rp.8.200.000 maka PPh Pasal 21 dihitung
dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah
upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP.
PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tersebut dbagi 12.
IV. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga
Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah
yang Dibayarkan secara Bulanan.
PPh Pasal 21 dihitung dengn cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a
UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
selama 1 tahun kalender.
19
VII. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun yang
Masih Berstatus sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun
Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto. Dihitung
dengan menerapkan Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan
ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan dari Negara yang telah
mempunyai P3B dengan Indonesia.
XI. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri bukan
Pegawai, Atas Imbalan yang Bersifat Berkesinambungan
Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 serta tidak
memperoleh penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif
Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak
dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah
sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
20
Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain
dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 serta
memperoleh penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif
Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% dari jumlah
penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.
1. Kuncoro (status menikah, belum punya anak) pada tahun 2016 bekerja pada
PT Sejahtera dengan gaji Rp 4.000.000 per bulan. Iuran pensiun yang dibayar
sebesar Rp 100.000 setiap bulan. Berapa PPh terutang?
Jawab : (PTKP yang lama)
21
Catatan : Besarnya biaya jabatan untuk tahun pajak 2016, 2015, 2014, 2013
dan 2012 adalah sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto. Besarnya
biaya jabatan setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun.
2. Wiliam pegawai pada perusahaan PT Tani, menikah dan belum punya anak,
memperoleh gaji sebulan Rp 6.000.000. PT Tani mengikuti program BPJS
Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing 0,5% dan 0,3% dari gaji.
PT Tani menanggung iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji setiap
bulan. Disamping itu PT Tani juga mengikuti program pensiunnya untuk
pegawainya. Wiliam membayar uang pensiun sebesar Rp. 100.000
Jawab :
22
3. Kuntum karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga orang anak
bekerja pada PT Abadi. Suami kuntum merupakan seorang PNS di Dinas
Pendidikan Kota Padang. Kuntum menerima gaji Rp 3.000.000 sebulan. PT
Abadi mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan
membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan , sebesar Rp 40.000 sebulan. Kuntum juga
membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000 sebulan, disamping itu perusahaan
membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,7%
dari gaji, sedangkan Kuntum membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan
sebesar 2% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1% dan
0,3% dari gaji. Pada bulan Juli 2016 disamping menerima pembayaran gaji
Kuntum juga menerima uang lembur sebesar Rp 2.000.000. PPh terutang?
23
Jawab :
Catatan :
Karena suami Kuntum mempunyai penghasilan, besarnya PTKP
Kuntum adalah PTKP untuk dirinya sendiri.
Mulai Januari 2016, PTKP Naik Jadi Rp54 Juta Per Tahun
(http://www.kemenkeu.go.id)
24
25.000.000. dr. Kang membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000 setiap
bulannya. PPh terutang?
Jawab :
5. Rudolfo adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pada bulan Januari
2017dalam mata uang asing sebesar US$ 2.000 sebulan. Kurs yang berlaku
pada saat gaji dibayarkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah
Rp 13.359 per US$1.00 (1 bulan terakhir ; bulan Desember 2016). Rudolfo
menikah dan mempunyai 1 anak.
Jawab :
25
6. Waluyo adalah warga Negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang
asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit), pada bulan Agustus 2016 memperoleh gaji sebesar Rp
8.000.000 sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Hitunglah PPh Waluyo
yang berstatus menikah dengan 4 orang anak. Nilai beras dan gula dihitung
berdasarkan harga pasar yaitu :
Harga beras : Rp 10.000 per kg
Harga gula : Rp 8.000 per kg
Jawab :
26
27
DAFTAR REFERENSI
Primandita Fitriandi, Yuda Aryanto, dan Agus Puji Priyono, 2015, Kompilasi
Undang-Undang Perpajakan Terlengkap Susunan Satu Naskah, Salemba
Empat, Jakarta
http://www.kembar.pro/2015/10/menghitung-pajak-penghasilan-tarif-pph-21-
terbaru-2015.html
http://news.ddtc.co.id/artikel/6908/pph-pasal-21-5-dasar-pengenaan-dan-
pemotongan/
https://www.online-pajak.com/id/ptkp-terbaru-pph-21
http://pajak.go.id/content/251124-biaya-jabatan-dan-biaya-pensiun
http://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/8103-penghasilan-yang-
dikecualikan-dari-pengenaan-pph-pasal-21.html
iv