1. Pengertian
Fungsi kognitif adalah kemampuan untuk memberikan alasan, mengingat, persepsi,
orientasi, memperhatikan, serta memberikan keputusan (Stuart dan Laraia, 1998).
Sehingga gangguan kognitif merupakan respons maladaptif yang ditandai dengan adanya
gangguan daya ingat, disorientasi, inkoheren, salah persepsi, penurunan perhatian serta
sukar berpikir secara logis. Gangguan ini membuat individu berada dalam kebingungan,
tidak mampu memahami suatu pengalaman dan tidak mampu menghubungkan kejadian
saat ini dengan kejadian yang lampau.
2. Rentang Respon Kognitif
Fungsi kognitif dapat berfluktuasi sepanjang rentang respons adaptif dan
maladaptive (lihat gambar 1). Fluktuasi fungsi kognitif ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
kecemasan klien. Gangguan kognitif kebanyakan dialami oleh klien dengan gangguan
mental organik dan gangguan ini dapat terjadi secara episodik atau terus menerus.
Respons
adaptif Respon maladaptif
Gambar 1. Rentang Respons Kognitif (dikutip dari Stuart dan Laraia, 1998)
Selanjutnya pada bab ini akan dibahas dua kondisi yang paling sering terjadi
gangguan kognitif yaitu delirium dan dimensia.
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau, ditandai dengan kekacauan kesadaran,
yang meliputi salah persepsi dan perubahan proses pikir (Stuart dan Laraia, 1998;
Townsend, 1993). Umumnya gangguan ini terjadi dalam waktu yang singkat (biasanya satu
minggu, jarang terjadi lebih dari satu bulan).
Manifestasi yang muncul berfluktuasi antara agitasi, gerakan yang tidak terarah,
tremor, ketakutan, ansietas, depresi, euphoria, apatis termasuk gangguan pola tidur.
Teradapat pula kemungkinan terjadinya kekacauan bicara, inkoheren, disorientasi,
gangguan memori dan persepsi yang salah seperti ilusi dan halusinasi (Townsend, 1993).
Sedangkan dimensia adalah gangguan fungsi kognitif yang ditandai oleh penurunan
fungsi intelektual yang berat disertai kerusakan daya ingat; pemikiran abstrak dan daya
nilai; emosi dan kepribadian (Stuart dan Laraia, 1998; Wise dan Gray, 1994 dikutip dalam
Townsend, 1993).
Menurut Stuart dan Laraia (1998) dimensia dapat pula terjadi pada segala usia,
tetapi yang paling banyak terjadi adalah para lansia. Tidak seperti delirium, pada dimensia
proses terjadinya perlahan-lahan. Kemampuan berbahasa individu tidak selalu terganggu,
namun pada dimensia yang berat klien dapat mengalami aphasia. Perubahan kepribadian
dan gangguan aktivitas motorik biasanya terjadi. Pada kebanyakan kasus dimensia
merupakan kondisi yang ireversibel. Pada tabel 1 dapat dilihat perbedaan antara delirium
dan dimensia.
Tabel 1. Perbandingan antara delirium dan dimensia (dikutip dari Stuart dan Laraia, 199)
Delirium Dimensia
Proses terjadinya Cepat (beberapa jam Perlahan-lahan
sampai dengan beberapa (beberapa tahun)
hari)
3. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi biologis dan sistem saraf
pusat. Sistem saraf pusat memerlukan nutrisi untuk dapat berfungsi dan setiap adanya
gangguan pengiriman nutrisi dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi ini.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan kognitif adalah
a) Faktor usia
Degenerasi yang berhubungan dengan proses menua
b) Faktor neurobiologis
Gangguan suplay oksigen, glukosa, dan zat-zat makanan yang penting untuk fungsi otak :
Arterioschlerotic vascular (sklerosis pada pembuluh darah arteri)
Transient ischemic attack (serangan iskemik singkat)
Perdarahan otak
Gangguan infark pada otak kecil
c) Penumpukan racun pada jaringan otak
d) Penyakit lever kronis
e) Penyakit ginjal kronis
f) Kekurangan vitamin (khususnya tiamin/B1)
g) Malnutrisi
h) Faktor genetik
i) Gangguan genetik
Selain itu, gangguan jiwa seperti skizophrenia, gangguan bipolar dan depresi juga dapat
mempengaruhi fungsi kognitif
2) Faktor Presipitasi
Setiap kelainan atau gangguan pada otak dapat menjadi faktor presipitasi pada gangguan
kognitif. Kelainan atau gangguan tersebut antara lain :
a) Hipoksia
b) Gangguan metabolisme termasuk hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoglikemia, penyakit
adrenal
c) Racun pada otak
d) Adanya perubahan struktur otak akibat tumor atau trauma
e) Stimulus lingkungan yang kurang atau berlebihan yang mengakibatkan gangguan sensoris
Secara spesifik stressor untuk delirium adalah racun, trauma, kekurangan atau kelebihan
stimulus. Sedangkan untuk dimensia adalah hipertensi, hipotensi, anemia, hydrocephalus
bertekanan normal, defisiensi vitamin, keracunan virus yang lambat, hiperglikemia, tumor,
hipertermia, hipotermia, atropi jaringan otak
3) Mekanisme Koping
Seseorang yang pernah menggunakan mekanisme koping konstruktif pada masa lalu akan
lebih mampu untuk mengatasi masalah gangguan kognitif dibandingkan individu yang
sebelumnya telah memiliki kesulitan dalam penyelesaian masalah. Biasanya mekanisme
koping yang dipakai berlebihan sebagai usaha individu untuk beradaptasi terhadap
kehilangan kemampuan kognitif
Perawat perlu melindungi klien dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dengan
menggantikan mekanisme koping yang dimiliki individu dengan cara mengorientasikannya
kepada realitas secara terus menerus. Mekanisme pertahanan yang terlihat pada klien
gangguan kognitif antara lain regresi, denial, dan kompensasi.
4) Perilaku
Perilaku yang dimanifestasikan klien dengan dimensia merupakan usaha untuk mengatasi
kehilangan kemampuan kognitif. Perilaku tersebut dapat meliputi rasa curiga, bermusuhan,
depresi, mencela/memaki dan menarik diri.
Pada klien dengan delirium perilaku yang mungkin muncul adalah gelisah, hipersomolen,
insomnia, hiperaktivitas, tremor, depresi dan perilaku merusak diri (Townsend, 1993).
2. Masalah Keperawatan
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan untuk klien dengan gangguan kognitif
harus dipertimbangkan kemungkinan stressor yang mendasari dan perilaku klien. Jika
kemampuan kognitif klien mengganggu peran sertanya dalam proses perencanaan
perawatan mungkin perlu melibatkan orang terdekat kliem dalam proses perumusan
diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan.
Sedangkan contoh masalah keperawatan yang mungkin terdapat pada gangguan
kognitif adalah (Capernito, 1995) :
1) Ansietas
2) Dehidrasi
3) Ketakutan
4) Isolasi sosial
5) Risiko cidera
6) Gangguan pola tidur
7) Perubahan proses pikir
8) Kerusakan komunikasi
9) Perubahan fungsi peran
10) Koping individu tidak efektif
11) Risiko kerusakan integritas kulit
12) Perubahan pemeliharaan kesehatan
13) Koping keluarga tak afektif; ketidakmampuan
14) Defisit perawatan diri : mandiri/hygiene, berpakaian/berhias, makan, toileting
15) Perubahan sensori persepsi (uraiakan) penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan,
penghidu.
Contoh diagnosa keperawatan untuk klien gangguan kognitif adalah sebagai berikut :
1) Kerusakan komunikasi berhubungan dengan perubahan proses pikir
2) Risiko mencedarai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
(2) Komunikasi
Perkenalkan diri perawat
Tunjukkan rasa penghargaan kepada klien dengan tulus
Gunakan komunikasi verbal yang jelas dan singkat
Minta klien untuk melakukan suatu aktivitas sederhana (satu per satu)
Pelajari kehidupan masa lampau klien
Sarankan penggunaan mekanisme koping yang konstruktif
Kurangi agitasi dengan memberikan rasa aman dan nyaman
Berikan penjelasan yang dibutuhkan klien secara spesifik
Tawarkan pilihan kepada klien (jika klien mampu)
Sediakan jadwal kegiatan
Hindari perebutan kekuatan (jika klien menolak permintaan, perawat sebaiknya tidak
memaksa, tinggalkan klien sebentar dan kembali lagi beberapa menit kemudian)
Libatkan klien dalam asuhan keperawatan jika memungkinkan
Libatkan anggota keluarga
Gunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat
Buatkan jadwal kegiatan
Prinsip tindakan pada klien dengan gangguan kognitif dapat menggunakan pendekatan
prinsip konservasi Myra Levines (lihat tabel 3)
Pada tabel tiga dapat dilihat rencana pendidikan kesehatan yang dapat digunakan dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan kognitif dalam konteks
keluarga.
Tabel 3. Rencana Pendidikan Kesehatan untuk Keluarga Klien dengan Gangguan Kognitif