Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAULUHAN

1.1 Latar Belakang

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di
dalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanandan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid),
tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer.Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan
berasal dariinvaginasi hipoblas di tempat ini.

Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh
infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui
hidungatau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti
organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan
memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang. Tetapi bilatonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau
virus tersebut maka akantimbul tonsillitis.

Tonsil menyaring dan melindungi saluran pernafasan serta saluran


pencernaan dari invasi organisme patogen dan berperan dalam pembentukan
antibodi. Meskipun ukuran tonsil bervariasi, anak-anak umumnya memiliki tonsil
yang lebih besar daripada remaja atau orang dewasa. Perbedaan ini dianggap
sebagai mekanisme perlindungan karena anak kecil rentan terutama terhadap
ISPA.
Jika sering trinfeksi, tonsil dapat menjadi sumber infeksi. Dengan
berulangnya infeksi, jaringan limfoid dapat menjadi hipertrofi atau mengecil dan
fibrotik. Karena itu tonsil pada anak yang lebih tua dapat besar atau kecil. Dengan
adanya tonsilitis berulang, seringkali jaringan limfoid tonsil membesar. Kadang-
kadang, meskipun jarang, pembesaran tonsil menyebabkan obstruksi pada waktu
bernapas, terutama malam hari. Kemudian terjadi serangan apnea yang dapat
berlanjut terus. Juga terjadi pembesaran adenoid. Pada keadaan ini, aliran udara
tersumbat dan anak kemudian bernapas dengan mulut. Juga, karena tuba Eustasius
tersumbat, dapat terjadi otitis media atau glue ear, menyebabkan tuli.

Infeksi akut saluran nafas bagian atas pada anak-anak merupakan hal yang
sering dijumpai oleh dokter umum. banyak terdapat antara pengobatan dengan
operasi dan pengobatan medikamentosa pada penyakit-penyakit ini, karena baik
pengobatan medikamentosa ataupun pengobatan dengan operasi ditentukan oleh
perubahan fisiologis yang terjadi selama masa pertumbuhan anak. Sangat
diketahui lebih dalam mengenai fisiologi tonsil dan adenoid. Tonsil dan adenoid
membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran
pencernaan yang dikenal sebagai cincin waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini
dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe di mulut tuba eustachii. Kumpulan
jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi
anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-
jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi
pada masa anak-anak dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan
jaringan ini berfungsi sebagai suatukesatuan, maka pada fase aktifnya,
pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa
jaringan.
1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menambah ilmu mengenai diagnosis


penyakit tonsillitis dan penanganannya serta syarat penilaian kpaniteraan klinik
ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi tonsil

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil.
Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus kontriktor
faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.

Tonsil terdiri atas:

1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di
belakang koana.
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapiss gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih
tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufiensi
velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah perkembangan
tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan
terganggunya saat tidur karena gangguan pada jalan nafas

Abses peri tonsil terjadi setalah serangan akut tonsilitis. Kira-kira


seminggu setelah permulaan sakit, penderita mulai merasa tidak sehat dan demam,
serta disfagia timbul kembali. Gejala karakteristik abses peri tonsil ialah adanya
trimus, tanpa gejala ini diagnosis abses peri tonsil mungkin salah.

Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat


pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan
mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas
warisan dari ibu mulai menghilang dari tubuh. Tonsil dan adenoid merupakan
organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan
humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat
memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral
bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat
immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang
dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap
bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulan ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran
tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.
Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat
menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang:


1. Karotis eksterna, melalui cabang cabanfnya, yaitu: A. maksilaris
eksterna (A. Facialis) dngan cabangnya tonsilaris dan A. palatine asenden
2. Maksilaris Interna dengan cabangnya A. palatine desenden
3. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal
4. Faringeal asenden, sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil:
Anterior : lingualis dorsal
Posterior: A. palatine asenden.
Diantara keduanya: A. tonsilaris
5. Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:
Faringeal asenden
Palatina desenden

2.2 Pengertian
1. Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri keelompok
A strepbeoccus betahemotitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri
jenis lain atau oleh inveksi virus. (Hembing, 2004).
2. Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel) yang sangat
sering ditemukan, terutama pada anak-anak. (www.mediastore.com).
3. Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat disembuhkan sendiri,
berlangsung sekitar 5 hari dengan disertai disifagia dan demam.
(Megantara, Imam, 2006).
2.3 Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )
yaitu :

1. Tonsilitis Akut
A. Tonsilis viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai


rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika
terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan
pasien.

B. Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,


hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan
detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini
menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.

2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri

Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne


bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik

Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat


dalam susu sapi.

c. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)

Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang


didapatkanpada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.

3. Tonsilis Kronik

Tonsilitis kronik adalah hasil dari serangan tonsititis akut yang ebrulang.
Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan
akutkripta, mempertahankan bahan purutenta dan kalenjar regional tetap
membesar akhirnya hasil memperlihatkan pembesaran dan gambaran karet
busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sakharin,
R.M. 1993).Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

a. Tonsilitis falikulari

Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat


diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.Detritus
ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa
makanan yang tersangkut.

b. Tonsilitis Lakunaris

Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk)


permukaan tonsil.

2.4 Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari


Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General
of the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

1. 25% disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa


penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.
2. 25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
3. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :

1. Streptokokus hemolitikus Grup A

2. Hemofilus influenza
3. Streptokokus pneumonia

4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).

2.5 Patofosiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel
atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi
yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan
infeksi atau virus.

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan


limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu
maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit
tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan
kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam
daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit,
sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat
pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental.
Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh
detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

2.6 Manifestasi Klinik

1. Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitan


dalam menelan.
2. Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal
/ kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil
membangkak.
3. Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit
menekan terkadang muntah. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan
kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
4. Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi
telinga bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat
rendahnya yang pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen
(Baughman, 2002).

2.7 Pemeriksaan

Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat


kesehatan yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang
berkaitan. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Jika
tonsil adenoid ikut terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif
yang mengakibatkan kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan
pemeriksaan audiometik secara menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dapat
dilakukan jika diperlukan.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari tonsillitis kronik
yang mungkin tampak, yakni:

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketen ke jaringan


sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau
seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengkeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen

Ukuran tonsil dibagi menjadi:

T0 : Post tonsilektomi

T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris

T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian


(pilar posterior

T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median

T4 : sudah me;ewati garis median


2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok
yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise,
kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

b. Pemeriksaan fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta
membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat
pada kripta.
c. Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari
sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan bberapa macam
kuman dengan berbagai derajat keganansan, seperti Streptokokus beta
hemolitikus grup A, Streptokokus viridians, Stafilokokus, atau
Pneumokokus.

2.9 Diagnosa Banding

Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai


berikut :

1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya


membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)

a. Tonsilitis Difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua


orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi
menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan
nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga
bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat
terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat
menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan dan pada
ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan
faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar
submandibula membesar.

c. Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu


yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran
darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar.
Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk
beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus


a. Faringitis Tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien


adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri
hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar
limfa leher.

b. Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau


tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh
disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa
mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra (Lues)

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring


kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas
dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis Faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat
mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar
jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan


dengan nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi).
Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan
atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan (Adams, 1997, Kasenmm,
2005).
2.10 Penatalaksanaan
a. terapi Lokal

Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan


dan status nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu
dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil menyebabkan
kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan nafsu
makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan
operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari
perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic,
obat kumur dan vitamin C dan B.

Terapi lokal bertujuan pada higiene mulut atau obat hisap yaitu antibiotik
dan analgesik (Eviaty, 2001).

b. Indikasi Tonsilektomi

Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and


Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :

1. Indikasi absolut

a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas


atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal

b) abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan


drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.

c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi

2. Indikasi relatif

a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak


diberikan pengobatan medik yang adekuat
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap
pengobatan medik

c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang


tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -
laktamase.

2.11 Komplikasi

Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat.


Demam rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah
kuman streptokokus.

Komplikasi yang lain dapat berupa :

Abses pertonsil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk.
2007 ).

Otitis media akut

Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius


(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah
pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk.
2007 ).
Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke


dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).

Laringitis

Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk


larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa
karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves,
Roux, Lockhart, 2001 ).

Sinusitis

Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau


lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa (
Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

Rhinitis

Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan


nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke


daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh
dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah
sebagai berikut :

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi


berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening
atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

d. Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi


pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan


fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan


tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi Organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura


e. Artritis dan fibrositis

2.12 Pencegahan
Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara
umum disebutkan bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya
infeksi rongga mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi
tonsil.
Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan adalah:
Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-
organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis.
Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan, setidaknya
hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan
kuman) mendapatkan antibiotika.

2.13 Prognosa
Tonsillitis biasanya sembuh beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat timbul dapat
membuat penderita lebih nyaman. Bila antibiotic di berikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotic harus dikonsumsi, bahkan walaupun penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu singkat, gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi
bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lain, seperti infeksi telinga dan
sinus pada kasus yang serius, tonsillitis dapat menyebabkan demam rematik dan
pneumonie.
Baik setelah dilakukan tonsilektomi dan sebelum terjadinya komplikasi
lebih lanjut.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri keelompok
A strepbeoccus betahemotitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis
lain atau oleh inveksi virus. (Hembing, 2004).
Tonsilitis kronis adalah infeksi kronis pada jaringan tonsil. Banyak terjadi
pada anak usia 5-10 tahun meskipun beberapa kejadian didapatkan pada usia
dewasa.
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri
tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,
nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.
Dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil, abses
parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat
timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan
infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis
akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi
(artritis) dan vaskuler (plebitis).
Penatalaksanaan dapat bersifat lokal dan dengan tonsilektomi dengan
indikasi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai