A. Latar Belakang
Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat
dimakan atau digunakan sebagai makanan yang aman dan sehat serta tidak
dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto,
1982). Susu merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri dari lemak,
karbohidrat, protein dan banyak senyawa karbon lainnya serta garam-garam
anorganik yang terlarut atau terdispersi dalam air (Marliyati, 1982). Susu
merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah
dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat namun hingga saat ini
kualitas dan manfaatnya belum banyak dipahami oleh masyarakat (Eirry, 2005).
Tingginya kandungan bakteri didalam susu disebabkan oleh kontaminasi sebagai
akibat penanganan susu yang tidak hygienis. Kontaminasi bakteri pada susu tidak
dapat dihindari kecuali dengan memperkecil kemungkinan terkontaminasi dan
menghambat pertumbuhan bakteri.
Susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diolah
menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat
(135O C - 145O C) selama 2-5 detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan
untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan
spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan
nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak
berubah seperti susu segarnya. Susu UHT dikemas secara higienis dengan
menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih, Kemasan
multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya.
Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan
aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap
cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan
terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan tetap
terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi satu per satu
secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses tersebut secara otomatis
dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia sehingga menjamin
produk yang sangat higienis dan memenuhi standar kesehatan internasional.
Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah simpannya yang sangat panjang ada
susuh kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu
dimasukkan ke lemari pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan
produk susu cair lainnya seperti susu pasteurisasi. Selain itu susu UHT merupakan
susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab
penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis
sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada
proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar)
dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah.
Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptic multilapis menjamin
susu UHT bebas bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan
tak perlu disimpan di lemari pendingin hingga 10 bulan setelah diproduksi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Susu UHT
1. Definisi susu UHT
Susu UHT (Ultra High Temperatur) adalah susu yang telah mengalami
pemanasan diatas titik didih. Susu dipanaskan pada suhu 109 1120C selama 20
40 menit. Biasanya kedalam produk ini harus ditambahkan beberapa vitamin
tertentu, antara lain : vitamin C dan vitamin B1, yang rusak karena pemanasan
yang tinggi. Pada produk ini kadang-kadang ditemukan bau gosong, yang
disebabkan adanya gugusan laktosa yang turut terbakar (Mirnawati dkk, 1993).
Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan
kemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk
membunuh seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik. Secara
kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses
pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah susu
segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Hal ini didukung
oleh perlakuan pra panen hingga pasca panen yang terintegrasi. Pakan sapi harus
diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari
antibiotika dan bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan
menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga harus
didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya adalah
pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerah dan
sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperah harus diberli perlakuan dingin
termasuk transportasi susu menuju pabrik.
Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu UHT juga
harus dilakukan dengan sanitasi yang maksimum yaitu dengan menggunakan alat-
alat yang steril dan meminimumkan kontak dengan tangan. Seluruh proses
dilakukan secara aseptik (Manik dkk, 2006). Kerusakan susu UHT sangat mudah
dideteksi secara visual, ciri utama yang umum terjadi adalah kemasan
menggembung. Gembungnya kemasan terjadi akibat kebocoran kemasan yang
memungkinkan mikroba-mikroba penbusuk tumbuh dan memfermentasi susu.
Fermentasi susu oleh mikroba pembusuk menghasilkan gas CO2 yang
menyebabkan gembung. Kerusakan juga ditandai oleh timbulnya bau dan rasa
yang masam. Selain menghasilkan gas, aktivitas fermentasi oleh mikroba
pembusuk juga menghasilkan alkohol dan asam-asam. Fermentasi susu oleh
bakteri pembusuk juga pembusuk juga menyebabkan koagulasi dan pemecahan
protein akibat penurunan pH oleh asam-asam organik. Koagulasi dan pemecahan
protein inilah yang menyebabkan tekstur susu rusak yaitu menjadi pecah dan agak
kental (Ali dkk, 2003).
b) Termisasi
Setelah tahap mixing, proses pembuatan susu UHT dilanjutkan dengan
tahap termisasi atau pemanasan awal. Tahap termisasi merupakan tahap dimana
susu dipanaskan pada suhu rendah sebelum di pasteurisasi. Pada tahap ini susu
mulai dipanaskan hingga suhu sekitar 650C dalam waktu beberapa detik (Legowo,
2005).
c) Pasteurisasi
Tahap pasteurisasi pada proses pembuatan susu UHT adalah dengan jalan
memanaskan susu pada suhu sekitar 80 900C selama beberapa detik (Legowo,
2005). Tujuan dari pasteurisasi adalah untuk membebaskan susu dari mikrobia
patogen sehingga susu aman untuk dikonsumsi. Pasteurisasi juga dimaksudkan
untuk menurunkan jumlah total mikrobia khususnya yang merugikan sehingga
dapat memperpanjang daya simpan produk susu tersebut (Widodo, 2003).
d) Homogenisasi
Setelah pasteurisasi susu selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah
homogenisasi. Proses homogenisasi susu dilakukan pada tekanan sekitar 2900 psi
(Legowo, 2005). Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya
globula globula lemak susu (Hadiwiyoto, 1983).
e) Sterilisasi
Tujuan utama sterilisasi adalah membunuh seluruh bakteri baik pathogen
maupun non pathogen dan menurunkan jumlah spora bakteri agar susu dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa pendinginan (Widodo, 2003). Pada
tahap ini susu homogen yang dihasilkan setelah homogenisasi kemudian
diteruskan ke PHE (Plate Heat Exchange) dan dipanaskan pada suhu 135
1400C selama 3 5 detik. Proses sterilisasi merupakan pemanasan utama (main
heating) pada pembuatan susu UHT (Legowo, 2005). Sterilisasi UHT
menyebabkan kehilangan sejumlah vitamin C, asam folat, vitamin B12 dan kira
kira 20% tiamin serta menyebabkan denaturasi protein protein serum sampai
70%, terutama hemoglobin. Denaturasi protein protein yang mudah larut
menyebabkan susu berwarna lebih putih (Soeparno, 1992).
f) Regenerasi
Setelah susu dipanaskan melalui proses sterilisasi, kemudian susu segera
didinginkan melalui tahap regenerasi. Pada tahap ini suhu susu diturunkan hingga
suhu 280C ( Legowo, 2005).
b) Proses Pasteurisasi
Proses pasteurisasi yang dilakukan dengan menggunakan pasteurizer ini
merupakan CCP atas bahaya mikrobiologi. Bahaya mikrobiologi yang berupa
mikroba pathogen ini dapat timbul apabila suhu dan waktu yang digunakan pada
proses pasteurisasi tidak tercapai. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah
dengan memeriksa temperature dan waktu pasteurisasi secara periodic selama
proses produksi. Suhu pasteurisasi yang digunakan pada proses produksi susu
UHT di PT. Susu UHT adalah 82oC 86oC, dengan waktu pasteurisasi 30 detik.
Hal lain yang perlu dilakukan dalam tindakan pengendalian bahaya adalah
kalibrasi alat pencatat suhu dan waktu yang berada pada pasteurizer dan dilakukan
pengendalian dengan cara CIP yang benar. Tindakan koreksi yang mungkin
dilakukan pada proses pasteurisasi adalah menghentikan proses jika suhu dan
waktu pasteurisasi tidak tercapai dan dilakukan pasteurisasi ulang. Dan untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya bahaya perlu juga dilakukan tindakan
koreksi berupa kalibrasi alat dan perketat proses CIP.
c) Proses sterilisasi merupakan CCP. Bahaya yang mungkin timbul pada proses ini
adalah mikroba pathogen, bila suhu sterilisasi tidak tercapai. Suhu sterilisasi yang
digunakan pada proses produksi susu UHT di PT. Susu UHT adalah 142oC
145oC selama 4 detik. Pengendalian bahaya pada proses ini dilakukan dengan
memeriksa temperature secara periodic (5 kali per kode produksi) selama proses
produksi berlangsung.Pemeriksaan ini dilakukan dengan inspeksi visual terhadap
panel pengatur suhu dan layar penunjuk suhu pada sterilizer. Pencatatan suhu
hasil inspeksi dilakukan setiap satu kali dalam satu jam dan dilakukan sebanyak
lima kali untuk setiap kode produksi. Apabila terjadi penyimpangan pada proses
sterilisasi, maka tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah menghentikan
proses produksi jika suhu sterilisasi tidak tercapai dan dilakukan sterilisasi ulang.
Sedangkan tindakan pencegahan yang mungkin dilakukan untuk mengantisipasi
terjadinya penyimpangan pada proses sterilisasi adalah dengan melakukan
kalibrasi alat pengukur suhu pada sterilizer dan dengan memperketat proses CIP
(sanitasi alat).
Anonim. http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id
Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.