Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki beberapa sistem didalam tubuhnya, salah satunya
adalah sistem neurologi yang berfungsi mengkoordinasikan seluruh sistem di
dalam tubuh. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk menkoordinasi,
menafsirkan, dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan
sekitarnya. Pengaturan sistem syaraf memungkinkan terjalinnya komunikasi
antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit
yang harmonis. Dalam sistem inilah terdapat segala fenomena kesadaran, pikiran,
ingatan, bahasa, sensasi, dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami,
mempelajari, dan merespons suatu rangsangan merupakan hasil kerja terintegrasi
sistem persyarafan yang mencapai puncaknya dalam bentuk kepribadian dan
tingkah laku individu.
Pelayanan keperawatan adalah bagaian integral dari pelayanan kesehatan
lainnya, dalam memberikan pelayanan keperawatan seorang perawat harus dapat
memberikan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan menjadikan
kepuasan tersendiri bagi pasien. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut yang
sekaligus memberikan kepuasan pada pasien, perawat harus bekerja secara
professional dalam pelaksanaannya, sehingga diperlukan suatu pendekatan teori
atau konsep yang dapat menjadi acuan dalam melaksanakan praktek keperawatan
bagi profesi keperawatan.
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan
suatu bentuk pelayanan professional yang komprehensif didasarkan pada ilmu
keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti
perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan
yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien
saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan asfek
2
3) Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah
kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan
asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan
lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan
sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan criteria
penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi
akan menimbulkan komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu misalnya
pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus 9 segera dilakukan
untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau kematian. Prioritas masalah
juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu
: Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan,
persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami penerapan pengkajian keperawatan tentang sistem neurologi.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep pengkajian pada sistem neurologi
b. Memahami pengkajian secara komprehensif pada sistem neurologi
c. Memahami permasalahan pengkajian keperawatan yang banyak terjadi
pada praktek keperawatan.
d. Menganalisis Evidence Based Praktis Nursing
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan
sistem eferen :
1) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke
SSP.
2) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan
kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
1) Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan
eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
2) Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada
otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls
saraf melalui dua jalur :
Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla
spinalis
Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla
spinalis.
b. Klasifikasi Neuron
1) Fungsi.
Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah transmisi
impulsnya.
a) Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari
reseptor pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP.
b) Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
c) Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya
dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan
motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
8
2) Struktur.
Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya.
a) Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih.
Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan
medulla spinalis, masuk dlam golongan ini.
b) Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron ini
ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan hidung.
c. Sel Neuroglial.
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada
SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
1) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus
panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui
pedikel atau kaki vascular.
2) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan
jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
3) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya
memiliki peran fagositik.
4) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga
serebral dan ronggal medulla spinalis.
d. Kelompok Neuron
1) Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam
SSP.
2) Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian
luar SSP dalam saraf perifer.
3) Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di
luar SSP.
4) Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan ;
saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen yang termielinisasi
dan yang tidak termielinisasi.
9
a. Otak
1) Perkembangan Otak
Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh,
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung.
Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga pembesaran
(vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak : otak depan,
otak tengah dan otak belakang.
10
2) Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan
ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter,
lapisan araknoid dan durameter.
a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta
melekat erat pada otak.
b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Runga araknoid memisahkan
lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta
selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di
bawahnya.
c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari
dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi
terputus pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada
durameter melekat di permukaan dalam kranium dan berperan
sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan
meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura
11
3) Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak
dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.
Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan
interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang
mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla
spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk
pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai
media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta
medulla spinalis.
4) Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian
terbesar otak.
a) Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
b) Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer
serebral.
c) Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi
menyatukan kedua hemisfer.
d) Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus
menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang
dinamakan sesuai tempat tulangnya berada.
o Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri
dan kanan
12
6) Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik
hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal.
a) Talamus
Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 cm dan panjang 3 cm)
substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-
masing massa menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding
ventrikel ketiga.
b) Hipotalamus
Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta
bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berperan
penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi
vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekwensi
jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera
makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga
berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri,
kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon
yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofise
sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
c) Epitalamus
Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa
berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi
endokrin, menjulur dari ujung posterior epitalamus.
7) Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang
terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak
sadar. Girus singulum, girus hipokampus dan lobus pitiformis
merupakan bagian sistem limbic dalam korteks serebral.
14
8) Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan
pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur
penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan medulla
oblongata disebut sebagai batang otak.
9) Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan
medulla yang panjang dengan berbagai bagian otak melalui
pedunkulus serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons dan mengatur
frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan
VII terletak dalam pons, yang juga menerima informasi dari saraf
cranial VIII.
10) Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua
otak. Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa
lateral, hemisfer serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk
mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan
baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu
tempat di SSP berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan
tidak terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan
postur.
b. Medulla Spinalis
1) Fungsi Medulla Spinalis
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam
tubuh. Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus
asenden dan desenden.
2) Struktur Umum
Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih.
Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini
biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua
pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar
saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu
pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral.
3) Struktur Internal
Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi
putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu
bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan bawah huruf H disebut
tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan
neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal 8 adalah
batang vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang
vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk
posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer.
Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan
kanan medulla spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal
dan satu radiks ventral.
16
4) Traktus Spinal
Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi
menjadi funikulus anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus
terdapat fasiukulu atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan
lokasi, asal dan tujuannya.
rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos
tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot
(kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
4) Saraf Traklear ( CN IV )
Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik
dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. 9 Neuron motorik
berasal dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot
oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari spindle otot
menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak.
5) Saraf Trigeminal ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama
pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik
berasal dari pons dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot
buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia
trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi :
a) Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola
mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi
serta kepala.
b) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral
(gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
c) Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi,
bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
6) Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa
pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
7) Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei
pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar
18
air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari
reseptor pengecap pada dua pertiga bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.
a) Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari
reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam
ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian
medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area
auditori pada lobus temporal.
b) Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan
ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari
reseptor sensorik pada telinga dalam.
9) Saraf Glosofaringeal ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan
menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva
parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan
rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring
dan laring ; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan
darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.
10) Saraf Vagus ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam
medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen.
Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea,
esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons.
11) Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut
motorik. Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal
dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian
spinal muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot
trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa
informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ;
misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.
19
b. Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal
ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf
tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui
neuron eferen.
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna
bertebra tempat munculnya saraf tersebut.
1) Saraf serviks ; 8 pasang, C1 C8.
2) Saraf toraks ; 12 pasang, T1 T12.
3) Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 L5.
4) Saraf sacral ; 5 pasang, S1 S5.
5) Saraf koksigis, 1 pasang.
4. Activity Exercise
a. Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
b. Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau
berjalan. Apakah klien menggunakan alat bantu jalan
c. Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
d. Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
e. Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor
pencetusnya. Bagaimana perasaannya setelah kejang
f. Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian
mana?
5. Sleep-Rest
a. Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan
tidur dan isitrahat. Jika demikian, bagaimana ?
b. Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari,
Jelaskan
c. Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan
kekuatan dan energy
6. Cognitive-Perceptual
a. Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis,
lokasi dan faktor pencetusnya
b. Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien
merasakan berada di ruangan pemintalan
c. Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan
geli. Dimana areanya dan kapan
d. Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda,
penglihatan seperti dibatasi embun
e. Apakah klien pernah mengalami masalah pendegaran
f. Apakah klien mengalami perubahan pada pengecapan dan pembauan
g. Apakah klien mneglami kesulitan mengingat
26
11. Value-Belief
a. Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat membantu
mengatasi stres dengan gangguan neurologik
b. Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan terbesar
saat ini
c. Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan
gangguan neurologik ini
PENGKAJIAN FISIK
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi
gangguan fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi
menggunakan refleks hammer.
Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status mental,
komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon sensorik
dan tanda-tanda vital.
Status mental :
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang
perawat mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat
langsung dari klien. Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan
berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow Coma
Scale (GCS).
Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan kita ada dimana seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara,
kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing
jawaban yang benar
28
Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1 untuk
masing-masing jawaban benar
Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama
benda tersebut (2 point)
Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat
tersebut. Contoh saya akan pergi nonton di bioskop (skor 1)
Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh
Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai
1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai
27.
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
a. Fungsi penciuman
b. Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
c. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
a. Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
b. Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris
di koran, ulangi untuk satunya.
c. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
a. Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
32
Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu
sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain
(tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena
pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin
(coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
34
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal
medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap
sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi
dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi
dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
35
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan
skala Lovetts (memiliki nilai 0 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat
kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.
37
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
TEST DIAGNOSTIK
Lima Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi, Angiografi,
Elekto Encephalografi, Elektromiografi, Computerized Axial Tomografi Scan
(CT Scan) Otak
1. Lumbal Pungsi
a. Pengertian
Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada
daerah lumbal
b. Tujuan
Mengambil cauran cerebrospinaluntuk kepentingan
pemeriksaan/diagnostik maupun kepentingan therapi
c. Indikasi
1) Untuk diagnostik
o kecurigaan meningitis
o Kecurigaan perdarahan sub arachnoid
o Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi
o Evaluasi hasil pengobatan
2) Untuk Therapi
o Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal
o Pemberian anesthesi spinal
o Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF
d. Persiapan
1) Persiapan pasien
o Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal
pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-
sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi
berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut
o Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir
kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.
39
2. Angiografi
a. Pengertian
Melihat secara langsung sistem pembuluh darah otak. Zat kontras
dimasukkan melalui arteri. Biasanya pada arteri carotis dan arteri
vertebra, atau mungkin juga pada arteri brchialis dan arteri femoralis
b. Angiografi dapat mendeteksi :
1) sumbatan pada pembuluh darah cerebral seperti pada stroke
2) Anomali congenital pembuluh darah
3) Pergeseran pembuluh darah yang mungkin mengindikasikan SOL
(Space Ocupaying Lession)
4) Malformasi vaskuler, seperti pada aneurisma atau angioma
c. Persiapan Pasien
Menciptakan rasa aman dan nyaman pada diri klien. Persiapan ini meliputi
:
1) Menjelaskan prosedur pelaksanaan, sensasi yang terjadi (rasa terbakar
saat penyuntikan zat kontras yang lama kelamaan akan menghilang)
2) Hal yang perlu dilakukan setelah tindakan dilakukan
3) Surat izin tindakan telah ditandatangani klien
d. Komplikasi
1) Hematom pada daerah suntikan. Dapat dicegah dengan melakukan
balut tekan pada daerah suntikan
2) Keracunan zat kontras. Dapat dicegah dengan pemberian anti alergi
sesuai program
e. Setelah prosedur
1) observasi tanda-tanda vital setiap jam sampai kondisi stabil
2) Kompres es pada daerah suntikan untuk menghilangkan rasa nyeri dan
mengurangi/mencegah hematom
3) Klien tidur terlentang tanpa bantal selama 24 jam.
4) Jika penyuntikan dilakukan pada daerah femoralis, tungkai harus tetap
lurus selama 6-8 jam
5) Catat perubahan-perubahan neurologi setelah tindakan angiografi.
43
d. Indikasi Pemasangan
1) penderita dicurigai atau dengan epilepsi
2) Membedakan kelainan otak organik
3) Mengidentifikasi infark pembuluh darah atau adanya lesi (tumor,
hematom, abses)
4) Diagnosa retardasi mental atau over dosis obat
5) Menentukan kematian jaringan otak
e. Penatalaksanaan
1) Persiapan pasien
a) Penyuluhan kesehatan
o Penderita diberitahu hal-hal yang akan dilakukan. EEG akan
dikerjakan diruangan yang aman (laboratory diagnostik) oleh
teknisian EEG. Didalam ruanga penderita akan dipasang elektroda
sebanyak 16-24 dengan pasta, elektroda yang kecil tersebut akan
dihubungkan dengan mesin EEG, tunjukkan melalui gambar atau
video cassate bila memungkinkan..
o Menganjurkan pada pasien untuk membebaskan rasa gelisah
selama 45-60 menit, pemasangan alat bukan merupakan alat yang
berbahaya.
o Melakukan pendekatan kepada pasien untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya stres, kecemasan atau gemetaran akibat
pemasangan elektroda.
o Menjelaskan kepada pasien bahwa pada waktu pemeriksaan harus
dalam keadaan relaksasi sempurna, duduk atau tiduran dengan
tanpa gerakan sedikitpun sehingga mendapatkan hasil yang baik.
o Anjurkan pasien mengikuti perintah petugas selam proseur, antara
lain:
- hiperventilasi selam 3-5 menit
- usahakan untuk tetap dapat menutup mata
b) Fisik
1) obat-obatan depresan susunan saraf pusat (alkohol atau
tranqualizer) atau stimulan tidak diberikan selama 24 jam
46
Pasien dianjurkan untuk tidur, jika pasien tidak bisa tidur dapat
diberikan hipnotik yang bekerjanya cepat. Hasil perekaman dari
aktifitas listrik tersebut diinterpretasikan oleh neurologi
d) Setelah tindakan
1) bersihkan dan cuci rambut pasien
2) ciptakan lingkungan yang tenang sehingga pasien dapat
beristirahat dengan tenang
3) berikan posisi tidur yang baik dan perhatikan pernafasan pasien
terutama yang menggunakan obat hipnotik
4) observasi aktivitas kejang bagi pasien yang cenderung untuk
mendapat serangan kejang.
4. Elektromyegrafi (EMG)
a. Pengertian
Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengukur dan mencatat aliran
listrik yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal. Dalam keadaan istirahat
otot tidak melepaskan listrik, tetapi bila oto berkontraksi secara volunter
potensial aksi dapat direkam.
b. Tujuan
1) membantu membedakan antara gangguan otot primer seperti distrofi
otot dan gangguan sekunder
2) membantu menetukan penyakit degeneratif saraf sentral
3) membantu mendiagnosa gangguan neuromuskular seperti myestania
grafis
c. Penatalaksanaan
1) Persiapan pasien
o Menginformasikan kepada pasien seluruh pemeriksaan prosedur
ini akan menyebabkan gangguan rasa nyaman sementara.
Khususnya bila pasien sendiri diberi rangsangan listrik.
o Pastikan bahwa pasien tidak menggunakan obat-obat depresan atau
sedatif 24 jam sebelum prosedur.
o Cegah terjadinya syok listrik
48
pasien dari jelli dan obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang dan tidak
memakai wig.
f. Prosedur
1) Posisi terlentang dengan tangan terkendali
2) Meja elektronik masuk kedalam meja scanner
3) Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar
dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.
4) Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45
menit
5) Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan
pengaturan komputer.
6) Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari luar
dengan memakai protektif lead approan.
7) Sesudah pengambilan gambarpasien dirapihkan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d iskemia, edema otak atau peningkatan
TIK
2. Perubahan persepsi atau sensori (penglihatan, perabaan) b/d penurunan
kesadaran, gangguan sensasi atau gangguan penglihatan.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d cedera otak atau penurunan kesadaran
4. Gangguan mobilitas fisik b/d defisit neurologi
51
BAB III
EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Penggunaan Coma Scale Glasgow Dan Four Score Dalam Pengkajian
Tingkat Kesadaran Pada Pasien BTI ( Brain Trauma Injury )
A. Analisis Jurnal
Brain Trauma Injury ( BTI ) adalah penyebab kematian tertinggi dan
disabilitas dalam dewasa muda di seluruh dunia dan terlibat dalam hampir
separuh dari semua trauma kematian. Kebanyakan dari korban adalah warga dari
negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Menghadapi tantangan ini
tenaga kesehatan di masyarakat ini harus mampu menganalisis secara akurat dan
awal hasil prediksi klinis tidak hanya akan memfasilitasi pengambilan keputusan,
tetapi juga meningkatkan status kesehatan pasien. (Ahmed Said Okasha,dkk)
Glasgow coma scale ( GCS ) telah dianggap sebagai standar alat untuk
klasifikasi, penilaian dan prognosis pasien dengan TBI.
Penentuan prognosis pada saat perawatan di Unit Perawatan Intensif
merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Dengan mengetahui prediksi
prognosis maka penanganan menjadi lebih optimal dan motivasi untuk menangani
secara maksimal lebih tinggi. Selama ini telah dikenal sistem skor yang sudah
dipergunakan secara luas yaitu Glasgow Coma Scale (GCS) atau modikasi GCS
namun memiliki keterbatasan. Keterbatasan GCS adalah komponen verbal pasien
yang berada dalam keadaan koma dan terintubasi tidak dapat dinilai. Penelitian
menunjukkan sekitar 20%-48% pasien yang menggunakan GCS sebagai alat
untuk menilai kesadaran, menjadi kurang berguna karena mereka diintubasi.
Selain itu, GCS hanya menilai orientasi, yang dengan mudah menjadi abnormal
pada pasien yang mengalami agitasi dan delirium.
Skor GCS tidak mempunyai indikator klinis untuk reeks batang otak yang
abnormal, perubahan pola napas, serta tidak mampu mendeteksi perubahan
minimal dari pemeriksaan neurologis. Dengan keterbatasan tersebut maka
diperlukan suatu alternatif lain yang dapat menggantikan GCS dengan
menambahkan beberapa kelemahan komponen pada GCS. Dilaporkan FOUR
score dapat memberikan lebih banyak informasi dibandingkan dengan GCS
52
dengan penilaian empat komponen yaitu: penilaian reeks batang otak, penilaian
mata, respon motorik dengan spektrum luas, dan aadanya pola napas abnormal
serta usaha napas, dengan skala penilaian 0-4 untuk masing-masing komponen.
maksimal dan nilai 4. Dari penelitian ini juga dapat memprediksi berapa persen
kemungkinan angka kematian yang akan terjadi.
Berkaitan dengan prediksi angka kematian, Ahmed Said Okasha, dkk
melakukan Penelitian tentang Four Score ditahun 2011 yang di terbitkan pada
tahun 2014 dengan judul The FOUR Score Predicts Mortality, Endotracheal
Intubation and ICU Length of Stay After Traumatic Brain Injury yang dilakukan
di Alexandria Main University Hospital Intensive care units (ICU) didapatkan
hasil bahwa Four score nilainya lebih tinggi dalam memprediksi angka kematian
pada pasien TBI dibandingkan dengan menggunakan GCS.
Four Score diciptakan untuk memenuhi kebutuhan akan skala penilaian
tanda-tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada pasien dengan
penurunan kesadaran. Skala ini mengabaikan disorientasi atau delirium pada
penilaian verbal, namun memberikan kemampuan penilaian yang baik untuk
pergerakan mata, reeks batang otak, dan usaha napas pada pasien dengan
ventilator.
Kelebihan lain dari Four Score adalah tetap dapat digunakan pada pasien
dengan gangguan metabolik akut, syok, atau kerusakan otak nonstruktural lain
karena dapat mendeteksi perubahan kesadaran lebih dini. Dengan rentang skala
penilaian yang sama di tiap komponen yakni 0-4, Four Score juga memiliki
keunggulan lain dibandingkan GCS karena menjadi lebih mudah diingat.
Skala koma yang ideal seharusnya linear (memiliki bobot yang sama bagi
setiap komponen), reliabel (mengukur yang seharusnya diukur), valid
(menghasilkan nilai yang sama pada pemeriksaan berulang), dan mudah
digunakan (memiliki instruksi yang simpel tanpa memerlukan alat bantu atau
kartu). Selain itu skala koma harus dapat memprediksi luaran walaupun angka
kematian di ruang rawat intensif dapat dipengaruhi dengan withdrawal bantuan
hidup. Penggunaan Four Score memiliki kelebihan untuk pasien ruang rawat
intensif dalam setiap hal tersebut. Four Score dibuat untuk memenuhi kebutuhan
skala penilaian tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada pasien
dengan penurunan kesadaran. Penelitian yang dilakukan selama ini menunjukkan
tidak adanya perbedaan nilai total dari pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat,
residen, ataupun dokter baik untuk Four Score maupun GCS
55
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari hasil Evidance Based Nursing Practice yang telah di analisa, kelompok
menyimpulkan bahwa penggunaan Four Score sangat mempengaruhi penilaian
maupun prediksi tentang angka kematian yang terjadi pada pasien dengan Brain
Trauma Injury di ruang perawatan kritis (ICU) dibandingkan dengan GCS
walaupun keduanya sangat baik digunakan secara bersamaan demi melengkapi
data saat pengkajian sehingga diagnosisnya jadi lebih cepat dan penangannya juga
jadi lebih akurat. Hanya saja di Indonesia belum terlalu terpapar dengan skala
Four Scale. Hal ini dapat di lihat dari kurangnya penelitian yang dilakukan
mengenai hal tersebut begitu pula dengan penerapannya.
B. Rekomendasi
1. Bagi Perawat Pelayanan
Untuk dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan Brain Trauma Injury
tidak hanya menggunakan penilaian kesadaran dengan GCS tapi juga dapat
melakukan pengkajian dengan menggunakan Four Score sehingga data yang
didapat lebih akurat.
2. Bagi Instansi Rumah Sakit
Untuk dapat membuat/memodifikasi Form Standart Operational Procedure
(SOP) yang baku mengenai penilaian kesadaran pada kasus seperti pada Brain
Trauma Injury pada perawatan kritis tidak hanya di ICU tapi juga digunakan
di IGD, agar perawat dapat melakukan pengkajian dengan tepat sasaran demi
mempercepat proses penyembuhan pasien tersebut.
3. Bagi instansi pendidikan
Untuk melakukan riset terbaru terkait pengkajian keperawatan pada system
neurovaskuler yang belum atau jarang dilakukan oleh perawat di tatanan
pelayanan agar menjadi Evidence Based Practice sehingga membuat
perubahan bagi pelayanan keperawatan. Dan juga melakukan riset tentang
Four Score dalam penerapannya di Indonesia.
57
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R (2010), Nursing Theory : Utilization & Aplication, 4 rd, ed. Mosby. St.
Louis.
Alligood, M.R & Marinner Tomey, A (2010), Nursing Theorists and Their work,
sixth ed, Mosby.
Bickley, Lynn S. (2009) Bates. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan.
Edisi ke-8. Jakarta. EGC
Huddak, M Gallo. (1996). Keperawatan Kritis; Pendekatan Holistik, Jakarta: EGC
Jarvis, C (1996). Physical Examination and Health Assesment. Philadelphia : W.B
Saunders
Potter, P. A & Perry A. G. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G.Bare. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Edisi ke -8. Vol 3.Jakarta. EGC
Seidel, M Henry, et all (2006). Mosbys Guide to Physical Examination. Sixth
Edition, Philadelphia.
Wijdicks EF, Willian RB, Boby VM, Edward MM, Robyn LM.Validation of a New
Coma Scale: The FOUR Score. American Neurological Association
2005;58:585593.
Bordini, AL, Luiz TF, Fernandes M, et al. Coma Scale a Historical Review. Arq
Neuropsiquiatr 2010;68(6);930-937.
58