Anda di halaman 1dari 11

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tentang Tanur Induksi


Secara umum tanur induksi digolongkan sebagai tanur peleburan (melting
furnace) dengan frekuensi kerja jala-jala (50 Hz) sampai frekuensi tinggi (10000 Hz)
dan tanur penahan panas (holding furnace) yang bekerja pada frekuensi jala-jala.
Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan elektromagnet
yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah maupun yang
berfrekuensi tinggi.
Tanur induksi biasanya berbentuk crucible yang dapat dimiringkan. Tanur ini
dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja perkakas, baja untuk cetakan, baja
tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi. Penggunaan tanur induksi di industri
pengecoran logam dewasa ini telah semakin berkembang. Hal ini terutama karena
tanur induksi menjanjikan beberapa kelebihan antara lain:
1. Hasil peleburan bersih.
2. Mudah dalam mengatur/mengendalikan temperatur.
3. Komposisi cairan homogen.
4. Efisiensi penggunaan energi panas tinggi.
5. Dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material

Namun demikian terdapat pula hambatan/kendala yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Infestasi biaya beban tetap yang cukup besar menuntut loading yang tinggi.
2. Biaya operasi yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah.
3. Dibutuhkan operator maupun teknisi berpengalaman dalam mengoperasikannya.
4. Tingkat bahaya besar, mengingat tanur ini menggunakan enerji listrik yang sangat
besar.
5. Biaya perawatan besar.

4
5

2.2 Bagian-Bagian Tanur Induksi


Secara umum konstruksi dari Tanur induksi bentuknya tidak jauh beda dengan
Tanur-tanur peleburan lainnya. Akan tetapi bagian-bagian dalam Tanur induksi tentu
berbeda sesuai fungsi dan perannya.

Gambar 2.1 Kostruksi dari Tanur induksi

Gambar 2.2 Kostruksi dari Tanur induksi

5
6

Bagian - bagian Tanur induksi terdiri dari


1. Spout :
biasa disebut juga dengan corong yang berfungsi sebagai tempat keluarnya
cairan logam yang sudah dileburkan.
2. Crusible :
sebagai tempat pemanasan logam
3. Lining :
lapisan pada diding bagian dalam yang tahan panas , berfungsi sebagai krus.
4. Antena :
memiliki peranan penting sebagai sensor kebocoran yang berfungsi untuk
mendeteksi kebocoran cairan logam pada lining (lapisan pada dinding bagian
dalam induction furnace), apabila terdapat kerusakan pada lining dikarenakan
crack (retak), erosi, serta lining tergerus yang menyebabkan cairan logam bisa
keluar menembus ke plat bajanya dan bisa terus melelehkannya serta cairan
logam bisa sampai terus merusak induktor tembaga yangdidalamnya terdapat
air, maka akan terjadi ledakan pada induction furnace.
5. Coil (Induktor) :
komponen yang tersusun dari lilitan kawat berfungsi menimbulkan arus listrik.
6. Refaktori :
merupakan material yang mempunyai ketahanan dalam temperatur tinggi dan
material yang mampu mempertahankan sifatnya terhadap tegangan mekanik
maupun serangan kimia dari gas-gas panas, cairan logam dan slag
7. Dan komponen-komponen lainnya.

2.3 Prinsip Proses Peleburan Dengan Tanur Induksi


Tanur induksi bekerja dengan prinsip transformator dengan kumparan primer
dialiri arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder yang
diletakkan didalam medan mahnit kumparan primer akan menghasilkan arus induksi.
Berbeda dengan transformator, kumparan sekunder digantikan oleh bahan baku
peleburan serta dirancang sedemikian rupa agar arus induksi tersebut berubah menjadi
panas yang sanggup mencairkannya.

6
7

Sesuai dengan frekuensi kerja yang digunakan, tanur induksi dikatagorikan


sebagai tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz 60 Hz) dengan kapasitas lebur diatas
1 ton/jam dan tanur induksi frekuensi menengah (150 Hz 10000 Hz) untuk tanur
dengan kapasitas lebur rendah.
Frekuensi jala-jala pada tanur induksi frekuensi menengah diubah terlebih
dahulu dengan menggunakan thyristor menjadi freukensi yang lebih tinggi sebelum
dialirkan kekumparan primer.

Gambar 2.3 Skema tanur induksi frekuensi menengah

2.3.1 Secara umum tanur induksi terdiri dari 2 jenis yaitu:


a. Tanur induksi jenis saluran.
Jenis saluran ini digunakan sebagai holding furnace (hanya berfungsi untuk
menahan temperatur cairan agar tidak turun).

Gambar 2.4 Tanur induksi jenis saluran potongan melintang. (Holding Furnace)
7
8

Prinsip pemanasan tanur induksi jenis saluran. Pemanasan hanya dilakukan


pada bagian saluran cairan. Bahan cair yang panas akan bergerak keatas,
sedangkan bahan cair yang dingin bergerak kebawah mengisi saluran.
Dengan demikian cairan didalam tanur akan mengalami sirkulasi.

Gambar 2.5 Prinsip pemanasan Tanur induksi jenis saluran.

b. Tanur Induksi jenis krus

Gambar 2.6 Tanur induksi jenis krus.

Untuk dapur jenis ini digunakan sebagai dapur peleburan. Tanur


induksi jenis krus dikonstruksi sedemikian rupa disesuaikan dengan ukuran
dan jenis bahan yang dilebur, sehingga terdapat tanur induksi frekuensi
jala-jala, tanur induksi frekuensi menengah dan tanur induksi frekuensi
tinggi.

8
9

Gambar 2.7 Prinsip Tanur induksi jenis krus.

Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih frekuensi kerja


tanur induksi adalah hubungannya dengan ukuran minimum bahan baku
yang dapat ditembus oleh frekuensi tersebut, sebagai berikut

Dimana :
= kedalaman penetrasi elektromagnetik [m].
K = Konstanta bahan baku.
f = Frekuensi kerja [Hz].

Ukuran minimum bahan baku yang dapat dilebur tanpa bantuan cairan
adalah:
D = 3,5 x

Pada tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz), mengingat dimensi


bahan baku minimumnya sedemikian besar, maka peleburan pertama selalu
dimulai dengan bahan berukuran besar sebagai starting-block serta selalu
disisakan sekurang-kurangnya 1/3 cairan didalam tanur untuk membantu
proses peleburan berikutnya

9
10

Oleh Brown Bovery C. ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Ukuran minimum bahan baku

2.4 Lining Tanur Induksi


Hal utama yang perlu sangat diperhatikan disamping prinsip pemanasan dan
pencairan pada penggunaan tanur induksi adalah lapisan bahan tahan panas (lining)
yang berfungsi sebagai krus. Kualitas lining ini sangat berperan terhadap fungsi,
keselamatan kerja, metalurgi peleburan dan efisiensi.

Beban-beban yang harus dapat diatasi oleh lining adalah:

a. Temperatur tinggi selama proses peleburan dan perubahan temperatur dari tinggi
kerendah yang sangat cepat (temperatur shock) dan berulang-ulang khususnya
ketika bahan baku dimuatkan.
b. Gaya-gaya mekanik yang dihasilkan oleh tekanan cairan, benturan bahan baku
dan gesekan baik ketika bahan masih beku ataupun telah mencair.
c. Efek-efek metalurgi dari reaksi-reaksi yang berlangsung antara lining dengan
bahan dan terak cair, unsur-unsur asing serta merusak yang berasal dari bahan
baku (Zn, Pb) yang pada temperatur peleburan besi berada dalam keadaan sangat
cair sehingga mampu menyusup diantara celah-celah lining.

Ketebalan lining tanur induksi berpengaruh pula terhadap efisiensi penggunaan


energi listrik karena lining yang terlalu tebal akan menghambat aliran induksi. Dengan
demikian lining harus dibuat setipis mungkin dengan tetap mempertimbangkan
keamanan tanur. Dewasa ini tergantung dari kapasitas muat tanur, ketebalan lining
adalah antara 80 mm sampai dengan 200 mm.

Lining tanur induksi terbuat dari bahan berbentuk serbuk kasar yang kering.
Bahan tersebut harus dapat terpasang dengan baik melapisi kumparan bagian dalam.
10
11

Kekuatan dari bahan lining tersebut baru diperoleh setelah bahan mengalami proses
sintering.

Proses sintering adalah proses pemanasan terhadap lining baru sehingga bahan
lining yang semula terdiri dari serbuk kasar, sebagian berubah menjadi bersifat
keramik yang tahan terhadap temperatur tinggi dan pengaruh-pengaruh kimiawi,
sebagian berupa padatan masif yang segera akan berubah menjadi keramik bila daerah
keramik telah menipis dan sebagian masih merupa serbuk yang mampu meredam
getaran akibat benturan oleh bahan baku serta meredam retakan lining.

Selama proses peleburan daerah keramik akan terus menerus terkikis oleh
cairan, namun demikian daerah padatan yang terletak tepat disebelahnya akan segera
menjadi keramik sehingga ketebalan daerah keramik ini relatif tetap. Hal mana terjadi
pula terhadap daerah padatan yang pada saat bagian terdepan berubah menjadi
keramik bagian lain segera digantikan oleh bagian bahan serbuk yang berubah menjadi
padatan.

Dengan demikian pada akhirnya bagian lining yang akan habis adalah bagian
yang masih berupa serbuk. Artinya, bila bagian ini sudah habis maka lining tidak akan
mampu lagi untuk meredam getaran dan retakan. Hal ini menjadi indikator bahwa
lining harus segera diperbarui.

Penetrasi panas

Daerah
cairan

Permukaan keramik
Bahan lining padatan
Bahan lining tetap serbuk
Bahan isolator

Gambar 2.8 Lining setelah proses sintering

11
12

Penetrasi panas

Daerah
cairan

Permukaan keramik
Bahan lining padatan
Bahan isolator

Gambar 2.9 Lining setelah digunakan berkali-kali

Ketebalan dari masing-masing daerah lining sesaat setelah proses sintering


selesai adalah relatif sama, dengan demikian lining dapat dinyatakan habis bila
ketebalannya tinggal 2/3 dari ketebalan semula.

Tiga daerah lining dan masing-masing fungsinya:


Daerah keramik yang tahan terhadap temperatur tinggi dan pengaruh-pengaruh
kimiawi.
Daerah padatan masif yang segera akan berubah menjadi keramik bila daerah
keramik telah menipis.
Daerah serbuk yang mampu meredam getaran akibat benturan oleh bahan baku
serta meredam retakan lining.

Daerah
cairan
Permukaan keramik
Bahan lining padatan
Bahan lining tetap serbuk

Gambar: 2.10 fase material lining

12
13

2.5 Pemuatan bahan peleburan.

Proses peleburan dengan tanur induksi akan semakin efisien bila menggunakan
bahan baku yang masif (berukuran besar) dan kompak. Keuntungan yang diperoleh
dari bahan masif adalah :

1. Bahan yang dilewati oleh medan induksi lebih banyak sehingga menghasilkan
enerji panas yang lebih besar.
2. Permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara sedikit sehingga mengurangi
efek oksidasi.
3. Bahan homogen dengan komposisi yang serupa sehingga mengurangi faktor
kesalahan peramuan.
4. Mengurangi kemungkinan bahan asing dan kotoran ikut terbawa pada saat
pemuatan sehingga lebih dapat menjamin pencapaian komposisi yang dikehendaki
serta mengurangi terak ataupun bahaya-bahaya lain yang ditimbulkannya.

Ketersediaan cairan didalam tanur juga akan dapat meningkatkan kecepatan


peleburan. Maka dalam hal pemuatan bahan kedalam tanur indsuksi berlaku urutan
sebagai berikut:

Tanur induksi frekuensi jala-jala:


1. Sarting blok untuk awal peleburan :
2. Sisa cairan, yaitu 1/3 dari kapasitas tanur untuk peleburan lanjutan.
3. Besi kasar.
4. Bahan daur ulang.
5. Besi bekas.
6. Baja bekas.
7. Bahan paduan, dimana paduan dengan kehilangan terbakar (melting loss)
tinggi dimuatkan paling akhir.

Poin 1 merupakan tuntutan wajib bagi tanur induksi frekuensi jaringan, sebab
tanpa starting block proses peleburan tidak dapat berlangsung. Sedangkan poin 2
adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi enerji peleburan. Poin 3 sampai 8
merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan

13
14

Tanur induksi frekuensi menengah dan tinggi:

1. Sarting blok untuk awal peleburan (bila tersedia).


2. Besi kasar.
3. Bahan daur ulang.
4. Besi bekas.
5. Baja bekas.
6. Carburisher (bersama baja bekas).
7. Bahan paduan, dimana paduan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi
dimuatkan paling akhir.

Poin 1 lebih baik dilakukan walaupun tanpa sarting blok proses peleburan
dengan tanur induksi frekuensi menengah sampai tinggi tetap dapat dilakukan.
Sedangkan poin 2 sampai 7 merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut
digunakan.

14

Anda mungkin juga menyukai