TINJAUAN PUSTAKA
2. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung
pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses kompensasi ini kemudian diikuti oleh proses
maladaptasi yaitu sklerosis nefron. Dengan adanya peningkatan
10
11
3. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit
menurut National Kidney Foundation, penyakit ginjal kronik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit ginjal kronik bedasarkan derajat penyakit
Tabel 3
Derajat Deskripsi Nama Lain GFR
(ml/menit/1,73m2)
I Kerusakan ginjal dengan Resiko > 90
GFR normal
(pasien dengan tekanan
darah normal, tanpa
abnormalitas hasil
12
4. Penatalaksanaan
Pengobatan pada penyakit ginjal kronik bertujuan untuk
memperlambat perkembangan penyakit menjadi End-Stage Renal
Disease (ESRD). Control tekanan darah menggunakan Angiotensin-
Converting Enzyme (ACE) Inhibitors atau Angiotensin II Receptor
Blockers (ARBs) secara efektif dapat membantu memperlambat
perkembangan dari penyakit ginjal kronik. Selain itu kontrol glikemik
pada pasien dengan diabetes dapat menghambat perkembangan dari
penyakit ginjal kronik (Turner et al.,2012).
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi, terapi spesifik
terhadap penyakit yang mendasarinya, pencegahan dan terapi terhadap
kondisi komorbid, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Terapi
spesifik terhadap penyakit dasarnya diberikan ketika sebelum terjadi
penurunan 11 LFG, sehingga tidak terjadi perburukan ginjal. Jika
sudah terjadi penurunan LFG maka terapi terhadap penyakit dasarnya
sudah tidak banyak bermanfaat. Pencegahan dan terapi terhadap
kondisi komorbid juga penting. Sedangkan untuk terapi pengganti
ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG < 15 ml/menit (Suwitra, 2014).
B. Hemodialisa
1. Pengertian
Hemodialisa dapat didefinisikan sebagai suatu proses
pengubahan komposisi solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat)
melalui membran semi permeable (membran dialisis). Tetapi pada
prinsipnya, hemodialisis adalah suatu proses pemisahan atau
penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membran semi
permeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
baik akut maupun kronik (Suhardjono, 2014).
14
2. Proses Hemodialisisa
Sebelum melakukan hemodialisa, pasien harus ditimbang berat
badannya untuk mengetahui berat badan pradialisis. Setelah itu pasien
dipersilahkan berbaring untuk mulai dilakukannya hemodialisa. Pada
pasien yang sudah memakai arteri-vena, perawat akan melakukan
penusukan dijalan masuk vaskuler. Bagi pasien yang menggunakan
kateter subclavia, perawat hanya tinggal menghubungkan kanul -
kanul kateter saja. Bagi pasien yang tidak menggunakan kateter
subclavia maupun hubungan arteri-vena, dibuat tusukan langsung
yang dilakukan pada pembuluh darah lengan atau pelipatan paha.
Waktu untuk hemodialisa adalah 3 sampai 5 jam. Selama hemodialisa
berlangsung perawat secara teratur akan mengontrol mesin, mengukur
tekanan darah pasien, mengawasi setiap hal yang terjadi. Setelah
proses hemodialisa selesai, perawat akan mencabut jarum dari pintu
masuk vascular atau membuka kanul kateter subclavia. Selanjutnya
pasien diminta untuk menimbang berat badan, perawat akan
menghitung apakah penurunan berat badan sesuai dengan yang
diprogramkan. Jumlah pengurangan berat badan merupakan jumlah air
yang dikeluarkan dari tubuh selama proses hemodialisa (Suwitra,
2010).
4. Komplikasi
Komplikasi kronik pasien hemodialisis dapat dibagi menjadi dua
katagori yaitu :
a. Komplikasi yang terjadi karena terapi hemodialisis seperti,
hipotensi, anemia, endocarditis.
b. Komplikasi yang terjadi karena penyakit ginjal primer
seperti nefropati, kronik glomeluropati, glomerulonefritis
(Checheita et al., 2010).
Salah satu kesulitan utama pada pasien dialisis jangka panjang
adalah mortalitas yang berhubungan dengan infark miokard dan
penyakit serebrovaskuler. Hal ini mungkin diakibatkan oleh faktor
risiko yang umum pada pasien uremik, seperti hipertensi,
hiperlipidemi, kalsifikasi vaskuler akibat hipertiroidisme dan curah
jantung yang tinggi akibat anemia atau faktor lain (Harrison, 2014).
C. Dukungan Sosial
1. Pengertian
Dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang
lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan,
dihargai, dan dihormati, serta dilibatkan dalam jaringan komunikasi
dan kewajiban yang timbal balik dan tersedianya hubungan yang
bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang
menerimanya (King, 2012 : 226). Lebih lanjut dukungan sosial
menurut House & Khan (dalam Apollo & Cahyadi, 2012 : 216) adalah
tindakan yang bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian
informasi, bantuan instrument, dan penilaian positif pada individu
dalam menghadapi permasalahannya.
17
d. Belonging Support
Menunjukkan perasaan diterima menjadi bagian dari suatu
kelompok dan rasa kebersamaan.
Sarafino (dalam Purba, dkk, 2007 : 82-83) mengungkapkan pada
dasarnya terdapat lima jenis dukungan sosial yaitu :
a. Dukungan Emosi
Dukungan emosi meliputi ungkapan rasa empati,
kepedulian, dan perhatian terhadap individu. Biasanya,
dukungan ini diperoleh dari pasangan atau keluarga, seperti
memberikan pengertian terhadap masalah yang sedang
dihadapi atau mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan
ini akan memberikan rasa nyaman, kepastian, perasaan
memiliki, dan dicintai kepada individu.
b. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi melalui ungkapan positif atau
penghargaan yang positif pada individu, dorongan untuk
maju, atau persetujuan akan gagasan atau perasaan individu
dan perbandingan yang positif individu dengan orang lain.
Biasanya dukungan ini diberikan oleh atasan atau rekan
kerja. Dukungan jenis ini, akan membangun perasaan
berharga, kompeten dan bernilai.
c. Dukungan Instrumental atau Konkrit
Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung.
Biasanya dukungan ini lebih sering diberikan oleh teman
atau rekan kerja, seperti bantuan untuk menyelesaikan tugas
yang menumpuk atau meminjamkan uang atau lain - lain
yang dibutuhkan individu. Adanya dukungan ini,
menggambarkan tersedianya barang - barang (materi) atau
adanya pelayanan dari orang lain yang dapat membantu
individu dalam menyelesaikan masalahnya sehingga
19
D. Mekanisme Koping
1. Pengertian
Mekanisme koping adalah upaya untuk mengatasi stressor -
stressor yang mengakibatkan rasa takut dan cemas. Mekanisme
koping dapat menjadi efektif bila didukung oleh kekuatan lain dan
adanya keyakinan pada individu yang bersangkutan bahwa
mekanisme koping yang digunakan dapat mengatasi kecemasannya.
Sumber koping merupakan modal kemampuan yang dimiliki individu
guna mengatasi ansietas ( Asmadi, 2008).
E. Penelitian Terkait
Penelitian terkait dengan hubungan dukungan keluarga sebagai
bentuk dari dukungan sosial yang dilakukan oleh Handayani, dkk (2011),
dengan judul hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP
Sanglah Denpasar dengan menggunakan metode penelitian correlation
study dengan rancangan penelitian cross sectional yang mana data yang
dikumpulkan satu kali saja dengan cara memberikan dua jenis kuesioner
untuk masing - masing variable yang diteliti, populasi yang digunakan
adalah seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa regular dua kali
seminggu di Instalasi Unit Hemodialisa RSUP Sanglah Denpasar sebanyak
184 pasien, tetapi peneliti hanya mengambil 50 pasien yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dengan hasil penelitian
adanya hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisa di RSUP Sanglah Denpasar, yang berarti bahwa dukungan
keluarga merupakan salah satu faktor yang berhubungan sangat kuat
dengan kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisa.
Menurut penelitian dengan judul hubungan dukungan keluarga
dengan mekanisme koping pasien CDK derajat 5 yang menjalani terapi
hemodialisa di poli hemodialisa RSD dr. Soebandi Jember dilakukan oleh
24
dukungan sosial keluarga terhadap resiliensi pada pasien gagal ginjal yang
menjalani terapi hemodialisa, dan untuk mengetahui sumbangan efektifitas
dukungan sosial keluarga terhadap resiliensi pada pasien gagal ginjal yang
menjalani terapi hemodialisa. Hipotesis yang digunakan adalah adanya
hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan resiliensi pada
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa dengan subjek yang
digunakan sebanyak 56 orang dengan alat ukur yang digunakan skala
resiliensi dan skala dukungan sosial keluarga. Teknik analisis data yang
digunakan adalah korelasi product memont, dengan hasil adanya hubungan
positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan
resiliensi pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian Yemima, dkk (2013) dengan judul mekanisme
koping pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis di RS Prof. dr. R. D. Kandou Manado memiliki tujuan untuk
mengetahui bagaimana mekanisme koping pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terapi hemodialisa, jenis penelitian deskriptif. Dengan
sampel menggunakan metode Aksidental sampling, yaitu sebuah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebutuhan kebetulan dengan jumlah
sampel 59 responden berdasarkan rumus penentuan besar sampel,
instrument yang digunakan berupa kuesioner dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang menggunakan koping adaptif 27
orang, sedangkan yang menggunakan koping maladaptive 32 orang dapat
disimpulkan bahwa pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisa lebih banyak menggunakan menkanisme koping maladaptif.
Penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Dwita (2015) dengan judul
pengaruh illness perception, dukungan sosial, dan health locus of control
terhadap kepatuhan pada pasien gagal ginjal kronik. Menggunakan desain
penelitian dengan tipe kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada pasien gagal ginjal kronik yang tercatat
pada Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI), di atas 18 tahun. Metode
analisa data dengan menggunakan analisis jamak, analisis regresi jamak
26