Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan yang semakin
pesat, menuntut farmasis untuk selalu mengembangkan pembuatan obat dan formulasi
sediaan obat. Peningkatan kualitas obat dan efisiensi dalam pembuatan merupakan hasil
yang ingin dicapai dari pengembangan cara pembuatan dan cara formulasi suatu sediaan
obat sehingga dapat lebih diterima dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Emulsi
adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. ( Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 hal 6)
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. ( Howard C. Ansel.
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 376 ).
Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium
dispers sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak
dan fase luar air disebut emulsi minyak-alam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi
m/a . Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut
emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi a/m .
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat
suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur.
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan
pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun
yang diberikan sebenarnya minyak yang rasanya tidak enak, dengan menambahkan
pemanis dan memberi rasa pada pembawa air sehingga mudah dimakan dan ditelan
sampai ke lambung.
Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair dapat digunakan
secara bermacam-macam seperti oral, topikal, atau parenteral; emulsi semisolid
digunakan secara topikal.
Pada formulasi ini kami menggunakkan zat aktif Paraffin liquidum, Paraffin
Liquidum termasuk salah satu jenis pencahar emolien. Obat yang termasuk golongan ini
memudahkan defekasi (buang air besar) dengan cara melunakkan tinja tanpa merangsang
peristaltik usus (sembelit), baik langsung maupun tidak langsung. Bekerja sebagai zat
penurun tegangan permukaan. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
dioktilnatrium sulfosukonat dan paraffin liquidum.

1.2 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan emulsi yang mengandung bahan
aktif Paraffin Liquid 30%.
2. Mengetahui permasalahan pada sediaan dan menentukan penyelesaian yang diambil
untuk sediaan.
3. Mengetahui efek farmakologi dan kegunaan dari bahan aktif dan bahan tambahan
lain.
4. Menentukan hasil evaluasi dari sediaan yang telah dibuat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sediaan Emulsi


Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. ( FI IV, 1995) Tipe emulsi ada 2 yaitu oil in water
(o/w) dan water in oil (w/o). Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan
pengemulsi yang disebut emulgator (emulsifying agent) atau surfaktan yang dapat
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara
menempati antar-permukaan tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik
di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan
permukaan antar fase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.

2.2 Komponen Emulsi


Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
2.2.1 Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri dari :
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu
zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam
emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
2.2.2 Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke
dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

2.3 Tipe Emulsi


Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal,
emulsi digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
2.3.1 Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air) adalah emulsi
yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi kedalam air.
Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
2.3.2 Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak) adalah emulsi
yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi kedalam minyak. Air
sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal.

2.4 Tujuan Pemakaian Emulsi


Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan merata atau
homogen dari campuran 2 cairan yang saling tidak bisa tercampur. Tujuan pemakaian
emulsi adalah
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya emulsi tipe O/W.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung
pada banyak faktor, misalnya sifat zat nya atau efek terapi yang dikehendaki.
3. Mendapat sediaan yang stabil.
4. Memperlambat efek obat karena ukuran sangat kecil.
5. Menutup rasa minyak.
6. Memperbaiki penampilan karena merupakan campuran yang homogen.

2.5 Teori Terbentuknya Emulsi


2.5.1 Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut daya
kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang
tidak sejenis yang disebut daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga
pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permkaan disebut
Tegangan Permukaan. Semakin tinggi perbedaan tegangan, maka semakin sulit
kedua zat cair untuk bercampur. Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan
emulgator akan menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi, sehingga
kedua zat cair akan mudah bercampur.
2.5.2 Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wadge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan
selektif dari bagian molekul emulgator. Setiap emulgator dibagi menjadi 2
kelompok yaitu:
a. Kelompok Hidrofilik : Bagian emulgator yang suka air.
b. Kelompok Lipofilik : Bagian emulgator yang suka minyak.
Masing- masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya.
Dengan demikian, emulgator seolah- olah menjadi tali pengikat antara air dan
minyak dan akan membuat suatu keseimbangan. Setiap jenis emulgator memiliki
harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga keseimbangan ini disebut
dengan Hydrophyl Lipophyl Balance atau HLB yaitu angka yang menunjukkan
perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar
harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang suka air, artinya emulgator
tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya. Kelarutan
(solubilizing agent).
2.5.3 Teori Film Plastik Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada
batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya
partikel tersebut, usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi
terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat
emulgator yang dipakai adalah:
1) Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
2) Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan fase dispers.
3) Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel
dengan segera.
2.5.4 Teori Lapisan Listrik Rangkap Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air
yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis,
sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan
lapisan di depannya. Dengan demikian, seolah- olah tiap partikel minyak
dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan.
2.6 Cara Membedakan Tipe Emulsi
1. Dengan pengenceran fase Setiap emulsi dapat diencerkan denan fase
eksternalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air
dan tipe w/o dapat diencerkan dengan minyak.
2. Dengan pengecatan atau pewarnaan Pemberian zat warna larut air pada tipe O/W
warna akan terlihat merata Contoh zat warna: metilen blue atau briliant blue.
3. Dengan kertas saring atau kertas tisu Jika emulsi diteteskan pada kertas saring
tersebut terjadi noda minyak, berarti emulsi tersebut tipe w/o. Tetapi jika terjadi
basah merataberarti emulsi tersebut tipe o/w
4. Dengan konduktivitas listrik Emulsi tipe o/w dapat menghantarkan arus listrik.

2.7 Kestabilan Emulsi


Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal- hal seperti dibawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu bagian
mengandung fase disper lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat
reversible, artinya jika dikocok perlahan- lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesensi dan cracking adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel
rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang
memisah. Hal ini bersifar irreversible.
3. Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-
tiba atau sebaliknya.

2.8 Metode Pembuatan Emulsi


Emulsi bisa disiapkan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat komponen emulsi dan
perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Dalam ukuran kecil preparat emulsi yang
dibuat baru, dapat dibuat dengan tiga metode yang umum digunakan oleh ahli farmasi di
apotek. Ketiga metode tersebut adalah :
1. Metode gom kering atau metode kontinental
Zat pengemulsi (biasanya gom) dicampur dengan minyak sebelum penambahan air.
2. Metode Inggris atau metode gom basah
Zat pengemulsi ditambahkan ke air (di mana zat pengemulsi tersebut larut) agar
membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk
membentuk emulsi.
3. Metode botol atau metode botol Forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan minyak-minyak yang kurang kental dan
merupakan suatu variasi dari metode gom kering.
BAB III
DATA PRAFORMULASI

3.1 Bahan Aktif


3.1.1 (Paraffin Liquidum)
Zat Aktif Paraffil Liquid
Rumus molekul C14 C18 (HOPE 6th 2009), hal.446
Titik lebur -
Pemerian Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak
berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak
mempunyai rasa. (FI III hal.474)
Tidak berwarna, transparan, cairan berminyak, hampir
tidak berflouresensi, tidak berasa, dan tidak berbau.
(Japan Pharmacopoeia hal.966)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan ethanol 95%, larut
dalam kloroform dan eter. (FI III hal.474)
Praktis tidak larut dalam air, tidak larut dalam ethanol
96%, merupakan campuran dengan golongan
hidrokarbon. (British Pharmacopoeia hal.4502)
Stabilitas Mengalami oksidasi bila terkena panas dan cahaya.
Harus disimpan dalam wadah kedap udara, terlindungi
dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering. (HOPE
6th 2009, hal.446)
inkompabilitas Tidak tahan dengan oksidator kuat. (HOPE 6th 2009,
hal.446)
Keterangan lain Kegunaan : Laksativum/Obat Pencahar. (FI III
hal.475)
Penyimpanan Stabil dalam wadah tertutup baik dan terlindungi dari
cahaya. (FI III hal.475)
Terlindung dari cahaya. (British Pharmacopoeia
hal.4503)
Penggunaan 30%

3.2 Bahan Tambahan


3.2.1 Tween 80
Zat Tween 80 (polysorbate 80)
Rumus molekul C64H124O26. (HOPE 6th 2009, hal.550)
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol, tidak
larut dalam minyak mineral. (HOPE 6th 2009, hal.551)
Stabilitas Stabil pada elektrolit, asam lemah, dan basa lemah.
(HOPE 6th 2009, hal.551)
Inkompabilitas Perubahan warna dan/ atau pengendapan terjadi
dengan berbagai zat, khususnya fenol, tanin, tar, dan
bahan tarlike. Aktivitas antimikroba pengawet paraben
berkurang dengan adanya polisorbat. (HOPE 6th 2009,
hal.551)
Penyimpanan Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, sejuk dan
kering. (HOPE 6th 2009, hal.551)
Kadar penggunaan 1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009,
hal.550)

3.2.2 Span 80 (Sorbitan Monooleate)


Zat Span 80 (Sorbitan Monooleate)
Rumus molekul C24H44O6. (HOPE 6th 2009, hal.675)
Titik lebur -
Pemerian Ester sorbitan adalah krim cair atau padat dengan
warna kekuningan dengan bau khas dan rasa. (HOPE
6th 2009, hal.676)
Kelarutan Sorbitan ester pada umumnya larut di minyak, dalam
pelarut organic lain. Tidak larut di air. (HOPE 6th
2009, hal.676)
Stabilitas Sorbitan ester stabil dalam asam lemah atau basa.
(HOPE 6th 2009, hal.677)
Inkompabilitas -
Penyimpanan Wadah tertutup rapat terlindung cahaya, sejuk dan
kering. (HOPE 6th 2009, hal.677)
Kadar penggunaan 1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009,
hal.676)

3.2.3 Methylparaben
Zat Methylparaben
Rumus molekul C8H8O3. (HOPE 6th 2009, hal.443)
Titik lebur 125-128C. (HOPE 6th 2009, hal.443)
Pemerian Serbuk hablur halus, putih, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti
rasa tebal. (HOPE 6th 2009, hal.442)
Kelarutan Etanol 95% 1 : 3
Eter 1 : 10
Gliserin 1 : 60
Propilenglikol 1 : 5
Air 1 : 400
(HOPE 6th 2009, hal.443)
Stabilitas Larutan methylparaben pH 3-6 dapat disterilkan di
autoclave pada 120C selama 20 menit tanpa
penguraian. Pada pH 8 atau lebih mengalami hidrolisis
10%. (HOPE 6th 2009, hal.443)
Inkompabilitas Aktivitas antimikroba methylparaben dan paraben
lainnya sangat berkurang dengan adanya surfaktan
nonionic. Tidak compatible dengan bahan lain seperti
bentonit, magnesium trisilakat, tragakan
methylparaben berubah warna dengan adanya besi dan
hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat. (HOPE 6th
2009, hal.443)
Keterangan lain Kegunaan : sebagai pengawet antimikroba (HOPE 6th
2009, hal.442)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik (FI III hal.378)
Kadar penggunaan Methylparaben (0,18%) bersama-sama dengan
Propylparaben (0,02%) telah digunakan untuk
pelestarian berbagai formulasi. (HOPE 6th 2009,
hal.442)

3.2.4 Propylparaben
Zat Propylparaben
Rumus molekul C10H12O3. (HOPE 6th 2009, hal.596)
Titik lebur 95-99C
Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa. (FI III
hal.535)
Kelarutan Mudah larut dalam aceton, larut dalam etanol 95%
dengan perbandingan 1 : 1,1 dan etanol 50% dengan
perbandingan 1 : 5,6 ; mudah larut dalam eter 1 : 10 ;
gliserin 1 : 250 ; larut dalam minyak mineral 1 : 3330 ;
larut dalam minyak kacang 1 : 70 ; propilenglikol 1 :
3,9 ; air 1 : 2500 dan 1 : 4350 (dalam suhu 15C) serta
1 : 225 (dalam suhu 80C). (HOPE 6th 2009, hal.597)
Stabilitas Larutan propylparaben cair pada pH 3-6 dapat
disterilkan dengan autoklaf tanpa dekomposisi. Pada
pH 3-6 larutan cairnya stabil (kurang dari 10%
dekomposisi). Sementara pada pH 8 atau lebih maka
akan cepat mengalami hidrolisis. (HOPE 6th 2009,
hal.597)
Inkompabilitas Aktivitas propylparaben sebagian akan berkurang
dengan adanya surfaktan non-ionic. Propylparaben
berubah warna dengan adanya besi dan mudah
terhidrolisis oleh asam lemah dan basa kuat. (HOPE
6th 2009, hal.597)
Keterangan lain Kegunaan : sebagai pengawet antimikroba. (HOPE 6th
2009, hal.596)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik. ( FI III 1979, hal 535)
Kadar penggunaan Methylparaben (0,18%) bersama-sama dengan
Propylparaben (0,02%) telah digunakan untuk
pelestarian berbagai formulasi. (HOPE 6th 2009,
hal.442)

3.2.5 Gliserin
Zat Gliserin
Rumus molekul C3H8O3. (HOPE 6th 2009, hal.283)
Titik lebur 17.8C (HOPE 6th 2009, hal.283)
Pemerian Putih, tidak berbau, bubuk Kristal dengan memiliki
rasa manis. (HOPE 6th 2009, hal.283)
Kelarutan Larut 1 : 4 dalam air 25C
Larut 1 : 1,5 dalam air 100C
Larut 1 : 1254 dalam etanol 95%
Sangat mudah larut dalam eter.
(HOPE 6th 2009, hal.284)
Stabilitas Stabil pada pH 5,6 6,6. (Japan Pharmacopoeia 15th,
hal.719)

Terurai pada suhu 233C, harus disimpan dalam


wadah tertutup rapat. (HOPE 6th 2009, hal.284)
Inkompabilitas Mengalami reaksi dengan asam amino sehingga
menghasilkan warna yang kekuningan atau
kecoklatan. (HOPE 6th 2009, hal.284)
Keterangan lain Berat jenis dari gliserin adalah 1.16
1.2656g/cm3 pada 15C; 1.2636g/cm3 pada 20C;
1.2620g/cm3 25C
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik. (FI III hal.272)
Kadar penggunaan >30% (HOPE 6th 2009, hal.283)

3.2.6 Propilenglikol
Zat Propilenglikol
Rumus molekul C3H8O2. (HOPE 6th 2009, hal.592)
Titik lebur -59C. (HOPE 6th 2009, hal.592)
Pemerian Propilenglikol adalah cairan jernih, tidak berwarna,
kental, praktis tidak berbau rasa sedikit tajam
menyerupai gliserin. (HOPE 6th 2009, hal.592)
Kelarutan Larut dengan aceton, kloroform, etanol 95%, gliserin,
dan air, larut pada 1 : 6 bagian eter. (HOPE 6th 2009,
hal.592)
Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan reagen oksidasi seperti
kalium permanganate. (HOPE 6th 2009, hal.593)
Keterangan lain Kegunaan : Pengawet antimikroba, desinfektan, co-
solven. (HOPE 6th 2009, hal.592)
Penyimpanan Stabil dalam wadah tertutup, di tempat dingin dan bila
terbuka, cenderung teroksidasi. (HOPE 6th 2009,
hal.593)
Kadar penggunaan 10-25% sebagai kosolven pada sediaan oral. (HOPE
6th 2009, hal.592)

3.2.7 BHT
Zat Butil Hidroksi Toluen
Rumus molekul C15H24O. (HOPE 6th 2009, hal.75)
Titik lebur 70C. (HOPE 6th 2009, hal.75)
Pemerian Butylated Hydroxy Toluen merupakan Kristal padat
berwarna kuning putih atau pucat dengan bau fenolik
yang samar. (HOPE 6th 2009, hal.75)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol,
solusi hidroksida alkali dan asam mineral berair.
Bebas larut dalam aceton, benzene, etanol 95%, eter,
menthol, toluene, minyak tetap dan minyak mineral.
Lebih larut dari butylated hydroxyanisole dalam
minyak dan lemak makanan. (HOPE 6th 2009, hal.75)
Stabilitas Paparan cahaya, kelembapan dan panas menyebabkan
perubahan warna dan hilangnya aktivitas. (HOPE 6th
2009, hal.76)
Inkompabilitas Butylated hydroxyl toluene adalah fenolik dan
mengalami reaksi karakteristik fenol. Hal ini tidak
kompatibel dengan oksidator kuat seperti peroksida
dan permanganates. Kontak dengan agen oksidasi
dapat menyebabkan pembakaran spontan. Garam besi
menyebabkan perubahan warna dengan hilangnya
aktivitas. Pemanasan dengan jumlah katalitik asam
menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan rilis
dari isobutene gas yang mudah terbakar. (HOPE 6th
2009, hal.76)
Keterangan lain Kegunaan : Antioksidan. (HOPE 6th 2009, hal.75)
Penyimpanan Butylated hydroxyl toluene harus disimpan dalam
wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat
yang sejuk dan kering. (HOPE 6th 2009, hal.76)
Kadar penggunaan 0,5-1,0%. (HOPE 6th 2009, hal.75)

3.2.8 Sirupus simpleks


Zat Sirupus simplex
Rumus molekul C12H22O11. (HOPE 6th 2009, hal.703)
Titik lebur 160-186C (dengan dekomposisi). (HOPE 6th 2009,
hal.704)
Pemerian Gula yang berasal dari Saccharum oficinarum Linne,
Beta vulgaris Linne. Berbentuk Kristal tak berwarna,
masa Kristal atau blok, bubuk Kristal putih, tidak
berbau dan memiliki rasa manis. (HOPE 6th 2009,
hal.703)
Kelarutan Kelarutan dalam air 1 : 0,2 pada suhu 100C, 1 : 400
dalam etanol pada suhu 20C, 1 : 170 dalam etanol
95% pada suhu 20C, 1 : 400 dalam propan-2-ol, tidak
larut dalam kloroform. (HOPE 6th 2009, hal.703)
Stabilitas Stabilitas baik pada suhu kamar dan pada kelembapan
yang rendah. Sukrosa akan menyerap 1% kelembapan
yang akan melepaskan panas pada 90C. Sukrosa akan
menjadi caramel pada suhu diatas 160C. Sukrosa
yang encer dapat terdekomposisi dengan keberadaan
mikroba. (HOPE 6th 2009, hal.703)
Inkompabilitas Bubuk sukrosa dapat terkontaminasi dengan adanya
logam berat yang akan berpengaruh terhadap zat aktif
seperti asam askorbat. Sukrosa dapat terkontaminasi
sulfit dari hasil penyulingan. Dengan jumlah sulfit
yang tinggi, dapat terjadi perubahan warna pada tablet
yang tersalut gula. Selain itu, sukrosa dapat bereaksi
dengan tutup alumunium. (HOPE 6th 2009, hal.706)
Keterangan lain Kegunaan : Pemanis, Coating agent, Granulating
agent, Suspending agent, Tablet binder, Sugar coating
adjust, Peningkatan viskositas. (HOPE 6th 2009,
hal.704)
Penyimpanan Harus disimpan ditempat yang sejuk dan kering.
(HOPE 6th 2009, hal.704)
Kadar penggunaan Sebagai pembawa oral sirup digunakan dengan kadar
20-60%. (HOPE 6th 2009, hal.704)

3.2.9 Aquadest
Zat Aquadest
Rumus molekul H2O (HOPE 6th 2009)
Titik lebur 0C (HOPE 6th 2009)
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa (FI III hal.96)
Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya.
(HOPE 6th 2009)
Stabilitas Stabilitas baik pada keadaan fisik (padat, cair, gas).
(HOPE 6th 2009)
Inkompabilitas Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan bahan
tambahan lainnya yang rentan terhadap hidrolisis
(dekomposisi dalam adanya air atau uap air) pada suhu
yang tinggi. Air juga dapat bereaksi dengan logam
alkali seperti kalsium oksida dan magnesium oksida.
Selain itu air juga bereaksi dengan garam anhidrat
untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan
dengan bahan organic tertentu dan kalsium karbida.
(HOPE 6th 2009)
Keterangan lain Kegunaan : Pelarut untuk pembuatan produk obat-
obatan dan sediaan farmasi, tidak cocok untuk
digunakan dalam pembuatan produk parenteral.
(HOPE 6th 2009)
Penyimpanan Wadah yang dapat membatasi pertumbuhan
mikroorganisme dan mencegah kontaminasi kegunaan
pelarut. (HOPE 6th 2009)

Anda mungkin juga menyukai