Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Victor Hensen pada tahun 1887 yang menggunakan istilah plankton untuk
pertama kali, kemudian disempurnakan oleh Haeckel pada tahun 1890. Definisi
tentang plankton sendiri telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan
pendapat yang hampir sama yakni seluruh organisme baik hewan maupun
tumbuhan yang hidup terapung atau melayang di dalam suatu perairan, tidak dapat
bergerak atau dapat bergerak hanya sedikit dan organisme yang tidak dapat
melawan arus (Nontji, 2005).
Plankton merupakan organisme yang melayang-layang serta mengapung
dipermukaan suatu air. Secara umum plankton sendiri dibedakan menjadi dua
yaitu zooplankton dan fitoplankton. Plankton yang berupa tumbuhan disebut
fitoplankton sedangkan berupa hewan disebut zooplankton. Peranan zooplankton
menempati posisi penting dalam suatu rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan
di dalam perairan. Salah satu indikator pencemaran perairan yaitu besarnya nilai
kelimpahan zooplankton (Welch, 1952 dalam Dwirastina, 2013).
Fitoplankton merupakan salah satu organisme perairan yang sangat
penting berperan sebagai produsen primer di perairan. Fitoplankton akan
memberikan respons terhadap perubahan kondisi perairan baik berupa perubahan
pada kelimpahan, jumlah jenis, maupun struktur komunitas fitoplankton.
Keberadaan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya unsure
hara, kondisi cahaya, suhu, pH, serta pemangsaan oleh zooplankton dan ikan
planktivor (Ferreira, 2011 dalam Rahman et al. 2016).
Untuk keberadaan fitoplankton, keberadaan fitoplankton sangat
mempengaruhi kehidupan di perairan karena memegang peranan penting sebagai
makanan bagi berbagai organisme laut. Berubahnya fungsi perairan sering
diakibatkan oleh adanya perubahan struktur dan nilai kuantitatif fitoplankton.
Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari alam maupun
dari aktivitas manusia seperti adanya peningkatan konsentrasi unsur hara secara
sporadis sehingga dapat menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif fitoplankton
melampaui batas normal yang dapat ditolerir organisme hidup lainnya. Kondisi ini
dapat menimbulkan kematian massal organisme perairan akibat persaingan
penggunaan oksigen terlarut (Djokosetiyanto dan Sinung, 2006).
Plankton mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator
pencemaran perairan. Plankton akan bergerak mencari tempat yang sesuai dengan
hidupnya apabila terjadi pencemaran yang mengubah kondisi tempat hidupnya.
Dengan demikian terjadi perubahan susunan komunitas organisme disuatu
perairan dimana hal ini dapat dijadikan terjadinya pencemaran. Di perairan, peran
plankton tersebut sangat penting. Terutama dalam usaha budidaya ikan/udang,
plankton dapat berfungsi sebagai pakan alami yang ramah lingkungan dan
produsen primer (Sudiana, 2015).
Begitu juga terhadap hewan fitoplankton, dalam sistem akuatik
fitoplankton sangat memerlukan nitrogen dan fosfor sebagai faktor pembatas bagi
dan memiliki system dalam pertumbuhannya. Sistem ini diharapkan dapat
berjalan tanpa tekanan yang datang dari luar, sehingga tercipta kondisi lingkungan
yang baik bagi biota fitoplankton. Terdapat juga beberapa keberagaman jenis yang
dapat menjadi suatu parameter (Anggraini et al. 2016).

1.2 Tujuan
1.Dapat mempelajari, mengamati serta mengidentifikasi plankton
2.Dapat mengetahui teknik sampling pada plankton
3.Dapat menambah pengetahuan praktikan dalam penanganan sampel planton.
4.Dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup pada plankton tersebut.
5. Dapat mengetahui jenis yang tergolong dari plankton

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah dapat mempelajari, mengamati,
serta mengindentifikasi plankton, mengetahui teknik sampling pada plankton, dan
menambah pengetahuan praktikan dalam penanganan sampel plankton,
mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
pada plankton tersebut, dan dapat mengetahui jenis yang tergolong dari plankton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya


mengapung, mengambang, atau pun melayang didalam air dan juga untuk
kemampuan berenangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga selalu terbawa
hanyut oleh arus. . Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan yang
mempunyai kemampuan renang aktif bebas, tidak bergantung pada arus seperti
misalnya ikan, cumi-cumi, dan paus. Lain pula dengan benthos yang merupakan
biota yang hidupnya melekat, menancap, ,erayap atau meliang (membuat liang)
didasar perairan laut seperti misalnya kerang, karang (coral), bintang laut, dan
teripang (Nontji, 2005).
Plankton merupakan organisme yang peka terhadap perubahan lingkungan
sehingga jumlah spesies plankton tertentu dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran suatu perairan. Plankton merupakan organisme akuatik yang
memegang peranan penting dalam mempengaruhi produktivitas primer dalam
suatu perairan. Keberadaan plankton dapat dijadikan sebagai bioindikator kondisi
perairan karena plankton memiliki batasan toleransi terhadap zat tertentu. Laut
merupakan sebuah ekosistem besar yang di dalamnya banyak sekali terdapat
interaksi antar biotik dan abiotic (Anggraini et al. 2016).
Secara fungsional plankton dapat digolongkan menjadi empat golangan
utama yakni : fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton.
Fitoplankton disebut juga plankton nabati yaitu tumbuhan yang hidupnya
mengapung atau melayang didalam air. Ukuran fitoplankton sangat kecil dan tak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum adalah berkisar
antara 2-200 m (1 m= 0,001 mm). Fitoplankton umumnya berupa individu
bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai. Meskipun ukurannya
sangat halus namun bila mereka tumbuh sangat subur dan lebat maka bisadapat
menyebabkan perubahan warna air laut yang bisa terlihat (Nontji, 2005) .
Zooplankton merupakan organisme akuatik yang bersifat heterotrof dan
memiliki daya renang yang lemah. Zooplankton berperan sebagai konsumen
pertama di dalam perairan, yang memanfaatkan fitoplankton sebagai makanannya.
Kesuburan dan kestabilan suatu perairan dapat dilihat dari keanekaragaman dan
kelimpahan zooplankton. Zooplankton berperan dalam mengatur kelimpahan
fitoplankton melalui selektifitas makanan (food selectivity), yaitu mekanisme yang
signifikan untuk mengontrol komposisi dari komunitas fitoplankton. Oleh karena
itu, zooplankton dapat dijadikan indikator kesuburan perairan karena zooplankton
berperan sebagai agen transfer energi dan indikator dari keberadaan fitoplankton.
Beberapa spesies zooplankton seperti rotifera, branchiopoda dan copepoda dapat
digunakan sebagai indikator kesuburan perairan (Wahyudiati et al. 2017).
Pengambilan contoh sampling, pertama siapkan ember ukuran 10 liter dan
plankton. Kedua, siapkan botol untuk wadah contoh dan diberi label, ditulis nama,
lokasi, tanggal, jam pengambilan. Ketiga, ambil sampel zooplankton sebanyak 50
L dan disaring menggunakan plankton net. Keempat, air yang sudah disaring
menggunakan plankton net dimasukkan dalam botol dengan volume 100ml.
Kelima, sampel zooplankton diberi pengawet larutan Formalin 40%. Keenam,
Pengamatan contoh diamati di laboratorium, menggunakan mikroskop inverted
dan SR (Sedweight Rafter) dengan pembesaran 20x20, selanjutnya Identifikasi
zooplankton berdasarkan buku-buku identifikasi. Terakhir, hitung jumlah
kelimpahan zooplanktonya (Dwirastina, 2013).
Dalam bahwa karena komposisinya dipengaruhi oleh beberapa parameter
lingkungan seperti, pH, salinitas dan parameter biologi lainnya. Kesuburan
perairan dapat digolongkan menjadi 3 berdasarkan kelimpahan zooplankton yaitu:
kelimpahan zooplankton 1 ind/l tergolong peraran oligotrofik, kelimpahan
zooplankton 1-500 ind/l tergolong perairan mesotrofik dan kelimpahan
zooplankton lebih dari 500 ind/l tergolong peraraian eutrofik (Duggan, 2003
dalam Wahyudiati et al. 2017).
Zooplankton disebut juga plankton hewani yang merupakan hewan yang
hidupnya mengapung, atau melayang didalam suatu perairan. Kemampuan renang
zooplankton sangat terbatas sehingga keadaanya sangat ditentukan kemana arus
akan membawanya. Ukuran zooplankton yang paling umum berkisar 0,2-2mm,
tetapi ada juga yang berukuran besar, misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran
sampai lebih dari satu meter. Kelompok yang paling sering ditemui antara lain
copepod, eufausid, misid, amfipod, kaetognat, dan sebagainya. Zooplankton
dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuaria di depan muara
sampai pada perairan ditengah samudra, dari perairan tropis hingga kepada
perairan kutub (Nontji, 2005).
Pada kedalaman yang berbeda berbagai faktor yang berpengaruh juga
berbeda, di duga struktur dan komunitas zooplankton menurut kedalaman berbeda
pula. Pada kelimpahan zooplankton di Danau Maninjau pada bagian dangkal lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian yang lebih dalam. Hal ini berkaitan dengan
suhu, penetrasi cahaya, kandungan oksigen dan nilai klorofil-a yang lebih tinggi
dibagian dangkal dibandingkan dengan bagian yang lebih dalam. Sebaran dan
keanekaragaman zooplankton tergantung pada ketersediaan makanan, keragaman
lingkungan, adanya tekanan ikan pemangsa, suhu, polutan, hembusan angin yang
memicu pergerakan air serta interaksi antara faktor biotik dan abiotik lainnya
(Toruan dan Sulawesty, 2007 dalam Setiawati, 2017) .
Terjadi pola dan hubungan antara zooplankton dan fitoplankton merupakan
rangkaian yang terjadi dalam hubungan pemakan dan mangsa. Hubungan itu
membentuk sebuah jalur yaitu rantai makanan. Fitoplankton sebagai produsen
primer dimangsa oleh zooplankton, pada gilirannya zooplankton dimakan oleh
ikan-ikan kecil pada tingkatan tropik yang lebih tinggi. Pada Peristiwa ini
menunjukan bahwa hubungan ketergantungan antara fitoplankton dan
zooplankton terjadi sangat erat. Ketergantungan yang terjadi inilah yang dapat
memberikan dampak pada kelimpahan zooplankton dan fitoplankton di dalam
suatu perairan (Boiman, 2003 dalam Tambaru et al. 2014).
Adanya keberadaan plankton pada suatu perairan dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat produktivitas dalam suatu perairan. Keanekaragaman dan
kelimpahan zooplankton dapat menandakan kestabilan suatu perairan. Akan tetapi
zooplankton yang tertentu hanya bisa hidup di ekosistem estuaria. Alat dan bahan
yang dapat digunakan untuk pengambilan sampel plankton diantaranya yaitu
ember volume 5 liter, botol sampel, plankton net dan gliserin sebagai pengawet air
sampel agar kondisi plankton dalam air sampel tidak rusak. Dalam
pengidentifikasian sampel plankton dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop, optilab, pipet tetes dan glass object dilakukan pada laboratorium
(Anggraini et al. 2016).
Fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik yaitu zona dengan
intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis.
Berkelompoknya fitoplankton beberapa meter di bawah permukaan air, pada
mulanya diduga hanya untuk menghindar pengaruh merusak yang berlebihan dari
cahaya matahari. Banyak pula zooplankton yang menjauhi permukaan air pada
siang hari dan hidup di lapisan 200 m ke atas karena fitoplankton banyak terdapat
di lapisan ini. Hasil berbagai penelitian, ternyata sebaran vertikal tergantung dari
berbagai faktor, antara lain intensitas cahaya, kepekaan terhadap perubahan
salinitas, arus dan densitas air (Djokosetiyanto dan Sinung, 2006).
Rumpon atau Fish Aggregating Device (FAD) adalah salah satu jenis alat
bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut
dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar
berkumpul di sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Konstruksi
rumpon menyerupai pepohonan yang dipasang atau ditanam pada kedalaman
tertentu di suatu tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung,
mencari makan, memijah dan berkumpulnya ikan Rumpon portable didiamkan
diperairan selama 4 jam dengan rincian pada saat penurunan dilakukan
pengambilan data plankton dan arus (Yusfiandayani, 2013).
Plankton dapat hidup kisaran salinitas yang lebih besar dari 20 o/oo. Pada
pengukuran pH untuk plankton, diperoleh kisaran yang relatif sama pada setiap
waktu dan kedalaman laut. Ph air laut cenderung stabil dan konstan. Didapatkan
nilai pH yang sesuai untuk kehidupan planktonnya berkisar antara 6,92 7,29.
Nilai pada pH ini masih sangat sesuai untuk pertumbuhan dan kehidupan plankton
dan masih belum membatasi laju pertumbuhan pada kelangsungan hidup
plankton. Air laut sebagai salah satu faktor utama yang membatasi laju
pertumbuhan plankton, jika nilai salinitas kurang dari 7,0 atau lebih dari 8,5
(Koesoebiono, 1981 dalam Tambaru et al. 2014).
Proses eksplorasi ikan dilakukan setelah rumpon portable diletakkan selama
2 jam dan bersamaan dengan itu dilakukan pengambilan data plankton yang
kedua. Tahapan yang dilakukan dalam pengambilan data plankton diawali dengan
mengikat pemberat pada tabung plankton net dan mengikat tali pada gagang
plankton net. Tahapan selanjutnya ialah penurunan plankton net sedalam 5 meter
didekat rumpon portable dan dilakukan pengangkatan. Tahapan selanjutnya ialah
peletakkan hasil plankton net ke dalam botol film dan diberi lugol sebanyak 2
tetes (Yusfiandayani, 2013).
Eutrofikasi merupakan proses pengayaan air oleh unsur hara, terutama
nitrogen dan fosfor yang dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan
menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air yang tidak diinginkan seperti
penurunan oksigen terlarut, penurunan kecerahan perairan, peningkatan bahan
organik, dan sebagainya. Secara umum, proses eutrofikasi berlangsung secara
bertahap, yaitu mulai dari oligotrofik, mesotrofik, hingga eutrofik. Proses
eutrofikasi tersebut sangat ditentukan oleh proses fotosintesis, produksi biomassa
fitoplankon, dan mineralisasi bahan organik menjadi unsur hara. Salah satu
dampak eutrofikasi adalah dapat memengaruhi keberadaan fitoplankton di
perairan (Rahman et al. 2016).
Penentuan pengambilan sampel air dan plankton dilakukan dengan metode
purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan di Sungai Bengawan Solo
dari Kecamatan Kalitidu sampai Kecamatan Bojonegoro Kota dengan jarak
kurang lebih 26 km yang meliputi enam stasiun pengambilan plankton dan sampel
air pengukuran kualitas fisika kimia air. pada stasiun-stasiun yang telah
ditentukan. Pada setiap stasiun ditetapkan 3 titik pengambilan sampel, yaitu tepi 1,
tengah, dan tepi 2, dengan tiga kali pengulangan di tiga titik yang berbeda.
Pengambilan sampel plankton dilakukan pada pagi hingga siang hari selama 12
hari. Pengambilan sampel plankton diperoleh dengan water sampler yang
dicelupkan kurang lebih 1 meter dari permukaan perairan (Wibowo et al. 2014).
Kecepatan pada arus perairan untuk plankton berkisar antara 0,019 - 0,069
m/s. Kecepatan pada arus ini sangat lambat bagi plankton. Menurut Mason 1981,
bahwa kecepatan arus yang lebih kecil dari 0,5 m/s dapat tergolong arus yang
sangat lambat bagi plankton. Pada kecepatan arus inilah yang memungkinkan
aktifitas plankton dapat berjalan dengan baik. Selain itu factor dari kecerahan,
kecerahan merupakan salah satu faktor penentu keberlanjutan pada kehidupan
plankton. Tinggi rendahnya kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh cahaya
matahari yang dapat menembus lapisan perairan. Kecerahan menembus sampai
kedalaman 16 meter yang melewati kedalaman terdalam (Tambaru et al. 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini A, Sudarsono, Sukiya. 2016. Kelimpahan Dan Tingkat Kesuburan


Plankton Di Perairan Sungai Bedog. Jurnal Biologi. Vol 2(5): 1-5.

Djokosetiyanto D, Rahardjo S. 2006. Kelimpahan dan Keanekaragaman


Fitoplankton di Perairan Pantai Dadap Teluk Jakarta. Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol 2(13): 135-141.

Dwirastina, M.. 2013. Pengamatan Kelimpahan Zooplankton Daerah Marempan


Di Sungai Siak Riau. Jurnal BTL. Vol. 11(1): 1-4.

Nontji. 2005. Laut Nusantara. Malang: Djambatan.

Rahman A, Niken TM, Sigid H. 2016. Struktur Komunitas Fitoplankton di Danau


Toba, Sumatera Utara. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 21(2): 120-
127.

Setiawati S. 2017. Komposisi Dan Struktur Komunitas Zooplankton Pada


Kedalaman Yang Berbeda Di Danau Diatas Kabupaten Solok Sumatera
Barat Skripsi Sarjana Biologi [Skripsi]. Padang : Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas.

Wahyudiati NW, Wayan A, Gde RA. 2017. Struktur Komunitas Zooplankton di


Bendungan Telaga Tunjung, Kabupaten Tabanan-Bali. Jurnal of marine and
Aquatic Sciences. Vol 3(1): 115-119.

Yusfiandayani R, Indra J, Mulyono S, Baskoro. 2013. Uji Coba Penangkapan


Pada Rumpon Portable Di Perairan Palabuhanratu. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan. Vol 4(1): 89-92.

Anda mungkin juga menyukai