Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODE DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL UNTUK


ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kimia Air Makanan dan Minuman II

Disusun Oleh:

Adlin Zarina

Elok Azkawati

Lulu Aprilia

Siti Nuraini

Kelas : 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
CIMAHI
2015/2016
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusun diberi kemudahan,
kelancaran untuk dapat menyelesaikan makalah Kimia Analisis Makanan dan Minuman.
Makalah ini disusun berdasarkan studi pustaka yaitu mencari informasi lengkap
melalui berbagai media baik media cetak maupun media elektronik untuk mengetahui lebih
banyak lagi informasi mengenai Metode dan Teknik Pengambilan Sampel untuk Analisis Makanan
dan Minuman serta Analisis Air dalam Bahan Makanan. Masalah yang akan disampaikan dalam
makalah ini mengenai Teknik Pengambilan Sampel Untuk Bahan Makanan dan Minuman
dan Analisa Air pada Bahan Makan.

Penyusun menyadari banyak pihak yang turut memberikan perhatian dan bantuan
serta dukungan selama proses penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penyusun tidak
lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan
kekurangan dan keterbatasan penyusun, baik dari sudut pengetahuan, waktu, maupun
kurangnya keterampilan dalam bidang menulis makalah. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan ke depannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Cimahi, 13 Maret 2015

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam penetuan bahan makanan dan minuman diperlukan teknik pengambilan


sampel supaya sampel tersebut berhasil. Analisis suatu bahan hasil makanan dan minuman
hanya akan dicapai secara baik jika pengambilan sampel bahan dilakukan secara benar dan
representatif. Pengambilan perlu memperhatikan homogenitas sampel yaitu efek ukuran dan
berat partikel sangat berpengaruh terhadapa homogenitas bahan. Bahan dengan ukuran dan
berat lebih besar cenderung akan berpisah dengan bahan yang lebih kecil dan ringan
(Segregasi).
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting
agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, metode khusus
(Anonim,2003).
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang terdapat di dalam suatu
bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan persentase zat-zat gizi secara
keseluruhan. Penentuan kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan pangan itu
sendiri. Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena terdapat bahan yang mudah
menguap pada beberapa jenis bahan pangan, dan adanya air yang terurai pada bahan pangan,
serta oksidasi lemak pada bahan pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi penentuan
kadar air yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik dan ada yang
secara kimia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengambilan Sampel

Untuk mendapatkan sampel yang betul-betul mewakili suatu yang presentatip kadang-
kadang sangat sukar. Pada sampel harus dicantumkan label yang memuat keterangan-
keterangan lengkap mengenai jumlah sampel itu sendiri, nomor, tanggal, pemilik, tempat
pengambilan sampel dan petugas pengambilan sampel. Selama dan setelah pengambilan
sampel sampai saat analisis dilakukan, sampel harus dijaga supaya tidak mengalami :
Kerusakan oleh jasad renik
Kerusakan karena aksiotolitik oleh enzim-enzim atau menjadi tengik karena pengaruh
sinar matahari atau panas
Pencemaran
Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas sampel harus dimasukkan kedalam wadah
yang ditutup rapat. Untuk menghindari jasad renik, sebaiknya sampel disimpan didalam
lemari pendingin. Pemakaian es kering (CO2 padat) sebaiknya dihindari karena akan
menyebabkan sampel membeku sehingga mnimnulkan kerusakan jaringan.

2.2 Teknik Pengambilan Sampel Makanan


Serbuk atau butiran, dengan teknik perempat (quartening) yaitu dengan meratakannya
pada selembar kertas atau alumunium foil dan dicampur. Tiap kali diambil seperempat
bagian yang berlawanan, dicampurkan dan diratakan kembali, sampai didapat sampel
kira-kira 250 gram. Sampel dipindahkan kedalam botol dan ditutup rapat.
Bahan setengah padat (semisolid) seperti keju atau coklat, diparut kemudian dikerjakan
dengan teknik perempat.
Daging atau ikan dan hasil olahannya, dipisahkan dari tulang-tulangnya kulit atau kulit
yang keras. Pada ikan hanya diambil bagian yang dapat dimakan, kemudian digiling
dengan penggiling daging.
Pasta dan cairan yang mengandung padatan, dicampur dalam blender dengan kecepatan
tinggi, kemudian dimasukkan kedalam botol sampel. Sayuran mentah, dipotong-potong
halus dan dilakukan teknik perempat.
Sampel yang sudah kehilangan air, harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.
Sampel yang mudah rusak harus disimpan dalam lemari pendingin. Perlu diingat bahwa
didalam lemari pendingin, sampel dapat menjadi kering apabila tidak dimasukan
kedalam wadah yang tertutup rapat.

2.3 Teknik Pengambilan Sampel Minuman


Sampel minuman/cair yang dibutuhkan sebanyak 100-200ml dengan cara:
1. Mengaduk/menghomogenkan sampel sebanyak 3x
2. Mengambil sampel tersebut dari lima titik (kiri, kanan, atas, baawah, dan tengah)
3. Lalu periksa
Sampel minuman pekat/kental dilakukan dengan cara:
1. Pipet 10 ml sampel ml minuman pekat masukkan kedalam botol yang telah terisi
aquades steril 90 ml
2. Kocok, dengan cara dibolak-balik beberapa kali,
3. Lakukan secara aseptis.

2.4 Air Dalam Bahan Makanan

Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu
pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0C). Air merupaka pelarut yang
kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya
garam-garam) disebut sebagai zat-zat hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak
mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat
hidrofobik (takut air) (Wulanriky, 2011).
Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat
lemah atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air bentuk pertama dan
yang kedua dominan, sedangkan air terikat jumlahnya sangat kecil. Air dalam bahan pangan
berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi,
sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat
dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit
dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan
menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat
dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).
1) Air Bebas
Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan
pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai aktivitas air atau water
activity yang diberi notasi Aw. Disebut aktivitas air, karena air bebas mampu membantu
aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan.
Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba
untuk tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga memungkinkan
beberapa reaksi kimia dapat berlangsung.
2) Air Teradsorbsi.
Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan koloid
makromolekul (protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi diantara koloid
tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Ikatan antara air dengan
koloid merupakan ikatan hidrogen. Air teradsorbsi relatif bebas bergerak dan relatif
mudah dibekukan ataupun diuapkan.
3) Air Terikat Kuat
Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut membentuk
hidrat dengan beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat
jumlahnya sangat kecil dan sangat sulit diuapkan dan dibekukan. Air yang terdapat
dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan
misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga
perusak (Sudarmadji,2003).
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity).
mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang biak. Seperti
halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum dan optimum untuk
tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe :
a. Tipe I
Molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang
berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi
sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat
dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.
b. Tipe II
Molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat
dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum. Air ini lebih sukar
dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water
activity). Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar 3-7 % dan
kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang
dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.
c. Tipe III
Air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler,
serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe
ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi
reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan
berkisar antara 12-25 % dengan Aw (water activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis
bahan dan suhu.
d. Tipe IV
Air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air
biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992).

2.5 Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan


Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung
pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan
suhu yang lebih rendah.
Seperti bahan bekadar gula tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-
kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan
H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang konstan. Untuk bahan
dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer
disamping menentukan padatan terlarutnya pula
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :
1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan
Metode ini digunakan untuk semua bahan pangan kecuali produk yang
mengandung komponen senyawa volatil atau bahan yang mudah menguap pada
pemanasan 1000C.
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.
Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah
diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.
Prosedurnya : Bahan atau sampel ditimbang 1-5 g, lalu dioven beberapa jam 4-6
jam, timbang, dioven kembali, dan ditimbang hingga konstan. Bobot dianggap konstan
apabila selisih penimbangan 0,2 mg.
Perhitungan : Kadar air dapat dihitung, baik berdasarkan bobot kering dry basis (DB)
maupun bobot basah wet basis (WB).
Kadar air (%DB) = W3/W2 x 100
Kadar air (%WB) = W3/W1 x 100
Total bahan padat (%) = W2/W1 x 100
Ket :
- W1 = bobot sampel awal
- W2 = bobot sampel kering
- W3 = kehilangan berat / selisih bobot (g)
Kelemahan cara ini adalah :
a. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air
misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
b. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami
oksidasi.
c. Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah
dipanaskan.

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang


menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat
dilakukan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh
hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji.2003).

2. Penentuan Kadar Air Cara Destilasi


Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan
pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak
dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air. Zat
kimia yang dapat digunakan antara lain : toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan
xylol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml
pada sampel yang diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan
sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam
tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka
air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung
dilengkapi skala maka banyaknya dapat diketahui. Cara destilasi ini baik untuk
menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil yang sulit ditentukan
dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya memerlukan waktu 1 jam
(Sudarmadji,2003).
Metode destilasi mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Dapat untuk menentukan kadar air bahan yang memiliki kendungan air relatif kecil
b. Penentuan kadar air memerlukan waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar 1 jam
c. Terjadinya oksidasi senyawa lipida senyawa lipida dan dekomposisi senyawa gula
dapat dihindari, sehingga penentuan kadar air cukup akurat.

3. Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain :
a. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam
metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan
piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan yodin dan dan sulfur
dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan methanol
akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan
tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis,
maka iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine bebas.
Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen biru dan
akhir titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah
warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar
air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu, dan
bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan
harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg
dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg
(Sudarmadji,2003).

b. Cara Kalsium Karbid


Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas
asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin
yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain:
1) Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai.
Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.
2) Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan
mengukur volumenya.

Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan
kemudian dapat diketahui kadar air bahan, yaitu dengan cara :

1) Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan
dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volme asetilin dapat
diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air baha
2) Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan
tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau
secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi
karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat
singkat yaitu sekitar 10 menit (Sudarmadji,2003).
c. Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air
menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang
digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin.

4. Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:
a. Berdasarkan tetapan dieletrikum
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance)
(Sudarmadji,2003).
BAB III
KESIMPULAN

Untuk mendapatkan sampel yang betul-betul mewakili suatu yang presentatif


kadang-kadang sangat sukar. Pada sampel harus dicantumkan label yang memuat keterangan-
keterangan lengkap mengenai jumlah sampel itu sendiri, nomor, tanggal, pemilik, tempat
pengambilan sampel dan petugas pengambilan sampel. Selama dan setelah pengambilan
sampel sampai saat analisis dilakukan, sampel harus dijaga supaya tidak mengalami :
Kerusakan oleh jasad renik
Kerusakan karena aksiotolitik oleh enzim-enzim atau menjadi tengik karena pengaruh
sinar matahari atau panas
Pencemaran
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping
ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air
terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat
secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air
kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).
Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu : air bebas, air terikat lemah
atau air teradsorbsi, dan air terikat kuat. Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat
dibagi atas empat tipe yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV.
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Metode pengeringan
2. Metode destilasi
3. Metode kimiawi
a. Cara Titrasi Karl Fischer
b. Cara Kalsium Karbid
c. Cara Asetil Khlorida
4. Metode fisis
a. Berdasarkan tetapan dieletrikum
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance)
(Sudarmadji,2003).
Nama Orang Yang Bertanya Pada Saat Presentasi

1. FIRIST KOMALASARI
2. NENG CAHYATI
3. PUTRI NURLITA
4. RESTU RIZKI
DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Universitas
Indonesia. Jakarta.

Sudarmaji, S. 2003, Mikrobilogi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
http://risnafranisa.blogspot.com/.../air-dalam-bahan-pangan.
Diakses pada tanggal 07 Maret 2015

Wulanriky. 2011. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Pengering.


http://wulanrikywordpress.com/Penetapan-Kadar-Air-Metode-Oven-Pengering-aa/.
Diakses pada tanggal 07 Maret 2015

Winarno, F.G. (1992). Kimia pangan dan Gizi. Jakarta: PT.Gramedia PustakaUtama.
http://goodreads.com/book/show/6044215-kimia-pangan-dan-gizi.
Diakses pada tanggal 07 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai