Anda di halaman 1dari 4

Laporan Wartawan TribunEnrekang.

com, Muh Azis Albar

TRIBUNENREKANG.COM, ENREKANG - Angka kematian ibu melahirkan di


Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), cenderung meningkat tiap tahunnya.

Itu dibuktikan dengan data dari Dinas Kesehatan Enrekang pada tahun 2015 hanya ada
lima kasus dan meningkat tahun 2016 menjadi delapan kasus.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Enrekang, Marwan Ahmad Ganoko
saat rapat pemantauan dan pengawasan ibu hamil dan bayi risti (Risiko Tinggi) di
kantornya, Rabu (6/9/2017).
Ia menjelaskan, meningkatnya kasus ibu melahirkan disebabkan masih minimnya
kesadaran masyarakat untuk lakukan pemeriksaan kesehatan jelang melahirkan.

Padahal, kita sudah lakukan sosialisasi ke setiap desa melalui bidan desa agar selalu
mengecek kesehatan ibu hamil dan disarankan melahirkan di puskesmas atau rumah
sakit.
"Pemahaman masyarakat kita yang masih kurang tentang apa manfaatnya ditangani
kesehatan saat akan melahirkan," kata Marwan.
Ia menambahkan, selama ini kebanyakan kasus kematian ibu melahirkan akibat
terlambat ditangani oleh petugas kesehatan.
Olehnya itu, mulai sekarang akan diberi tanda berupa bendera di rumah warga yang
terdapat ibu hamil di dalamnya agar bisa terus dikontrol oleh petugas kesehatan.

"Kita imbau kepada seluruh bidan desa agar bisa terus memperbaiki kinerjanya
sehingga bisa menekan angka kematian ibu melahirkan," ujarnya.
MASALAH

Utjie Ramadani (Tengah) remaja berusia 19 tahun, yang melahirkan anak didaerah Enrekang

Angka kematian ibu melahirkan di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel),


cenderung meningkat tiap tahunnya. ada lima kasus dan meningkat tahun 2016
menjadi delapan kasus.

ANALISA
Meningkatnya angka kematian ibu di Kabupateb Enrenka, Sulawesi Selatan (Sulsel)
disebabkan oleh beberapa factor :
Masih minimnya kesadaran masyarakat untuk lakukan pemeriksaan kesehatan
jelang melahirkan
Kebanyakan kasus kematian ibu melahirkan akibat terlambat ditangani oleh
petugas kesehatan

UPAYA
Budaya yang masih hidup dan tumbuh di masyarakat dalam konteks pembangunan
merupakan modal sosial yang tidak ternilai harganya. Karena bisa dioptimalkan untuk
menunjang program pembangunan termasuk pembangunan kesehatan. Namun ada
juga budaya yang menurut kacamata aparatus kesehatan justru membahayakan atau
berisiko menimbulkan kematian atau kesakitan. Contohnya : memotong tali pusat
dengan bilah bambu. Atau memberi makanan yang dilumatkan oleh mulut seorang
nenek kepada bayi. Atau membiarkan ibu bekerja di ladang meskipun usia
kehamilannya sudah mendekati kelahiran.

Oleh sebab itu maka harus dilakukan kajian terhadap budaya masyarakat yang mampu
melindungi ibu hamil-melahirkan dan bayi dari ancaman kematian serta yang bisa
membahayakan kesehatan ibu dan anak.

Untuk aparatus kesehatan :


1. Pemahaman mengenai budaya masyarakat di lingkungan wilayah puskesmas
sangat diperlukan oleh tenaga kesehatan.
2. Pembekalan perspektif antropologi bagi tenaga kesehatan disemua tingkatan
menjadi modal utama dalam menjalankan fungsi pelayanan yang sesuai dengan
konteks budaya masyarakat, sehingga mampu mengindentifikasi faktor nilai dan
budaya yang berpotensi menurunkan risiko kematian ibu dan bayi.
3. Mengembalikan fungsi dasar Puskesmas sebagai unit pelayanan yang berbasis
kewilayahan. Bukan pelayanan berdasarkan kasus-kasus penyakit. Basis
kewilayahan bukan hanya teritori secara geografis, namun juga teritori secara
sosial budaya. Teritori sosial budaya bukan dibatasi secara fisik lokasi daerah
administratif, namun dibatasi oleh batas batas adat dan kekerabatan.

Untuk Pemerintah Desa :


1. Pemerintahan Desa harus memiliki data kebudayaan yang masih berlaku di
masyarakat. Khusus mengenai kesehatan ibu dan bayi perlu dicatat data yang
mengenai :
a. sistem kepercayaan masyarakat,
b. sistem pengetahuan terutama mengenai konsep sehat dan sakit,
c. sistem kekerabatan terutama mengenai siapa yang berwenang pengambil
keputusan penting di dalam keluarga luas,
d. sistem matapencaharian yang dilengkapi dengan sumber pangan yang
biasa dikonsumsi oleh penduduk Desa khususnya oleh remaja
perempuan, ibu, dan bayi beserta pola makannya.
2. Pemerintah Desa perlu membentuk sistem SIAGA (Siap Antar Jaga) di level
RT/Dusun yang terdiri dari :
a. Pencatatan dan identifikasi ibu hamil dan bayi
b. Penyediaan transportasi untuk merujuk ke puskesmas dan rumah sakit
c. Pendataan golongan darah penduduk dewasa yang sehat untuk
mempersiapkan pendonor jika dibutuhkan
d. Dana untuk membiayai kebutuhan rujukan, menjaga pasien selama
perawatan, dan biaya lainnya yang tidak dicover oleh pemerintah.

Contoh keberhasilan menerapkan empat sistem SIAGA di Kota Cirebon mampu


menurunkan kematian ibu melahirkan dan bayi secara bermakna.

3. Pemerintah Desa perlu memiliki postur data kependudukan saat ini dan prediksi
dinamika penduduk lima tahunan terutama kelompok usia produktif.

Apabila dua aspek dalam sector kesehatan saling bersinergi yaitu aspek demand dan
aspek supply, dimana satu dengan lainnya saling mengerti dan memahami peran dan
tanggungjawabnya, maka niscaya kesehatan ibu dan bayi akan meningkat dan akhirnya
berdampak kepada peningkatan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya.

Rekomendasi khusus kepada pemerintah pusat adalah sebagai berikut : dalam


membuat kebijakan perlu menggunakan prinsip : memperkuat faktor yang
menurunkan risiko kematian dan mengeliminasi faktor yang meningkatkan risiko
kematian pada ibu dan bayi dengan mempertimbangkan nilai budaya setempat.

Apabila hal tersebut di atas dilaksanakan maka dengan mudah kita dapat
mengidentifikasi akar penyebab, mengapa kematian ibu dan bayi terus terjadi. Dan jika
kita mengetahui akar penyebabnya, maka dengan mudah kita merumuskan solusi
mengatasi masalahnya.

Anda mungkin juga menyukai