Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan
gejala yangdiakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan
bayi. Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang
mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar di dalam
kandungan bila terjadi stres /kegawatan intrauterin.Mekonium yang
terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada
saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan per nafasan dan gangguan
pertukaran udara di paru -paru. Selain itu,m e k o n i u m juga
menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran
u d a r a , menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan amnion yang terwarna-
mekonium ditemukan pada 5-15% kelahiran, tetapi sindrom ini biasanya terjadi pada bayi
cukup bulan atau lewat bulan. Pada 5% bayi yang berkembang pneumonia
aspirasi, dimana 30% darinya memerlukan ventilasi mekanis dan 5 -10
persennya dapat m e n i n g g a l . K e g a w a t a n j a n i n d a n h i p o k s i a t e r j a d i
bersama dengan masuknya meconium kedalam cairan amnion.
1.2 Rumusan Masalah
Apa Yang dimaksud dengan Sindroma Aspirasi Mekonium?
1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas keperawatan anak.
2. Untuk mengetahui definisi tentang sindroma Aspirasi Mekonium.
3. Untuk mengetahui perjalanan penyakit dari sindroma aspirasi mekonium
4. Untuk mengetahui etiologi penyakit, tanda dan gejala hingga komplikasi
yang dapat timbul
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindroma Aspirasi Mekonium


Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup
mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih
berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium adalah
tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna
hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini
sangat parah. Mekonium yang Terhirup lebih kental sehingga penyumbatan
saluran udara lebih berat.

2.2 Etiologi
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses
persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari
40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan
oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan
pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan
ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim
becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekental yang bervariasi.
Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi
menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium
bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi
gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,
mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

2
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya
cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita
sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan.
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang
berat dan kematian pada bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:
1. Kehamilan post-matur
2. Pre-eklamsi
3. Ibu yang menderita diabetes
4. Ibu yang menderita hipertensi
5. Persalinan yang sulit
6. Gawat janin
7. Hipoksia intra-uterin(kekurangan oksigen ketika bayi masih
berada dalam rahim).

2.3 Manifestasi Klinis


Gejalanya berupa:
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya
mekonium di dalam cairan ketuban
Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan
lama sebelum persalinan)
Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
Apneu (henti nafas)
Tampak tanda-tanda post-maturitas

2.4 Patofisiologi
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut
fetal distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita

3
hipoksia (kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan
menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan
melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion.
Asfiksia dan berbagai bentuk stres intrauterin dapat meningkatkan
peristaltik usus janin disertai relaksasi sfinkter ani eksterna sehingga terjadi
pengeluaran mekoneum ke cairan amnion. Saat bayi dengan asfiksia menarik
napas (gasping) baik in utero atau selama persalinan, terjadi aspirasi cairan
amnion yang bercampur mekoneum ke dalam saluran napas. Mekoneum yang
tebal menyebabkan obstruksi jalan napas, sehingga terjadi gawat napas.
Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium
ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus,
mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia
mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi
aliran darah membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar.
Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan.
Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau
partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja
seperti detergen, mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika
kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal
persisten dan pneumonia karena bakteri.
Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam
beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian.
Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi
paru dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari
nasofaring selama kelahiran dan juga suctioning langsung pada trachea melalui
selang endotracheal setelah kelahiran jika mekonium ditemukan.

2.5 Komplikasi
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks

4
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar
untuk menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi
jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita
penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas
perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat
menimbulkan kematian.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan


diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat
obstruksi dan terdapatnya pneumothorax (gambaran infiltrat kasar dan
iregular pada paru).
Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2.

2.7 Penatalaksanaan
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan
dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care
unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan beri
oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika
diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi
ventilasi mekanik.

5
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan
pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.
Pada SAM berat dapat juga dilakukan:
Pemberian terapi surfaktan.
Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen
tinggi ke dalam paru bayi.
Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat
di dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan
pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan oksigen yang sampai
ke paru bayi. Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut
tidak berhasil, patut dipertimbangkan untuk menggunakan extra
corporeal membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan
paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh
bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.

2.8 Pengobatan
setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut bayi.
Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah selang
ke dalam trakeabayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini dilakukan
secara berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat mekonium. Jika
tidak ada tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta kulitnya berwarna
kehijauan, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak melakukan pengisapan
trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadi pneumonia aspirasi.

BAB IV

6
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan
oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan bayi. Sindroma
Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur
dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun
sesaat setelah dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama.
Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai
bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini
sangat parah. Mekonium yang Terhirup lebih kental sehingga penyumbatan
saluran udara lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA

7
Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe,Maternal Infant Health Care Palnning, Second
Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994

Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby Year
Book Inc, Missouri 1996.

Doengoes, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

BAB III

8
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Status sosial ekonomi
3. Riwayat parawatan antenatal
4. Riwayat penyakit menular seksual
5. Riwayat penyakit infeksi selama kehamilan dan saat persalinan
(toksoplasma, rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis)
6. Pemeriksaan fisik
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Infeksi b.d penularan infeksi pada bayi sebelum dan sesudah kelahiran
Tujuan : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai risiko menderita
infeksi
Intervensi :
a. Kaji bayi yang berisiko menderita infeksi
b. Kaji tanda2 infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus,
refleks menghisap, minum sedikit, distensi abdomen.
c. Kaji tanda2 infeksi yang berhubungan dengan sistem organ
2. Kebutuhan Nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d intoleransi terhadap
minuman
Tujuan : Memelihara kebutuhan nutrisi bayi, BB bayi normal, terhindar dari
dehidrasi
Intervensi :
a. Kaji intoleransi terhadap minuman
b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur intake dan output
d. Timbang BB bayi secara berkala
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara akurat

9
f. Pantau koordinasi refleks menghisap dan menelan.

10
BAB IV
PENUTUP

4.2 Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi
bakteri pada aliran darah bayi selam empat minggu pertama kehidupan.
Penyebabnya dimulai pada infeksi antenatal, infeksi intranatal, infeksi
postnatal.
Pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya sepsis adalah hitung darah
lengkap (HDL), trombosit, kultur darah, pungsi lumbal dan sensitivitas cairan
serebrospinal (CSS), kultur urin, rontgen dada dilakukan bila ada gejala
respirasi.

4.3 Saran
1. Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
2. Hindari infeksi nosokomial

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.


2. Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
3. Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.
4. Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

12
13

Anda mungkin juga menyukai