Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALITIK

JUDUL PERCOBAAN :
PENETAPAN KADAR KALSIUM DENGAN METODE AAS

Disusun oleh
Kelompok 5
1. Farhan Irfandi K. 24030116140107
2. Hana Maria N. A. 24030116140109
3. Zia Uzlifatul F. A. 24030116140112
4. Lista Ariyani 24030116130113
5. Aulia Ekadenti 24030116140114
6. Harizatuz Zakiyah 24030116140115

Asisten
Rissa Kharismawati
24030114120062

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
Abstrak

Telah dilakukan percobaan dengan judul Penetapan Kadar Kalsium dengan Metode
AAS yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh fosfat dari alumunium terhadap
absorbansi oleh kalsium dan menentukan kadar kalsium dalam sampel cair(larutan) dengan
metode kurva standar dan adisi standar. Metode yang digunakan adalah Atomic Absorption
Spectrometry (AAS). Prinsip yang digunakan adalah berdasarkan pada unsur-unsur logam
dalam larutan dijadikan atom-atom di dalam nyala. Hasil yang didapatkan adalah kadar
kalsium 15,2 ppm dengan kurva kalibrasi perhitungan manualnya y = 0,022x + 0,02 dan pada
perhitungan dengan excel didapatkan y = 0.022x+ 0.011. Kadar kalsium 15,88 ppm dengan
persamaan kurva adisi perhitungan y = 0,008x + 0,158 dan dengan excel sebesar y = 0.012x +
0.077. Semakin besar konsentrasinya kalsium, maka nilai absorbannya semakin besar. Efek
penambahan fosfat, alumunium, natrium dan etanol menurunnya nilai absorbansi. Penambahn
Strontium akan meningkatkan nilai absorbansi.

Kata Kunci : AAS ,pengenceran ,absorbansi ,kalibrasi ,adisi.


PERCOBAAN 6
PENETAPAN KADAR KALSIUM DENGAN METODE AAS

I. Tujuan percobaan
I.1. Mempelajari pengaruh fosfat dan alumunium terhadap absorbansi radiasi oleh
kalsium.
I.2. Menentukan kadar kalsium dalam sampel cair (larutan) dengan metode kurva
standar dan adisi standar.

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Sekitar 99
persen total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi
terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian kecil dalam plasma cairan
ekstravaskuler (Syafiq, 2007). Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam
tubuh. Sebagian besar terdapat dalam bentuk kalsium fosfat yaitu bagian dari kristal
hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak larut. Proses ini diawali dengan
kalsium membentuk hidroksiapatit yang memberikan kekuatan dan kekakuan pada
tulang (Waluyo, 2009). Hasil penelitian Meikawati (2009) yang dilakukan pada remaja
membuktikan bahwa asupan fosfor berhubungan dengan kepadatan tulang. Tubuh
memerlukan kalsium karena setiap hari tubuh kehilangan mineral tersebut melalui
pengelupasan kulit, kuku, rambut, dan juga melalui urine dan feses. Kehilangan
kalsium harus diganti melalui makanan yang dikonsumsi oleh tubuh. Jika jumlah
kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh tidak sesuai maka dapat menimbulkan penyakit
yang disebut dengan osteoporesis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan tulang menjadi keropos lalu terkelupas. Karena kekurangan kalsium, tulang
menjadi rapuh (Sumarianto, 1985). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati
(2006), yang membuktikan pada mahasiswi bahwa ada hubungan bermakna antara
intake kalsium dengan status osteoporosis.

2.2. Kegunaan Kalsium


Tersedianya kalsium dalam tubuh adalah penting sehubungan dengan peranan-
peranannya menurut Marsetyo (1995) dalam pembentukan tulang dan gigi, pada
berbagai proses fisiologik dan biokimiawi di dalam tubuh (pada pembekuan darah,
eksitabilitas, syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impul-impul syaraf, memelihara
dan meningkatkan fungsi membran sel, dan mengaktifkan reaksi enzim dan
pengeluaran hormon). Sehubungan dengan peranan-peranannya itu, maka fungsi zat
kapur (Ca) dalam tubuh dapat diringkaskan yaitu bersama fofor membentuk matriks
tulang, pembentukan ini dipengaruhi pula oleh vitamin D, membantu proses
penggumpalan darah dan mempengaruhi penerimaan rangsang pada otot dan syaraf.

2.3. Absorpsi
Suatu berkas radiasi elektromagnetik bila dilewatkan melalui sempel kimia
sebagian akan terabsorpsi. Energi elektromagnetik ditransfer ke atom atau molekul dalam
sampel, berarti patikel dipromosikan dari tengkat energi yang lebih rendah ke tingkat
energi yang lebih tinggi, yaitu ke tingkat tereksitasi. Pada temperature kamar, biasanya
berada pada tingkat dasar. Absorpsi meliputi transisi dari tingkat dasar ke tingkat yang
lebih tinggi. (Khopkar, 2003)

2.4. Hukum Dasar Spektroskopi Absorpsi


Jika suatu berkas sinar melewati suatu medium homogen, sebagian dari cahaya
dating (Po) diabsorpsi sebanyak (Pa) sebagian dapat diabaikan dipantukan (Pr) sedang
sisanya ditransmisikan (Pt) dengan efek intensitas murn sebesar :

Po = Pa + Pt + Pr

Lambert (1960) dan Beer (1852) dan juga Bouger menunjukkan hubungan :

Pt
T 10 abc
Po
b jarak tempuh optik c konsentrasi
Pt
Log T log abc
Po

1 Po
Log log abc A
T Pt
A absorbansi a absorpsivitas (Khopkar, 2003)

2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Absorbansi


Jika suatu berkas radiasi monokromatik yang sejajar jatuh pada medium
pengabsorpsi pada sudut tegak lurus setiap lapisan yang sangat kecilnya akan
menurunkan intensitas berkas
Jika suatu cahaya monokromatik mengenai suatu medium yang transparan,
laju pengurangan intensitas dengan ketebalan medium sebanding dengan
intensitas cahaya
Intensitas berkas sinar monokromatik berkurang secara eksponensial bila
konsentrasi zat pengabsorpsi bertambah. (Khopkar,2003)

2.6. Keabsahan Hukum Beer


Kondisi berikut adalah sahnya hokum Beer. Cahaya yang digunakan harus
monokromatis, bila tidak demikian maka akan diperoleh dua nilai absorbansi pada dua
panjang gelombang. Hukum tersebut tidak diikuti oleh larutan yang pekat. Konsentrasi
lebih tinggi untuk beberapa garam tidak berwarna justru mempunyai efek absorbansi
yang berlawanan. Larutan yang bersifat memancarkan pendar-flour atau suspensi tidak
selalu mengikuti hokum Beer. Jika selama pengukuran pada larutan encer terjadi reaksi
kimia seperti polimerisasi, hidrolisis, asosias atau disosiasi, maka hokum Beer tidak
berlaku. Jika suatu system mengikti hokum Beer, grafik antara absorbansi terhadap
konsentrasi akan menghasilkan garis lurus melalui (0,0). (Khopkar,2003)

2.7. Spektra Atom


Suatu spectrum merupakan hasil yang diperoleh bila suatu berkas energi radiasi
dibagi-bagi ke dalam panjang-panjang gelombang komponennya. Jika radiasi yang
terbagi-bagi (terdispersikan) itu berasal dari atom tereksitasi spectrum tersebut disebut
spectrum atom. Suatu instrumen optis yang digunakan untuk membentuk spectra disebut
spektroskop. Bidang studi yang mengusahakan diperolehnya spectra dan menganalisisnya
disebut spektroskopi. (Keenan, 1999)

2.8. Spektroskopi
Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi antara energi cahaya dan materi.
Warna-warna yang nampak dan fakta bahwa orang bias melihat merupakan akibat-akibat
dari absorpsi energi oleh senyawa organik maupun anorganik. Yang merupakan perhatian
primer bagi ahli senyawa organik ialah fakta bahwa panjang gelombang pada mana suatu
senyawa organik menyerap energi cahaya bergantung pada struktur senyawa tersebut.
(Fessenden, 1986)

2.9. Spektrofotometri
Spektrofotometri ialah alat yang terdiri dari spectrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengatur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi
spectrometer digunakan untuk mengukur energi secara relative jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
(Khopkar,2003)

2.10. Spektroskopi Serapan Atom


Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium 358,5 nm, Kalium 766,5 nm. Cahaya
pada panjang gelombang ini mempunyai cakup energi untuk mengubah tingkat elektronik
suatu atom. Transisi elektronik suatu unsure bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi,
berarti memperoleh lebih banyak energi suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat
energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam,
misalnya unsure Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi electron 1s 2 2s2 2p6
3s1 tingkat dasar untuk elektron valensi 3s1 artinya tidak memiliki kelebihan energi.
(Khopkar,2003)

Atomic Absorption Spectrometer


Tabel panjang gelombang beberapa unsur logam pada AAS

Unsur Panjang gelombang (nm) Sensitivitas (g/mL)

Ag 328,1 0,029

Al 309,3 0,75

As 193,7 0,60

Au 242,8 0,11

B 249,8 8,40

Ba 553,6 0,20

Be 234,9 0,016

Bi 223,1 0,20

Ca 442,7 0,013

Cd 218,8 0,011

Co 240,7 0,053

Cr 357,9 0,055

Cs 852,1 0,04

Cu 324,7 0,04

(Khopkar, 2003)

2.11. Cara Kerja AAS


Setiap AAS terdiri atas tiga komponen berikut :

a. Unit atomisasi
b. Sumber energi
c. Sistem pengukur fotometrik
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala atau tungku. Untuk mengubah unsur
metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-
benar terkendali dengan sangat hati-hati agar atomisasi sempurna. Ionisasi harus dihindari
dan ia dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Bahan bakar dan gas oksidator
dimasukkan dalam kamar pencampur kemudian dilewatkan melalui bayfle menuju ke
pembakar. Nyala akan dihasilkan sampei dihisap masuk kekamar pencampur. Hanya
tetesan kecil yang dapat melalui bayfle. Tapi hal ini tak sesempurna ini, karena kadang
kala nyala tersedot balik kedalam kamar pencampur sehingga hasilkan ledakan.
(Khopkar, 2003)

2.12. Interferensi pada AAS


Interferensi secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu
interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral dan interferensi kimia.
Interferensi spectral disebabkan karena tumpangsuh absorpsi antara spesies pengganggu
dan spesies yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Sedangkan
interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi sehingga mengubah
sifat-sifat absorpsi. (Khopkar, 2003)

2.13. Gangguan Dalam Absorpsi Atom


Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks yang mempengaruhi
proses pengamatan. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom pada suatu temperature
tertentu maupun laju proses bergantung sekali pada komposisi keseluruhan sampel.
Misalnya bila suatu sampel larutan CaCl2 dikabutkan dan dilarutkan partikel-partikel
halus CaCl2 padat akan terdisosiasi menghasilkan atom Ca dengan jauh lebih mudah
daripada katakana partikel Ca3(PO4). (Underwood,1999)

2.14. Analisa Bahan


2.14.1. CaCl2.2H2O
Sifat Fisik: unsur kimia dengan nomor atom 20, titik lebur 8420C, massa
atom 40,08, berupa logam, titik didih 14800C.
Sifat Kimia: Kalsium bereaksi dengan hidrogen membentuk logam
hidrida. (Arsyad,2001)
2.14.2. SrCl2
Sifat fisik : zat padat berat molekul266.62 g/mol,
Sifat kimia : mudah larut dalam air dingin dan panas.
(Arsyad,2001)

2.14.3. NaCl
Sifat Fisik: Zat padat berwarna putih, mudah rapuh, larut dalam air.
Sifat Kimia: Larutannya merupakan elektrolit kuat yang terionisasi
sempurna oleh air. (Arsyad,2001)
2.14.4. Na2HPO4
Sifat fisik : Titik didih 280 C ,Titik lebur 44.1 C ,Pada temperature
1.040 C -mengalami disosiasi.
Sifat kimia : Fosfat berada dalam air alam atau limbah sebagai senyawa
ortofosfat, polifosfat, dan fosfat organic, Fosfor bersifat
sebagai zat padat. (Arsyad,2001)
2.14.5. Etanol
Sifat fisik : tak berwarna , titik didih >76o C, masa jenis 0,806
Sifat kimia : kelarutan dan kereaktifan stabil. (Arsyad,2001)

2.14.6. Al2(SO4)3. K2SO4


Sifat fisika : Tidak berwarna dan mempunyai bentuk Kristal octahedral
atau kubus.
Sifat kimia : Bersifat asam, alum kalium sangat larut dalam air panas,
ketika kristalin alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia,
dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air.
(Arsyad, 2001)

III. Metodelogi Percobaan


III.1. Alat dan Bahan
III.1.1.Alat
- AAS Perkin Elmer 3100
- Labu takar 25 ml
- Pipet ukur 1 ml
- Pipet ukur 5 ml
- Pipet tetes
- Tabung rol film
- Gelas beker
- Neraca analitis

III.1.2.Bahan
- Larutan Mg 500 ppm
- SrCl2 4 %
- Phosphat 100 ppm
- Larutan NaCl 2000 ppm
- Larutan Al 100 ppm
- Air kran
- Akuades

III.2. Skema kerja


III.2.1.Mempelajari Interferensi
1. Efek Fosfat 1
5 mL Ca2+ 500 ppm 10 mL PO43- 100 ppm

Labu Ukur 50 mL Labu Ukur 50 mL

Pengenceran Pengenceran
dengan dengan akuades
akuades

50 mL Ca2+ 50 ppm 50 mL PO43- 20 ppm

Pengambilan Pengambilan 5
10 mL Ca2+ 10 mL PO43- 20 ppm
ppm

10 mL Ca2+ 50 ppm 5 mL PO43- 20 ppm


Labu Ukur 50 mL

Pengenceran
dengan
akuades

50 mL Ca2+ 10 ppm

Pengambilan 5
mL Ca2+ 5 ppm

5 mL Ca2+ 10 ppm

Pencampuran ke
dalam botol vial
Pengukuran
absorbansi dengan
AAS
Perbandingan
dengan Ca2+ 5 ppm

Hasil

2. Efek fosfat 2
2 mL Ca2+ 50 ppm + 5 mL SrCl2 4% + 3 mL akuades

Labu Ukur 10 mL

Penggojogan, pengambilan 5 mL larutan


sampel ke dalam botol vial
Penambahan 5 mL PO43- 20 ppm ke dalam
botol vial
Pengukuran absorbansi dengan AAS
Perbandingandengan Ca2+ 5 ppm + SrCl2 2%

Hasil

3. Pembanding efek fosfat


5 mL Ca2+ 10 ppm + 5 mL SrCl2 2%

Botol Vial
Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan dengan Ca2+ 5 ppm

Hasil

4. Efek Natrium
5 mL Ca2+ 10 ppm + 5 mL Na+ 2000 ppm

Botol Vial

Pengukuran absorbansi dengan AAS


Perbandingan dengan Ca2+ 5 ppm

Hasil

5. Efek Aluminium
5 mL Ca2+ 10 ppm + 5 mL Al3+ 20 ppm

Botol Vial

Pengukuran absorbansi dengan


AAS
Perbandingan dengan Ca2+ 5 ppm

Hasil

6. Efek Solvent Organik


5 mL Ca2+ 10 ppm + 5 mL Etanol 98%

Botol Vial

Pengukuran absorbansi dengan


AAS
Perbandingan dengan Ca2+ 5 ppm

Hasil

III.2.2.Penentuan absorbansi larutan standar Ca2+ dengan metode kalibrasi

a. Larutan Ca2+ 5 ppm


1 mL Ca2+50 ppm

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan

Hasil

b. Larutan Ca2+ 10 ppm


2 mL Ca2+ 50 ppm

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan

Hasil

c. Larutan Ca2+ 15 ppm


3 mL Ca2+ 50 ppm

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan

Hasil

d. Larutan Ca2+ 20 ppm


4 mL Ca2+ 50 ppm

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan

Hasil

e. Larutan Ca2+ 25 ppm


5 mL Ca2+ 50 ppm

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan

Hasil

f. Air Kran
10 mL air kran

Botol Vial

Pengukuran absorbansi dengan


AAS
Perbandingan

Hasil

g. Air Kran + SrCl2 2%


5 mL air kran + 5 mL SrCl2 2%

Botol Vial

Pengukuran absorbansi dengan


AAS
Perbandingan

Hasil

a. Larutan Ca2+ 5 ppm


2 mL air kran + 5 mL Ca2+ 10 ppm + 3 mL akuades

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades samai batas


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan AAS
Perbandingan

Hasil

b. Larutan Ca2+ 10 ppm


2 mL air kran + 5 mL Ca2+ 20 ppm + 3 mL akuades

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades samai batas


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan AAS
Perbandingan

Hasil
c. Larutan Ca2+15 ppm
2 mL air kran + 5 mL Ca2+ 30 ppm + 3 mL akuades

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades samai batas


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan AAS
Perbandingan

Hasil

d. Larutan Ca2+ 20 ppm


2 mL air kran + 5 mL Ca2+ 40 ppm + 3 mL akuades

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades samai batas


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan AAS
Perbandingan

Hasil

e. Larutan Ca2+25 ppm


2 mL air kran + 5 mL Ca2+ 50 ppm + 3 mL akuades

Labu Takar

Pengenceran dengan akuades samai batas


Pemindahan ke botol vial
Pengukuran absorbansi dengan AAS
Perbandingan

Hasil
f. Larutan Ca2+0 ppm
2 mL air kran + 8 mL akuades

Labu Takar

Pemindahan ke botol vial


Pengukuran absorbansi dengan
AAS
Perbandingan

Hasil

IV. Data pengamatan

IV.1. Kurva Standar

Konsentrasi Ca2+ (ppm) Absorbansi

Blanko 0

5 0,130

10 0,242

15 0,356

20 0,483

25 0,561

IV.2. Kurva Adisi Standar


Sampel Absorbansi

Blanko 0

Ca2+ 5ppm 0,198

Ca2+ 10ppm 0,247

Ca2+ 15ppm 0,289

Ca2+ 20ppm 0,328

Ca2+ 25ppm 0,361


Sampel Absorbansi

Air kran 0,128

Air Kran + SrCl2 0,151

IV.3. Penentuan Konsentrasi Ca2+

IV.4. Studi Interferensi


Sampel Absorbansi

Efek Fosfat 1 0,104

Efek Fosfat 2 0,128

Pembandingan efek fosfat 2 0,126

Efek Natrium 0,119

Efek Alumunium 0,033

Efek Solvent Organik 0,121


V. Hipotesis

Pada percobaan yang berjudul Penetapan Kadar Kalsium Dengan Metode AAS
memiiki tujuan mempelajari pengaruh fosfat dan alumunium terhadap adsorpsi oleh
kalsium dan menentukan kadar kalsium dalam sampel cair ( Larutan ) dengan metode
kurva standar dan adisi standar. Metode yang digunakan pada perobaan ini adalah metode
AAS ( Atomic Absorption Spectrometry) dengan prinsip percobaan unsur-unsur logam
dalam larutan dijadikan atom-atom di dalam nyala.akan diperoleh hasilnya yaitu kadar
kalsium yang didapatkan dari kurva standa dan kurva standar adisi. Dengan semakin
besar nilai konsentrasi kalsium, maka nilai absorbansinya semakin besar. Dan efek
penambahan fosfat, alumunium, natrium, dan etanol menurunkan nilai absorbansi.
Penambahan Sr akan meningkatkan nilai absorbansinya.
VI. Pembahasan

Percobaan yang berjudul Penetapan kadar kalsium dengan metode AAS yang
bertujuan untuk mempelajari pengaruh fosfat dan alumunium terhadap absorbansi radiasi
oleh kalsium dan menentukan kadar kalsium dalam sampel cair (larutan) dengan metode
kurva standar dan adisi standar. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
atomic absorption spectrometry (AAS). Prinsip dalam percobaan ini adalah unsur-unsur
logam dalam larutan dijadikan atom-atom didalam nyala. Elektron-elektron dalam atom
netral menempati tingkat-tingkat energi tertentu (menempati tingkat energi terendah).
Oleh karena adanya kalor dari nyala (merupakan salah satu komponen dari spektrometer)
menyebabkan elektron pada kulit terluar dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Elektron yang tereksitasi tidak berada dalam keadaan stabil dan akan kembali ke tingkat
energi dasar dengan memancarkan energi berupa sinar yang dipancarkan oleh atom-atom
yang tereksitasi. Absorbansi merupakan banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu
larutan. (Underwood, 2001).

Metode AAS (spektrofotometri adsorbsi atom) merupakan suatu metode analisis


kimia dimana primsip kerjanya didasarkan atas pengamatan panjang gelombang yang
diserap oleh suatu unsur. Prinsip kerjanya yakni atom-atom menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya (Skoog dkk, 2004). Metode
AAS ini menghasilkan nilai absorbansi, yaitu banyaknya cahaya yang diserap oleh atom.
Nilai absorbansi ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi dalam sampel.
(Underwood, 2001)

6.1 Pengukuran absorbansi pada larutan standar kalsium


Larutan standar kalsium dibuat dengan cara mengencerkan 500 ppm larutan Ca 2+
menjadi konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 5 ppm; 10 ppm; 15 ppm;20 ppm; 25ppm.
Fungsi pengenceran adalah untuk menghasilkan konsentrasi yang berbeda-beda sehingga
akan di peroleh nilai absorbansi yang berbeda. Dengan konsentrasi yang berbeda
diperoleh absorbansi yang berbeda pada masing-masing konsentrasi dimana dengan
meningkatnya konsentrasi, absorbansi larutan juga meningkat. Hal ini sesuai dengan
persamaan Lambert-Beer yaitu:

A = .b .c

dimana A adalah absorbansi larutan, adalah ekstingsi molar, b adalah tebal larutan, dan c
adalah konsentrasi. Kenaikan tersebut juga dapat dilihat dari grafik dimana kurva
berbentuk linier hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. (Svehla, 1990)

6.2 Efek fosfat pada absorbansi logam kalsium


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interferensi fosfat pada
absorbansi larutan logam kalsium. Penentuan efek fosfat pada absorbansi logam kalsium
dilakukan dengan mencampurkan fosfat dan kalsium. Dengan adanya fosfat dalam larutan
kalsium memungkinkan reaksi antara keduanya sehingga akan terbentuk persenyawaan
refraktori Ca3(PO4)2 yang sangat kuat dan tahan terhadap temperatur tinggi sehingga dapat
menghalangi atomisasi Ca dan menyebabkan nilai absorbansi menurun, dimana PO43-
merupakan masking agent yaitu agen yang menutupi atau meng-cover Ca. Selain itu,
PO43- merupakan salah satu anion yang dapat membentuk volatilitas renddah dan
mereduksi atomisasi Ca2+ serta menurunkan laju reaksi atomisasi.

3CaCl.2HO + 2NaPO Ca(PO) + 6NaCl + 2HO

(Svehla, 1990)

Sehingga, dari percobaan dapat disimpulkan bahwa adanya PO43-akanmenyebabkan nilai


absorbansi Ca2+ menjadi turun.

6.3 Efek fosfat dan stronsium pada absorbansi kalsium


Dalam percobaan ini dengan adanya fosfat bersama-sama dengan Stronsium akan
menghasilkan nilai absorbansi yang meningkat. Hal ini disebabkan Sr dapat mereduksi
kandungan PO43- dalam sampel. Sr dapat berperan sebagai agen pemecah (releasing
agent). Maksud dari agen pemecah adalah Sr cenderung lebih mudah bereaksi dengan
fosfat sehingga interferensi fosfat terhadap Ca berkurang. Selain itu, SrCl 2 menganddung
ion Sr2+ yang merupakan releasing agent dimana Sr2+ berfungi untuk meminimalkan
gangguan PO43- dalam analisis Ca2+. Sr2+ menggantikan Ca2+ membentuk senyawa yang
tidak volatil dengan anion. Nilai absorbansi Ca2+ + PO43- + Sr2+ adalah 0,128 A, sedangkan
nilai absorbansi Ca2+ + Sr2+ adalah 0,126 A. Hal ini menunjukkan bahwa adanya Sr2+
dapat meminimalkan gangguan PO43- sehingga dapat menaikkan nilai absorbansi kalsium.

Reaksi : Ca2+ + Sr 2+ PO43- Ca2+ + Sr3(PO4)2


(Svehla, 1990)

6.4 Efek stronsium pada absorbansi logam kalsium


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek stronsiumpada absorbansi logam
kalsium. Penambahan stronsium menyebabkan nilai absorbansi logam Ca naik, karena
stronsium sebagi pelarut organik pada larutan logam Ca2+ ini yang mengakibatkan
pelarut organik tersebut dapat ikut tereksitasi juga didalam AAS, sehingga akan
terjadi penambahan konsentrasi pada atom logam Ca2+. Nilai absorbansi Ca2+ + Sr2+
adalah 0,126 A, sedangkan nilai absorbansi Ca2+ + PO43- + Sr2+ addalah 0,128 A.
Reaksi : Ca2+ + Sr 2+ PO43- Ca2+ + Sr3(PO4)2
(Svehla,1990)

6.5 Efek natrium pada absorbansi logam kalsium


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek natrium pada absorbansi logam
kalsium. Penambahan natrium menyebabkan unsur mudah terionisasi karena natrium
dapat menutup interferensi ionisasi yang terjadi. Pada interferensi jenis
kesetimbangan disosiasi, konstituen metalik diubah kebentuk unsur menurut reaksi
disosiasi:

M M+ e-

(Svehla, 1990)

dimana M adalah logam sedang M+ adalah ion logam.

Efek Na adalah sebagai buffer, dimana buffer Na lebih mudah teroksidasi


dibandingkan Ca sehingga ionisasi unsur dapat dieliminasi. Proses ionisasi
memberikan efek menurunkan konsentrasi atom. Untuk logam alkali temperatur
eksitasi cukup rendah dibanding Ca sehingga terjadi interferensi ionisasi.Selain itu,
Na+ merupakan ionization suppressor atau ( zat penekan ionisasi ) karena kemampuan
ionisasi yang besar dari elemeen ini. Adanya penambahan zat penekan ionisasi dapat
menghilangkan interferensi ion analit sehingga Na+ dapat menurunkan absorbansi
Ca2+.

Reaksi : Ca2+ + 3Na + + PO 43- Ca2+ + Na3(PO4)

(Svehla, 1990)

Nilai absorbansi yang diperoleh yaitu 0.119 A. Dikarenakan ada proses


ionisasi menyebabkan konsentrasi turun dan nilai absorbansinya juga kecil.
Sedangkan pada Ca2+ 5 ppm kalibrasi didapatkan nilai absorbansi 0.130 A.

6.6 Efek aluminium pada absorbansi logam kalsium


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek alumunium pada absorbansi
logam kalsium. Penambahan Al menyebabkan nilai absorbansi menurun yaitu 0.033 A.
Hal ini terjadi karena adanya efek unsur Al yang merupakan kation pengotor yang dapat
mereduksi kation lain sehingga memperlambat kecepatan atomisasi dari Ca. Selain itu
pula Al juga dapat mengadakan reaksi kimia dalam nyala membentuk oksida yang stabil.
Adanya reaksi kimia ini dapat menghasilkan interferensi dalam nyala tersebut.

Reaksi : Ca2+ + PO43- Ca3(PO4)2


Ca3(PO4)2 + 2Al3+ 3Ca2+ + 2AlPO4

(Svehla, 1990)

Karena adanya interferensi inilah maka absorbansi dari larutan Ca2+ berkurang atau
mengalami penurunan. Nilai absorbansinya yaitu 0.033 A, sedangkan pada Ca 2+ 5 ppm
kalibrasi didapatkan nilai absorbansi 0.0130 A.

6.7 Efek solvent organik pada absorbansi logam kasium


Penambahan pelarut organic (etanol) pada larutan logam Ca2+ ini mengakibatkan
pelarut organik tersebut (etanol) dapat ikut tereksitasi juga didalam AAS, sehingga akan
terjadi penurunan konsentrasi pada atom logam Ca2+. Dengan menurunnya konsentasri
logam Ca2+ maka diperoleh nilai absorbansi yang lebih rendah dari Ca2+ murni. Nilai
absorbansi yang diperoleh yaitu 0,121 A. Sedangkan nilai absorbansi pada Ca2+ 5ppm
kalibrasi yaitu 0.130 A.
6.8 Penetapan kalsium dalam sampel air kran

Air kran mengandung banyak kontaminan, seperti klor, magnesium, fosfat, dll.
Dari percobaan kadar kalsium dalam air kran dapat diketahui melalui pengukuran
absorbsinya. Hasil yang diperoleh adalah, bila nilai absorbansi Ca meningkat maka
konsentrasi kalsium juga meningkat. (Miller, 2000)

Dalam penentuan kadar kalsium ini digunakan dua metode yang pertama adalah
metode kalibrasi. Metode kalibrasi dapat digunakan untuk pengukuran absorbansi pada
larutan jika tidak ada gangguan atau interferensi. Dalam percobaan ini digunakan larutan
Ca dengan variasi konsentrasi. Dari variasi konsentrasi tersebut kemudian diukur
absorbansinya yang kemudian data yang diperoleh dapat dibuat grafik yang disebut grafik
kalibrasi yang persamaan grafiknya dapat digunakan untuk menghitung kadar Ca dalam
suatu sampel.

Kemudian metode yang kedua adalah metode adisi standar, yaitu penambahan
larutan standar ke dalam sampel. Volume sampel tetap sedangkan volume dari larutan
standar berbeda. Dengan diperoleh data konsentrasi Ca yang ditambahkan dan
absorbansinya kita dapat membuat grafik adisi standar yang persamaan grafiknya dapat
digunakan untuk menghitung kadar Ca dalam sampel.

Dari kedua metode tersebut yang lebih baik adalah dengan menggunakan metode
adisi (Diganti kalibrasi karena di grafik kalian nilai R 2 lebih besar yang kalibrasi sehingga
metode menurut grafik excel kalian metode yg terbaik itu kalibrasi, tapi di literatur adisi
kenapa kalian kalibrasi = berarti ada sesuatu yg salah atau faktor yg berpengaruh pada hal
tersebut yang membuat beda dengan literatur! Jelaskan!), karena pada grafik kurva adisi
menunjukkan kurva yang lebih linier dibandingkan dengan grafik kurva kalibrasi. Hal ini
menunjukkan bahwa analit analit berada pada sampel sehingga keakuratannya lebih
baik dibandingkan dengan grafik kurva kalibrasi. Metode adisi juga mampu
meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks)
sampel dan standar. Selain itu karena jika perbandingan respon atau konsentrasi antara
sampel dan larutan standar tidak sama, misalnya disebabkan oleh matriks atau komposisi
yang berbeda antara sampel dan standar maka penggunaan kurva kalibrasi untuk
menentukan konsentrasi sampel aka memberikan hasil yang tidak akurat.
Hasil yang diperoleh pada metode kalibrasi yaitu nilai absorbansi 5 ppm; 10 ppm;
15 ppm; 20 ppm; dan 25 ppm berturut-turut adalah 0.130 A; 0.242 A; 0.356 A; 0.483 A
dan 0.561 A. sedangkan untuk hasil dari metode adisi stadar yaitu nilai absorbansi 0.128
A untuk 10 ml air kran + 0 ppm Ca2+; 0.198 A untuk 5 ppm Ca2+;0.247 A untuk 10 ppm
Ca2+;0.289 A untuk 15 ppm Ca2+;0.328 A untuk 20 ppm Ca2+ dan 0.361 A untuk 25 ppm
Ca2+.

Pada metode kalibrasi diperoleh persamaan y = 0,022x + 0,02 untuk perhitungan


manual, sedangkan pada perhitungan excel y = 0.022x + 0.011. Pada metode adisi
standar diperoleh persamaaan y = 0,008x + 0,158 untuk perhitungan manual, sedangkan
pada perhitungan excel y = 0.012x + 0.077. (Diganti dengan persamaan excelyang baru
yang sesuai di lampiran)
VII. Penutup

VII.1. Kesimpulan
1. Fosfat , natrium, alumunium , solvent organik mempunyai efek untuk
menurunkan nilai absorbansi Ca2+ sedangkan stronsium menaikkan nilai
absorbansi Ca2+.
2. Kadar kalsium yang didapat melalui metode kurva kalibrasi standar adalah
15,2 ppm dan melalui metode adisi standar adalah 15,88 ppm.

VII.2. Saran
1. Lakukan percobaan sesuai prosedur.
2. Lebih berhati-hati bila sedang praktikum supaya tidak ada alat lab yang
pecah.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M., Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Day, R.A & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R . J dan Fessenden, J. S , 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Keenan.1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Miller J.N. and Miller J.C. 2000. Statistic and chemometriks for analytical chemistry, 4th
edition. Prentice hell. Harlow.
Skoog et al. 2004. Fundamental of analytical chemistry 8th edition. Belmout (US).
Brooks/cole.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi ke-5.
Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Thanh, Nguyen Mau. 2015. Using AAS method to determine and evaluate the iron and zinc
content in oysters in nhat le river in quan hau town quang binh provinc. Vietnam:
Journal of Science.
Gmez-Nieto et al.2017.Micro-sampling method based on high-resolution continuum source
graphite furnace atomic absorption spectrometry for calcium determination
in blood and mitochondrial suspensions.Talanta

Sowmya, R., et.al. 2013. Detection of calcium based neutralizers in milk and milk products
by AAS. J Food Sci Technol
R.M. de Oliveira et al. 2015.Evaluation of sample preparation methods for the determination
of As, Cd, Pb, and Se in rice samples by GF AAS.Microchemical Journal
Felipe Manfroi Fortunato. 2015. Internal standard addition calibration: Determination of
calcium and magnesium by atomic absorption spectrometry. Journal of
Microchemical Journal 122 (2015) 6369

LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 19 November 2017

Praktikan 1 Praktikan 2 Praktikan 3

Farhan Irfandi K. Hana Maria N. A. Zia Uzlifatul F. A.


24030116140107 24030116140109 24030116140112
Praktikan 4 Praktikan 5 Praktikan 6

Lista Ariyani Aulia Ekadenti Harizatuz Zakiyah


24030116130113 24030116140114 24030116140115

Mengetahui,
Asisten

Rissa Kharismawati
24030114120062

LAMPIRAN

1. Perhitungan kurva kalibrasi standar Ca2+

Konsentrasi Ca2+ Absorbansi (A)


No. (ppm) y x.y X2
x
1 5 0,130 0,65 25
2 10 0,242 2,42 100
3 15 0,356 5,34 225
4 20 0,483 9,66 400
5 25 0,561 14,025 625
Jumlah 75 1,772 32,095 1375
Rata-rata 15 0,354 6,419 275

m =

= 5 . 32,095 (75 . 1,772)


5 . 1375 (75)2

= 160,475 132,9
6875 5625

= 27,575
1250
m = 0,022

Penentuan konstanta C
y = mx + C
0,130 = 0,022 (5) + C
0,130 = 0,11 + C
C = 0,02 , sehingga persamaannya y = 0,022x + 0,02

Penentuan konsentrasi Ca2+


y = mx + C
0,354 = 0,022x + 0,02
0,334 = 0,022x
x = 15,18 ppm

2. Perhitungan kurva adisi standar Ca2+

Konsentrasi Ca2+ Absorbansi (A)


No. (ppm) y x.y X2
x
1 5 0,198 0,99 25
2 10 0,247 2,47 100
3 15 0,289 4,34 225
4 20 0,328 6,56 400
5 25 0,361 9,025 625
Jumlah 75 1,423 23,38 1375
Rata-rata 15 0,285 4,676 275

m =

= 5 . 23,38 (75) (1,423)


5 . 1375 (75)2

= 116,9 106,725
6875 5625

= 10,175
1250
m = 0,008

Penentuan konstanta C
y = mx + C
0,198 = 0,008 (5) + C
0,198 0,04 = C
C = 0,158 , sehingga persamaannya menjadi y = 0,008x + 0,158

Penentuan konsentrasi Ca2+


y = mx + C
0,285 = 0,008x + 0,158
0,127 = 0,008x
x = 15,88 ppm

LAMPIRAN

1. Grafik penentuan kadar Ca2+ dengan metode kalibrasi

Pada hasil grafik percobaan di atas diperoleh bahwa jika konsentrasi Ca 2+ semakin tinggi
maka nilai hasil absorbansinya juga meningkat. Diperoleh persamaan garis y= 0.0221x+
0.0235 dan nilai R2 = 0.9955, nilai R mendekati 1 maka data yang dihasilkan berpeluang
besar diindikasikan sebagai data yang tepat.

2. Grafik Penentuan kadar Ca2+ dengan adisi standar


Pada hasil grafik percobaan di atas diperoleh bahwa jika konsentrasi Ca 2+ semakin
tinggi maka nilai hasil absorbansinya juga meningkat. Berdasarkan grafik kenaikan
konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansinya. Diperoleh persamaan garis y=
0.0081x+ 0.6125 dan nilai R2 = 0.9947, nilai R mendekati 1 maka data yang dihasilkan
berpeluang besar diindikasikan sebagai data yang tepat.

LAMPIRAN

Gambar 1. Penentuan kadar Ca2+ dengan studi Interferensi

Gambar 2. Penentuan kadar Ca2+ dengan metode kalibrasi


Gambar 3. Penentuan kadar Ca2+ dengan Adisi standar

Anda mungkin juga menyukai