Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembahasan
Proses pemanasan bertujuan mengembangkan lapisan luar spora sehingga zat warna
utama dapat masuk masuk ke dalam spora sehingga berwarna hijau.melalui pendinginan
warna utama akan terperangkap di dalam spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada
pada sel vegetatif akan terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif
akan berwarna merah.
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam
tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal)
ataupun tepian sel. Pelczar (1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang
secara metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel
bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap tekanan
fisik maupun kimiawi.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat
bertahan pada kondisi yang ekstrim. Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk
endospora ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa
generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel
vegetatifnya.
Dalam dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat
menembus dinding tebal spora yaitu dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk
memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga
sel vegetatif ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati,
bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga
zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan
treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga
memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri tidak
lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam
dupikolinat.Yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat
dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa
inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu.
Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat
kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah
terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk. Sampel yang diambil dalam
praktikum ini berasal dari biakan bakteri yang dibuat beberapa minggu yang lalu, sehingga di
asumsikan, nutrisi di dalam medium telah hampir habis, sehingga diharapkan bakteri
melakukan proses sporulasi ini. Namun, hal ini tidak terbukti pada kedua koloni bakteri yang
diamati, dimana bakteri tidak menunjukkan adanya spora yang nampak.
Namun menurut Dwijoseputro (1978) beberapa bakteri mampu membentuk spora
meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini
dimungkinkan karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan
perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi. Masih menurut Dwijoseputro
(1978) jika medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri
selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam
membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan
sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus
menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan kemampuannya
dalam membentuk spora seperti yang nampak pada hasil pengamatan koloni I dan koloni II.
Dimana bakteri yang muncul tidak nampak adanya warna hijau, hanya sel vegetatif dengan
warna merah saja yang muncul. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa bakteri pada kedua
koloni tidak menghasilkan spora.
Daftar Rujukan
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi. Bogor: Penerbit Alumni.
Pelczar. J. Michael dan Chan E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia :
Jakarta.