OLEH:
MENTOR:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
2.4 Hipotesis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit peradangan pada parenkim paru akibat infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sejak dulu, penyakit ini dikenal sebagai penyebab kematian yang
menakutkan hingga Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk
World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah
terinfeksi penyakit ini. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama
di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta
manusia. Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan
sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5; menyerang sebagian besar kelompok usia
produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah dilakukan,
tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun. Dengan
bertambahnya penduduk bertambah pula jumlah penderita TB paru, dan kini Indonesia adalah
negara peringkat ketiga terbanyak di dunia dalam jumlah penderita tuberculosis paru.2
waktu minimal 6 bulan. Dalam memberantas penyakit tuberculosis, negara mempunyai pedoman
dalam pengobatan TB yang disebut Program Pemberantasan TB. Prinsip pengobatan TB adalah
menggunakan multidrugs regimen; hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil
TB terhadap obat.3
Walaupun begitu, prevalensi dan insiden tuberculosis paru masih sangat tinggi dan sulit
diturunkan karena adanya masalah medik dan non medic. Yang termasuk dalam masalah medik
salah satunya adalah sifat penyakit tuberculosis merupakan penyakit kronik, dan perjalanan
penyakitnya lambat; terdapat masa tenang dan eksaserbasi. Penggunaan OAT juga harus
adekuat. Jika pemberiannya tidak adekuat, akan timbul mutan yang resisten terhadap OAT yang
diberikan, pasien juga sering berada dalam keadaan imunodepresi, mengidap diabetes mellitus
sehingga OAT tidak bekerja dengan efektif. Selain itu, penggunaan obat yang menuntut jangka
waktu panjang sering menimbulkan efek samping. Sedangkan yang termasuk masalah non medik
adalah kemiskinan masyarakat yang menyebabkan keadaan gizi yang rendah, higiene yang
rendah, dan kesulitan membeli obat. Rendahnya pendidikan juga berbanding lurus dengan
Jika menilik kembali di era sebelum ditemukannya antibiotic, paparan sinar matahari
dikenali sebagai pengobatan untuk Tuberkulosis. Pada tahun 1920, misalnya, TB telah ditangani
secara rutin dengan paparan sinar matahari yang berkala. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana
hal itu bisa terjadi, kecuali banyaknya penderita TB yang dikirim untuk beristirahat di daerah
yang kaya akan sinar matahari menjadi bebas dari penyakit. Namun dengan ditemukannya
sulfonamide setelah Perang Dunia I, dan berbagai perkembangan selanjutnya, hubungan sinar
Berkaitan dengan itu, dalam penelitian di Pakistan, Talat, dan 82 universitas lain
menyatakan setelah melakukan follow-up lebih dari 4 tahun, orang dengan kadar vitamin D lebih
rendah dari 17,5 nmol/L memiliki resiko peningkatan yang signifikan terhadap pengaktifan
penyakit TB dibandingkan dengan orang yang memiliki kadar vitamin D lebih dari 32,5 nmol/L.
Dengan begitu, suplemen vitamin D bisa berpotensi berguna untuk orang yang menderita TB
Bagaimana pengobatan alami seperti sinar matahari dan vitamin D dapat menghambat
penyakit tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis.
3. Menemukan bukti empiris dari keberhasilan penyembuhan oleh sinar matahari dan vitamin D
Dengan adanya penelitian ini, pembaca maupun penulis diharapkan dapat memperoleh
gambaran dan informasi yang lebih jelas baik mengenai penyakit tuberkulosis itu sendiri,
penatalaksanaan yang tepat, dan juga pengaruh sinar matahari dan vitamin D bagi perkembangan
penyakit TB.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan inspirasi bagi tenaga
kesehatan untuk membuat inovasi-inovasi baru berkaitan dengan pengobatan penyakit TB yang
dapat berkurang secara perlahan namun pasti, dan tentu saja hal itu sangat erat kaitannya dengan
Kandungan alam yang begitu melimpah ruah tentunya memiliki banyak faedah untuk
manusia hanya saja belum semua yang dapat digali secara lebih mendalam.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi salah satu faktor penggerak
untuk penelitian-penelitian baru yang juga berkaitan dengan pengobatan yang dapat ditemukan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Epidemiologi7
muncul akibat kontak erat dengan individu yang terinfeksi. Kontak dengan pasien yang telah
terbukti memiliki Mycobacterium tuberculosis dalam sputumnya memiliki risiko 25% untuk
menjadi penderita tuberculosis. Penyakit muncul pada 5-15% dari mereka yang terinfeksi, dan
risiko ini meningkat pada HIV. Di Indonesia sendiri, diperkirakan sekitar sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan sebagian besar pasien tuberculosis
adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis yaitu kisaran umur 15-50 tahun.
2.1.1.2 Patogenesis8
Patogenesis tuberculosis pada individu yang belum pernah terkena penyakit berpusat
pada pembentukan imunitas selular yang menimbulkan resistensi terhadap organism dan
kuman biasanya terjadi melalui udara dan dibutuhkan hubungan yang relatif dekat untuk
1) Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer biasanya terjadi pada orang yang belum pernah terpajan sehingga
tidak pernah tersensitisasi, misalnya pada anak-anak. Namun pasien usia lanjut pun dapat
mengalami tuberculosis primer beberapa kali karena kehilangan sentivitas mereka terhadap basil
tuberkel. Pada tuberculosis primer, organism berasal dari luar (eksogen). Di dalam alveoli yang
kemasukan kuman terjadi penghancuran bakteri yang dilakukan oleh makrofag dengan
terdapatnya sel langhans, yakni makrofag yang mempunyai inti di perifer, sehingga terbentuklah
granulasi. Keadaan ini disertai dengan adanya fibrosis dan kalsifikasi paru. Manifestasi lain yang
muncul pada perkembangan penyakit dapat berupa limfadenopati atau pembesaran kelenjar limfe
yang terdapat di hilus yang disebut dengan kompleks Ghon yang sebenarnya merupakan fase
awal infeksi yang terjadi di alveoli atau di kelenjar limfe hilus. Selanjutnya penyebaran kuman
akan sampai secara hematogen ke apeks paru yang memiliki oksigenasi yang bagus dan
Sekitar 10% dari infeksi tuberculosis primer akan mengalami reaktifasi. Hal ini biasanya
terjadi setelah 2 tahun terinfeksi. Hal ini disebut juga sebagai tuberculosis postprimer. Pada
umumnya, kuman menyebar terbatas di apeks atau kedua lobus atas yang kemungkinan besar
karena adanya tekanan oksigen yang tinggi disana. Jaringan-jaringan tubuh juga dapat berperan
3) Tipe reinfeksi
Reinfeksi atau terinfeksi kembali jarang terjadi sesaat setelah infeksi primer. Namun
besar kemungkinan terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas tubuh atau terjadi penularan
secara kontinyu oleh kuman tersebut dalam suatu populasi atau komunitas.
2.1.1.3 Manifestasi klinis9
Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapat keluhan berupa batuk kronik lebih
dari 2 minggu. Sifat batuk dimulai dari batuk kering atau non-produktif kemudian setelah timbul
peradangan menghasilkan sputum mukoid, purulen, atau mukopurulen, kemudian pada keadaan
lanjut dapat terjadi batuk darah atau hemoptisis yang diakibatkan oleh terlukanya pembuluh
Keluhan lain berupa nyeri dada yang disebabkan apabila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga terjadi gesekan antara kedua pleuras. Sesak nafas juga merupakan salah satu
manifestasi klinis yang disebabkan infiltrasi sel radang yang sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
Demam subfebril yang disebabkan oleh infeksi kuman juga merupakan salah satu gejala
klinis tuberculosis. Demam bersifat hilang timbul dan disertai keringat terutama pada malam
hari. Malaise, anoreksia dan berat badan berkurang juga umum ditemukan pada penyakit ini.
Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Seluruh gejala
dapat menurunkan produktivitas hidup penderita dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
2.1.1.4 Diagnosis10
1) Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum pasien tuberculosis biasanya ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang
pucat karena anemia, badan hangat karena demam subfebris, dan badan kurus. Lokasi kelainan
tuberculosis paru yang paling sering terjadi adalah bagian apeks paru. Pada infiltrasi radang yang
meluas akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Biasanya juga
terdapat suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi dapat menjadi
vesicular yang melemah apabila infiltrasi diliputi dengan penebalan pleura. Sedangkan jika ada
kavitas yang cukup besar, akan terdengar suara hipersonor dan auskultasi memberikan suara
amforik.
Retraksi otot interkostal dapat terjadi apabila ada fibrosis paru yang meluas.
Ketidakseimbangan volume paru juga dapat terjadi karena bagian paru yang sakit cenderung
kolaps dan menarik bagian mediastinum ke arah paru yang sakit. Apabila tuberculosis mengenai
pleura, dapat mengakibatkan efusi pleura yang apabila diperkusi akan memberikan suara pekak,
sedangkan pada auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai bahkan tidak terdengar
sama sekali.
2) Pemeriksaan Radiologis
Pada umumnya lokasi lesi tuberculosis sering ditemukan di daerah segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah namun dapat juga mengenai lobus inferior atau di daerah
hilus menyerupai tumor paru. Pada bagian atas lapangan paru, sering ditemukan bercak infiltrat.
Biasanya juga terdapat garis-garis fibrosis, kalsifikasi, dan kavitas. Kalsifikasi menyerupai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Sedangkan kavitas tampak menyerupai cincin yang
Komplikasi lain yang dapat ditemui pada gambaran radiologis tuberculosis adalah
atelektasis dan emfisema. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai paru kolaps
sehingga bagian mediastinum tertarik ke arah yang sakit. Emfisema memberikan gambaran
hiperlusen.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis adalah efusi pleura berupa
adanya cairan pada bagian bawah paru menutupi sinus frenico costalis, dan organ mediastinum
3) Pemeriksaan Laboratorium
Sampel untuk pemeriksaan laboratorium yang paling sering diambil adalah sputum.
Namun hal ini sulit bagi pasien yang batuknya tidak mengeluarkan sputum atau batuk kering.
Biasanya sehari sebelumnya, pasien dengan batuk non produktif dianjurkan minum air sebanyak
2 liter atau lebih dan diajarkan melakukan reflex batuk. Bisa juga diberikan mukolitik
Diagnosis pasti ditegakkan apabila tampak BTA (basil tahan asam) positif. Kriteria
positif itu sendiri ditentukan bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Pada prinsipnya
diperlukan waktu selama 3-8 minggu untuk menumbuhkan kuman tuberculosis dalam medium
biakan. Apabila pada pemeriksaan mikroskopis biasa terlihat hasil positif namun pada biakan
hasilnya negative, artinya telah terjadi fenomena dead bacilli atau non culturable bacilli yang
dikarenakan efek obat anti tuberculosis jangka pendek yang dapat mematikan kuman BTA dalam
waktu singkat.
Sampel lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium adalah darah. Tetapi
karena hasilnya yang meragukan, tidak sensitif, dan tidak spesifik maka pemeriksaan ini kurang
mendapat perhatian. Jumlah leukosit sedikit meninggi apabila berada pada fase awal aktifnya
tuberculosis. Jumlah limfosit masih berada di bawah normal dan laju endap darah mulai
meningkat.
4) Tes Tuberkulin
Tes ini biasanya digunakan untuk balita. Biasanya dipakai tes Mantoux dengan
persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin yang akan timbul dibaca selama 48-
72 jam setelah tes dan dikatakan positif bila diameter indurasi lebih besar dari 10 mm. Makin
Pada umumnya hampir semua pasien tuberculosis memberikan reaksi Mantoux positif .
Namun dapat ditemukan positif palsu apabila ada pemberian BCG atau terinfeksi
Mycobacterium lain. Tetapi lebih banyak lagi ditemukan negatif palsu yaitu pada pasien yang
baru 2-10 minggu terkena tuberculosis,penyakit sistemik berat, pemberian kortikosteroid yang
2.1.1.5 Pengobatan11
kematian dan komplikasi lanjut, menurunkan tingkat penularan terhadap orang lain, mencegah
kambuh, dan mencegah munculnya resistensi obat. Prinsip utama pengobatan tuberculosis yaitu
harus terdiri dari 4 macam obat sekaligus pada 2 bulan awal pengobatan dan harus diteruskan 4-6
pertama dan lapis kedua, dan keduanya berorientasi untuk penghentian pertumbuhan basil,
pengurangan, dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat golongan pertama terdiri dari Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Etambutol (E), Streptomisin (S), Pirazinamid (Z), Tiaosetazon (T).
Pengobatan Penderita TB
TB
Fase Awal Fase Lanjut
pirazinamide, etionamide dapat memberikan efek samping pada hati. Sedangkan untuk neuritis
tidak luput dari efek samping yang dapat dihasilkan oleh isoniazid, streptomisin (nervus
vestibularis), dan etambutol (nervus optikus) bahkan sikloserin yang mempunyai efek psikosis.
Itulah mengapa pengawasan terhadap prosedur pengobatan harus diawasi secara ketat.
2.1.1.6 Pencegahan12
Cara pencegahan dan pengobatan tuberculosis tergantung pada vaksinasi sejak bayi.
Vaksinasi yang umum digunakan adalah Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dan sudah digunakan
sebanyak lebih 90% anak-anak yang mendapat vaksinasi. Indikasi dari vaksinasi BCG adalah
pada orang dengan tes tuberculin negative dan yang memiliki risiko tinggi dalam pekerjaannya,
misalnya perawat atau pekerja sukarela. Di negara berkembang seperti Indonesia hanya efektif
diberikan pada neonatus atau bayi baru lahir. Imunisasi diberikan pada usia 2 bulan. Dosis untuk
bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan. Bila BCG diberikan lebih
dari 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin dulu. BCG relatif aman, jarang ada efek samping
serius. Namun BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektifitas perlindungannya hanya 40%.
penyakit. Kemoprofilaksis primer diberikan kepada anak yang kontak dengan penderita TB
aktifnya infeksi dan mencegah progresifitas dari penyakit. Biasanya diberikan kepada anak yang
telah terinfeksi, tetapi belum tampak gejala, klinis dan radiologis normal.
dengan pasien tuberculosis, baik yang tuberkulinnya positif ataupun negative. Lamanya
pemberian adalah 6-12 bulan. Pada pemberian 6 bulan, tingkat pencegahannya adalah 65%,
merupakan anggota ordo Actinomisetales dan family Mikobakteriseae yang memiliki ciri-ciri
berbentuk batang lurus, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora,
tidak berkapsul, panjang sekitar 2-4 m, dapat tampak soliter atau dalam koloni pada spesimen
klinis yang diwarnai atau media biakan. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41oc
menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding mikobakterium sangat kompleks dan
terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi. Penyusun utama dinding sel Mycobacterium
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang berperan dalam
virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester.
Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Ciri khas dari mikobakteria adalah ketahan-asamannya,
kapasitas membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti kristal violet,
karbolfukhsin, auramin, dan rodamin. Bila diwarnai, mereka melawan perubahan warna dengan
isolasi dari specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu,
dan uji resistensi obat memerlukan 4 minggu tambahan.. Namun pertumbuhan dapat dideteksi
dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient radiolabel dan
kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. Mycobacterium tuberculosis
mempunyai morfologi koloni khas, menghasilkan niasin tetapi bukan pigmen, mampu mereduksi
nitrat, dan menghasilkan katalase namun ada pula beberapa strain resisten isoniazid kehilangan
kemampuan untuk membuat katalase. Adanya M. tuberculosis dalam specimen klinik dapat
dideteksi dalam beberapa jam dengan menggunakan reaksi rantai polymerase (RRP) yang
menggunakan probe DNA yang merupakan pelengkap terhadap DNA atau RNA mikobakteria.13
Pada dasarnya, Mycobacterium tuberculosis sulit dibasmi dan bersifat asam serta peka
pengeringan (mungkin ini disebabkan oleh dindingnya yang berlilin). Di dalam sputum, basil
bisa bertahan sekitar seminggu atau sebulan dan di dalam sputum yang telah dikeringkan bisa
bertahan selama 6-8 bulan apabila mereka terlindung dari sinar matahari. Tanpa adanya sinar
matahari, bakteri ini bisa bertahan menginfeksi pasien tuberculosis selama 9-10 hari.14
2.1.2 Radiasi Sinar Matahari
lebih pendek dari daerah dengan sinar tampak, namun lebih panjang dari sinar-X yang kecil.
Sekitar tahun 1700-an, kemampuan sinar matahari untuk membunuh kuman telah berhasil
ditemukan. Efek bakterisidal dari sinar matahari pertama kali didemonstrasikan pada tahun 1877.
Menggunakan larutan Pasteur yang belum mendidih, Downes dan Blunt menunjukkan bahwa
sinar matahari dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Pada eksperimen selanjutnya, Downes dan
memiliki potensi bakterisidal yang sangat kuat. Meskipun begitu, hal itu belum bisa dipastikan
hingga Duclaux pada tahun 1885 dan Ward pada tahun 1892 mendemonstrasikan efek
bakterisidal dari sinar matahari yang membuat hal itu bisa diterima oleh khalayak. Sinar
ultraviolet merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih pendek dari
cahaya tampak. Ultraviolet itu sendiri dapat dibagi menjadi berbagai rentang. Pada panjang
gelombang tertentu ultraviolet dapat bersifat mutagenik terhadap bakteri, virus, dan
mikroorganisme. Misalnya saja pada panjang gelombang 254 nm, UV akan melepaskan ikatan
menghancurkan bakteri, membuat bakteri tidak berpotensi menginfeksi lagi. Radiasi ultraviolet
efektif dalam menghancurkan asam nukleat dalam mikroorganisme sehingga DNA terganggu.
Beberapa tahun kemudian, Bernhard dan Morgan menjadi orang pertama yang
menunjukkan bahwa radiasi sinar ultraviolet yang berada di bawah 329 nm mampu membunuh
bakteri. Sekitar tahun 1890 dan 1909, energi ultraviolet diperlihatkan memberi efek bakterisidal
masa dimana maraknya radiasi ultraviolet yang dijadikan pengobatan umum terhadap
Radiasi ultraviolet dari sinar matahari telah diketahui sangat efektif untuk desinfeksi air,
permukaan tanah, dan udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme. Paparan sinar
matahari yang dikombinasikan dengan filtrasi udara sangat ampuh mencegah pembentukan
koloni dari mikroorganisme. Dikarenakan adanya kekuatan penetrasi selektif dari radiasi sinar
matahari, desinfeksi ultraviolet sangatlah efektif untuk mengancam kelangsungan hidup partikel-
partikel asing, komponen organik, dan komponen berbahaya lainnya. Sinar matahari yang
bersifat bakterisidal ini juga bisa digunakan dalam sistem dekontaminasi untuk mengurangi
jumlah bakteri pathogen di udara. Bakteri di udara dapat dibinasakan dalam waktu yang cukup
singkat. Sinar matahari dapat menambah sel darah putih terutama limfosit yang digunakan untuk
menyerang penyakit. Kerja antibody meningkat. Neutrofil sendiri dapat membunuh kuman-
kuman lebih cepat setelah pemaparan dengan sinar ultraviolet. Sinar matahari juga mampu
yang berasal dari kolesterol. Sinar ultraviolet tipe B dari sinar matahari bekerja pada pro-vitamin
D3 dan mengkonversinya menjadi pre-vitamin D3. Secara ilmiah, dapat disebut sebagai
cholecalciferol. Vitamin D3 kemudian meninggalkan kulit dan masuk ke dalam aliran darah
yang dibawa oleh protein tertentu yang disebut Vitamin-D binding protein. Melalui sirkulasi
darah, vitamin D3 mencapai bermacam-macam organ di dalam tubuh. Di hati, vitamin D3
mengalami sedikit perubahan pada struktur kimiawinya, menjadi 25-hydroxy cholecalciferol atau
25-(OH)-D3 (calcifediol). Selanjutnya akan dibawa bersama aliran darah menuju ginjal dimana
dia akan mengalami perubahan lain pada struktur kimianya menjadi 1,25-dihidroxy
cholecalciferol atau bisa juga disebut calcitriol. Ini merupakan bentuk aktif dari vitamin D.
telah ditemukan bahwa konversi 25-(OH)-D yang menjadi 1,25-(OH)2-D bekerja tidak hanya di
ginjal, tetapi juga di beberapa jaringan lain seperti limfonodus, kulit, dan paru-paru. Vitamin D
tidak hanya berperan dalam absorpsi kalsium dan fosfor di usus, namun juga memainkan peran
penting dalam mengatur fungsi normal seluruh sistem dalam tubuh, seperti regulasi
pertumbuhan sel, diferensiasi sel menjadi sel tertentu dan kematian sel yang mendadak, regulasi
bahwa vitamin D memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan sistem imun dan paru-
paru selama masa pertumbuhan. Studi telah menunjukkan bahwa suplemen vitamin D selama
masa kehamilan dapat secara substansial menurunkan resiko penyakit pernapasan pada anak.
Vitamin D mempunyai metabolit aktif Clacitrol yang diketahui mempunyai aktivitas antibakteri
in vitro. Metabolit ini mampu memodulasi respon pejamu terhadap infeksi mikobakteria dengan
cara menginduksi nitrogen yang reaktif, menekan aktivitas enzim matrix metalloproteinase yang
berperan dalam proses pembentukan kavitas, dan menginduksi aktivitas antimikroba cathelicidin
yang menginduksi autofagi. Calcitrol mampu meningkatkan respon imun dengan mengikat
reseptor vitamin D yang diekspresikan oleh antigen-presenting cells dan limfosit untuk regulasi
proses transkripsi gen yang responsive terhadap vitamin D, tetapi reseptor vitamin D pada
manusia bersifat polimorfik dan pembawa alel dari polimorfisme reseptor dikaitkan dengan
konversi sputum yang lebih singkat. Seorang ahli dalam bidang pernapasan berspekulasi bahwa
wabah dari penyakit pernapasan berbanding lurus dengan adanya defisiensi vitamin D, dimana
keduanya mulai marak dalam beberapa dekade terakhir ini. Anak-anak dan orang dewasa yang
rendah asupan vitamin D nya memiliko resiko yang tinggi terkena penyakit infeksi saluran
pernapasan atas yang sering memicu terjadinya pernapasan wheezing dan serangan asma
mendadak. Beberapa kasus ditangani dengan steroid, tetap terkadang pasien resisten terhadap
steroid. Namun, vitamin D berhasil membuat pengobatan steroid ini menjadi lebih efektif
Provitamin D Vitamin D3
(Kulit)
Fagositosis makrofag
menigkat
Kekuatan penetrasi
seletif radiasi sinar
matahari
Meningkatkan respon
imun terhadap inflamasi
Menghambat
Vitamin D perkembangan
Mycobacterium
Meredam respon
inflamasi tanpa
menggaggu kerja
antibiotik
2.4 Hipotesis
Adanya pengaruh sinar matahari dan vitamin D yang dapat menghambat perkembangan
Mycobacterium.
BAB III
METODE PENELITIAN
melihat perkembangan dari pasien yang di diagnosis TB yang menggunakan pengobatan OAT
secara konvensional dan yang menggunakan modifikasi pemberian suplai vitamin D dan paparan
Lokasi penelitian ini dilakukan d rumah sakit Ibnu Sina. Alasan mengapa mengambil
lokasi tersebut ialah karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dari tempat
penulis melakukan kegiatan perkuliahan sehingga dalam bekerja sama dengan tenaga medis yang
ada di sana bisa lebih mudah dan membuat penulis akan lebih mudah mengumpulkan sampel dan
melakukan penelitian
Proses penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yang akan dijelaskan dengan
pemeriksaan berkala
a) Kriteria inklusi
b) Kriteria eksklusi
- Pasien bukan berasal dari rumah sakit Ibnu Sina
a. Definisi operasional
1. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru akibat infeksi kuman
2. Radiasi ultraviolet dari sinar matahari telah diketahui sangat efektif untuk
lainnya.Sinar matahari yang bersifat bakterisidal ini juga bisa digunakan dalam
yang signifikan dalam perkembangan sistem imun dan paru-paru selama masa
pertumbuhan.Studi telah menunjukkan bahwa suplemen vitamin D selama masa
dimana keduanya mulai marak dalam beberapa dekade terakhir ini. Anak-anak
dan orang dewasa yang rendah asupan vitamin D nya memiliko resiko yang
tinggi terkena penyakit infeksi saluran pernapasan atas yang sering memicu
vitamin D berhasil membuat pengobatan steroid ini menjadi lebih efektif terhadap
yang telah di kombinasikan dengan desain penelitian memiliki dampak yang lebih
b. Kriteria objektif
1. Penyakit TB
sesak, berat badan menurun dan dari hasil diagnosis dokter menunjukkan
positif TB
kombinasi
sesuai takaran dan di tambah dengan terapi sinar matahari setiap pag
3. Keberhasilan terapi
Data primer : sumber data penelitian berasal dari riwayat rekam medic pasien dan
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter serta hasil observasi langsung terhadap
- Melihat riwayat rekam medis pasien dan hasil pemeriksaan pasien sebelum di
lakukan terapi
Data yang di peroleh akan di bandingkan dari hasil pemeriksaan sebelum melakukan
terapi dan dari hasil pemeriksaan secara berkala selama terapi berlangsung serta membandingkan
hasil yang di dapatkan dari setiap pasien yang telah di kelompokkan sebelumnya apakah benar
terapi kombinasi yang dilakukan memberikan dampak yang positif ataukah tidak sama sekali.
Pengecekan validitas temuan dilakukan peneliti dengan cara memastikan bahwa sampel
yang di ambil benar-benar menderita penyakit TB paru dengan tingkat keparahan yang sama atau
hampir sama dari setap pasien yang di teliti dan melakukan terapi sesuai denga yang di anjurkan
sampai waktu yang telah di tentukan oleh peneliti. Peneliti juga harus mampu menjaga
Hal yang menjadi keterbatasan peneliti ialah mendapatkan sampel pasien yang menderita
penyakit TB paru dengan tingkat keparahan yang hampir sama dan memiliki jenis kelamin yang
hampir sama serta rentang umur yang tidak jauh berbeda. Ha lain yang menjadi kendala adalah
November 2014
296
8. Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media, 2013. hal. 158-159
9. Delp., Manning. Major Diagnosis Fisik.9th ed. Siregar MR, translator. Jakarta: EGC,
10. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: InternaPublishing, 2014. hal. 868-
870
14. Gupta, RL. Textbook of Surgery. 2nd ed. New Delhi: Jaypee, 2003. hal. 85
15. Sussman, C., Jensen, BB. Wound Care: A Collaborative Practice Manual for Health
16. Sussman, C., Jensen, BB. Wound Care: A Collaborative Practice Manual for Health
17. Gazso, LG., Ponta, CC.Radiation Inactivation of Bioterrorism Agents. Budapest: IOS
18. Zaidi, S. Power of Vitamin D: A Vitamin D Book that Contains the Most Scientific,
Useful, and Practical Information about Vitamin D. 2nd ed.USA: ISBN, 2013. hal. 16-77