Anda di halaman 1dari 31

MATERI EDUKASI RAWAT INAP

LAMPIRAN

MATERI EDUKASI
DAFTAR ISI

1. DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER) ------------------------------------- 9


2. DIARE --------------------------------------------------------------------------------- 15
3. DEMAM TYPOID ------------------------------------------------------------------- 21
4. DM (DIABETESS MELITUS) ---------------------------------------------------- 25
5. PNEUMONI-------------------------------------------------------------------------- 28
6. FILPER BILIRUBIN--------------------------------------------------------------- 33
7. HIPERTENSI ----------------------------------------------------------------------- 41
DHF
(DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)
KONSEP DASAR PENYAKIT
A.A. Definisi
1. DHF atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebahkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepti.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat menyebabkan kematian,
terutama pada anak. (Nursalam,2005).
2. DHF adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi
perdarahan Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviridae, dengan
genusnya adalah Flavivirus. (Suharti.2001).
3. Demam dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau
orang dewasa dengan tanda-tanda klimis demam, (Kapita Selekta.2001).

A.B. Epidemiologi
Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersama di Asia, Afrika dan
Amerika Utara. Penyakit ini dikenali dan dinamai pada tahun 1779. Kasus DBD di
Indonesia termasuk terbesar di dunia' setelah Thailand. Setiap tahunnya penyakit ini
ditemukan pada tahun 1968 hingga 1998, Rata-rata 18 ribu penderita dirawat dan dari
jumlah tesebut sekitar 700 sampai 750 penderita meninggal.
KLB demam berdarah terjadi di Indonesia, tepatnya di Jakarta, pada tahun 1998
yang mencapai 15.452 dan angka kematian 134 orang. Penyakit ini adalah siklus 5
tahun dan penderitautamanya dadalah anak-anak.
A.klasifikasi
Berdasarkan derajat penyakitnya.DHF dibedakan menjadi 4 yaitu:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain dan uji toumiket positif, trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
2.Derajat II
Manifestasi klinik pada derajat' I, dengan manifestasi perdarahan spontan di
bawah kulit seperti pteki, hematoma, dan perdarahan dilain tempat.
3. Derajat III
Manifestasi kilik pada derajat II, ditambah dengan ditemukannva kegagalan
system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang
lembab, dingin, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV
Manifestasi klinik pada derajat III, ditambah dengan ditemukannya manifestasi
renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak teratur dan andi tak teraba.
B.Etiologi
Etiologi penyakit DHF dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Virus dengue sejenis arbovirus.
2. Virus dengue yang tergolong dalam family Flaviridae dan dikenal dengan 4
serotif:
a. Dengue 1 :ditemukan di irian ketika herlangsungnya Perang Dunia II
b. Dengue 2: ditemukan di irian ketika berlangsungnya Perang Dunia II dan
lebih dominan di Thailand dan Indonesia.
c. Dengue 3: ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954,
merupakan serotif yang menjadi penyebab terbanyak.
d. Dengue 4: ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954 dan
berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitive terhadap inaktivitas oleh
diatiter dan natrium diaksioksalat, stabil pada suhu 70C.

A.E. Manifestasi Klinik


Manifestasi klinis bervariasi diantaranya:
1. Demam ringan atau demam tinggi > 37 C yang tiba-tiba dan berlangsung antar 2- 7
hari
2. Terjadinya bintik- bintik perdarahan pada kulit, pharynx,dan konjungtiva
3. Hepatomegali
4. Trombositopenia (100.000/mm3 atau lebih rendah)
5. Terjadi tanda - tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari 2 .detik, nadi cepat dan lemah
6. Epistaksis, Henatemisis, melena, hematuri.
7. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
8. Nyeri abdomen (ulu hati/ diafragma)
9.Pembesaran hati
A.F. Pemeriksaan Penunjang
Terdiri dari 4 tes yaitu:
1.Pemeriksaan Darah Lengkap
a.Trombosit menurun
b.HB meningkat lebih dari 20 %
c.HT meningkat lebih dari 20%
d.Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah
f. Ureum pH dapat meningkat.
g.Na dan Cl rendah.
2. Pemeriksaan serologi: uji HI (Hemogiutination Inhibition Test)
3. Rongent Thorax : efusi pleura
4. Uji test toumiket: positif.

A.G. Komplikasi
Adapun komplikasinya:
1.Pendarahan luas
2.Shock atau rejatan
3.Elusi pleura
4.Penurunan kesadaran

A. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit DHF terdiri dari :
1. Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk virus Flavivirus demam
berdarah. Pencegahan mama demam berdarah terietak pada penghapusan faktor
nyamuk DBD.
Cara pencegahan DBD:
a.Bersihkan tempat penyimpanan air.
b.Tutup rapat tempat penampungan air
c. Kuour dan buang barang bekas pada tempatnya terutama harang yang dapat
menampung air.
d. Tutuplah lubang pagar bamboo dengan tanah.
e. Lipat pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap di sana.
2. Terapi
a. Bagian terpenting adalah terapi suportif. Pasien disarankan agar menjaga
penyerapan makanan terutama dalam bentuk cairan.
b. Jika hal di atas tidak dapat dilakukan penambahan cairan dapat dilakukan dengan
IV untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.
c. Tirah baring.
d. Transfuse platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.
e. Pengobatan altemative dengan jus jambu biji.
f. Minum yang hanyak; 1.5-2 liter/24 jam (susu, air gulathe, sirup atau air tawar yang
ditambah garam)
g. Penderita sebaiknya dirawat di RS, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
shock yang dapat terjadi tiba-tiba.
Pengobatan
Pengobatan DPD dibedakan berdasarkan tingkat keparahan:
1.Pada pasien DBD tanpa penyulit (derajat 1 dan 11)
a. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberi kompres,
antipiretik golongan asetaminoten, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan asetosal
karena bahaya perdarahan.
b. Antibiotic diberikan apabila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
c. Pemasangan infuse NaCl atau RL sesuai kebutuhan.

2.Pada pasien DBD dengan tanda shpck


a. Pemasanan infuse dipertahankan selana 12- 48 jam dan setelah shock teratasi
b. Dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran alau preparat
hemasel sejumlah 15-29 ml/kg BB.
c. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberikan
transfusi darah.

Prognosis
Infeksi dengan umumnya mempunyai prognosis baik, DF dan DHF tidak ada yang mati.
Kematian dijumpai pada waktu ada perdarahan yang berati syok yang tidak teratasi, efusi
pleura dan asites berat serta kejang. Kematian juga bisa disebabkan oleh sepsis karena
tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian teijadi pada
kasus berat yaitu pada muncul komplikasi pada system saraf, kardiovascular, pernafasan,
darah, dan orang lain.
Kematian juga dapat disebabkab oleh banyak faktor:
1.Keterlambatan diagnosis
2.Keterlambatan diagnosis dan penanganan shock y?ng tak teratasi
3.Kebocoran yang hebat.
4.Pendarahan massif
5.Kegagalan
6.Encefalopati
7.Sepsis
8.Kegawatan karena tindakan
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer, Supronaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.
Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Aijatmo Tjoknonegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Awak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC.'Jakarta. 1992.
4.Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Salemba Medika. Jakarta.
2002
DIARE
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1. Definisi / Pengertian
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (WHO,
Mansjoer dkk, 2000).
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (>3kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa
darah dan/atau lender (Suraatmaja Sudaryat, 2007 :1).
Diare Akut adalah buang air hesar lebih dari 3 kali dalam 24 jam, dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu (IDAI, 2005 :49).
Diare akut adalah diare awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam
beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih
dari tiga minggu pada orang dewasa dan dua minggu pada bayi anak-anak (Mansjoer
dkk. 2000).
1.2. Epidemiologi Penyakit
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral melalui makanan atau minuman yang
tercemar. Di negara berkembang tingginya prevalensi penyakit diare merupakan
kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.
Dalam penelitian di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur 1993 - 1994)
terhadap 123 pasien diare dewasa yang di rawat di bangsal diare akut didapatkan hasil
isolasi dengan E. coli (38,29%). V cholerae (18,29%), Aeromonas sp (14.29%) sebagai
tiga penyebab terbanyak.
1.Penyebab Diare
Penyebab diare yang utama adalah infeksi parasit virus maupun bakteri.
Penyebab lain diare antara lain efek samping obat-obatan bertemu, pemberian
makan per selang gangguan metabolik dan endokrin gangguan nutrisi dan
malabsorpsi , paralitik ileus dan obstruksi usus. Ditinjau dari sudut patofisiologinya,
diare dibedakan menjadi diare sekresi dan diare osmotik.
a.Diare sekresi disebabkan oleh :
1. Infeksi (virus, bakteri dan parasit).
2. Hiperperistastik usus (akibat bahan-bahan kimia makanan gangguan psikis,
gangguan saraf hawa dingin alergi dan sebagainya).
3. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berilipat gandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama candida.
b.Diare osmotik disebabkan oleh:
1. Malabsorpsi makanan (karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral).
2. Kekurangan kalori protein (KKP).
Patofisiologi (Woe Diare Terlampir)
Diare sekresi merupakan diare dengan volume banyak yang disebabkan
olehpeningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalamlumen
usus. Di,are osmotik teijadi bila air terdorong ke dalam lumen usus olehtekanan osmotik dan
partikel yang tidak dapat diabsorpsi, sehingga reahsorpsi airmenjadi lambat.
Sebagai akibat dan diare baik akut maupun kronik akan teijadi:
a. Kehilangan air (dehidrasi), Dehidrasi teijadi akibat pengeluaran air lebih banyak dan
pemasukan air, merupakan penyebab kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), teijadi karena kehilangan
natrium bikarbonat bersama tinja penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan,
produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan ginjal
(oligouria/anuria) pemindahan ion natrium dan ekstrasel kedaiam intrasel. Secara klinis
asidosis dapat dilihat dan pemapasan Kussmaul.
c. Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dengan atau tanpa rugiah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi berupa renjatan hipovolemik. Akibatnya perfusihipksia, sidosis bertambah berat
dan dapat mengakibatkan perdarahan otak,kesadaran menurun dan bila tidak ditangani
segera akan teijadi kematian.
d.Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah keperawatan
dapat dilihat pada lampiran.
Manifestasi Klinis
a. Frekuensi defekasi meningkat dengan konsistensi cair.
b. Pasien mengeluh nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, distensi, gemuruh usus
(borborigimus), dan demam.
c. Kekuiangan cairan dapat menyebabkan rasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak.
d. Pemapasan Kussmaul sebagai tanda asidosis metabolik.
e. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus)
dapat teijadi setiap defekasi.
f. Bila teijadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (>120 kali per menit),
tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
g.Kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung, k. Perfusi ginjal yang
menurun dapat teradi anuria.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
1.Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
2.Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
3.Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat).
b.Berat Badan
Persentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat di rumah
sakit. Sedangkan di lapangan, untuk menentukan dehidrasi, cukup dengan nenggunakan
penilaian keadaan anak sebagaimana yang telah dibahas pada bagian konsep dasar diare.
c.Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara
mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Apabila turgor
kembali dengan cepat (kurang dan 2 detik), berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila
turgor kembali dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik). Ini berarti diare
dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (cubitan kembali
lebih dari 2 detik), ini termasuk diare dengan.dehidrasi berat.
d.Kepala
Anak berusia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya cekung.
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila mengalami
dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila
mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
e.Mulut dan Lidah
1.Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).
2.Mulut dan lidah kering (dehidfasi ringan/sedang).
3.Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
f.Abdomen
Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram, dan bising usus yang meningkat.
g.Anus
Anus, apakah ada iritasi pada kulitnya.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang
tepat sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan. Pemeriksaan yahg perlu dilakukan:
a.Pemeriksaan tinja ,
1.Makroskopis dan mikroskopis.
2.Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
3.Tes resistensi untuk mencari berbagai kuman penyebab.
4.pH dan kadar gula jika dicurigai ada intoleransi glukosa.
b.Pemeriksaan darah.
1.Darah lenkap.
2. pH, cadangan alkali, dan elektrolit untuk menentukan ganguan keseimbangan asam
basa.
3.Kadar ureum untuk mengetahui faal ginjal.
c.Duodenal intubation.
Untuk mengetahui kuman penyehah secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diarfe
kronik.
1.8. Penatalaksanaan Medis
a.Rehidrasi sehagai prioritas utama. Hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Dehidrasi ringan diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer Laktat, bila tak tersedia
dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah 1 ampul natrium bikarbonat 7,5
%50 ml.
2. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan. Dapat
dihitung dengan cara (Metoda Pierce), dimana kehutuhan cairan dan masing-
masing derajat dehidrasi adalah : dehidrasi ringan (5% X BB), sedang (8% X BB),
berat (10% XRB).
3.Cara pemberian dapat dipilih oral atau IV.
b. Identifikasi penyebab infeksi untuk pemberian antibiotik.
c.Terapi simtomatik seperti obat antidiare diberikan dengan sangat hati-hati dengan
pertimbangan yang rasional. Anti motilitas dan sekresi usus seperti loperamid
sebaiknya jangan dipakai pada infeksi salmonella, shigela, dan colitis pseudomembran
kare akan memperburuk diare. Bila pasien amat kesakitan dapat diberikan
antimotilitas usus dalam jangka pendek selama 1-2 hari saja. Pemberian antiemetik
pada anak dan remaja dapat menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.

1.9. Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil,
mengalami komplikasi dan dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang
diberikan.
Komplikasi yang paling penting (walaupun jarang) yaitu:
a.Hipematremia
b.Hiponatremia
c.Demam
d.Edema/Overhidrasi
e.Ileus Paralitikus
f.Kejang
g.Hipokalemia
h.Asidosis
i.Intoleransi Glukosa
j.Malabsorpsi Glukosa
k.Muntah
l. Gagal Ginjal
1.10. Pencegahan
Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif adalah:
a.Pemberian ASI(Air Susu Ibu).
b.Memperbaiki makanan sapihan.
c.Menggunakan air bersih.
d.Mencuci tangan.
e.Menggunakan jamban keluarga.
Cara membuang tinja yang baik dan benar.
a.Pemberian imunisasi campak (Suraatmaja Sudaryat, 2007:15).
THYPUS ABDOMINALIS
Tinjauan Teoritis
1.1. Pengertian
Demam Typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterirnia, perubahan pada system retikulo endotelia yang bersifat difus,
pembentukan mikroahses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng S, 2007).
Tifus abdominalis adalah sualu penyakit yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, tac-ikardi, kadang-kadang pembesaran dai Limpa/hati/kedua-
duanya. (Samsuridjal.D, 2002).
1.2. Penyebab
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam
toksemia, nyeri perut, konstipisi/diare. Koniplikasi yang dapat terjadi antara lain:
perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh. Hariyono. dan dkk. 2001)
Etiologi-demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Aijatmo Tjokronegoro, 1997)
1.3. Pemeriksaan Diagnostik
a.Pemeriksaan Leukosit
Pada kebanyakan kasus demam typoid. jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada dalam batas-batas normal, tetapi kadang-kadang terdapat leukositosis
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
b.Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah
sembuhnya demam typoid.
c.Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita Demam Tifoid.
d. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid. tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan ajdalah
bergantung pada beberapa faktor seperti: teknik pemeriksaan laboratorium, saat
pemeriksaan selama peijalanan, vaksinasi di masa lampau, pengobatan dengan
obat anti mikroba.
1.4. Penatalaksanaan Medis
a. Antibiotik
1. Kloramfenikol
Merupakan obat pilahan utama demam typoid, dosis pada anak 50- 100 mg/kg
RB/hari dihagi dalam 3-4 dosis lama terapi 8-10 hari setelah suhu tubuh
kembali normal. Untuk mencegah kekambuhan dapat diberikan selama 14 hari
penuh. Dosis pada bayi 25-50 mg/kg BB/hari.
2.Tiamfenikol
Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata- rata 5-6 hari.
Efektifitas sama dengan kloramfenikol.
3.Kotrimoksazol
Dengan Kotrimoksazol demam pada demam typoid turun rata-rata 5-6 hari.
4.Ampisilin/Amoksisilin, dosis 50-150 mg/kg BB,diberikan selama 2minggu.
b.Antipiretika
Tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam typoid karena tidak
banyak berguna.
1.5. Penatalaksanaan Keperawatan
a.Obeservasi vital sign tiap 8 jam
b.Observasi intake dan output cairan setiap hari
c. Anjurkan pasien banyak minum 1300 cc/hari
d. Beri kompres air hangat hila panas diatas 3 80C
e. Anjurkan menggunakan pakaian yang tipis hindari penggunaan selimut yang tebal
f. Batasi aktivitas fisik
g. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
h. Timbang berat badan setiap dua hari sekali.
i. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
j. Libatkan orang terdekat untuk memotivasi dalam hal makan.
k. Mengobservasi KU pasien.
l. Kaji ulang kemampuan pasien untuk melakukan ADL secara mandiri.
m. Anjurkan pasien untuk tidak berbaring terus dengan mengubah posisi tidur sekali
untuk duduk.
n. Berikan bantuan dalam pemenuhan ADL seperti makan, minum, mandi, BAB dan
BAK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar limit Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997..
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang.
Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Soegeng Soegijanto. Limit Penyakit Anak, Diagnosa dun Penatalaksanaan.
Salemba Medika. Jakarta. 2002.
5. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhah Keperawatan
pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto Jakarta. 2001.
DIABETES MELITUS (DM)
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus (DM)
1.1. Pengertian
a. Beberapa pengertian:
1. Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansyur, 2000).
2. Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic
dan klinis 'termasuk heterogen dan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat (Price & Wilsqn, 2005).
a.TipeDM:
1. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Kerusakan teijadi pada sel beta dan pancreas dimana insulin tidak dihasilkan
sehingga harus dapat terapi insulin
2.NDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Insulin tetap dihasilkan, tetapi yang tidak baik adalah reseptornya akibat
kegagalan relative sd beta pulau Langerhans dan resusitasi insulin.
3. Diabetes Melitus tipe lain Dapat disebabkan oleh endokrinopati, obat/ zat kimia,
infeksi.
4.Diabetes Melitus Gestasional Merupakan DM yang teijadi pada saat kehamilan.
1. Pemeriksaan Diagnostik (
a. Glukosa darah meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b. Aseton Plasma (Keton) positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas Kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum Meningkat tapi hiasanya kurang dan 330 mosm/L
e. Elektrolit'
1. Natrium mungkin meningkat, menurun, normal
2. Kalium normal atau peningkatan semu, selanjurnya akan menurun
3. Fosfor lebih sering menurun
a. Hemoglobin Glikosilat: Kadar meningkat 2-4x lipat dan normal
i
a. AGD : pH rendah dan penurunan pada HC03 (asidosis metabolisme)
b. Trombosit darah : Hematokrif mungkin meningkat
c. Urine/Kreatinin munkin meningkat atau normal
d. Amilase darah mungkin meningkat
e. Insulin darah mungkin menurun atau bahkan sampai tidak ada (pada DM
tipe
1. atau normal sampai tinggi (DM tipe 2)
>
a. Pemeriksaan fungsi tiroid : aktifitas hormone tiroid meningkat
b. Urin: Gula aseton meningkat
c. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi
1. Penetalaksanaan Medis
a. Penyuluhan DM
t
a. Perencanaan Makanan (diet)
b. Latihan jasmani '
c. Obat berkhasiat hipoglikemia
d. Transplantasi pancreas
e. Perawatan di rumah, sebagai seorang diabetes sering mengalami
gangguan sirkulasi pada kaki, sehingga muda terkena infeksi bakteri dan
jamur sehingga
t
perlu perawatan kaki
a. Terapi insulin
Deenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta: EGC.
i
A. M.' (2000). Kapita selecta kedokteran (Edisi 3). Jakarta: Media Aesculapius.
. . I
Price & Wilson. (2005). Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit (Edisi 6). Jakarta
:EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta: EGC.

PNEUMONIA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1. Definisi / Pengertian
a. Pneumonia adalah suatu peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
b. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dan
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
I#' >
(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 edisi ketiga).
1.2. Epidemiologi / Insiden Kasus
Pneumonia dapat teijadi pada berbagai usia, meskipun lebih banyak terjadi pada usia yang
lebih muda. Masing-masing kelompok umur dapat terinfeksi oleh pathogen yang herheda,
yang mempengaruhi dalam penetapan diagnosa dan terapi.
Sekitar 80% dan seluruh kasus bam praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang teijadi dimasyarakat (pneumonia komunitas / PK) atau
didalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/ PN). Pneumonia yang merupakan
bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai
sekitar 15-20 %. Pneumonia nosokomial di ICU Iehih sering daripada PN
diruangan umum yaitu 42%: 13% dan sebagian besar yaitu sejumlah 47% teiadi
1*
pada pasien yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok pasien ini merupakan bagian
terbesar dan pasien yang meninggai di ICC akibat PN.
1.3. Penyebab / Etiologi
Virus : virus influenza.
I ,
Bakteri : Streptokokus pneumonia, Strepiokokus aureus, Hemoflius influenza, Stafilokokus,
Pneumokokus.
Jamur : Pseudomonas, Candida albican, Aspirasi: makanan atau benda asing.
1.4. Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara,
aspirasi organism, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dan reaksi inflamasi akan
timbul .panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan
cairan keluar masuk alveoli sehingga teijadi sekresi, edema dan bronkospasme yang
menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan
adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi).
Konsolidasi pam menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan
rasio ventilasi perlusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan
selanjutnya teriadi hipoksemia.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul, yaitu : Risiko kekurangan volume cairan, Nyeri
(akut), HiperterrrJ, Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan
i
tubuh, Bersihan jalan nafas'tak efektif, Gangguan pola tidur, pola nafas tak efektif dan
intoleransi aktivitas. 1

Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi:
a. Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas
1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik
antara lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas lohus,
disehahkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae. Klebsiella
pneumoniae. H. influenzae.
2. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat
lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh
organisme
i
atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Chiamydia psittaci. Klasilikasi
berdasarkan factoi lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
1. Pneumonia komunitas>sporadis atau endemic, muda dan orang tua
2. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
3. Pneumonia rekurens > mempunyai dasar penyakit paru kronik
4. Pneumonia aspirasi * alkoholik, usia tua
5. Pneumonia pd gangguan imun * pada pasien transplantasi, onkologi,
AIDS
a. Sindrom klinis, dibagi atas
1) Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dgn konsolidasi
paru, dapat berupa:
Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkini paru dalam
bentuk bronkopne,umonia dan pneumonia lobar
Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal yaitu
perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai konsolidasi
paru. Biasanya pada pasien penyakit kronik
2) Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae.
. c. Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas:
1. Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H. influenza,
Klebsiella, dll
2. Non bacterial: tpberculosis, virus, fungi, dan parasit
3.6. Gejala klinis'
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit Adapun gejala
klinis dan pneumonia yaitu:
a. Dispnoe
b. Hemoptisis.
c. Nyeri dada
d. Takipnea
e. Demam, menggigil
f. Malaise
g. Kepala pusing
h. Batuk produktif berupa sputum
i. Peningkatan suhu tubuh
j. Hipoksemia
t
1. Pemeriksaan Fisik .
Dari hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa perkusi
paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pemapasan bronchial, inspirasi rales
dan terdapat penggunaan otot aksesori.
1. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) > teridentifikasi adanya penyebaran
(misal lohus dan bronchial), menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema
(Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial),
penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium (DL. Serologi, LED) leukositosis menunjukkan
adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara spesifik, LED bisanya
meningkat. Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun. Bilirubin biasanya
meningkat.
c. Analisis gas darah dan Pulse oximetry * menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan 02.
d. Pewarnaan Gram/Cultur Sputum dan Darah * untuk mengetahui oganisme
penyebab
e. Pemeriksaan fungsi paru-paru * volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
t
1. Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris, mencakup bentuk dan
luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan
mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan antibiotic yang tepat.
1.10. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi antibiotic
Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi apapun, yang
dimaksudkan sehagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.
a. Terapi suportif umum
1. Terapi 02 untuk mencapai Pa02 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
i
berdasar pemeriksaan AGD
1. Humidifikasi dengan nebuiizer untuk mengencerkan dahak yang kental
2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk
dan napas dalam
3. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
4. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
5. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
teijadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest
6.
Drainase empiema bila ada
HIPERBILIRUBINEA
A. KONSEP TEORI
1.1. Pengertian
Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dan bilirubin didalam darah (Wong, hal 432).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas
nilai normal hilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan
sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998). Fliperbilirubin
adalah peningkatan kedar biliruhin serum
. . t
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeitzer. 2002)
1.2. Etiologi
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
a. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
b. Gangguan konjugasi hilirubin.
c. Penyakil Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disehut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
d. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
e. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau
t
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti infeksi toxoplasma.
Siphilis.
1.3. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Hiperbilirubinemia fisiologis 1) Kriteria
Tidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam). Peningkatan bilirubin
normal total tidak lebih dan 5 mg% perhari. Pada cukup bulan mencapai puncak pada 72 jam.
Serum bilirubin 6-8 mg%. pada hari kelima akan turun sampai 3 mg%. selama 3 hari kadar
bilirubin 2-3 mg%. turun perlahan sampai dengan normal pada umur 11 - 12 hari.
Pada BBLR premature bilirubin mencapai puncaK pada 120 jam serum
bilirubin 10 mg% (10-15%) dan menurun setelah 2 minggu.
1. Etiologi
Umur eritrosit lebih pendek (80-90 hari), sedangkan pada dewasa 120 hari. Jumlah darah
pada bayi baru lahir lebih banyak ( 80 ml/kg BB), pada dewasa 60 ml/kg BB. Sumber
bilirubin lain lebih banyak dari pada orang dewasa. Jumlah albumin untuk transport bilirubin
relative kurang terutama pada premature. Flora usus belum banyak, adanya peningkatan
aktivitas dekonjugasi enzim 3 glukoronidase. b. Hiperbilirubinemi? patologis
1. Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pentama kehidupan, serum bilirubin total meningkat lebih dan 5
mg% perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin total lebih dan 12 mg%, pada bayi
premature >15 mg%. bilirubin conjugated >1,5-2 mg%. ikterus berlangsung >1 minggu pada
bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi premature.
1. Etiologi
a. Pembentukan biliruhin berlebihan karena hemolysis Disebabkan oleh
penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena:
HB dan eritrosil abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)
Inkompabilitas ABO
Defisiensi G6PD
Sepsis
Obat-obatan .seperti oksilosin
a. Gangguan transport ipilirubin, dipengaruhi oleh:
Hipoalbunemia
Prematuritas
Obat-obatan seperti sulfonamide, salisilat, diuretic, dan FFA ifree fatty
acid) yang berkompetisi dengan albumin
Hipoksia, asidosis, hipotermi
Pemotongan tali pusat yang lambat
Polisitemia
' - Temoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar.
. . t
a. Gangguan uptake bilirubin, karena:
Berkurangnya ligandin
Peningkatan aseptor Y dan Z oleh anion lain (novobiosin)
a. Gangguan konjugasi bilirubin
Defisiensi enzim glukoronil transferasi, imaturitas hepar
Ikterus persisten pada bayi yang diberi ASI
Hipoksia dan hipoglikemia
b. Penurunan ekskresi bilirubin disebabkan karena adanya sumbatan
pada duktus biliaris.
c. Gangguan eleminasi bilirubin
Pemberian ASI yang lambat
- Pengeluaran mekoniuin yang lambat
Obstruksi mekanik
t
Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003), Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:
a. Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama karena ikut terus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum, dan hipotoni.
b. Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch ) meliputi hipertonus
dan opistotonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralis serebral dengan atelosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian
otot mata dan dispasia dentalis). Gejala secara umum;
1. Kulit berwarna kuning sampai j ingga
2. Pasien tampak lemah
3. 'Nafsu makan berkurang
4. Refleks hisap kurarjg
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis atau ibu dengan diabet atau infeksi.
Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan
menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi. ,
1.5. Pemeriksaan Penunjang
a. Test Coom pada tali pusat bayi baru lahir.
Hasil + tes ini, indirek menandakan adanya anti body lth-positif anti - A, atau anti-B dalam
darah itu. Direk menandakan adanya sensitisasi (Rhpositif, anti-A, anti-B) SDM dan neonates.
a. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
b. Biliribin total.
Kadar direk bermaknajika melebihi 1,0 - 1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsi
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh
melebihi 20 mg/dl cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi preterm protein serum total kadar
kurang dan 3,0 g/di menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama bayi preterm.
Pemeriksaan bilirubin serum
1. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/di antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dan 10 mg/di tidak fisiologis.
2. Pada bayi premature kadar bilirubin mencapai puncak 10-1 2 mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dan 14mg/dl
a. Hitung Darah Lengkap.
Hb mungkin rendah (kurang dan 14 g/dl) karena hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih
besar 65%) pada polisitemia penurunan (<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan,
a. Glukosa.
Glukosa darah lengkap kurang dari 30 ml/dl atau tes glukosa serum kurang dan 40 mg/dl bila
BBL hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
a. Daya ikat karbon dioksida.
Penurunan kadar menunjukan hemolisis
a. Smear darah Perifer.
Dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis atau sferositis pada inkompatibilitas ABO
a. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
t *
a. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis inhrn hepatic dengan ekstra hepatic.
a. Biopsyhati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itujuga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma. .
1.6. Komplikasi
a. Terjadi kenicterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai
akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel - sel otak. Secara klinis
pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang,
t
tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila
berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus. kejang, atetosis yang disertai ketegangan
otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.
a. Bilirubin Encephalopathy (komplikasi serius).
1.7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan cara:
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat2an yang dapat meningkatkan ikterus pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfat furazol, oksitosm, dsb.
3. Pencegahan pengobatan hipoksin pada janin dan neonatus
4. Penggunaan fenobarhital pada ibu 1-2 han sebelum partus ;
5.5) Pemberian makanan diri
6. Pencegahan infeksi
a. Penanganan
1) Fototherapy
Fototherapy dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk
menurunkan bilirubin, memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi
akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototherapy menurunkan kadar bilirubin dengan
cara xnpmfasilitasi ekslcresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini teijfdi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan menguhah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak darin jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam duodenum untuk
dibuang bersama feses tanpa proses konjungsi oleh hati. Hasil fotobilirubin kemudian
bergerak ke empedu dan diekresi kedalam duodenum untuk dibuang bersama fases tanpa
proses konjugsi oleh. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat
dikeluarkan melalui urin. Fototherapy mempunyai proses dalam mencegah peningkatan
kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis.
Secara umum fototherapy harus diberikan pada kadar billirubin indirek 4-5 mg/dl pada bayi
dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran.
Mekanisme, menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar billirubin dipecah sehingga t

mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urin (urobilinogen) dan
fases (sterkobilin). Terdiri dari 8 - 1 0 buah lampu yang tersusun pararel 160 200 watt,
menggunakan cahaya floorresent lampu antara 40 50 cm, posisi berbaring tanpa pakaian,
daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya
(karbon, dll) posisi diubah setiap 1-6 jam. Dapat dilakukan sebelum atau sesudah transfuse
tukar.
2) Traniungsi pengganti
Transfusi pengganti atau intermediet diindikasikan adanya faktor2:
a. Titer anti Rh dari 1:16 pada ibu
b. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
c. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir perdarahan 24 jam pertama
d. Test Coombs positif
e. Kadar bilirubin direk <3,5 mg/dl pada minggu pertama
f. Serum bilirubin indirek <20 mg/dl pada 48 jam pertama
g. Hb > 12 gr/dl
h. Bayi dengan hidrops saat lahir
i. Bayi pada resiko teijadi kem icterus
t
Tranfusi pengganti digunakan untuk:
a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan)
terhadap antibody maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah yang tersensitisasi (peka)
c. Menghilangkan serum bilirubin
d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan ' keterikatan
dengan bilirubin.
1. Transfusi tukar
a. Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan mengganti darah yang
terhemolisis.
b. Indikasi: pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dl atau bila sudah
tidak dapat ditangani dengan fototherapy, kenaikan bilirubin
t
yang cepat yaitu 0,3-1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung,
atau bayi dengan kadar Rb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk (+).
1. Terapi obat
Ahtibiotic diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.
Pada Rh kompabiliti diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. Setiap 4-8 jam kadar bilirubin harus dicek. Hb harus diperiksa setiap hari untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mensekresinya. Obat ini
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarhital pada postnatal masih menjadi pertentangan
. . I
karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine hingga menurunkan siklus enterohepatika.

HIPERTENSI
Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mm/Hg atau tekanan
diastolik 90 mmHg. (WHO)
Sedangkan pada populasi manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner and Suddart, 2002). Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa: Penyakit hipertensi merupakan penyakit tekanan darah tinggi yang
hersifat abnormal dan bervariasi cesuai usia dan jenis kelamin serta dinyatakan hipertensi
apabila tekanan darahnya lebih tinggi dan 140/90 mmHg.
Etiologi
a. Hipertensi Esensial/Primer (Idiopatik), penyebab pasti tidak diketahui, tetapi ada
faktor resiko yang mempengaruhi, yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas susunan
saraf simpatik, obesitas, alcohol, merokok, serta polisemia.
b. Hipertensi Sekunder/Renal, penyebab pasti diketahui, seperti:
t
1. Penyakit Ginjal
2. Kelainan Endokrin '
Aldosteronnisme
Syndrome Chusing
3. Obat-obatan
Kontasepsi oral
Kortikosteroid

3. KLASIFIKASI
a.
KLASIFIKASI SISTOLIK (mmhg) DIASTOLIK (mm H g)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >150
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi sistdlik140-160 <90
perbatasan.

Berdasarkan The Sixth Report of the Joint Nation Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 1997.
KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)
Normal <130 <85
Perbatasan 130-139 85-89
Hipertensi tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109
Hipertensi tingkat 3 >180 >110

1. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri kepala saat teijaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
t
peningkatan tekanan darah di intrakranium.
a. Sesak nafas. '
b. Susah tidur.
c. Nyeri dada.
d. Perdarahan hidun.
e. Kesemutan pada kaki dan tangan.
f. Rasa berat di tengkuk.
g. Penglihatan kahur karena kerusakan retina akihat hipertensi.
' i. Gangguan motorik atau gerak, karena kerusakan saraf.
j. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan flitrasi glomerulus.
k. Edema dependen dan pembengkakan karena peningkatan tekanan kapiler.
i. Kejang atau koma.
1.5. Kelompok Berisiko Terkena Hipertensi
a. Merokok konsumsi alkohol
b. Gaya hidup yang tidak sehat (mengkonsumsi makanan cepat saji dll)
c. Peminum kopi
d. Kegemukan
e. Riwayat hipertensi dalam keluarga
f. Stress
1.6. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Berobat secara berkala atau teratur
Apabila sudah didiagnosa Hipertensi, pengobatan secara berkala guna menghindari
komplikasi.
t
a. Kontrol Teknan Darah
Dilakukan setiap satu minggu sekali ke pusat pelayanan terdekat atau bisa dilakukan secara
mandiri dirumah dengan tensimeter automatic.
a. Diet

Anda mungkin juga menyukai