Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Mewujudkan tujuan

tersebut diciptakanlah Visi Indonesia Sehat 2015, yang merupakan gambaran

masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan masyarakat, bangsa dan Negara yang ditandai

dengan penduduk hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara

adil dan merata, serta memiliki derajat yang setinggi-tingginya di seluruh

Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Pembangunan kesehatan yang

dilaksanakan secara berkesinambungan, dalam tiga dekade ini telah cukup

berhasil meningkatkan derajat kesehatan, namun demikian derajat kesehatan

di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara

tetangga (Depkes RI, 2005).

Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat maka

diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan, pemeliharaan,

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan

pemulihan kesehatan yang diselenggarakan secara menyeluruh, terarah,

terpadu, dan berkesinambungan. Kondisi derajat kesehatan masyarakat di

1
2

Indonesia saat ini masih memperihatinkan, antara lain ditandai dengan masih

tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, saat ini

AKI di Indonesia sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, angka ini lebih besar

dibandingkan pencapaian tahun 2007 yaitu 228/100.000 kelahiran hidup,

sedangkan AKB di Indonesia sebesar 32/1.000 kelahiran hidup (Kemenkes

RI, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, AKI di Provinsi

Riau tahun 2013 sebesar 118,05/100.000 kelahiran hidup dengan penyebab

kematian ibu yaitu perdarahan 46,6%, hipertensi dalam kehamilan 41,4%,

partus lama 7%, abortus 3,7% dan infeksi 0,7%. Jumlah kematian ibu di

Provinsi Riau mengalami penurunan dari 173 orang pada tahun 2011 menjadi

135 orang pada tahun 2013, tetapi jumlah kematian ibu di Kotamadya

Pekanbaru terjadi peningkatan, yang mana pada tahun 2011 jumlah kematian

ibu di Pekanbaru sebanyak 6 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 9 orang.

Angka Kematian Bayi di Provinsi Riau tahun 2013 tercatat sebanyak

11,33/1.000 kelahiran hidup ( Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2013).

Penyebab kematian ibu dapat digolongkan menjadi tiga golongan

yaitu 1) kematian obstetrik langsung, 2) kematian obstetrik tidak langsung,

dan 3) kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan

kehamilan dan persalinan, misalnya kecelakaan (Prawirohardjo, 2007).

Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia sebagian besarnya

adalah dikarenakan perdarahan, infeksi, eklampsia, partus lama, dan ruptur


3

uteri. Penyebab tidak langsung kematian ibu yaitu masih banyak ditemukan

kasus 3 Terlambat, meliputi: terlambat mengenali tanda bahaya persalinan

dan mengambil keputusan, terlambat dirujuk, terlambat ditangani oleh tenaga

kesehatan di fasilitas kesehatan dan 4 Terlalu, yang terkait dengan faktor

akses, sosial budaya, pendidikan, dan ekonomi.

Terlambat mengambil keputusan menjadi hal utama penyebab kematian

ibu dan bayi baru lahir. Menurut Lavender (2009) keadaan tersebut bisa

dikenali secara dini dengan menggunakan partograf. Pada konteks ini bidan

yang menggunakan partograf dalam pertolongan persalinan memiliki catatan

waktu yang dituliskan dalam grafik sehingga dapat segera dan tepat dalam

mengambil keputusan. Saran dari Susanto yang dikutip Fadhy (2004)

mengemukakan bahwa keputusan bidan dalam merujuk ke rumah sakit

merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah keterlambatan

(Gustiawati, 2012).

Bidan sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kebidanan,

diharapkan mampu melaksanakan tatalaksana kegawatdaruratan maternal

maupun neonatal sesuai standar dan prosedural, sehingga komplikasi yang

menyebabkan kematian ibu atau bayi dapat diperkecil (Sofyan, dkk., 2006).

Sebagian besar penyebab kematian ibu dapat dicegah dengan penanganan

yang adekuat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah semua penolong

persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau

deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi,

dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang
4

optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan

jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir (JNPK, 2008). Oleh

karena itu pengetahuan dan keterampilan bidan merupakan bekal yang mutlak

diperlukan dalam pertolongan persalinan.

Seiring dengan itu, perlu pula dilakukan terobosan demi terobosan,

menggunakan teknologi tepat guna, meningkatkan mutu dan jumlah tenaga

kesehatan yang kompeten dan memberlakukan kebijakan baru dengan

meninjau kembali kebijakan yang telah lewat. Salah satu terobosan yang

diajukan adalah penggunaan partograf yang baru (WHO yang dimodifikasi)

dalam lingkup Puskesmas dan lapangan pekerjaan tenaga penolong persalinan

(bidan) (USU, 2011). Berdasarkan kompetensi Bidan Indonesia dalam

Kepmenkes No.369/MENKES/SK/III/2007 bahwa salah satu keterampilan

dasar Bidan dalam kompetensi ke-4 adalah melakukan pemantauan kemajuan

persalinan dengan menggunakan partograf (Kepmenkes RI, 2007).

Penggunaan partograf dalam persalinan yaitu merupakan alat bantu

untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan

menatalaksana persalinan. Partograf merupakan salah satu bentuk pencatatan

dan pendokumentasian dalam pelayanan kebidanan selain dapat digunakan

sebagai alat bantu dalam pertolongan persalinan juga mempunyai manfaat

lain yang begitu penting yakni partograf merupakan dokumen resmi yang

mempunyai nilai hukum, alat komunikasi, nilai administrasi, nilai pendidikan,

bahan penelitian, akreditasi serta jaminan mutu salah satunya adalah mutu
5

pelayanan kebidanan dalam rangka penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)

(Yuniati, 2010).

Partograf juga dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan

penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin menatalaksana

masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Instrumen ini

merupakan salah satu komponen dari pemantauan dan penatalaksanaan proses

persalinan secara lengkap (Depkes RI, 2007).

Dalam beberapa penelitian bahwa penggunaan partograf sebagai alat

deteksi dini dipengaruhi oleh faktor pengetahuan. Sesuai dengan hasil

penelitian Indrawati (2004) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara tingkat pengetahuan dengan praktik penggunaan partograf

oleh Bidan Praktik Swasta (BPS) pada pertolongan persalinan normal di

wilayah dinas kesehatan Kota Semarang dengan hasil pengujian statistik P

Value 0,001 < 0,05.

Aspek lain yang berpengaruh adalah motivasi, motivasi merupakan

sesuatu yang mendorong seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan

tertentu. Motivasi seseorang didasari oleh kebutuhan yang berkaitan dengan

kepuasan kerja seperti tanggung jawab, penghargaan, serta prestasi dan

kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja meliputi gaji,

kebijakan, organisasi, keselamatan kerja, kondisi kerja, pengawasan,

administrasi serta hubungan antarpribadi dalam lingkungan kerja

(Saam,Wahyuni, 2012).
6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bekti Sayekti (2011)

dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan

Partograf oleh Bidan dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Klaten

Tahun 2011, didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara motivasi dengan

penggunaan partograf dengan hasil pengujian statistik P Value 0,014 < 0,05.

Angka Kematian Ibu di Kabupaten Siak tahun 2013 sebesar 84/100.000

kelahiran hidup dengan jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 8

orang dari 9.553 kelahiran hidup dengan proporsi penyebab kematian ibu

yakni hipertensi dalam kehamilan (HDK) sebanyak 37,5%, sedangkan

perdarahan sebanyak 12,5% dan lain-lain sebanyak 50%. Angka ini

mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2011 angka kematian

ibu sebanyak 96/100.000 kelahiran hidup (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten

Siak, 2013).

Kabupaten Siak terdiri dari 14 Kecamatan dan terbagi menjadi 131

desa/kelurahan. Berdasarkan data tahun 2013, jumlah sarana pelayanan

kesehatan Puskesmas yaitu ada 15 unit, yang terbagi menjadi 9 Unit

Puskesmas Rawat Jalan dan 6 Unit Puskesmas Rawat Inap mampu PONED.

Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Siak sebanyak 1.181 orang, dan

jumlah penduduk se-Kabupaten Siak sebanyak 472.028 jiwa. Rasio antara

jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk di kabupaten Siak adalah

250 : 100.000. Terkhusus untuk jumlah tenaga bidan secara keseluruhan

yaitu 334 orang, status kepegawaian para bidan tersebut terdiri dari: 140

orang bidan (40,7%) sebagai Pegawai Negeri Sipil, 93 orang (27,8%) bidan
7

PTT pusat, 24 orang (6,9%) bidan PTT daerah, 57 orang (17,1%) bidan TBM

dan 20 orang (5,9%) bidan TKS. Didapati rasio jumlah bidan dibanding

dengan jumlah penduduk se-Kabupaten Siak adalah 71 : 100.000 sedangkan

rasio standar nasional 100 : 100.000 jumlah penduduk.

Berdasarkan data yang diperoleh di atas, dapat dilihat masih belum

tercapainya rasio standar nasional antara jumlah bidan dengan jumlah

penduduk untuk kabupaten Siak, namun demikian,keterbatasan jumlah bidan

yang ada bukan merupakan sebuah alasan untuk masih ditemukan kasus

mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi, melainkan adalah

mengoptimalkan sumber daya yang ada demi tercapainya kompetensi yang

memang harus dilaksanakan oleh seorang bidan. Jumlah bidan di Kabupaten

Siak yang sudah mengikuti pelatihan Asuhan Persalinan Normal pada tahun

2013 adalah sebanyak 197 orang (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Siak,

2013).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di Dinas

Kesehatan Kabupaten Siak didapatkan pada tahun 2013 tentang pelaksanaan

penggunaan partograf oleh Bidan Desa hanya digunakan untuk pasien

Jamkesmas dengan tujuan pengklaiman biaya. Pada pasien non Jamkesmas

didapati dari 257 bidan hanya terdapat 35 bidan (15%) yang menyertakan

partograf. Berdasarkan laporan dari koordinator kepala di bagian IGD

Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Siak didapatkan hampir seluruh

kasus rujukan yang dilakukan oleh bidan ke RSUD Siak tidak menyertakan

partograf melainkan hanya membawa surat rujukan, termasuk didalamnya


8

rujukan yang berasal dari bidan di wilayah kerja Puskesmas Bunga Raya dan

Mempura, didukung oleh data cakupan persalinan dari dinas kesehatan

Kabupaten Siak yang mana Kecamatan Bunga Raya merupakan 1 dari 3

kecamatan dengan jumlah terendah dalam penggunaan partograf di

Kabupaten Siak Tahun 2013. Distribusi penggunaan partograf pada

Persalinan diseluruh Puskesmas Kabupaten Siak Tahun 2013 dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel. 1.1 Distribusi Penggunaan Partograf pada Persalinan diseluruh


Puskesmas Kabupaten Siak Tahun 2013

Sasaran Jumlah
No. PUSKESMAS Menggunakan Partograf
Bulin Persalinan
1. Siak 520 481 456
2. Buatan II 431 440 412
3. Dayun 654 581 570
4. Sungai Apit 627 579 451
5. Bdr Sungai 274 290 260
6. Perawang 1701 1627 751
7. Tualang 703 676 621
8. Minas 602 595 498
9. Lubuk Dalam 495 422 416
10. Kerinci Kanan 530 533 471
11. Bunga Raya 520 484 256
12. Sam-sam 1502 1412 1307
13. Btg. Hilir 345 365 275
14. M. Kelantan 134 162 140
15. Pusako 128 101 85
Total 9.166 8.718 6.369
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Siak, 2013

Di Kecamatan Mempura, terdapat kecenderungan rendahnya

kemampuan bidan dalam pengisian partograf. Diambil dari hasil survey

singkat yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2014 ditemukan dari 15 orang

bidan yang menggunakan partograf didapatkan data sebagai berikut:

pencatatan yang benar dan lengkap tentang identitas ibu mencapai 86,7%,

kondisi janin 53,3%, kemajuan persalinan 33,3%, jam dan waktu 33,3%,

kontraksi uterus 93,3%, kondisi ibu 33,3%, dan pencatatan kala I 86,7%, kala
9

II 86,7%, kala III 86,7% dan kala IV 33,3%. Dari data tersebut dapat

diketahui bahwa pengisian partograf yang merupakan salah satu kompetensi

bidan yang seharusnya diisi dengan lengkap dan benar masih belum tercapai.

Dari hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan melalui pengamatan

dengan menggunakan checklist serta melalui pengamatan pada dokumentasi

dalam partograf terhadap 15 orang bidan di Puskesmas Rawat Inap

Kecamatan Mempura Kabupaten Siak baru 4 orang (26,67%) bidan yang

melaksanakan pelayanan persalinan dengan Standar Asuhan Persalinan

Normal, sedangkan sebanyak 11 orang bidan (73,33%) belum melaksanakan

pelayanan persalinan sesuai dengan Standar Asuhan Persalinan Normal yang

ada, terutama pada penggunaan Partograf.

Dengan penerapan partograf diharapkan bahwa angka kematian

maternal dan perinatal dapat diturunkan dengan bermakna sehingga mampu

menunjang sistem kesehatan menuju tingkat kesejahteraan masyarakat.

Kenyataannya keterampilan petugas tenaga kesehatan maupun penolong

persalinan dalam penggunaan partograf masih kurang diterapkan. Oleh karena

itu, bagi tenaga kesehatan terutama bidan desa perlu dipersiapkan sedini

mungkin untuk menguasai dan mengaplikasikan kemampuannya dalam

pengisian dan penggunaan partograf. Dengan harapan bidan dapat mengerti

dan memahami tentang pengisian partograf sebagai bahan pengetahuan dalam

mendeteksi dini masalah dan penyulit dalam persalinan.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan tersebut, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan


10

Pengetahuan dan Motivasi Bidan tentang Partograf dengan Kemampuan

Bidan dalam Pengisian Partograf di Wilayah Kerja Puskesmas Bunga

Raya dan Mempura Kabupaten Siak Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan pengetahuan bidan tentang partograf dengan

kemampuan bidan dalam pengisian partograf di wilayah kerja Puskesmas

Bunga Raya dan Mempura Kabupaten Siak Tahun 2014?

2. Apakah terdapat hubungan motivasi bidan tentang partograf dengan

kemampuan bidan dalam pengisian partograf di wilayah kerja Puskesmas

Bunga Raya dan Mempura Kabupaten Siak Tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan motivasi bidan tentang

partograf dengan kemampuan bidan dalam pengisian partograf di wilayah

kerja Puskesmas Bunga Raya dan Mempura Kabupaten Siak Tahun 2014.

1. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan bidan dalam penggunaan partograf

pada pertolongan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Bunga

Raya dan Mempura.

b. Untuk mengetahui motivasi bidan dalam penggunaan partograf pada

pertolongan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Bunga Raya dan

Mempura.
11

c. Untuk mengetahui kemampuan bidan dalam pengisian partograf di

wilayah kerja Puskesmas Bunga Raya dan Mempura.

d. Menganalisis hubungan pengetahuan bidan Puskesmas terhadap

penggunaan partograf pada proses persalinan di wilayah kerja

Puskesmas Bunga Raya dan Mempura.

e. Menganalisis hubungan motivasi bidan Puskesmas terhadap

penggunaan partograf pada proses persalinan di wilayah kerja

Puskesmas Bunga Raya dan Mempura.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan

acuan penelitian yang akan datang.

2. Bagi Responden

a. Responden dapat mengetahui dengan jelas pengetahuan dan aplikasi

dalam penggunaan partograf.

b. Memberikan motivasi kepada responden dalam penggunaan

partograf dengan cara dapat mengetahui nilai penting partograf

dalam pertolongan persalinan, dan sebagai wujud tanggung jawab

dari tugas pokok seorang bidan dengan menggunakan pendekatan

yang disesuaikan dengan karakteristik individu.

3. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah,

menambah pengetahuan dan wawasan penulis.

Anda mungkin juga menyukai