Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periodik paralisis hipokalemia merupakan kelainan pada membran
sel yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit
chabellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan
terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan
pada kadar kaliun serum. Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu
keadaan hiperkalemia atau hipokalemia ( Brown et al., 2011)
Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis
dimana terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam
jiwa seperti cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernafasan. Beberapa hal
yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antara lain tirotoksikosis,
renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian
obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk
didefinisikan penyebabnya, salah diagnosa akan mengakibatkan
penatalaksanaannya yang salah juga ( Kalita et al., 2010)
Berdaarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu
idiopatik periodic paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis (Wi et al.,
2012). Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis
hipokalemi, terdapat w bentuk dari hipokalemi periodic paralysis yaitu
familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi
diturunkan secara autosomal dominan, kebanyakan kasus di negara barat
dan sebaliknya di asia kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang
disebabkan oleh tirotoksikosis hpokalemi ( Robinson et al., 2010 ).
Insidennya yaitu 1 dari 100.000 eriodic paralisis hipokalemia
banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadi
serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak
di usia 15-35 tahun an kemudian menurun dengan peningkatan usia ( Lin et
2

al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan
diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan
atau paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak
-anak, sedangkan kasus yang ringan sering kali mulai pada dekade
ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara
autosomal dominan. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah
malfungsi pada ion channel pada membrane otot skelet / channelopathy
(Guyton & hall, 1997).
Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang
hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita
mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan
progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari
kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris
dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja
sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang
dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada
penderita yang sering mendapatkan serangan.Di luar serangan tidak
ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis .
Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai
etiologi, dengan kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan
hiporeflexik, dengan atau tanpa myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan
tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal perjalanan penyakit, pada
kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial), kekuatan otot
normal di antara serangan. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit
sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal.
Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal
kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang
4

menetap sering berkembang. Setelah bertahun-tahun serangan ini,


kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif (Fialho D, Michael
GH,2007)

B. Epidemiologi
Periodik paralisis adalah penyakit yang jarang ditemukan dalam
praktik klinis. Antara 1972-2001, penulis telah menemukan 12 kasus
periodik paralisis primer dan 27 kasus periodik paralisis sekunder. Sepuluh
kasus periodik paralisis primer adalah tipe hipokalemia, salah satu tipe
hyperkalaemic, dan salah satu tipe normokunaemik. Delapan kasus periodik
paralisis primer hipokalemia adalah laki-laki (antara 14 sampai 45 tahun)
dan dua adalah perempuan (antara 18 sampai 27 tahun). Angka kejadian
adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan
biasanya lebih berat.Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia( Arya SN,2002).

C. Etiologi
Paralsis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik
(channel) dalam sel otot. Hipokalemia periodik paralisis biasanya
disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat
menyebabkan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis
(Browmn RH,et all, 2011).
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah
latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi,
konsumsi alkohol dan lain-lain. Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
5

(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-


kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena
suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan
mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA
termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau
berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat)
aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit
tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom
Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6. Miskin diet asupan kalium
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah
berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid
berlebihan obat-obat diuretic)

D. Klasifikasi
Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau
familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau
familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang
mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada
sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai
channelopathies atau membranopathies. Paralisis periodik sekunder
mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Riwayat
penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau
carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik
sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis,
tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat
6

ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini


penggolongan paralisis periodik secara konvensional ( Arya SN,2002).
1. Paralisis periodik primer atau familial (diturunkan secara autosomal
dominan):
a. Paralisis periodik hipokalemik
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai
kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara
episodik. Sebagian besar paralisis periodik hipokalemik merupakan
paralisis periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis
periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan biasanya
berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu
kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik
hipokalemik sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal
(ATRD) yang biasanya terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis
yang karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat
intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat
unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis
periodik hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati
penyakit dasarnya. Analisis yang cermat diperlukan untuk
mengetahui penyakit dasarnya karena sangat menentukan tata
laksana dan prognosis selanjutnya (Souvriyanti E, Sudung
OP,2008).
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai
dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada
saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai
kelumpuhan otot skeletal. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi
kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan
terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam
sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.
Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan.
7

Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi


antara besarnya penurunan kadar kalium serum dengan beratnya
paralisis (kelemahan) otot skeletal (Widjajanti A, Agustini SM,
2005).
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi
dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu
serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki
dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot
pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir
ini dapat berakibat fatal . (Widjajanti A, Agustini SM, 2005).
b. Paralisis periodik hiperkalemik
Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik.
Mulai timbul sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat
serangan berkurang pada masa remaja dan hilang pada saat
dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor
pencetus terjadinya paralisis periodik hiperkalemik diantaranya (
Graber M,2002 & Kawamura S, et all ,2004)
Lapar
Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
Asupan kalium yang berlebihan
Infeksi
Kehamilan
Anestesi

Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam


bukan merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan
paralisis periodik hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1
jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari dan biasanya
terjadi waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang
bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari tungkai lalu
menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum
8

timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada


kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering
terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat
serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan
tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal,
pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot proksimal (Graber
M,2002 & Kawamura S, et all ,2004)

c. Paralisis periodik normokalemik


Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum
diketahui. Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis
periodik hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian
KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak
dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium (Graves TD,
Hanna MG,2005)
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik
hiperkalemik dan paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di
bawah ini (Fialho D, Michael GH,2007)

Tabel 1. Perbedaan paralisis periodic hipokalemi dan paralisis


periodic hiperkalemi
Periodic paralisis hiperkalemi Periodic paralisis
hipokalemi
Onset Dekade pertama Decade kedua

Pemicu Istirahat sehabis latihan, dingin, Istirahat sehabis latihan,


puasa, makanan kaya kalium kelebihan karbohidrat
Waktu Kapan pun Pada saat bangun tidur pagi
serangan hari
Durasi Beberapa menit sampai beberapa Beberapa jam sampai
serangan jam beberapa hari
9

Keparahan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat


serangan
Gejala Miotonia atau paramiotonia -
tambahan
Kalium Biasanya tinggi, bisa normal Rendah
serum
Gen/ ion SCN4A: Nav1.4 (sodium CACNA1S: Cav1.1 (calcium
channel channel subunit channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium SCN4A: Nav1.4 (sodium
channel subunit) channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium
channel subunit)

2. Paralisis periodik sekunder:


a. Paralisis periodik hipokalemik :
- Tirotoksikosis
- Thiazide atau loop-diuretic induced
- Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
- Drug-induced : gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B,
turunan tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone
- Hiperaldosteron primer atau sekunder
- Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai
rodentisida
- Gastro-intestinal potassium loss
b. Paralisis periodik hiperkalemik :
- Gagal ginjal kronis
- Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik
lanjut
10

- Potassium supplements jika digunakan bersama potassium


sparing diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan
atau ACE-inhibitors
- Andersens cardiodysrhythmic syndrome
- Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan
atau dipicu oleh paparan suhu dingin
Klasifikasi primer periodik paralisis kelumpuhan berdasarkan kelainan kanal
ion :
1. Gangguan kalsium channel pada otot
a. periodic paralisi hipokalemi
2. Gangguang Sodium channel pada otot
a. periodic paralisis hiperkalemi
b. Paramyotonia congenita
c. Potasium kalium myotonia
3. Gangguan klorida channel pada otot
a. Myotonia congenita
4. Gangguan subunit kanal kalium
a. Beberapa kasus periodik paralisis hipokalemi
b. Beberapa kasus periodik paralisis hyperkalaemic
c. Andersen's syndrome
5. Gangguan mekanisme patogenik yang tidak diketahui
a. Kelumpuhan periodik tirotoksik (mungkin penurunan aktivitas
pompa kalsium)

E. Patofisiologi
Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena
adanya redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara
akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena
kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential)
akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,yakni gen
11

yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage-gated ion channel) natrium,


kalsium, dan kalium pada membran sel otot (Sarnat Bh,2007).
Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan
kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra dan
ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular,
terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel
dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+
-K+ ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat
keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang
kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+,
sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan
membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta
menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal
ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka
dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot
tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai
paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi
gen ini belum jelas dipahami
Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifi kasi pada gen yang
mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi;
laboratorium komersial hanya dapat mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi
tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak dapat menyingkirkan
diagnosis (Palmer BF, Dubose TD, 2010 & Sarnat Bh,2007).
12

Gambar 1. Mekanisme potensial aksi

F. Gejala Klinis
Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus
yang ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian
besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun.Kelemahan bisa bertingkat
mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai
kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering
dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari
sebelumnya.. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering
dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya
melibatkan suatu kelompok otot penting, dan bisa unilateral, parsial, atau
monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang
13

kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari
beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam.
Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bias meningkat
frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai
berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun.
Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel
meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag
myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen
mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi
tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting daripada
hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen.

Gejala klinis periodic paralisi hipokalemi yaitu

1. Kelemahan pada otot


2. Perasaan lelah
3. Nyeri otot
4. Restless legs syndrome
5. Tekanan darah dapat meningkat
6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis ( jika penururnan K amat berat)
7. Gangguan toleransi glukosa
8. Gangguan metabolism protein
9. Poliuria dan polidipsi
10. Alkalosismetabolik
Gejala klinis nomer 1,2,3,4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul
jika kadar kalium dalam darah kurang dari 3 mEq/ltr

G. Diagnosa
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai
dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak
14

ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada


penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan serangan
kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang menyebabkan
quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi,
gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum
serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan
kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari
tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat
melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya.
Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat
dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut (Souvriyanti E,
Sudung OP,2008).
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai
biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat
kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas
lebih jelas terlihat kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali,
kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu
terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai
dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh
diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan
spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat
puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan
terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap
ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot
secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi
lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila terjadi dan terlihat
pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya miotonia maka
diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan (Cannon Sc,2003 & Fialho D,
Michael GH, 2007).
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti
laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin,
15

urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu
kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan
lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake
kalium yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi
barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena
tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism (Souvriyanti
E, Sudung OP,2008).
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan
berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,93,0
mmol/L) ] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode flaccid
paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang
terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi
juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir
sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, kekuatan
otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang
diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini
dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk
paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang
progresifitasnya lambat jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik
murni jarang terjadi. Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid
paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau
tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini murni
flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri
56 jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi
lebih ringan. Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat
kelainan genetik maka pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah
autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S
(70%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada
kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2
(Widjajanti A, Agustini SM,2005).
16

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar kalium serum
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang
paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal
pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada
paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum
dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah
batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat
menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik
normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L
berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot
ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0
mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian
proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah
dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.
b. Fungsi ginjal
c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel
menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel
tubuh.
d. pH darah
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan
pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+
langsung dalam urin.
e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab
sekunder hipokalemia.
f. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
17

Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau


baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin
tinggi.
2. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium
serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan
dari PR, QRS, dan QT interval ( Cannon Sc,2003)
3. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran
kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan
(dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan
menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan
paralisis periodik hipokalemik.
4. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan
penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik
hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal
atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala
dan agregat tubular dapat ditemukan.

I. Diagnosa Banding

Periodik Paralisis Gullian Barre Mysthenia Gravis


Hiperkalemia Syndrome

Gejala lebih ringan kelumpuhan akut yang Kelemahan otot


dibandingkan paralisis disertai hilangnya terjadi seiring
periodik hipokalemia. refleks-refleks tendon penggunaan otot
Serangan lebih sering dan didahului secara berulang, dan
terjadi pada siang hari parestesi dua atau tiga semakin berat
18

dan biasanya terjadi minggu setelah dirasakan di akhir


waktu istirahat mengalami demam hari. Gejala
disertai disosiasi membaik dengan
sitoalbumin pada istirahat, otot
likuor dan gangguan kelopak mata dan
sensorik dan motorik gerakan bola mata
perifer terserang lebih
dahulu
Biasanya kurang dari 1 kelemahan pada Kelemahan
jam anggota gerak dalam 1 menghilang atau
sampai 2 minggu atau membaik dengan
bisa lebih lama. istirahat
kadar kalium darah meningkatnya jumlah Antistriated muscle
tinggi atau bisa normal protein (100-1000 (anti-SM) antibody
mg/dL) dalam CSS hasilnya positif

J. Penatalaksanaan
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP
tetapi jarang untuk hiperkalemik PP.Pengobatan profilaksis dibutuhkan
ketika serangan semakin sering( frequent). Hipokalemik periodik
paralisis.Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen
IV.Yang terakhir di berikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa
menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan
setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is
prudent.Kalium Klorida IV 0,05- 0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus
adalah lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran
kalium serum berturut dianjurkan.Untuk profilaksis, asetazolamid
diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosisterbagi.
Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan ke efektifan yang
sama.Potasium sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan
19

spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan


pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka
yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik
ini potassium sparing suplemenkalium bisa tidak dibutuhkan. Diet
Hipokalemik PP yaitu diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa
menurunkan frekuensi serangan

Keterangan :

Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau
hipokalemi berat.Pemberian kalium tidak bolehlebih dari 40 mEq per L
(jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalursentral) dengan kecepatan 0,2 0,3
mEq/kgBB/jam. Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan
kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (viainfuse pump dan monitor
EKG).(Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I, 2006) atau koreksi kalium
secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d
kadar K +serum > 3,5 mEq/L. Jika keadaan mengancam jiwa, kalium
diberikan secara intravena dengan kecepatanmaksimal 20 mEq/jam.
Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan
dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K
+serum sebesar 0,2 1,4 mEq/L.Pemberian kalium 40 60 mEq dapat
menaikkan kadar K +serum sebesar 1 1,5 mEq/L

K. Prognosis
Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal
menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah
dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau
ketidakmampuan membersihkan sekresi.
20

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn.AT
No.Medrec : 00-34-51-56
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl lahir : Mojokerto / 1 Januari 1990
Umur : 27 Tahun
Status : menikah
Agama : Islam
Alamat :Dandang Asri 27/8 Glanggang- Beji-Pasuruan
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan :-
Tanggal masuk : 23 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2017

B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Kedua tungkai kaki lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa
lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru bangun
tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasien sempat berolahraga
sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD
dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak
bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-),
pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-).
21

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sering kram di kedua kaki, terakhir hari rabu tanggal 18
Oktober 2017 ( 4 hari sebelumnya ).
Riwayat penyakit Hipertensi (-)
Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)
Riwayat penyakit Stroke (-)
Riwayat penyakit kolesterol disangkal (-)
Riwayat penyakit Epilepsi (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini
Riwayat penyakit Hipertensi (-)
Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)
Riwayat penyakit kolesterol (-)
Riwayat penyakit Stroke (-)
Riwayat penyakit Epilepsi (-)
5. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya tidak pernah berobat
6. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat / makanan
7. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama istrinya dan seorang anaknya. Pasien
bekerja di pabrik. Pasien tidak merokok dan sering olahraga.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,9C axilar
RR : 20 x/menit
SpO2 : 97%
22

2. Kepala
Bentuk : Bulat
Mata : DBN
Sklera : Ikterus (-/-)
Konjunctiva : Anemis (-/-)
Telinga/Hidung : Dyspneu (-)
Mulut : Sianosis (-)
3. Leher
Bendungan vena : Tidak didapatkan peningkatan, bruit
A.Karotis (-)
Deviasi Trakea :-
Kelenjar getah bening : Tidak teraba/tidak ditemukan
Pembesaran
Nyeri Telan :-
4. Thoraks
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 Tunggal reguler

Paru-Paru :
Inspeksi : Gerak nafas simetris
Palpasi : Gerakan nafas simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
5. Abdomen
Flat, Soefl, Bising usus + (Normal)
Hepar : Tidak ditemukan pembesaran
Limpa : Tidak ditemukan pembesaran
23

6. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Edema -/- -/-
Pucat -/- -/-
CRT <2detik <2detik
7. Status Neurologis
a. Keadaan Umum
Kesadaran
- Kwalitatif : Kompos Mentis
- Kwantitatif : (456)
Pembicaraan
- Disatria :-
- Afasia motorik :-
- Afasia sensorik :-
Kepala
- Asimetris :-
- Sikap paksa :-
- Tortikolis :-
Muka
- Mask :-
- Full Moon :-
b. Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput otak
Kaku kuduk :-
Kernig :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II :-
Brudzinski III :-
Brudzinski IV :-
24

Laseque test :-
Saraf Otak
1) N.I ( Olfaktorius)
Anosmia : Tidak dievaluasi
Hiposmia : Tidak dievaluasi
Parosmia : Tidak dievaluasi
2) N.II ( Optikus D/S )
Visus : Tidak dievaluasi
Melihat warna : DBN
Funduskopi : Tidak dievaluasi
3) N. III, IV, VI ( Okulomotorius, Thoklearis, Abdusens )

Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata DBN DBN
Gerak Bola Mata DBN DBN
- Ke Lateral DBN DBN
- Ke Medial DBN DBN
- Ke Nasal Inferior DBN DBN
- Ke Nasal Superior DBN DBN
- Ke Lateral Atas DBN DBN
- Ke Lateral Bawah DBN DBN
Eksophtalmus - -
Celah mata (ptosis) - -
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Lebar 3 mm 3 mm
- Perbedaan Lebar - -
- Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
- Refleks Cahaya Konsensual Positif Positif
25

4) N.V ( Trigeminus )
Cabang motorik

Kanan Kiri
Otot Masseter DBN DBN
Otot Temporal DBN DBN
Otot Pterygoideus DBN DBN

Cabang sensorik

Respon
I (Jaw reflex) DBN
II (Head retraction reflex) Tidak dievaluasi
III (Nasal) DBN
Reflek kornea langsung (+)

5) N.VII ( Fasialis )

Kanan Kiri
Waktu Diam
- Mengerutkan Dahi
Simetris Simetris
- Tinggi Alis
Simetris Simetris
- Sudut Mata
Simetris Simetris
- Lipatan Nasolabial
Simetris Simetris

Waktu Gerak
Simetris
- Mengerutkan dahi
Simetris Simetris
- Menutup mata
Simetris Simetris
- Mencucu-bersiul
Simetris Simetris
- Memperlihatkan gigi
Tidak di Evaluasi Simetris
- Sekresi air mata
26

Tidak di
Evaluasi

6) N.VIII ( Vestibulochoclearis )
Vestibular (Kanan Kiri)

- Vertigo : Tidak dievaluasi


- Nistagmus : Tidak dievaluasi
- Tinnitus aureum : Tidak dievaluasi

Cochlear (Kanan Kiri)

- Weber : Tidak dievaluasi


- Rinne : Tidak dievaluasi
- Schwabach : Tidak dievaluasi
7) N. IX, X ( Glosofaringeus dan Vagus )
Bagian motorik
Suara biasa/ parau/ tak bersuara : Biasa
Kedudukan arcus pharynx : DBN
Kedudukan uvula : DBN
Pergerakan arcus pharynx/ uvula : DBN
Menelan : DBN

Bagian sensorik (pengecapan belakang lidah)

Refleks muntah : TDE


Refleks pallatum molle : TDE

8) N. XI ( Aksesoris )
Mengangkat bahu : DBN

Memalingkan kepala : DBN

9) N. XII ( Hipoglosus )
Kedudukan lidah : DBN
27

Motorik
Inspeksi : Atrofi otot : - -
- -
Gerakan involunter -
Rigiditas -

Tonus otot : N N

Kekuatan otot :

5 5
2 2

Refleks Fisiologis
BPR: +/+ - KPR : +/+
TPR : +/+ - APR : +/+
Refleks Patologis
Babinsky : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon :-/-
Gonda : -/-
Schaffer : -/-
Stransky : -/-
Mendel bechtrew : -/-
Rosolimo : -/-
Hoffman : -/-
Tromner : -/-
28

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Lab lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Leukosit (WBC) 7,66 3,70-10,1
Hemoglobin (HGB) 15,50 12,0-16,0
Hematokrit (HCT) 45,20 38-47
Trombosit (PLT) 238 155-366
MCV 77,00 81,1-96,0
MCH 26,40 27,0-31,2
MCHC 34,30 31,8-35,4
BUN 14 7,8-20,23
Uric-acid 7,95 3,6-8,2
Gula Darah acak 166 <200
Natrium (Na) 144,90 135-147
Kalium (K) 2,32 3,5-5
Klorida (Cl) 107,20 95-105
Kalsium Ion 1,246 1,16-1,32

E. Diagnosa
Diagnosa Klinis : Paraparese LMN

Diagnosa Topis : Membran Otot Rangka

Diagnosa Etiologi : Periodik Paralisis et causa hipokalemia.

F. Diagnosa Banding
Periodic paralisis hyperkalemia

Gullian bare syndrome

G. Penatalaksanaan
Inf KN2 2 fl/hari

Inj kalmeco 2x500mg

Drip KCl 50 meq dalam 1000cc PZ/ 24 jam


29

H. Follow Up

Tanggal S O A P
24/10/2017 Kelemahan GCS : 456 Periodik Inf KN2 2 fl/hari
pada kedua TD : 130/90
paralisis
kaki sejak 1 N : 82x/menit Inj kalmeco
hari yang lalu RR: 19x/menit hipokalemi
S : 36,7 2x500mg
Motorik
5 5 Drip KCl 50
3 3
meqdalam 1000cc
Kalium : 3,06 PZ/ 24 jam
mmol/L
Cek SE 3-4 jam post
koreksi
25/10/2017 Kelemahan GCS : 456 Periodic KRS
pada kedua TD : 120/80
paralisis Po : KSR 3x1tab
kaki (-) N : 80x/menit
RR: 21x/menit hipokalemi
S : 36,6
Motorik
5 5
4 4
30

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita paralisis periodik

hipokalemi. Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai

kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodic. Paralisis

periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang

rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode

kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.

Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya

makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan

jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain.

Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien ke IGD RSUD Bangil dengan

keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru

bangun tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasien sempat berolahraga

sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan

keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak bisa berjalan. Pasien

dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-), pusing (-), sakit kepala (-), muntah

(-). Pasien mengatakan sering mengalami kram pada kakinya, terakhir hari rabu ( 7

hari yang lalu ). Pasien belum sempat berobat sebelum dibawa ke RS.
31

Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.

Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik

sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan

kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di

bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat

menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik.

Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan

klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum

kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian

proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L

maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan

miogobinuria.

Pemeriksaan fisik kekuatan motorik ekstremitas inferior pasien mengalami

kelemahan, kemudian hasil pemeriksaan lab serum elektrolit menunjukkan keadaan

hypokalemia (2,32), fungsi ginjal dan gula darah dalam batas normal.

Pasien di berikan INF KN2 yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan

kalium dan juga menjaga kadar elektrolit dalam darah . Drip KCl 50 meq dalam

1000 cc PZ/24 jam karena pasien mengalami hipokalemia berat. Kalmeco

mengandung mecobalamin sebagai terapi neuropati perifer serta diberi KSR pada

saat pulang berfungsi sebagai diuretik hemat kalium . Sehingga di harapkan tubuh

dapat meningkatkan kadar kalium di darah dan menghilangkan dampak dari

hipokalium.
32

BAB V
KESIMPULAN

Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang


timbul , dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami
kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot
kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan. Pasien akan mengalami
kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya
gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia pada periodic
paralisis hipokalemi. Gangguan ini secara konvensional dibagi menjadi paralisis
periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik
primer merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang
mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot
membran. Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik
dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan
yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf dan otot
lurik. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ lain seperti
jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak ditangani akan
memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa.
33

DAFTAR PUSTAKA

Arya SN,2002. Periodic Paralysis. National Professor of Medicine IMA College of


General Practitioners Vidyapati Marg

Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longob DL,Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other muscle
diseases. Harrisons 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds. USA:
McGraw-Hill. pp.2538.

Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion


Channels. In: Neurological Theurapeutics Principles and Practice. United
Kingdom: Mayo Foundation; 2003. p. 225; 2365-2377

Fialho D, Michael GH. Periodic Paralysis. 2007. p. 77-105.

Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, Ed. 1. Jakarta: Farmedia; 2002.

Graves TD, Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad Med Journal.


2005; 81: 20-32.

Guyton & hall. Kalium dalam cairan ekstraselular.EGC. 1997

Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal Tubular acidosis presenting as respiratory
paralysis: Report of case and review of literature. Neuro India. 58: 106-108

Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K. A Family of Hypokalemic Periodic Paralysis with


CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in Women.
Internal Medicine. 2004; 43(3): 218 222.

Lin SH, Lin YF, Halperin ML. 2004. Hypokalemia and Paralysis. Q J Med. 94:
133-139
34

Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010. p. 137-64.
Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial hypocalemic
periodic paralysis and Wolff parkinson- white syndrome in pregnancy.
Canada Journal Anesth. 47: 160-164

Sarnat BH. Neuromuscular disorder. In: Berhman RE, Kliegman RM, Jensen HB,
editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: WB Saunders;
2007. p. 2531-40

Souvriyanti E, Sudung OP. Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak dengan


Asidosis Tubulus Renalis Distal. 2008. p. 53-59.

Widjajanti A, Agustini SM. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005. p. 19-22

Wi JK, Lee HJ, Kim EY, Cho JH, Chin SO, Rhee SY, Moon JY, Lee SH, Jeong
KH, Gyoo C, Lee TW. 2012. Etiology of hypokalemic paralysis. Korea
Journal of Medicine. 10(1): 18-25

Anda mungkin juga menyukai