BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Periodik paralisis hipokalemia merupakan kelainan pada membran
sel yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit
chabellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan
terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan
pada kadar kaliun serum. Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu
keadaan hiperkalemia atau hipokalemia ( Brown et al., 2011)
Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis
dimana terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam
jiwa seperti cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernafasan. Beberapa hal
yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antara lain tirotoksikosis,
renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian
obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk
didefinisikan penyebabnya, salah diagnosa akan mengakibatkan
penatalaksanaannya yang salah juga ( Kalita et al., 2010)
Berdaarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu
idiopatik periodic paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis (Wi et al.,
2012). Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis
hipokalemi, terdapat w bentuk dari hipokalemi periodic paralysis yaitu
familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi
diturunkan secara autosomal dominan, kebanyakan kasus di negara barat
dan sebaliknya di asia kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang
disebabkan oleh tirotoksikosis hpokalemi ( Robinson et al., 2010 ).
Insidennya yaitu 1 dari 100.000 eriodic paralisis hipokalemia
banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadi
serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak
di usia 15-35 tahun an kemudian menurun dengan peningkatan usia ( Lin et
2
al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan
diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan
atau paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak
-anak, sedangkan kasus yang ringan sering kali mulai pada dekade
ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara
autosomal dominan. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah
malfungsi pada ion channel pada membrane otot skelet / channelopathy
(Guyton & hall, 1997).
Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang
hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita
mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan
progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari
kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris
dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja
sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang
dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada
penderita yang sering mendapatkan serangan.Di luar serangan tidak
ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis .
Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai
etiologi, dengan kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan
hiporeflexik, dengan atau tanpa myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan
tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal perjalanan penyakit, pada
kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial), kekuatan otot
normal di antara serangan. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit
sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal.
Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal
kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang
4
B. Epidemiologi
Periodik paralisis adalah penyakit yang jarang ditemukan dalam
praktik klinis. Antara 1972-2001, penulis telah menemukan 12 kasus
periodik paralisis primer dan 27 kasus periodik paralisis sekunder. Sepuluh
kasus periodik paralisis primer adalah tipe hipokalemia, salah satu tipe
hyperkalaemic, dan salah satu tipe normokunaemik. Delapan kasus periodik
paralisis primer hipokalemia adalah laki-laki (antara 14 sampai 45 tahun)
dan dua adalah perempuan (antara 18 sampai 27 tahun). Angka kejadian
adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan
biasanya lebih berat.Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia( Arya SN,2002).
C. Etiologi
Paralsis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik
(channel) dalam sel otot. Hipokalemia periodik paralisis biasanya
disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat
menyebabkan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis
(Browmn RH,et all, 2011).
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah
latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi,
konsumsi alkohol dan lain-lain. Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
5
D. Klasifikasi
Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau
familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau
familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang
mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada
sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai
channelopathies atau membranopathies. Paralisis periodik sekunder
mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Riwayat
penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau
carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik
sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis,
tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat
6
E. Patofisiologi
Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena
adanya redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara
akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena
kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential)
akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,yakni gen
11
F. Gejala Klinis
Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus
yang ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian
besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun.Kelemahan bisa bertingkat
mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai
kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering
dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari
sebelumnya.. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering
dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya
melibatkan suatu kelompok otot penting, dan bisa unilateral, parsial, atau
monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang
13
kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari
beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam.
Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bias meningkat
frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai
berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun.
Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel
meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag
myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen
mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi
tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting daripada
hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen.
G. Diagnosa
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai
dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak
14
urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu
kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan
lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake
kalium yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi
barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena
tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism (Souvriyanti
E, Sudung OP,2008).
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan
berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,93,0
mmol/L) ] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode flaccid
paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang
terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi
juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir
sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, kekuatan
otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang
diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini
dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk
paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang
progresifitasnya lambat jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik
murni jarang terjadi. Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid
paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau
tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini murni
flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri
56 jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi
lebih ringan. Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat
kelainan genetik maka pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah
autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S
(70%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada
kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2
(Widjajanti A, Agustini SM,2005).
16
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar kalium serum
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang
paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal
pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada
paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum
dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah
batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat
menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik
normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L
berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot
ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0
mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian
proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah
dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.
b. Fungsi ginjal
c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel
menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel
tubuh.
d. pH darah
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan
pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+
langsung dalam urin.
e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab
sekunder hipokalemia.
f. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
17
I. Diagnosa Banding
J. Penatalaksanaan
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP
tetapi jarang untuk hiperkalemik PP.Pengobatan profilaksis dibutuhkan
ketika serangan semakin sering( frequent). Hipokalemik periodik
paralisis.Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen
IV.Yang terakhir di berikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa
menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan
setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is
prudent.Kalium Klorida IV 0,05- 0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus
adalah lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran
kalium serum berturut dianjurkan.Untuk profilaksis, asetazolamid
diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosisterbagi.
Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan ke efektifan yang
sama.Potasium sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan
19
Keterangan :
Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau
hipokalemi berat.Pemberian kalium tidak bolehlebih dari 40 mEq per L
(jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalursentral) dengan kecepatan 0,2 0,3
mEq/kgBB/jam. Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan
kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (viainfuse pump dan monitor
EKG).(Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I, 2006) atau koreksi kalium
secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d
kadar K +serum > 3,5 mEq/L. Jika keadaan mengancam jiwa, kalium
diberikan secara intravena dengan kecepatanmaksimal 20 mEq/jam.
Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan
dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K
+serum sebesar 0,2 1,4 mEq/L.Pemberian kalium 40 60 mEq dapat
menaikkan kadar K +serum sebesar 1 1,5 mEq/L
K. Prognosis
Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal
menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah
dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau
ketidakmampuan membersihkan sekresi.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.AT
No.Medrec : 00-34-51-56
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl lahir : Mojokerto / 1 Januari 1990
Umur : 27 Tahun
Status : menikah
Agama : Islam
Alamat :Dandang Asri 27/8 Glanggang- Beji-Pasuruan
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan :-
Tanggal masuk : 23 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2017
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Kedua tungkai kaki lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa
lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru bangun
tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasien sempat berolahraga
sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD
dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak
bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-),
pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-).
21
2. Kepala
Bentuk : Bulat
Mata : DBN
Sklera : Ikterus (-/-)
Konjunctiva : Anemis (-/-)
Telinga/Hidung : Dyspneu (-)
Mulut : Sianosis (-)
3. Leher
Bendungan vena : Tidak didapatkan peningkatan, bruit
A.Karotis (-)
Deviasi Trakea :-
Kelenjar getah bening : Tidak teraba/tidak ditemukan
Pembesaran
Nyeri Telan :-
4. Thoraks
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 Tunggal reguler
Paru-Paru :
Inspeksi : Gerak nafas simetris
Palpasi : Gerakan nafas simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
5. Abdomen
Flat, Soefl, Bising usus + (Normal)
Hepar : Tidak ditemukan pembesaran
Limpa : Tidak ditemukan pembesaran
23
6. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Edema -/- -/-
Pucat -/- -/-
CRT <2detik <2detik
7. Status Neurologis
a. Keadaan Umum
Kesadaran
- Kwalitatif : Kompos Mentis
- Kwantitatif : (456)
Pembicaraan
- Disatria :-
- Afasia motorik :-
- Afasia sensorik :-
Kepala
- Asimetris :-
- Sikap paksa :-
- Tortikolis :-
Muka
- Mask :-
- Full Moon :-
b. Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput otak
Kaku kuduk :-
Kernig :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II :-
Brudzinski III :-
Brudzinski IV :-
24
Laseque test :-
Saraf Otak
1) N.I ( Olfaktorius)
Anosmia : Tidak dievaluasi
Hiposmia : Tidak dievaluasi
Parosmia : Tidak dievaluasi
2) N.II ( Optikus D/S )
Visus : Tidak dievaluasi
Melihat warna : DBN
Funduskopi : Tidak dievaluasi
3) N. III, IV, VI ( Okulomotorius, Thoklearis, Abdusens )
Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata DBN DBN
Gerak Bola Mata DBN DBN
- Ke Lateral DBN DBN
- Ke Medial DBN DBN
- Ke Nasal Inferior DBN DBN
- Ke Nasal Superior DBN DBN
- Ke Lateral Atas DBN DBN
- Ke Lateral Bawah DBN DBN
Eksophtalmus - -
Celah mata (ptosis) - -
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Lebar 3 mm 3 mm
- Perbedaan Lebar - -
- Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
- Refleks Cahaya Konsensual Positif Positif
25
4) N.V ( Trigeminus )
Cabang motorik
Kanan Kiri
Otot Masseter DBN DBN
Otot Temporal DBN DBN
Otot Pterygoideus DBN DBN
Cabang sensorik
Respon
I (Jaw reflex) DBN
II (Head retraction reflex) Tidak dievaluasi
III (Nasal) DBN
Reflek kornea langsung (+)
5) N.VII ( Fasialis )
Kanan Kiri
Waktu Diam
- Mengerutkan Dahi
Simetris Simetris
- Tinggi Alis
Simetris Simetris
- Sudut Mata
Simetris Simetris
- Lipatan Nasolabial
Simetris Simetris
Waktu Gerak
Simetris
- Mengerutkan dahi
Simetris Simetris
- Menutup mata
Simetris Simetris
- Mencucu-bersiul
Simetris Simetris
- Memperlihatkan gigi
Tidak di Evaluasi Simetris
- Sekresi air mata
26
Tidak di
Evaluasi
6) N.VIII ( Vestibulochoclearis )
Vestibular (Kanan Kiri)
8) N. XI ( Aksesoris )
Mengangkat bahu : DBN
9) N. XII ( Hipoglosus )
Kedudukan lidah : DBN
27
Motorik
Inspeksi : Atrofi otot : - -
- -
Gerakan involunter -
Rigiditas -
Tonus otot : N N
Kekuatan otot :
5 5
2 2
Refleks Fisiologis
BPR: +/+ - KPR : +/+
TPR : +/+ - APR : +/+
Refleks Patologis
Babinsky : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon :-/-
Gonda : -/-
Schaffer : -/-
Stransky : -/-
Mendel bechtrew : -/-
Rosolimo : -/-
Hoffman : -/-
Tromner : -/-
28
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Lab lengkap
E. Diagnosa
Diagnosa Klinis : Paraparese LMN
F. Diagnosa Banding
Periodic paralisis hyperkalemia
G. Penatalaksanaan
Inf KN2 2 fl/hari
H. Follow Up
Tanggal S O A P
24/10/2017 Kelemahan GCS : 456 Periodik Inf KN2 2 fl/hari
pada kedua TD : 130/90
paralisis
kaki sejak 1 N : 82x/menit Inj kalmeco
hari yang lalu RR: 19x/menit hipokalemi
S : 36,7 2x500mg
Motorik
5 5 Drip KCl 50
3 3
meqdalam 1000cc
Kalium : 3,06 PZ/ 24 jam
mmol/L
Cek SE 3-4 jam post
koreksi
25/10/2017 Kelemahan GCS : 456 Periodic KRS
pada kedua TD : 120/80
paralisis Po : KSR 3x1tab
kaki (-) N : 80x/menit
RR: 21x/menit hipokalemi
S : 36,6
Motorik
5 5
4 4
30
BAB IV
PEMBAHASAN
kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodic. Paralisis
periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang
rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode
makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan
jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain.
keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru
sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan
keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak bisa berjalan. Pasien
dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-), pusing (-), sakit kepala (-), muntah
(-). Pasien mengatakan sering mengalami kram pada kakinya, terakhir hari rabu ( 7
hari yang lalu ). Pasien belum sempat berobat sebelum dibawa ke RS.
31
Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik
sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan
kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di
bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan
klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum
kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian
proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L
miogobinuria.
hypokalemia (2,32), fungsi ginjal dan gula darah dalam batas normal.
kalium dan juga menjaga kadar elektrolit dalam darah . Drip KCl 50 meq dalam
mengandung mecobalamin sebagai terapi neuropati perifer serta diberi KSR pada
saat pulang berfungsi sebagai diuretik hemat kalium . Sehingga di harapkan tubuh
hipokalium.
32
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longob DL,Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other muscle
diseases. Harrisons 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds. USA:
McGraw-Hill. pp.2538.
Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, Ed. 1. Jakarta: Farmedia; 2002.
Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal Tubular acidosis presenting as respiratory
paralysis: Report of case and review of literature. Neuro India. 58: 106-108
Lin SH, Lin YF, Halperin ML. 2004. Hypokalemia and Paralysis. Q J Med. 94:
133-139
34
Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010. p. 137-64.
Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial hypocalemic
periodic paralysis and Wolff parkinson- white syndrome in pregnancy.
Canada Journal Anesth. 47: 160-164
Sarnat BH. Neuromuscular disorder. In: Berhman RE, Kliegman RM, Jensen HB,
editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: WB Saunders;
2007. p. 2531-40
Wi JK, Lee HJ, Kim EY, Cho JH, Chin SO, Rhee SY, Moon JY, Lee SH, Jeong
KH, Gyoo C, Lee TW. 2012. Etiology of hypokalemic paralysis. Korea
Journal of Medicine. 10(1): 18-25