Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
HISPRUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. Definisi
Penyakit Hirchsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus,
meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi
(Behram dkk, 1999).
2. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari kasus
penyakit hisprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki maupun perempuan. (ngastiyah,
1997)
3. Epidemiologi
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital
dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan
yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan
urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria
(mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
4. Etiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi ketika sel-sel saraf di usus besar tidak terbentuk
sepenuhnya. Sel-sel saraf sangat penting untuk fungsi usus besar, yaitu untuk
mengontrol kontraksi otot yang menjaga makanan bergerak melalui usus. Pada bayi
berkembang sebelum kelahiran, kumpulan sel-sel saraf (ganglia) biasanya mulai
terbentuk antara lapisan otot sepanjang usus besar. Proses ini dimulai di bagian atas
usus besar dan berakhir di bagian bawah (rectum). Pada anak-anak yang memiliki
penyakit Hirschsprung, proses pertumbuhan saraf gagal diselesaikan. Paling umum,
ganglia gagal membentuk (aganglia) di segmen terakhir dari usus besar, rektum dan
kolon sigmoid. Kadang-kadang aganglia mempengaruhi seluruh usus besar dan bahkan
sebagian dari usus kecil (Mayo Clinic Staff, 2013). Ada berbagai teori penyebab dari
penyakit hirschsprung, dari berbagai penyebab tersebut yang banyak dianut adalah:
Teori karena kegagalan sel-sel krista neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding
suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk kolon dan rektum. Akibatnya
tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut. Sehingga
menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen
terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding
kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau
kronis tergantung panjang usus yang mengalami aganglion (Nurko, 2007;
Kessman, 2006). Normal migrasi sel pada umur kehamilan 6-12 minggu.
Kemungkinan terhentinya migrasi sel akibat dari adanya faktor genetik, faktor
toksin, dan infeksi.
5. Patofisiologi
Terlampir
6. Faktor Resiko
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri
adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan. Sering terjadi pada anak
dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
7. Manifestasi Klinis
Jaundice
Sulit makan
Peningkatan bb rendah
Muntah
Feces keras
Malnutrisi
Keterlambatan pertumbuhan
Perut menggembung
8. Pemeriksaan diagnostic
1. Radiologi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-
48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya
barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.Sedangkan pada
penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka
barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
2. Biopsy Rectal
Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan
biopsy rectal full-thickness.
Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata
karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut.
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik
mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologist
Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder
khusus memotong jaringan yang diinginkan.
4. Manometri Anorektal
9. Penatalaksanaan Medis
Manfaat lain dari kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat dilakukan
tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung
yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose (Fonkalsrud
dkk,1997; Swenson dkk,1990).
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi
tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit
Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea
dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam
pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang di tinggalkan.
Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan
melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2cm rektum
bagian anterior dan 0,5-1cm rektum posterior (Kartono,1993; Swensondkk,1990;
Corcassone,1996; Swenson,2002).
Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior
dan 0,5-1 cm pada bagian posterior,selanjunya dilakukan anastomose end to end
dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2
lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus
dikembalikan ke kavum pelvik/abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan
kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).
1.Modifikasi Grob(1959) :
Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang
panjang;
3.Modifikasi Ikeda:
Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8
hari kemudian;
4.Modifikasi Adang:
Pada modifikasi ini, kolon yang di tarik transanal dibiarkan prolaps sementara.
Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah
dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem
dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem di sini lebih dititikberatkan pada fungsi
hemostasis (Kartono,1993).
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator
ani (2-3 cm diatasanal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan
intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis(Swenson dkk,1990).
10. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakn bedah penyakit hisprung dapat
digolongkan atas
1) Kebocoran anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang inadekuat pada kedua tepi
sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur
businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis
yang terljadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvic,
abses intra abdomen, peritonisis, sepsis dan kematian.
2) Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka daerah anastomose, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson
atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan
bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi dapat berupa
kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga vistula perianal.
3) Enterokolitis
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus.
Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi
eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan saluran cerna) .
Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis
terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang
terkena panjang
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda enterokolitis adalah:
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal
untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter
yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi,
meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan
keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-
sedikit dan sering.
11. Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
Nurko SMD. 2007. Hirschsprung Disease. Center for Motility and Functional
Gastrointestinal Disorders.
http://kidshealth.org/parent/medical/digestive/hirschsprung.html
Sari, Kiki Aulia. 2010. Gambaran Penderita Hirschsprung pada Anak Usia 0-14
Tahun Di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2005-2009. Fakultas Kedokteran.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Betz, Cealy L., Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC