Anda di halaman 1dari 8

Terapi Oksigen

Ketika masih kerja di RS, Kepala Ruangan pernah memintaku membuat semacam petunjuk praktis terapi oksigen.
Sudah kurevisi.check this out :)
TERAPI OKSIGEN
Definisi: pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih besar daripada udara ruang untuk mencegah hipoksemia.
Tujuan:
1. Meningkatkan kandungan O2 dalam darah arteri dihantarkan ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme
aerobik.
2. Mempertahankan PaO2 >60 mmHg atau SaO2 >90% untuk:
Mencegah hipoksia sel dan jaringan
Menurunkan kerja napas
Menurunkan kerja sel dan otot jantung
Gejala Klinis Hipoksemia:
Sesak napas
Napas cepat dan dangkal
Frekuensi napas 35x/menit
Retraksi intercostae
Cyanosis (sudah terlambat)
Selain itu, terapi oksigen diindikasikan pada:
Klien tidak sadar
Hipovolemia
Perdarahan
Anemia berat
Keracunan gas CO2
Asidosis
Selama dan sesudah pembedahan
Metode Pemberian O2
1. Sistem aliran rendah
Kateter nasal: aliran 1 6 L/mnt, konsentrasi O2 24% 44%.
Kanula nasal: aliran 1 6 L/mnt, konsentrasi O2 24% 44%
Masker sederhana: aliran 5 8 L/mnt, konsentrasi O2 40 60%
Masker rebreathing: aliran 8 12 L/mnt, konsentrasi O2 60 80%
Masker non rebreathing: aliran 8 12 L/mnt, konsentrasi O2 mencapai 99%
2. Sistem aliran tinggi, contoh: masker ventury, aliran udara 414 L/mnt dengan konsentrasi 30 55%.
Rumus Pemberian O2
MV = VTxRR
Keterangan:
MV= Minute Ventilation, udara yang masuk ke sistem pernapasan setiap menit
VT= Volume Tidal, 6-8 ml/kg bb
RR= Respiration Rate
Misalnya : Berat Badan 50 kg, RR 30x/menit
MV= VTxRR
= (50 kg x (6-8 ml)) x 30
= 9000-12000 ml/mnt
= 9-12 L/menit

PERHITUNGAN CAIRAN INFUS


Rumus
Untuk memahami lebih lanjut, terlebih dahulu kita harus mengetahui rumus dasar menghitung jumlah tetesan cairan dalam satuan
menit dan dalam satuan jam:

Rumus dasar dalam satuan menit

Rumus dasar dalam satuan jam

Dewasa (macro drip)


Infus set macro drip memiliki banyak jenis berdasarkan faktor tetesnya. Infus set yang paling sering digunakan di instalasi
kesehatan Indonesia hanya 2 jenis saja. Berdasarkan merek dan faktor tetesnya:
Merek Otsuka, faktor tetes:
1 ml (cc) = 15 tetes/menit
Merek Terumo, faktor tetes:
1 ml (cc) = 20 tetes/menit

Infus Blood set untuk tranfusi memiliki faktor tetes yang sama dengan merek otsuka, 15 tetes/menit.

Infus set macro drip dengan faktor tetes 10 tetes/menit jarang ditemui di Indonesia. Biasanya hanya terdapat di rumah sakit
rujukan pusat, rumah sakit pendidikan, atau rumah sakit internasional.
Penurunan rumus dewasa
Berikut ini adalah rumus cepat hasil penurunan dari rumus dasar (dalam satuan jam), untuk pasien dewasa:

o) Merek Otsuka

o) Merek Terumo

Contoh soal 1
Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan 2.400 ml cairan RL. Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika
kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 12 jam? Di klinik tersedia infus set merek Otsuka.

Diketahui:
Cairan = 2.400 ml (cc)
Waktu = 12 jam
Faktor tetes Otsuka = 15 tetes

Jawab:

Jadi, pasien tersebut membutuhkan 50 tetes infus untuk menghabiskan cairan 2400 ml dalam waktu 12 jam dengan menggunakan
infus set Otsuka.

Contoh soal 2
Seorang pasien datang ke RSUD dan membutuhkan 500 ml cairan RL. Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan
pasien mesti dicapai dalam waktu 100 menit? Di RSUD tersedia infus set merek Terumo.

Diketahui:
Cairan = 500 ml (cc)
Waktu = 100 menit
Faktor tetes Terumo = 20 tetes

Jawab:

Jadi, pasien tersebut membutuhkan 100 tetes infus untuk menghabiskan cairan 500 ml dalam waktu 100 menit dengan
menggunakan infus set Terumo.

Anak (micro drip)


Lain halnya dengan dewasa, anak dengan berat badan dibawah 7 kg membutuhkan infus setdengan faktor tetes yang berbeda.
Micro drip, faktor tetes:
1 ml (cc) = 60 tetes/menit

Penurunan rumus anak


Berikut ini adalah rumus cepat hasil penurunan dari rumus dasar (dalam satuan jam) untuk pasien anak:

PEMERIKSAAN KESADARAN / MENGUKUR GCS


Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadarankesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran
dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti
keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri.
Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian
dari vital sign.
Penyebab Penurunan Kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus
(koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol,
keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis);
epilepsi.
Mengukur Tingkat Kesadaran
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma
Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil
pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya
penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata
(verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi
rangsang nyeri (unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala
ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak
ada respon (unresponsiveness).
Pemeriksaan GCS
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi
koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan
dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)
Macam - Macam Posisi Pasien pada Tempat Tidur
Assalammu'alaikum
lama tak jumpa, kini alhamdulillah masih diperkenankan menulis kembali apa yang telah
disampaikan oleh dosen saya (Ibu Ana) pengajar Mata Kuliah Pengantar Keperawatan II,
dimana beliau menyampaikan Posisi Pasien pada Tempat Tidur.
baik langsung saja kawan, kita simak bersama.

Fowler

Pengertian
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk (45 - 90 derajat), dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.

Tujuan
Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
Meningkatkan rasa nyaman
Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi dada dan ventilasi
paru
Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap

Indikasi
Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
Pada pasien yang mengalami imobilisasi
Sims

Pengertian
Posisi sim adalah posisi miring kekanan atau miring kekiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria). Berat badan terletak
pada tulang illium, humerus dan klavikula.

Tujuan
Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot pinggang
Memasukkan obat supositoria
Mencegah dekubitus

Indikasi
Pasien dengan pemeriksaan dan pengobatan daerah perineal
Pasien yang tidak sadarkan diri
Pasien paralisis
Pasien yang akan dienema
Untuk tidur pada wanita hamil.

Trendelenberg
Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada
bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Tujuan
Pasien dengan pembedahan pada daerah perut.
Pasien shock.
pasien hipotensi.

Indikasi
Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
Pasien shock
Pasien hipotensi.
Dorsal Recumben

Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa serta
pada proses persalinan.

Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan punggung belakang.

Indikasi
Pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina dan anus
Pasien dengan ketegangan punggung belakang.

Posisi Lithotomi

Pengertian
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke
atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan
memasang alat kontrasepsi.

Tujuan
Memudahkan pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vagina
taucher, pemeriksaan rektum, dan sistoscopy
Memudahkan pelaksanaan proses persalinan, operasi ambeien, pemasangan alat intra uterine
devices (IUD), dan lain-lain.

Indikasi
Pada pemeriksaan genekologis
Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada uretra,
rektum, vagina dan kandung kemih.
Orthopeneic
Pengertian
Posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala pada penampang yang sejajar dada,
seperti pada meja.

Tujuan
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas
yang ekstrim dan tidak bisa tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi
sedang.

Indikasi
Pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur terlentang.
Supinasi
Pengertian
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan
kesejajaran berdiri yang baik.

Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien dan memfasilitasi penyembuhan terutama pada pasien
pembedahan atau dalam proses anestesi tertentu.

Indikasi
Pasien dengan tindakan post anestesi atau penbedahan tertentu
Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma.

Pronasi
Pengertian
Pasien tidur dalam posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.

Tujuan
Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang
Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.

Indikasi
Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan
Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung.
Lateral
Pengertian
Posisi miring dimana pasien bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada
pada pinggul dan bahu.
Tujuan
Mempertahankan body aligement
Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
Meningkankan rasa nyaman
Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap.

Indikasi
Pasien yang ingin beristirahat
Pasien yang ingin tidur
Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama
Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi.

demikian teman, Adapun kekurangan dan kelebihan atau mungkin berbeda dengan rekan
perawat yang lain, saya mohon maaf, karena tidak ada kesempurnaan bagi diri manusia.
kalaupun mau bershering-shering monggo-monggo saja.
Wassalammualaikum

ROM
Manfaat ROM (Range Of Motion)
Adapun manfaat dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
2. Mengkaji tulang, sendi, dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

2.4 Prinsip Latihan ROM (Range Of Motion)


Adapun prinsip latihan ROM (Range Of Motion), diantaranya :
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital
dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu,
tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai
mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di
lakukan.

Pemeriksaan Kekuatan Otot


Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual ( manual muscle testing,
MMT ). Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan mengontraksikan kelompok otot secara volunteer. Lansia yang
tidak mampu mengontraksiakan ototnya secara aktif dan volunteer, tidak tepat apabila diberikan MMT standar.
Pemeriksaan kekuatan otot menggunakan MMT akan membantu penegakan diagnosis klinis, penentuan jenis terapi, jenis
alat bantu yang diperlukan, dan prognosis. Penegakan diagnosis dimungkinkan oleh beberapa penyakit tertentu yang hanya
menyerang otot tertentu pula. Jenis terapi dan alat bantu yang diperlukan oleh lansia juga harus mempertimbangkan kekuatan otot.
Diharapkan program terapi dan alat bantu yang dipilih tidak menyebabkan penurunan kekuatan otot atau menambah beratnya
penyakit lansia.

2.12 Proses Pelaksanaan MMT


1. Lansia diposisikan sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus
memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.
2. Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian yang menghambat.
3. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
4. Lansia mengontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen proksimal.
5. Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau perut otot.
6. Memberikan tahanan pada otot yang dapat bergerak dengan luas gerakan sendi penuh dan dengan melawan gravitasi.
7. Melakuakan pencatatan hasil MMT

2.13 Kriteria hasil pemeriksaan MMT


1. Normal (5) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi, dan melawan tahanan maksimal.
2. Good (4) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi, dan melawan tahanan sedang (moderat).
3. Fair (3) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan.
4. Poor (2) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi.
5. Trace (1) tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi
6. Zero (0) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpas

Anda mungkin juga menyukai