lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.[1]
1 Latar Belakang
2 Pengertian
o 2.1 Dasar Hukum
o 2.2 Karakteristik
o 2.3 Tujuan
o 2.4 Asas
o 2.5 Pola Pengelolaan Keuangan BLU
3 Persyaratan
o 3.1 Persyaratan Substantif
o 3.2 Persyaratan Teknis
o 3.3 Persyaratan Administratif
4 Tata Kelola
o 4.1 Kelembagaan
o 4.2 Pejabat Pengelola
o 4.3 Kepegawaian
o 4.4 Dewan Pengawas
5 Penilaian dan Penetapan
o 5.1 Penilaian
o 5.2 Tugas Tim Penilai
o 5.3 Penetapan
o 5.4 Perubahan dan Pencabutan Status
6 Tarif dan Biaya Satuan
o 6.1 Tarif
o 6.2 Biaya Satuan
7 Perencanaan dan Penganggaran
o 7.1 Rencana Strategis Bisnis
o 7.2 Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
o 7.3 Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L
8 Pelaksanaan Anggaran
o 8.1 Dokumen Pelaksanaan Anggaran
o 8.2 Pengelolaan PNBP
o 8.3 Revisi Anggaran
o 8.4 Surplus dan Defisit BLU
9 Pengelolaan Keuangan dan Barang
o 9.1 Pengelolaan Kas
o 9.2 Pengelolaan Piutang
o 9.3 Pengelolaan Utang
o 9.4 Pengelolaan Investasi
o 9.5 Penyelesaian Kerugian
10 Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
o 10.1 Akuntansi
o 10.2 Pelaporan
o 10.3 Pertanggungjawaban
11 Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan
o 11.1 Pembinaan
o 11.2 Pengawasan
o 11.3 Pemeriksaan
12 BLU Daerah
13 Pranala Luar1
14 Referensi
Latar Belakang
Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh pemerintahan
modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government)
adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk mendorong
peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi
pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan dapat menjadi
langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Dasar Hukum
Dasar hukum BLU adalah pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Karakteristik
Tujuan
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktik bisnis yang sehat.
Asas
Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan
negara pada umumnya.
Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen
Perbendaharaan.
Persyaratan
Persyaratan Substantif
Persyaratan Teknis
1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan olehmenteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
2. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan dalam
dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan Administratif
Tata Kelola
Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat
berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada
kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut
berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Pejabat Pengelola
BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:
1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU
yang berkewajiban:
1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
2. menyiapkan RBA tahunan;
3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan
yang berlaku; dan
4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
2. Pejabat Keuangan BLU
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban :
1. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
4. menyelenggarakan pengelolaan kas;
5. melakukan pengelolaan utang-piutang;
6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
3. Pejabat Teknis BLU
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing
yang berkewajiban:
1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Kepegawaian
Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau
tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan dan
pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan pegawai BLU
yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan
kontrak.
Dewan Pengawas
Penilaian
Dalam rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim Penilai yang
terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan satker
BLU yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal Kementerian
Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang
berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.
1. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penilaian.
2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU;
3. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.
4. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh
menteri/pimpinan lembaga.
5. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja Instansi
Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan
instansi PK-BLU.
Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi
standar Penilaian dan Penetapan BLU.
Penetapan
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap
dari menteri/pimpinan lembaga.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak
atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.
Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi apabila
BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja.Ditjen
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan,
monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi tersebut
menjadi masukan dalam perubahan status BLU.
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga;
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Tarif
Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau
hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per
unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan
BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka
cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis
layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola tarif
untuk kelompok layanan.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
Biaya Satuan
Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per unit
output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-biaya
yang timbul, yaitu:
1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini
dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus
terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan.
Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead
cost).
3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya volume
produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan total unit
barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah
tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap
(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap
akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per
unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah yang
pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu penyusunan
rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran,
dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan
penganggaran pada kementerian/lembaga.
BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu
pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian negara/lembaga
bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L berpedoman pada ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pelaksanaan Anggaran
Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.
DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembagadengan pimpinan
BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
Pengelolaan PNBP
1. Penggunaan PNBP
1. Pada BLU Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan
operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN,
sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila
PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang
batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului
pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang
batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo
awal tahun berikutnya.
2. Pada BLU Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase
yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah
sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang
penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak
digunakan langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah
disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat
digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
2. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan
menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya
tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan
Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM
pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana
PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh
satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban
PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi
perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).
Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi terhadap
DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:
Tata cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan program
dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 atau
Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi DIPA Kementerian
Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU.
Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung
berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Estimasi
surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk
disetujui penggunaannya.
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah
Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan
mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.
Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada
Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat mengajukan
anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN tahun
anggaran berikutnya.
Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan
pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
Pengelolaan Piutang
Dalam pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya, yang
dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat
memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang nilainya
ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengelolaan Utang
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang
sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan hanya
untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,
kecuali ditetapkan lain oleh UU.
Perikatan peminjaman/utang dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh
Menteri Keuangan.
Pengelolaan Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal,
pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian perusahaan).
Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan badan usaha
tersebut ada pada Menteri Keuangan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang
merupakan pendapatan BLU.
Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Akuntansi
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia, jika tidak ada standar akuntansi BLU yang bersangkutan
dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga.
Pelaporan
BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga berupa
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan dan
Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada setiap
semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan setelah
periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan
dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.
Pertanggungjawaban
Pembinaan
Pengawasan
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas. Pembentukan
dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan (menurut
laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi syarat minimum yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan
unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern
dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BLU Daerah
BLU Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU
Pusat, yaitu tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pranala Luar1
Referensi
* Kami telah memiliki produk hukum dimaksud, namun belum dibuatkan artikelnya;
* Artikel produk hukum dimaksud telah ada di Wikiapbn, namun belum dibuatkan pranalanya di artikel ini; atau
* Kami belum memiliki produk hukum dimaksud.
Jika Anda menginginkan sebuah produk hukum (baik yang tersebut di sini maupun produk hukum lainnya), maka jangan
sungkan-sungkan untuk meminta kepada kami melalui formulir-formulir komentar yang tersedia di bawah setiap artikel
Wikiapbn. Jika kami telah memiliki produk hukum yang Anda inginkan, maka dengan senang hati kami akan memuatnya
untuk Anda.
Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan
produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang sehat artinya
berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban.
Secara umum asas badan layanan umum adalah pelayanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi
induknya.
1. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan
instansi induk,
2. BLU tidak mencari laba,
3. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah,
4. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
1. Persyaratan substantif BLU, fungsi dasar pelayanan public. Memperoleh imbalan atas
seluruh/sebagian layanan berupa barang/jasa yang diberikan kepada masyarakat (fungsi cost
sharing). Harus berorientasi pada layanan publik/masyarakat. Oleh karenanya, BLU tidak
mengutamakan mencari keuntungan.
2. Persyaratan keuangan/administratif diatur oleh Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah. Persyaratan administratif termasuk keuangan di bawah ini digunakan oleh Kementerian
Keuangan untuk menentukan suatu unit pemerintah dapat diberikan status Kandidat BLU atau
BLU. Suatu unit dapat langsung atau secara bertahap memperoleh status BLU tergantung
kesiapan dan kemampuan memenuhi persyaratan BLU.
2. Persyaratan teknis BLU diatur oleh Kementerian/Lembaga teknis/satker perangkat daerah yang
bersangkutan. Upaya pendirian sebuah BLU memperhatikan kriteria teknis yang ditentukan oleh
masing-masing kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain
meliputi aspek jenis dan mutu layanan produk, aspek kinerja keuangan, dan aspek manfaat
pelayanan bagi masyarakat.
Pilar utama dalam pelaksanaan PPK-BLU adalah mempromosikan (1) peningkatan kinerja
pelayanan publik; (2) fleksibilitas pengelolaan keuangan; dan (3) tata kelola yang baik (good
governance).
(1) Berkedudukan sebagai instansi pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);
(2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
(4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi
(5) Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk;
(7) Pegawai dapat terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non-PNS.
Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7)
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PP tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang
spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada
saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam.
Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan
lain-lain. Rumah sakit sebagai salah satu jenis BLU merupakan ujung tombak dalam
pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada
kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah. Ini terutama rumah sakit daerah atau
rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya sangat klasik, yaitu masalah keterbatasan dana yang
dimiliki oleh rumah sakit umum daerah dan rumah sakit milik pemerintah, sehingga tidak bisa
mengembangkan mutu layanannya, baik karena peralatan medis yang terbatas maupun
kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang rendah.
Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat
dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu antara lain bahwa rumah sakit dituntut
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan kesehatan terkendali
sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan lainnya adalah pengendalian biaya.
Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak
yaitu mekanisme pasar, tindakan ekonomis, sumber daya manusia yang dimiliki (profesionalitas)
dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri. Rumah
sakit pemerintah yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh
perkembangan tuntutan tersebut.
Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah
merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan
rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung
terus meningkat,dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut.
Peningkatan biaya kesehatan menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan
karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah
ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan
bermutu.
Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU
/ BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga /gubernur /bupati /walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan
kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan
layanan.
Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di
bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan. Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberi
landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru
bagi penerapan basis kinerja dalam penganggaran di lingkungan pemerintah. Instansi pemerintah
yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas dalam segala aktivitasnya. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan
menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil
(kinerja). Peluang ini secara khusus menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja
pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik, untuk membedakannya dari
fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan kerja Perangkat
Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Organisasi BLU cenderung
sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26
menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan
Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.
Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung
sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar
akuntansi keuangan ), bukan menggunakan PSAP (Standar akuntansi pemerintahan).
Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah(KSAP). Standar
ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan
dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP. Organisasi pemerintahan sebagai
organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah
sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK,
namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan
SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan untuk
organisasi nirlaba.
1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva
dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang
dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang
ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan
penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut
dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan
terntentu
2. Laporan aktivitas, (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih)
3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivtitas operasi, aktivtais investasi dan aktivtias
pendanaan
4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih
Laporan keuangan rumah sakit diaudit oleh auditor independen Adapun Laporan Keuangan
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan
laporan arus kas);
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah
sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan dan
kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan : 1. Laporan Keuangan; dan 2. Laporan
Kinerja.Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran
dan atau Laporan Operasional; 2. Neraca; 3. Laporan Arus Kas; dan 4. Catatan atas Laporan
Keuangan.
Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebelum disampaikan kepada entitas
pelaporan direview oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, review dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/
lembaga. Review ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan
penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh
auditor eksternal.
BLU sebagai Instansi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dipimpin oleh Pejabat Pengguna
Anggaran yang berwenang/bertugas :
1. Menyusun RKA
2. Menyusun DPA
3. Melaksanakan anggaran belanja satker
4. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
5. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
6. Mengelola utang dan piutang
7. Menggunakan barang milik Daerah
8. Mengawasi pelaksanaan anggaran
9. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam
pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dengan
pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah sakit
pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan
ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi
kepada departemen keuangan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti
standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus
diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi.
Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja
(sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002). Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis
keuangan perlu didukung
adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan
para stakeholder, khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakup unit
cost, efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya
audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi
juga perlu audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis
sangat berhubungan erat dengan basis kinerja
Sesuai dengan syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif,
persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan,
penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja. Hal-
hal yang harus dipersiapkan bagi rumah sakit untuk menjadi BLU dalam aspek teknis keuangan
adalah:
1. Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit
pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala
macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis
aggaran ataupun subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak
mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit
seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan
strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang
diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada presentase
tertentu namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum
tahapan penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit
dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah
pemerintah daerah dan DPRD.
1. Penyusunan anggaran harus berbasis akuntansi biaya bukan hanya berbasis subsidi dari
pemerintah. Dengan demikian penyusunan anggaran harus didasari dari indikator input,
indikator proses dan indikator output.
2. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan PSAK 45 yang disusun oleh organsisasi profesi
akuntan dan siap diaudit oleh Kantor Akuntan Independen bukan diaudit dari pemerintah.
3. Sistem remunerasi yang berbasis indikator dan bersifat evidance based. Dalam penyusunan
sistem remunerasi rumah sakit perlu memiliki dasar pemikiran bahwatingkatan pemberian
remunerasi didasari pada tingkatan, yaitu tingkatan satu adalah basic salary yang merupakan
alat jaminan safety bagi karyawan. Basic salary tidak dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit.
Tingkatan dua adalah incentives yaitu sebagai alat pemberian motivasi bagi karyawan.
Pemberian incentives ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan yang
ketiga adalah bonus sebagai alat pemberian reward kepada karyawan.Pemberian bonus ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat keuntungan rumah sakit. Implementasi aspek teknis keuangan
bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam upayanya untuk peningkatan kualitas jasa
layanan dan praktik tata kelola yang transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit
cost memerlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,
2. Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan
misi layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alat
bargaining position,
3. Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit,
khususnya mengenai pola penentuan tariff,
4. 4. Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi
rumah sakit, akuntansi dan costing.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya
menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pendapatan dan belanja BLU tetap merupakan bagian APBD dengan aset yang tidak dipisahkan.
Namun lembaga ini tidak mengutamakan mencari keuntungan semata, lebih memprioritaskan
pelayanan masyarakat. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam pembiayaan juga tetap.
BLU di sini beroperasi sebagai unit kerja pemerintah daerah bertujuan memberikan layanan
umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk
bersangkutan. Sesuai dengan asas yang diamanatkan, BLU mengelola penyelenggaraan layanan
umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/ BLUD menggunakan standar
pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan
dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah
sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala
daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi
persyaratan, yaitu :
1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang
terwujudnya tugas dan fungsi BLU/ BLUD;
2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan;
3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional
sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya
untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/ BLUD; dan
5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/ BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/ jasa
layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/ menteri kesehatan/ kepala
SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/ kepala
daerah dengan peraturan menteri keuangan/ peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang
diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Rumah sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan belanja modal. Biaya
operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan biaya pemeliharaan aktiva tetap.
Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk pembelian tanah dan pembangunan gedung,
yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat sebagai penambahan Aktiva Tetap. Pada saat
pembuatan RBA, BLU mengajukan rencana bisnis dan anggaran ke departemen induk untuk
mendapat persetujuan. Departemen induk akan memasukkan anggaran yang diminta dalam
Rencana Kerja dan Anggaran (selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA
BLU dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA
Kementerian/Lembaga. Pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan dikonsolidasikan
dalam RKA Kementerian/Lembaga.
Surplus Anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya, kecuali atas perintah
KDH, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Daerah, dengan mempertimbangakan
posisi Likuiditas BLU. Defisit Anggaran BLU dapat diajukan pembiayaan dalam tahun anggaran
berikutnya kepada PPKD. PPKD dapat mengajukan anggaran untuk menutupi difisit pelaksanaan
anggaran BLU dalam APBD tahun anggaran berikutnya
Laporan keuangan BLU disampaikan kepada kementerian/ lembaga. RKA dan Laporan
Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA dan Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga. pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan
dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian Negara/Lembaga. Laporan keuangan BLU
dilampirkan pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga Laporan keuangan BLU
digabungkan dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga sesuai SAP.
1. Tata kelola keuangan RS lebih baik dan transparan karena menggunakan pelaporan standar
akutansi keuangan yang memberi informasi tentang laporan aktivitas, laporan posisi keuangan,
laporan arus kas dan catatan laporan keuangan.
2. RS masih mendapat subsidi dari pemerintah seperti biaya gaji pegawai, biaya operasional, dan
biaya investasi atau modal.
3. pendapatan RS dapat digunakan langsung tidak disetor ke kantor kas Negara, hanya dilaporkan
saja ke Departemen Keuangan.
4. RS dapat mengembangkan pelayanannya karena tersedianya dana untuk kegiatan
operasional RS.
5. Membantu RS meningkatkan kualitas SDM nya dengan perekrutan yang sesuai kebutuhan dan
kompetensi.
6. Adanya insentif dan honor yang bisa diberikan kepada karyawan oleh pimpinan RS.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.RumahSakitSebagaiBLU.http://www.banjarnegarakab.go.id/v2/index.php/berita/pe
ngumuman/761-rsud-banjarnegara-terapkan-ppk-blud. Diakses 26 mei 2012
Norpatiwi.vianey.2010. Aspek value added rumah sakit sebagai badan layanan umum
Tinarbuka,arya.2011.BLURS.http://tinarbukaaw.studentsblog.undip.ac.id/2011/07/badan-
layanan-umum-blu-rumah-sakit/. Diakses 26 mei 2012
Zahendra.2010.MenjadiBLURumahSakitLebihMandiri.http://www.medanbisnisdaily.com/news/r
ead/2010/12/14/11036/menjadi_blu_rumah_sakit_lebih_mandiri/#.T8AMPHo7ee0.Diakses 26
Mei 2012