Anda di halaman 1dari 27

adan Layanan Umum (BLU) (bahasa Inggris: Public Service Agency) adalah instansi di

lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.[1]

Daftar Isi [sembunyikan]

1 Latar Belakang
2 Pengertian
o 2.1 Dasar Hukum
o 2.2 Karakteristik
o 2.3 Tujuan
o 2.4 Asas
o 2.5 Pola Pengelolaan Keuangan BLU
3 Persyaratan
o 3.1 Persyaratan Substantif
o 3.2 Persyaratan Teknis
o 3.3 Persyaratan Administratif
4 Tata Kelola
o 4.1 Kelembagaan
o 4.2 Pejabat Pengelola
o 4.3 Kepegawaian
o 4.4 Dewan Pengawas
5 Penilaian dan Penetapan
o 5.1 Penilaian
o 5.2 Tugas Tim Penilai
o 5.3 Penetapan
o 5.4 Perubahan dan Pencabutan Status
6 Tarif dan Biaya Satuan
o 6.1 Tarif
o 6.2 Biaya Satuan
7 Perencanaan dan Penganggaran
o 7.1 Rencana Strategis Bisnis
o 7.2 Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
o 7.3 Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L
8 Pelaksanaan Anggaran
o 8.1 Dokumen Pelaksanaan Anggaran
o 8.2 Pengelolaan PNBP
o 8.3 Revisi Anggaran
o 8.4 Surplus dan Defisit BLU
9 Pengelolaan Keuangan dan Barang
o 9.1 Pengelolaan Kas
o 9.2 Pengelolaan Piutang
o 9.3 Pengelolaan Utang
o 9.4 Pengelolaan Investasi
o 9.5 Penyelesaian Kerugian
10 Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
o 10.1 Akuntansi
o 10.2 Pelaporan
o 10.3 Pertanggungjawaban
11 Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan
o 11.1 Pembinaan
o 11.2 Pengawasan
o 11.3 Pemeriksaan
12 BLU Daerah
13 Pranala Luar1
14 Referensi

Latar Belakang

Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran


sistem penganggaran dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja.
Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar
membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini penting mengingat
kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.

Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh pemerintahan
modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government)
adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk mendorong
peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka


koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal
69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi
pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel
dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.

Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi
pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan dapat menjadi
langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Adapun alasan mengapa BLU diperlukan adalah:

Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam


rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang
sehat;
Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
Pengertian

Dasar Hukum

Dasar hukum BLU adalah pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Karakteristik

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);


2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
3. Tidak bertujuan mencari keuntungan;
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;
5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk;
6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;
7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS;
8. Bukan sebagai subjek pajak.

Tujuan

BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktik bisnis yang sehat.

Asas

Asas BLU adalah sebagai berikut:

1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk


tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah
darikementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada
BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja dan BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana kerja dan
anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang
sehat.

Pola Pengelolaan Keuangan BLU

Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan
negara pada umumnya.

Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.

Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen
Perbendaharaan.

Persyaratan

Persyaratan Substantif

1. Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi yang berhubungan dengan:


1. Penyediaan barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di bidang
kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan
pengembangan (litbang);
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum seperti otorita dan Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (Kapet); atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau pelayanan
kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan
menengah.
2. Bidang layanan umum yang diselenggarakan bersifat operasional yang menghasilkan
semi barang/jasa publik (quasi public goods)
3. Dalam kegiatannya tidak mengutamakan keuntungan.

Persyaratan Teknis

1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan olehmenteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
2. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan dalam
dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan Administratif

1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat


bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam
lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai,
ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk
menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.
2. Pola tata kelola.
Merupakan peraturan internal satuan kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan:
1. organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur
kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangansumber
daya manusia;
2. akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi
Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
3. transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan
informasi kepada publik.
3. Rencana strategis bisnis, mencakup:
1. visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang
berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan;
2. misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang
ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
3. program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima)
tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau
mungkin timbul; dan
4. kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;
5. indikator kinerja lima tahunan berupa
indikator pelayanan, keuangan, administrasi, dan SDM;
6. pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan
menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan
disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
tercapainya kinerja tahun berjalan.
4. Laporan keuangan pokok, terdiri atas:
1. Kelengkapan laporan:
1. Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber
daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan perbandingan
antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode pelaporan yang
terdiri atas unsurpendapatan dan belanja;
2. Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi
keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;
3. Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas
sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi
nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran,
dan saldo akhir kas selama periode tertentu;
4. Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan
naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi
Anggaran,Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan Arus Kas, disertai
laporan mengenai kinerja keuangan.
2. Kesesuaian dengan standar akuntansi;
3. Hubungan antarlaporan keuangan.
4. Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana strategis;
5. Analisis laporan keuangan.
5. Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi
oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PK BLU.
SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh layanan.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan
merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam
(satkeritu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis
kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
2. Rencana Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3. Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan
batas waktu pencapaian SPM.
4. Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan
dan menteri/pimpinan lembaga.
6. Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan
kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU.
Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan
kerja instansi pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia
untukdiaudit secara independen yang disusun dengan mengacu pada formulir yang telah
ditetapkan.

Tata Kelola

Kelembagaan

Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat
berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada
kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut
berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

Pejabat Pengelola
BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:

1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU
yang berkewajiban:
1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
2. menyiapkan RBA tahunan;
3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan
yang berlaku; dan
4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
2. Pejabat Keuangan BLU
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban :
1. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
4. menyelenggarakan pengelolaan kas;
5. melakukan pengelolaan utang-piutang;
6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
3. Pejabat Teknis BLU
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing
yang berkewajiban:
1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.

Kepegawaian

Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau
tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan dan
pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan pegawai BLU
yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan
kontrak.

Dewan Pengawas

Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan


keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.

Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian


negara/lembaga teknis yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai
dengan kegiatan BLU.
Penilaian dan Penetapan

Penilaian

Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan


substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila telah memenuhi semua
persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan
untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian status BLU secara penuh atau bertahap.

Dalam rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim Penilai yang
terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan satker
BLU yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal Kementerian
Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang
berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.

Tugas Tim Penilai

Tugas dari Tim Penilai adalah:

1. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penilaian.
2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU;
3. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.
4. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh
menteri/pimpinan lembaga.
5. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja Instansi
Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan
instansi PK-BLU.

Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi
standar Penilaian dan Penetapan BLU.

Penetapan

Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap
dari menteri/pimpinan lembaga.

Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak
atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.

1. Status BLU Penuh


Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif telah
dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
Satker yang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan
BLU, yaitu:
1. Pengelolaan Pendapatan
2. Pengelolaan Belanja
3. Pengadaan Barang/Jasa
4. Pengelolaan Barang
5. Pengelolaan Kas
6. Pengelolaan Utang dan Piutang
7. Pengelolaan Investasi
8. Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.
2. Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif
telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan sesuai dengan
kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila
persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Penuh.

Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:

1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan ke kas


negara sesuai prosedur PNBP.
2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi;
3. Tidak diperbolehkan mengelola utang;
4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa
pemerintah yang berlaku.
5. Tidak diterapkan flexible budget.

Perubahan dan Pencabutan Status

Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi apabila
BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja.Ditjen
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan,
monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi tersebut
menjadi masukan dalam perubahan status BLU.

Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:

1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga;
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.

Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri


Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak
tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan
dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat diusulkan
kembali untuk menerapkan PK-BLU.
Tarif dan Biaya Satuan

Tarif

Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau
hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per
unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan
BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka
cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis
layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola tarif
untuk kelompok layanan.

Tarif layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga,


kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan tarif tersebut kepada Menteri
Keuangan untuk ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh
suatu tim dan dapat menggunakan narasumber yang berasal dari sektor terkait.

Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:

1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;


2. Daya beli masyarakat;
3. Asas keadilan dan kepatutan;
4. Kompetisi yang sehat.

Biaya Satuan

Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per unit
output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.

Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-biaya
yang timbul, yaitu:

1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini
dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus
terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan.
Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead
cost).
3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya volume
produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan total unit
barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah
tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap
(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap
akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per
unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.

Langkah-langkah perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan;


2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target
kinerja;
3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output. Jenis
biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak langsung
variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan
biaya.
5. Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya per kegiatan.

Perencanaan dan Penganggaran

Rencana Strategis Bisnis

BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah yang
pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu penyusunan
rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran,
dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.

Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran

Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:

1. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;


2. Asumsi makro dan mikro;
3. Target kinerja (output yang terukur);
4. Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat;
5. Perkiraan harga dan anggaran;
6. Prognosa laporan keuangan.

Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan
penganggaran pada kementerian/lembaga.

Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L


RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang
penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerjake tingkat yang lebih
tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga (top down).
Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus
menerapkan anggaran berbasis kinerja.

BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu
pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian negara/lembaga
bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L berpedoman pada ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Pelaksanaan Anggaran

Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan


usulan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif digunakan
sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat pengesahan Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

DIPA BLU sekurang-kurangnya memuat:

1. seluruh pendapatan dan belanja BLU;


2. proyeksi arus kas;
3. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan;
4. rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN;
5. besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.

Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.

DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembagadengan pimpinan
BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.

Pengelolaan PNBP

Pengelolaan PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.

1. Penggunaan PNBP
1. Pada BLU Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan
operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN,
sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila
PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang
batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului
pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang
batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo
awal tahun berikutnya.
2. Pada BLU Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase
yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah
sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang
penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak
digunakan langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah
disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat
digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
2. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan
menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya
tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan
Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM
pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana
PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh
satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban
PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi
perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).

Revisi Anggaran

DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi terhadap
DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:

1. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;


2. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN;
3. Belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas;
4. Belanja BLU sampai dengan ambang batas fleksibilitas.

Tata cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan program
dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 atau
Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi DIPA Kementerian
Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU.

Perubahan/revisi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja


dilaksanakan. Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam
bentuk pengesahan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Surplus dan Defisit BLU

Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung
berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Estimasi
surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk
disetujui penggunaannya.

Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah
Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan
mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.

Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.

Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada
Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat mengajukan
anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN tahun
anggaran berikutnya.

Pengelolaan Keuangan dan Barang

Pengelolaan Kas

Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan
pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :

1. Perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;


2. Pemungutan pendapatan atau tagihan;
3. Penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
4. Pembayaran;
5. Perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
6. Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Pengelolaan kas BLU dapat dilakukan melalui:

1. Penarikan dana yang bersumber dari APBN dengan menerbitkan SPM;


2. Pembukaan Rekening Bank BLU oleh pimpinan BLU, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku kecuali dalam rangka cash management;
3. Investasi jangka pendek dalam rangka cash management (jika terjadi surplus kas) pada
instrumen keuangan dengan resiko rendah.

Pengelolaan Piutang

Dalam pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya, yang
dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat
memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang nilainya
ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pengelolaan Utang

Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang
sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.

Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan hanya
untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.

Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,
kecuali ditetapkan lain oleh UU.

Perikatan peminjaman/utang dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh
Menteri Keuangan.

Pengelolaan Investasi

BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal,
pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian perusahaan).
Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan badan usaha
tersebut ada pada Menteri Keuangan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang
merupakan pendapatan BLU.

Penyelesaian Kerugian

Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara.

Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.

Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Akuntansi

BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia, jika tidak ada standar akuntansi BLU yang bersangkutan
dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.

BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga.

Pelaporan

BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga berupa
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan dan
Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada setiap
semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan setelah
periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan
dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.

Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga sesuai


standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pertanggungjawaban

Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran program


berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab atas
keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability) dan
terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.

Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan

Pembinaan

Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan di


bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.

Pengawasan

Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas. Pembentukan
dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan (menurut
laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi syarat minimum yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pemeriksaan

Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan
unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern
dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BLU Daerah

BLU Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU
Pusat, yaitu tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pranala Luar1

Website resmi Direktorat PPK-BLU Ditjen Perbendaharaan


Badan Layanan Umum Adalah Pengakuan Dosa (Blog)

Referensi

1. [1] Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

Artikel dengan Pranala Produk Hukum yang Belum Lengkap


Di dalam artikel ini masih tersebut produk hukum (peraturan perundang-undangan dan/atau produk hukum lainnya) yang
belum tersedia pranala (tautan/link). Kemungkinan yang terjadi adalah:

* Kami telah memiliki produk hukum dimaksud, namun belum dibuatkan artikelnya;
* Artikel produk hukum dimaksud telah ada di Wikiapbn, namun belum dibuatkan pranalanya di artikel ini; atau
* Kami belum memiliki produk hukum dimaksud.

Anda meminta kami memuat

Jika Anda menginginkan sebuah produk hukum (baik yang tersebut di sini maupun produk hukum lainnya), maka jangan
sungkan-sungkan untuk meminta kepada kami melalui formulir-formulir komentar yang tersedia di bawah setiap artikel
Wikiapbn. Jika kami telah memiliki produk hukum yang Anda inginkan, maka dengan senang hati kami akan memuatnya
untuk Anda.

Anda ingin berkomentar?


Sebelum Anda mengirimkan komentar melalui formulir di bawah ini, sebaiknya Anda baca terlebih dahulu bantuan
komentar.
Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum
December 25, 2012 by rhyerhiathy

RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM

Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan
produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang sehat artinya
berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban.

Secara umum asas badan layanan umum adalah pelayanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi
induknya.

Asas BLU yang lainnya adalah:

1. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan
instansi induk,
2. BLU tidak mencari laba,
3. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah,
4. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

Persyaratan BLU yaitu

1. Persyaratan substantif BLU, fungsi dasar pelayanan public. Memperoleh imbalan atas
seluruh/sebagian layanan berupa barang/jasa yang diberikan kepada masyarakat (fungsi cost
sharing). Harus berorientasi pada layanan publik/masyarakat. Oleh karenanya, BLU tidak
mengutamakan mencari keuntungan.
2. Persyaratan keuangan/administratif diatur oleh Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah. Persyaratan administratif termasuk keuangan di bawah ini digunakan oleh Kementerian
Keuangan untuk menentukan suatu unit pemerintah dapat diberikan status Kandidat BLU atau
BLU. Suatu unit dapat langsung atau secara bertahap memperoleh status BLU tergantung
kesiapan dan kemampuan memenuhi persyaratan BLU.

2. Persyaratan teknis BLU diatur oleh Kementerian/Lembaga teknis/satker perangkat daerah yang
bersangkutan. Upaya pendirian sebuah BLU memperhatikan kriteria teknis yang ditentukan oleh
masing-masing kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain
meliputi aspek jenis dan mutu layanan produk, aspek kinerja keuangan, dan aspek manfaat
pelayanan bagi masyarakat.

Pilar utama dalam pelaksanaan PPK-BLU adalah mempromosikan (1) peningkatan kinerja
pelayanan publik; (2) fleksibilitas pengelolaan keuangan; dan (3) tata kelola yang baik (good
governance).

Karakteristik BLU terdiri dari:

(1) Berkedudukan sebagai instansi pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);

(2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;

(3) Tidak bertujuan mencari keuntungan;

(4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi

(5) Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk;

(6) Pendapatan operasional dan sumbangan dapat digunakan langsung;

(7) Pegawai dapat terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non-PNS.

PPK-BLU memberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan


pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Tetapi sebagai
pengimbang, BLU dipegang ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya. BLU wajib mengkalkulasi harga pokok dari layanannya dengan
kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam
pertanggungjawabannya, BLU harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang
digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan.

Alasan Rumah Sakit Pemerintah Dijadikan BLU

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7)
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PP tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang
spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada
saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam.

Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan
lain-lain. Rumah sakit sebagai salah satu jenis BLU merupakan ujung tombak dalam
pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada
kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah. Ini terutama rumah sakit daerah atau
rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya sangat klasik, yaitu masalah keterbatasan dana yang
dimiliki oleh rumah sakit umum daerah dan rumah sakit milik pemerintah, sehingga tidak bisa
mengembangkan mutu layanannya, baik karena peralatan medis yang terbatas maupun
kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang rendah.

Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat
dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu antara lain bahwa rumah sakit dituntut
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan kesehatan terkendali
sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan lainnya adalah pengendalian biaya.
Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak
yaitu mekanisme pasar, tindakan ekonomis, sumber daya manusia yang dimiliki (profesionalitas)
dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri. Rumah
sakit pemerintah yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh
perkembangan tuntutan tersebut.

Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah
merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan
rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung
terus meningkat,dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut.
Peningkatan biaya kesehatan menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan
karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah
ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan
bermutu.

Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU
/ BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga /gubernur /bupati /walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan
kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan
layanan.

Rumah Sakit Sebagai BLU: Tinjauan Aspek Pelaporan Keuangan Dan


Pertanggungjawabannya

Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di
bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan. Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberi
landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru
bagi penerapan basis kinerja dalam penganggaran di lingkungan pemerintah. Instansi pemerintah
yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas dalam segala aktivitasnya. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan
menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil
(kinerja). Peluang ini secara khusus menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja
pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik, untuk membedakannya dari
fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan kerja Perangkat
Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Organisasi BLU cenderung
sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26
menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan

Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.
Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung
sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar
akuntansi keuangan ), bukan menggunakan PSAP (Standar akuntansi pemerintahan).

Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah(KSAP). Standar
ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan
dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP. Organisasi pemerintahan sebagai
organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah
sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK,
namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan
SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan untuk
organisasi nirlaba.

1. Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba,


2. Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit, (disajikan dalam bentuk laporan aktivtias
dan laporan arus kas)
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa, (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan)
4. Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas)

Dengan demikian laporan keuangan rumah sakit pemerintahan akan mencakup:

1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva
dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang
dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang
ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan
penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut
dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan
terntentu
2. Laporan aktivitas, (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih)
3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivtitas operasi, aktivtais investasi dan aktivtias
pendanaan
4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih

Laporan keuangan rumah sakit diaudit oleh auditor independen Adapun Laporan Keuangan
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;

2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan
laporan arus kas);

3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);

4. Mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP

Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah
sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan dan
kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan : 1. Laporan Keuangan; dan 2. Laporan
Kinerja.Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran
dan atau Laporan Operasional; 2. Neraca; 3. Laporan Arus Kas; dan 4. Catatan atas Laporan
Keuangan.

Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebelum disampaikan kepada entitas
pelaporan direview oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, review dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/
lembaga. Review ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan
penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh
auditor eksternal.

BLU sebagai Instansi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dipimpin oleh Pejabat Pengguna
Anggaran yang berwenang/bertugas :

1. Menyusun RKA
2. Menyusun DPA
3. Melaksanakan anggaran belanja satker
4. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
5. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
6. Mengelola utang dan piutang
7. Menggunakan barang milik Daerah
8. Mengawasi pelaksanaan anggaran
9. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan

Rumah Sakit Sebagai Blu: Tinjauan Dari Aspek Teknis Keuangan

Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam
pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dengan
pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah sakit
pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan
ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi
kepada departemen keuangan.

Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti
standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus
diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi.
Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja
(sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002). Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis
keuangan perlu didukung

adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan
para stakeholder, khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakup unit
cost, efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya
audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi
juga perlu audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis
sangat berhubungan erat dengan basis kinerja

Sesuai dengan syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif,
persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan,
penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja. Hal-
hal yang harus dipersiapkan bagi rumah sakit untuk menjadi BLU dalam aspek teknis keuangan
adalah:

1. Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit
pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala
macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis
aggaran ataupun subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak
mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit
seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan
strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang
diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada presentase
tertentu namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum
tahapan penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit
dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah
pemerintah daerah dan DPRD.

1. Penyusunan anggaran harus berbasis akuntansi biaya bukan hanya berbasis subsidi dari
pemerintah. Dengan demikian penyusunan anggaran harus didasari dari indikator input,
indikator proses dan indikator output.
2. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan PSAK 45 yang disusun oleh organsisasi profesi
akuntan dan siap diaudit oleh Kantor Akuntan Independen bukan diaudit dari pemerintah.
3. Sistem remunerasi yang berbasis indikator dan bersifat evidance based. Dalam penyusunan
sistem remunerasi rumah sakit perlu memiliki dasar pemikiran bahwatingkatan pemberian
remunerasi didasari pada tingkatan, yaitu tingkatan satu adalah basic salary yang merupakan
alat jaminan safety bagi karyawan. Basic salary tidak dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit.
Tingkatan dua adalah incentives yaitu sebagai alat pemberian motivasi bagi karyawan.
Pemberian incentives ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan yang
ketiga adalah bonus sebagai alat pemberian reward kepada karyawan.Pemberian bonus ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat keuntungan rumah sakit. Implementasi aspek teknis keuangan
bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam upayanya untuk peningkatan kualitas jasa
layanan dan praktik tata kelola yang transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit
cost memerlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,
2. Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan
misi layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alat
bargaining position,
3. Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit,
khususnya mengenai pola penentuan tariff,
4. 4. Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi
rumah sakit, akuntansi dan costing.

Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya
menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Pendapatan dan belanja BLU tetap merupakan bagian APBD dengan aset yang tidak dipisahkan.
Namun lembaga ini tidak mengutamakan mencari keuntungan semata, lebih memprioritaskan
pelayanan masyarakat. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam pembiayaan juga tetap.

BLU di sini beroperasi sebagai unit kerja pemerintah daerah bertujuan memberikan layanan
umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk
bersangkutan. Sesuai dengan asas yang diamanatkan, BLU mengelola penyelenggaraan layanan
umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.

Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/ BLUD menggunakan standar
pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan
dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah
sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala
daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi
persyaratan, yaitu :

1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang
terwujudnya tugas dan fungsi BLU/ BLUD;
2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan;
3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional
sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya
untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/ BLUD; dan
5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/ BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/ jasa
layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.

Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/ menteri kesehatan/ kepala
SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/ kepala
daerah dengan peraturan menteri keuangan/ peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang
diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;

2. Daya beli masyarakat;

3. Asas keadilan dan kepatutan; dan

4. Kompetisi yang sehat.

Pembiayaan Rumah Sakit BLU

Rumah sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan belanja modal. Biaya
operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan biaya pemeliharaan aktiva tetap.
Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk pembelian tanah dan pembangunan gedung,
yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat sebagai penambahan Aktiva Tetap. Pada saat
pembuatan RBA, BLU mengajukan rencana bisnis dan anggaran ke departemen induk untuk
mendapat persetujuan. Departemen induk akan memasukkan anggaran yang diminta dalam
Rencana Kerja dan Anggaran (selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA
BLU dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA
Kementerian/Lembaga. Pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan dikonsolidasikan
dalam RKA Kementerian/Lembaga.

Surplus Anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya, kecuali atas perintah
KDH, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Daerah, dengan mempertimbangakan
posisi Likuiditas BLU. Defisit Anggaran BLU dapat diajukan pembiayaan dalam tahun anggaran
berikutnya kepada PPKD. PPKD dapat mengajukan anggaran untuk menutupi difisit pelaksanaan
anggaran BLU dalam APBD tahun anggaran berikutnya

Penerimaan Lembaga Dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah

Pendapatan BLU, baik penghasilan operasional maupun non-operasional, sumbangan pihak


ketiga atau hibah, merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (selanjutnya disebut PNBP).
Pendapatan BLU seperti diuraikan di atas telah dikonsolidasikan dalam RKA departemen atau
lembaga yang membawahinya, yang kemudian akan digabungkan dalam APBN Pemerintah dan
disahkan oleh DPR. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU
dikonsolidasikan dalam laporan keuangan. Laporan unit-unit usaha ini dapat dimasukkan dalam
pendapatan operasional maupun non-operasional, misalnya pendapatan dari kerjasama operasi
dengan pihak ketiga, pendapatan pengelolaan dan sewa kantin untuk pegawai atau untuk umum.

Laporan keuangan BLU disampaikan kepada kementerian/ lembaga. RKA dan Laporan
Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA dan Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga. pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan
dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian Negara/Lembaga. Laporan keuangan BLU
dilampirkan pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga Laporan keuangan BLU
digabungkan dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga sesuai SAP.

Keuntungan BLU Bagi Rumah Sakit

Keuntungan BLU bagi rumah sakit yaitu :

1. Tata kelola keuangan RS lebih baik dan transparan karena menggunakan pelaporan standar
akutansi keuangan yang memberi informasi tentang laporan aktivitas, laporan posisi keuangan,
laporan arus kas dan catatan laporan keuangan.
2. RS masih mendapat subsidi dari pemerintah seperti biaya gaji pegawai, biaya operasional, dan
biaya investasi atau modal.
3. pendapatan RS dapat digunakan langsung tidak disetor ke kantor kas Negara, hanya dilaporkan
saja ke Departemen Keuangan.
4. RS dapat mengembangkan pelayanannya karena tersedianya dana untuk kegiatan
operasional RS.
5. Membantu RS meningkatkan kualitas SDM nya dengan perekrutan yang sesuai kebutuhan dan
kompetensi.
6. Adanya insentif dan honor yang bisa diberikan kepada karyawan oleh pimpinan RS.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.RumahSakitSebagaiBLU.http://www.banjarnegarakab.go.id/v2/index.php/berita/pe
ngumuman/761-rsud-banjarnegara-terapkan-ppk-blud. Diakses 26 mei 2012

Aristia.2008. AnalisiskinerjakeuanganBluRsupFatmawatiDan perlakuan perpajakannya.


Fakultas ekonomi:universitas indonesia

Hendrawan,ronny.2011.Analisis penerapan psak no. 45 tentang Pelaporan keuangan organisasi


nirlaba Pada rumah sakit berstatus Badan layanan umum.Fakultas Ekonomi:Universitas
Diponogoro

Norpatiwi.vianey.2010. Aspek value added rumah sakit sebagai badan layanan umum

Tinarbuka,arya.2011.BLURS.http://tinarbukaaw.studentsblog.undip.ac.id/2011/07/badan-
layanan-umum-blu-rumah-sakit/. Diakses 26 mei 2012
Zahendra.2010.MenjadiBLURumahSakitLebihMandiri.http://www.medanbisnisdaily.com/news/r
ead/2010/12/14/11036/menjadi_blu_rumah_sakit_lebih_mandiri/#.T8AMPHo7ee0.Diakses 26
Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai