Anda di halaman 1dari 41

Kasus Malpraktek dalam bidang Orthopedy

Gas Medik yang Tertukar


Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimanalayaknya,
sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebi dahulu. Pembiusan dilakukanoleh dokter
anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang(orthopedy).Operasi
berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan setelah
operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak sadarkan
diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan bantuan mesin
pernapasan (ventilator). Tentu kejadian inisangat mengherankan. Pasalnya, sebelum
dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik,kecuali masalah tulangnnya.Usut punya usut,
ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gasanastesi (N2O) yang dipasng
pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yangdiberikan gas CO2. Padahal gas CO2
dipakai untuk operasi katarak. Pemberia CO2 pada pasien tentu mengakibatkan tertekannya
pusat-pusat pernapasan sehingga prosesoksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi
tidak sadar dan akhirnya meninggal. Inisebuah fakta penyimpangan sederhana namun
berakibat fatal.Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi.
Danternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian
gasyang dipasang di mesin anastesi. Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang
harusmemasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya

Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang
tertulis(misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat
berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada,
tentutidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi
akancepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.
Tinjauan KasusDitinjau dari Sudut Pandang Hukum

Sangsi hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan
unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa)seperti dalam kasus malpraktek
dalam bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter
yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan
ataupunkelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan
nyawaseseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter
sebagaisuatu profesi yang mulia.Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter
tampaknya harus sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam
menjalankan tugas-tugasnyakarena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan
malpraktik bukan hanyaditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi juga
akibat kelalaian (culpa)dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian,
mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian dokter
tersebut terbuktimerupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai,
melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut
dapatterjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.Dalam Kitab-Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) kelalaian yangmengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang
lain. Pasal 359, misalnyamenyebutkan, Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu

tahun. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwaseseorang


dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360Kitab-Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) Barang siapa karena kealpaannyamenyebabkan orang
lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang
lain luka-luka sedemikian rupasehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharianselama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan ataukurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi
tiga ratus rupiah.Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang
terbuktimelakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum
Pidana(KUHP),
J
ika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankansuatu jabatan atau
pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalahdapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan danhakim dapat memerintahkan
supaya putusannya diumumkan. Namun, apabila kelalaiandokter tersebut terbukti
merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnyakeselamatan jiwa dan atau
hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin
praktik) dapat dilakukan.Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Tindakanmalpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang
(pasien)terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada
pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter)
untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang
karenasalahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Sedangkan
kerugianyang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi:
Setiaporang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Kepastian hukum
M
elihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapatdipastikan
bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga paradokter akan
dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukanmalpraktik dan bahkan
juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharianakibat dicabutnya izin praktik.
Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam
kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.Apalagi, azas kepastian hukum
merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum (equality
before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga
jaminan kepastian hukum dapatterlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa
pun. Hubungan kausalitas(sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah
melakukan malpraktik,apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter
telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran terhadap
standar pelayananmedik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik
Kedokteran Indonesia(Kodeki). (3)
M
elanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)
Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda
dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentangmoralitas.
M
oralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitemtentang motifasi,
perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz
M
agnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusiauntuk
menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?.
Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orangdari lingkungan
budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenagakesehatan lainnya,
etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi

dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salahsatu
kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesisecara
wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa;
seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar
profesi tertinggi.
J
elasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai
seorang proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama.
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap dokter hrus senantiasa mengingat
akankewajiban melindungi hidup insani. Arinya dalam setiap tindakan dokter harus
betujuanuntuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia.Peran pengawasan terhadap
pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perluditingkatkan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran-pelanggaran yang mungkinsering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan
profesi-profesi lainnya seperti halnyaadvokat/pengacara, notaris, akuntan, dll. Pengawasan
biasanya dilakukan oleh lembagayang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi
terhadap kasus tersebut seperti
M
ajelis Kode Etik. Dalam hal ini
M
ajelis Kode Etik Kedokteran (
M
KEK).
J
ika ternyataterbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan
sanksisebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu
sepertikasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang
diatur dalam kode etik. Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran
kode etik tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka
M
KEK tidak diberikan kewenangan olehundang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus
tersebut. Lembaga yang berwenangmemeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum
hanyalah lembaga yudikatif. Dalamhal ini lembaga peradilan.
J
ika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan
pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak
berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapifenomena maraknya gugatan
malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan

keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan
adanyakepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka
diharapkanagar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hokum profesinya.
Ditinjau dari Sudut Pandang Agama
Adapun agamaagama memandang malpraktek, khususnya yang menyebabkankematian
atau bisa pasien kehilangan nyawanya. Diantaranya dapat dilihat bagaimanasecara garis besar
agama Islam dan Khatolik memandang malpraktek.
y

Menurut pandangan Islam


Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak prerogatif Tuhan,
biasanya disebut juga
haqqullh
(hak Tuhan), bukan hak manusia
(haqqul dam)
. Artinya, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa sayamenguasai diri saya sendiri,
tapi saya sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri sayasendiri. Untuk itu, saya harus juga
tunduk pada aturan-aturan tertentu yang kita imanisebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun
saya memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetaptidak boleh membunuh diri. Dari sini dapat
kita katakana bahwa, sebagai individu sajakita tidak berhak atas diri atau kehidupan yang kita
miliki, apalagi kehidupan orang lain.Karena itu maka setiap tindakan yang oada akhirnya
menghilangkan hidup atau nyawaseseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan yang
melanggar hak prerogatif Tuhan.Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek adalah
suatu pelanggaran.

Menurut pandangan Katolik


Secara garis besar yang menjadi titik tolak pandangan katolik tentang malpraktek adalah
mengenai hak hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan utama disini adalahsejak kapan
satu individu atau bakal individu sudah bisa disebut sebagai individu atau pribadi yang sudah
memiliki hak untuk hidup?.Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah setelah si janin
terbentuk diaharus dianggap sebagai pribadi (a person) atau sebagai manusia (a human
person). Satuhal yang perlu diketengahkan adalah apakah si janin telah memiliki roh atau
jiwa

soul)atau tidak? Agama katolik berpendapat ya, si janin sejak fertilisasi sudah memiliki jiwa.
Pada waktu dilahirkan janin telah menjadi seorang manusia yang telah berhak akankewajiban
moral terhadapnya.Dari uraian singkat diatas kita dapat katakana bahwa, sejak si janin
sudahterbentuk, kita sebenarnya sudah tidak punya hak untuk memusnahkannya dan
harusmembiarkan atau memeliharanya sampai ia tumbuh besar. Terkait dengan kasus
yangkami ambil dimana karena suatu kalalaian menakibatkan satu nyawa menghilang,
dapatkita katakana sebagai suatu perampasan hak untuk hidup karena sejak ia masih
sebagai janin saja kita sudah tidak punya hak untuk membunuhnya apalagi ia sudah
tumbuh besar. Karena itu maka setiap kelalaiaan yang mengakibatkan menghilangnya
nyawaseseorang harus bisa ditindaklanjuti baik secara agama ataupun hukum.
Solusi
Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam sanksi hokumserta segala
macam pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal inikeselahan pemberian
atau pemasangan gas setalah oparasi paembedahan tulang di atasmaka pencegahan terjadinya
malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikansistem, mulai dari pendidikan
hingga ke tata-laksana praktek kedokteran. Pendidikan etik kedokteran dianjurkan dimulai
lebih dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran,dengan memberikan lebih ke arah tools
dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan
dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis
tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-
hari dan juga perlu terus ada pelatihan dan pengenalan akan segala macam alat ataupun obat
yang harus dipakai dalam pelaksanaan profesi kedokteran ataupun semua tenaga pelayanan
kesehatan agar kesalahan dalam diagnosis atau kesalahan dalam pemberian obat dapat
diminimalisir .Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah
perilaku etisseseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak
belakangdengan situasi ideal dalam pendidikan

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung denganmemberikan


latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter.Diyakini bahwa hal
ini adalah bagian tersulit dari upaya sistemik pencegahan malpraktek,oleh karena diperlukan
kemauan politis yang besar dan serempak dari masyarakat profesikedokteran untuk mau
bergerak ke arah tersebut. Perubahan besar harus dilakukan.Undang-undang Praktik
Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapatmembawa kita ke arah tersebut,
sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar.Standar pendidikan ditetapkan guna
mencapai standar kompetensi, kemudian dilakukanregistrasi secara nasional dan pemberian
lisensi bagi mereka yang akan berpraktek.Konsil harus berani dan tegas dalam melaksanakan
peraturan, sehingga akuntabilitas progesi kedokteran benar-benar dapat ditegakkan. Standar
perilaku harus ditetapkansebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan dapat ditegakkan
daripada sekedar kode etik.Demikian pula standar pelayanan harus diterbitkan untuk
mengatur hal-hal pokok dalam praktek, sedangkan ketentuan rinci agar diatur dalam
pedoman-pedoman.Keseluruhannya akan memberikan rambu-rambu bagi praktek
kedokteran, menjadi aturandisiplin profesi kedokteran, yang harus diterapkan, dipantau dan
ditegakkan oleh
M
ajelisKehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (
M
KDKI). Profesional yang kotordibersihkan dan mereka yang busuk dibuang dari
masyarakat profesi.Ketentuan yang mendukung
goo
d
c
lini
c
al
gov
ernan
c
e
harus dibuat danditegakkan. Dalam hal ini peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit
harus mampumencegah praktek kedokteran tanpa kewenangan atau di luar kewenangan,
mampumemaksa para profesional bekerja sesuai dengan standar profesinya, serta
mampumemberikan suasana dan budaya yang kondusif bagi suburnya praktek
kedokteranyang berdasarkan bukti hokum dank ode etik yang berlaku.
Kesimpulan
M
alprktek dalam bidang orthopedy adalah suatu tinndakan kelalaian yangdilakukan oleh dokter
atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segalamacam tindakan
pembedahan khususnya pembedahan pada tulang. Dimana dalam kasus

ini si pasien yang pada awalnya hanya mengalami masalah pada tulangnya pada
akhirnyaharus menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena
kesalahan pemberian gas setelah operasi. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena
kurangnyaketelitian dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian
pelayanankesehatan terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen
rumahsakit yang kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin
masihminim serta banyak lagi faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak
hanyamelangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar berperilaku dalam suatu
agamatetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang maka perlu ada jalan
keluarnyayakni dengan cara; pembenahan majemen rumah sakit, meningkatkan ketelitian
dalammenjalankan profesi kedokteran serta memperdalam segala macam pengetahuan
tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan.
Saran
Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulisserta siapa
saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidangkesehatan,
hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkinuntuk mempelajari
semua hal yang berkaitan dangan tugas kita nantinya, agar segalamacam dindakan
pelanggaran ataupun kelalaian dapat diminimalisir atau kalau bisadihilangkan.

Langkah-langkah dalam diskusi1.

M
encari kata-kata sulit atau yang tidak dapat di mengerti dalam diskusi
y

Anastesi
y

Intensif
y

Katarak
y

Dolus
y

Culpa
y

P3EK

Pertanyaanpertanyaan penting dalam diskusi..


y

Apa yang dimaksud dengan Orthopedy dan termasuk dalam pembedahan secara umum atau
local?
y

Apa resiko yang terjadi bagi seorang dokter bila lalai dalammelakukan tindakan medis?
y
Apa yang dilakukan keluarga pasien atau tuntutan dari keluarga pasien terhadap kelalaian
dokter dalam melakukan operasi?
y

Apa Dampak dari tindakan


M
alpraktek?
y

Apakah tindakan yang dilakukan dokter khususnya dalam kasusdiatas dikatakan melanggar
suatu tindakan hokum?dan termasuk dalam hokum pidana atau perdata?
y

Upaya-upaya apa yang harus dilakukan untuk mencegah tindakanmalpraktek?

M
enjawab problem-problem diatas1.

Kata-kata sulitAnastesi : Hilangnya unsur perasaan atau mati rasaIntensif :


M
elakukan pelayanan yang lebih mendalam atausungguh-sungguhKatarak : sejenis kerusakan
pada mata yang menyebabkanlensa mata berselaput dan rabunDolus : KesengajaanCulpa :
KelalaianP3EK : Prosedur Penanganan Etika Kedokteran2.

M
enjawab pertanyaanResikonya adalh mempertanggungjawabkan didepan hukum dantidak
dapat dialihkan kepada orang lain atau pihak RS saranakesehatanTuntutan dari pihak
keluarga yaitu dokter yang melakukan kelalaiantersebut harus mempertanggungjawabkannya
didepan hukumDampak dari malpraktek:Dampak negatifnya:-Bisa membahayakan nyawa
seseorang-Apabila dari keluarga pasien tidak menerima kenyataan maka pihak rumah sakit
akan di tuntut

Dampak positifnya:-Untuk melancarkan berjalannya operasi-Untuk membantu kesembuhan


seseorangTermasuk tindakan perdata yang berkaitan dengan ganti rugi yang diatur dalam
pasal 55 UU kesehatan, maka beban pembuktian dapat di bebankan pada dokter.Upaya-
Upaya yang dilakukan:-

Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilanupaya-upaya yang dilakukan


karena perjanjian berbentuk dayaupaya bukan perjanjian akan berhasil-

M
encatat semua tindakan yang dilakukan dlam rekam medis-

Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior ataudokter -

M
emperlakukan pasien secara manusiawi denganmemperhatikan segala kebutuhannya-

M
enjalin komunikasi yang baik dengan pasien,keluarga danmasyarakat sekitarnyaTujuan
M
ahasiswa mampu memahami tentang malpraktek dan dapatmencegah terjadinya malpraktek
dalam bidang pelayanan kesehatan.
KODE ETIK KEPERAWATAN NASIONAL DAN DUNIA

Definisi
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalamhubungan
dengan orang lain.Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta
ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.Secara umum,
terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan
moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan

filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu.


M
oral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau
kelompok tertentu.Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara
hidup, sehinggaetik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi
perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik
perawatan.Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah
yangdigunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa
yangseharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
TIPE-TIPE ETIK

a. Bioetik
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam
etik,menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan
pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan,
bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.Pada lingkup yang lebih sempit,
bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas treatmentatau inovasi teknologi, dan waktu
pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkupyang lebih luas, bioetik mengevaluasi
pada semua tindakan moral yang mungkinmembantu atau bahkan membahayakan
kemampuan organisme terhadap perasaan takutdan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang
berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan
mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatanDapat disimpulkan bahwa
bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi
teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan
b. Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah
etik selama pemberian pelayanan pada klien.Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau
penolakan, dan bagaimana seseorangsebaiknya merespon permintaan medis yang kurang
bermanfaat (sia-sia).
c. Nursing ethics/Etik Perawatan
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkandalam
tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik.
TEORI ETIK

a. Utilitarian
Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat
tindakanContoh :
M
empertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat menyebabkan hal yangtidak
menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi padadasarnya hal
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.
b. Deontologi
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara
lainautonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
PRINSIP-PRINSIP ETIK

a. Otonomi
(Aut
o
n
o
my
)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
danmampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memilikikekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan
yangharus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek
terhadapseseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secararasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargaihak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik (
B
enefi
c
ien
c
e
)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanankesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (
J
u
s
ti
c
e
)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain
yangmenjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (
N
o
nmalefi
c
ien
c
e
)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (
V
era
c
ity
)

a. Utilitarian
Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat
tindakanContoh :
M
empertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat menyebabkan hal yangtidak
menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi padadasarnya hal
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.
b. Deontologi
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara
lainautonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
PRINSIP-PRINSIP ETIK

a. Otonomi
(Aut
o
n
o
my
)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
danmampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memilikikekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan
yangharus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek
terhadapseseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secararasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargaihak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik (
B
enefi
c
ien
c
e
)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanankesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (
J
u
s
ti
c
e
)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain
yangmenjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (
N
o
nmalefi
c
ien
c
e
)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (
V
era
c
ity
)

Prinsip
v
era
c
ity
berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan
untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat
mengerti. Prinsip
v
era
c
ity
berhubungan dengankemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus
ada agar menjadiakurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaanmateri yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala
sesuatuyang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
Walaupundemikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuranseperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau
adanyahubungan paternalistik bahwa doctors knows best sebab individu memiliki
otonomi,mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya.Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (
F
idelity
)
Prinsip
fidelity
dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadaporang lain. Perawat
setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasiaklien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmenyang dibuatnya.
Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yangmenyatakan bahwa
tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkankesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan (
C
o
nfidentiality
)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasiklien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya bolehdibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperolehinformasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusitentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentangklien dengan tenaga kesehatan
lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (
A
cc
o
untability
)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapatdinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA
Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku
dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.Aturan yang berlaku untuk seorang
perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat
nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian pelanggaran etik dapatdihindarkan. Kode etik keperawtan Indonesia
a. Perawat dan Klien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabatmanusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan,
kesukuan,warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta
kedudukansosial.2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa
memelihara suasanalingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama klien.3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada
mereka yang membutuhkan asuhankeperawatan.4) Perawat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengantugas yang dipercayakan kepadanya kecuali
jika diperlukan oleh yang berwenang sesuaidengan ketentuan hukum yang berlaku.
b. Perawat dan praktek
1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar
terus-menerus2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
disertaikejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan
keperawatansesuai dengan kebutuhan klien.3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan
pada informasi yang akurat danmempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang
bila melakukan konsultasi,menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain4)
Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
selalumenunjukkan perilaku profesional.
c. Perawat dan masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai
danmendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
d. Perawat dan teman sejawat
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupundengan
tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungankerja maupun
dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan

2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan


pelayanankesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.
e. Perawat dan Profesi
1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan
keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikankeperawatan2)
Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan3)Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memeliharakondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu
tinggi.
KODE ETIK KEPERAWATAN I

KODE ETIK KEPERAWATAN AMERICAN NURSES ASSOCIATION


1.

Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaandan


keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan status sosial atauekonomi, atribut
personal atau corak masalah kesehatan.2.

Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasiyang bersifat
rahasia3.

Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancamoleh
praktek seseorang yang tidak berkompoten, tidak etis atau ilegal4.

Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yangdijalankan
masing-masing individu5.

Perawat memelihara kompetensi keperawatan6.

Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakankompetensi dan


kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakankonsultasi, menerima tanggung
jawab dan melimpahkan kegiatan keperawatankepada orang lain.7.

Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi8.

Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan danmeningfkatkan


standar keperawatan9.

Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membinakondisi kerja
yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas10.

Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadapinformasi
dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat11.

Perawat bekerja sama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakatlainnya dalam
meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
publik
(International Council of Nurse (ICN)

1. Tanggung Jawab Utama Perawat


Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah
timbulnya penyakit, memelihara kesehatan dan mengurangi penderitaan. Untuk
melaksanakantanggung jawab utama tersebut, perawat harus meyakini bahwa :a. kebutuhan
terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalahsama. b. pelaksanaan praktik
keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadapkehidupan yang bermartabat dan
menjunjung tinggi hak asasimanusia.c. dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan /atau
keperawatan kepada individu,keluarga, kelompok dan masyarakat, perawat mengikutsertakan
kelompok dan instansiterkait.
2. Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat.
Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
dengankebutuhan masyuarakat. Oleh karena itu , dalam menjalankan tugas, perawat
perlumeningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada
dimasyarakat, menghargai aadat kebiasaan serta kepercayaan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang menjadi pasien atau kliennya. Perawat dapat memegang
teguhrahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukaan
oleh pihak yang berkepentingan atau pengadilan.
3.Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar praktik
keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar
pendidikankeperawatan. Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya
secara aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota
profesi, setiapsaat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.
4. Perawat dan lingkungan masyarakat
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap, mempunyai inisiatif, dan dapat berperan
serta secara aktif dalam menentukan masalah kesehatan dan masalah sosial yangterjadi di
masyarakat.
5. Perawat dan sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman kerja, baik tenagakeperawatan
maupun tenaga profesi lain di keperawatan. Perawat dapat melindungi danmenjamin
seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam.
6. Perawat dan profesi keperawatan

Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar


praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan . Perawat diharapkan ikut aktif
dalammengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan perawatan
secara profesional. Perawat sebagai anggota profesi berpartisipasi dalam memelihara
kestabilansosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan.
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Tindakan malpraktik medik adalah salah satu cabang kesalahan di dalam bidang
professional. Tindakan malpraktik medik yang melibatkan para dokter dan tenaga kesehatan
lainnya banyak terdapat jenis dan bentuknya, misalnya kesilapan melakukan diagnosa, salah
melakukan tindakan perawatan yang sesuai dengan pasien atau gagal melaksanakan perawatan
terhadap pasien dengan teliti dan cermat.

Di beberapa negara maju seperti United Kingdom, Australia dan Amerika Serikat,
kasus malpraktik medik juga banyak terjadi bahkan setiap tahun jumlahnya meningkat.
Misalnya, di negara Amerika Serikat pada tahun 1970-an jumlah kasus malpraktik medik
meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan keadaan ini terus
meningkat hingga pada tahun 1990-an.

Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan negara Indonesia, dalam beberapa tahun
terakhir ini kasus penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya malpraktik medik meningkat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan disetiap media masa dan elektronik
setiap harinya memberitakan tentang kasus malpraktik medik yang dilakukan oleh dokter atau
tenaga kesehatan lainnya baik di rumah sakit di kota besar maupun rumah sakit tingkat daerah.

Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan


kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan
kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Dalam rentang
beberapa bulan terakhir ini, media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/
tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada dokter, tenaga medis lain, dan/ atau
manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban
dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik
tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan
diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter
pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal didalam bagian tubuh), dan
faktor-faktor lainnya.

Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu
terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang dokter? Untuk
diketahui, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum ihwal standar profesi
kedokteran yang bisa mengatur kesalahan profesi. Dan sebenarnya kasus malpraktek ini
bukanlah barang baru. Sejak bertahun-tahun yang lalu, kasus ini cukup akrab di Indonesia.

Menurut Coughlins Dictionary Of Law , malpraktek bisa diakibatkan karena sikap


kurang keterampilan atau kehati-hatian didalam pelaksanakan kewajiban professional,
tindakan salah yang sengaja atau praktek yang bersifat tidak etis.

Kasus malpraktik merupakan tindak pidana yang sangat sering terjadi di Indonesia.
Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional yang bertentangan dengan SOP,
kode etik, dan undang-undang yang berlaku, baik disengaja maupun akibat kelalaian yang
mengakibatkan kerugian atau kematian pada orang lain. Biasanya malpraktik dilakukan oleh
kebanyakan dokter di karenakan salah diagnosa terhadap pasien yang akhirnya dokter salah
memberikan obat.

Sudah banyak contoh kasus yang malpraktik yang terjadi di beberapa rumah sakit,
kasus yang paling sering di bicarakan di media-media diantaranya adalah kasus prita mulyasari.
Ia mengaku adalah korban malpraktik di rumah sakit Omni internasional. Tidak hanya kasus
Prita saja, masih banyak lagi kasus-kasus lain. Pihak rumah sakit berlindung pada nama
besarnya. Sesungguhnya Prita hanya berbicara tentang kebenaran dan hak sebagai seseorang
yang dirugikan. Dalam pengakuannya Prita pernah berobat di rumah sakit Omni Internasional
tersebut. Tapi ia tidak menyangka bahwa ia akan mendapat perlakuan medis yang tidak layak.
Ia mengungkapkan hal ini pada teman-temannya melalui media internet dan tanpa disangka hal
ini membuat Prita terlilit kasus pencemaran nama baik.
II. Rumusan Masalah

Pada hakikatnya penulis mengarahkan langkah-langkah yang dijadikan pokok


permasalahan dalam pembuatan makalah ini agar sasaran yang hendak dicapai dapat terwujud.
Pokok permasalahan tersebut yaitu:
1. Apa pengertian dari Malpraktik medik..?
2. Apa aspek Hukum dari Malpraktik medik..?
3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung terjadinya Malpraktik medik..?
4. Berikan contoh Kasus Malpraktik medik..?
5. Jelaskan analisa dari Kasus Malpraktik medik..!
III. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari pembuatan makalah,
yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang pengertian Malpraktik medik.
2. Untuk mengetahui dan memahami aspek-aspek hukum dari malpraktik medik.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung terjadinya malpraktik medik.
4. Untuk mengetahui dan memahami contoh kasus yang berkaitan dengan malpraktik medik.
5. Untuk menganalisis contoh kasus malpraktik tersebut.

\\\

BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Malpraktik Medik


Istilah Malpraktik digunakan pertama kali oleh Sir William Blackstone pada tahun
1768. Ia menyebutkan dalam tulisannya bahwa:
that, malapraxis is great misdemeanour and offence at common law, whether it be for
curiosity or experiment, or by neglect; because it breaks the trust which the party had placed in
his physician, and tends to the patients destruction

Menurut berbagai sumber, malpraktek merupakan perbuatan yang tidak melakukan


profesinya sebagaimana yang diajarkan di dalam profesinya, misalnya seorang dokter,
insinyur, pengacara, akuntan, dokter gigi, dokter hewan, dan lain-lain. Oleh karena itu, istilah
malpraktek sebenarnya tidak hanya digunakan untuk profesi kedokteran saja tetapi dapat
digunakan untuk semua bidang profesi, dan jika digunakan untuk profesi kedokteran
seharusnya dipakai istilah malpraktek medik.

Malpraktek dapat terjadi akibat ketidaktahuan, kelalaian, kurangnya ketrampilan,


kurangnya ketaatan kepada yang diajarkan dalam profesinya atau melakukan kejahatan untuk
mendapatkan keuntungan di dalam melaksanakan kewajiban profesinya, adanya perbuatan
salah yang disengaja, maupun praktek gelap atau bertentangan dengan etika.

Dan pada umumnya, timbulnya suatu gugatan adanya dugaan malpraktik medik adalah
karena terjadinya suatu peristiwa yang bersifat negatif. Dengan kata lain, terjadi suatu peristiwa
di mana setelah dilakukannya suatu tindakan medik, ternyata keadaan pasien menjadi
bertambah buruk, menderita kesakitan yang lebih hebat, menjadi lumpuh, koma, bahkan
meninggal.

II. Aspek Hukum Malpraktik Medik

Berdasarkan jenisnya, tindakan malpraktik medik terbagi ke dalam dua bentuk


pertanggungjawaban. Pertama, pertanggungjawaban profesi kedokteran, yaitu pelanggaran
etika kedokteran dan pelanggaran disiplin kedokteran. Kedua, pertanggungjawaban hukum
(malpraktik yuridis), yang terbagi juga menjadi tiga yaitu malpraktik pidana (criminal
malpractice), malpraktik perdata (sivil malpractice) dan malpraktik administratif
(administrative malpractice).
Masing-masing kriteria pertanggungjawaban hukum dan profesi kedokteran tersebut di
atas mempunyai jalur penyelesaian yang berbeda, dasar hukum yang berbeda dan ditangani
oleh lembaga peradilan yang berbeda pula.

III. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya malpraktik medik

Ada 3 hal yang dapat menyebabkan seorang tenaga kesehatan melakukan tindakan malpraktik
medik, yaitu apabila tidak melakukan tindakan medisi sesuai dengan :

1. Standar Profesi Kedokteran


Dalam profesi kedokteran, ada tiga hal yang harus ada dalam standar profesinya, yaitu
kewenangan, kemampuan rata-rata dan ketelitian umum.

2. Standar Prosedur Operasional (SOP)


SOP adalah suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu.

3. Informed Consent
Substansi informed consent adalah memberikan informasi tentang metode dan jenis rawatan
yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan resiko yang akan dialami
oleh pasien.

IV. Contoh kasus malpraktik medik

Kasus I :
Prosedur Invasive Jantung TerbukaTapi Salah Pasien
Invasif jantung adalah salah satu metode operasi yang minimal mengurangi komplikasi
setelah operasi dan selain itu, metode tersebut dapat menekan hambatan psikologis pasien dan
dalam operasi jantung invasif, dokter hanya membuat sayatan minimal hanya sekitar 5 cm ke
bagian samping dari dada sehingga tidak terlalu sakit dan penyembuhannya lebih cepat.

Joan Morris (nama samaran), seorang nenek berusia 67 tahun, diminta bantuannya
dalam suatu pembelajaran di rumah sakit untuk cerebral angiography (ilmu mengenai darah
pada otak). Sehari setelahnya, secara tidak sengaja dia "terpaksa" dijadikan objek studi
mengenai invasive cardiac electrophysiology.

Setelah sesi angiography, pasien ini dipindahkan ke ruangan yang lain yang bukan
merupakan ruangan asalnya. Kesalahan yang "direncanakan" terjadi keesokan harinya saat
paginya pasien ini dibawa untuk suatu prosedur jantung terbuka. Dia berada di atas meja
operasi yang mestinya bukan untuk dia selama satu jam. Para dokter membuat irisan pada
pangkal pahanya, menusuk sebuah arterinya, menyambungnya ke sebuah pipa pembuluh lalu
ke atas ke jantungnya (suatu prosedur yang mengakibatkan resiko tinggi terjadinya pendarahan,
infeksi, serangan jantung, dan stroke).

Kemudian tiba-tiba telepon berdering, dan seorang dokter dari bagian lain bertanya
"Apa yang kalian lakukan dengan pasienku?" Tidak ada yang salah dengan jantungnya.
Kardiologis yang melakukan prosedur itu mencek data wanita itu dan baru menyadari
kesalahan fatal telah terjadi. Studi itu langsung distop, setelah rekondisi wanita malang itu
akhirnya dikembalikan ke kamar asalnya, beruntungnya, dalam kondisi yang masih stabil.

Kasus II :
Kasus Malpraktek dalam Bidang Orthopedi

Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana


layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan oleh
dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas.
Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga
tak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan
bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya,
sebelum dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.
Akan tetapi, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi
(N2O) yang dipasang pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas
CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu
mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat
terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan
sederhana namun berakibat fatal.

V. Analisa dari kasus malpraktik medik

Kasus I

Permasalahan dalam kasus ini ialah tindakan seorang Dokter yang tidak teliti dan tidak
hati-hati dalam melakukan tugasnya yaitu tidak mencek data pasien sebelum melakukan
operasi. Tindakan seperti ini bisa menimbulkan akibat yang fatal bagi pasien. Tapi, untung saja
dalam kasus di atas ini hal itu belum terjadi dan kondisi pasien masih dalam keadaan stabil.

Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk kelalaian dari petugas kesehatan yang
meletakkan pasien di atas meja operasi yang seharusnya bukan untuk si pasien. Sehingga si
Dokter pun melakukan operasi pada pasien yang salah. Dan kasus ini termasuk ke dalam
kategori kesalahan dalam kasus perdata yang kesalahannya tidak disengaja.

Kasus II

Ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di rumah
sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di mesin
anastesi. Padahal seharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya,
bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa
perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan
formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani.
Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan.
Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.
Jadi, contoh kasus malpraktik yang ke-II ini merupakan suatu bentuk kelalaian berat
(culpa lata) dari tenaga kerja yang ada di rumah sakit, bukan hanya tenaga medis, tetapi juga
tenaga dalam bidang logistik, dalam bidang perencanaan, dan lain-lain yang menimbulkan
dampak yang sangat buruk bagi pasien yaitu kematian. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi
karena kurangnya ketelitian dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian
pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata
baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor
yang lainnya. Dan tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran dan
juga standar berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa
seseorang.

BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Contoh kasus malpraktik medik di atas ialah suatu contoh bentuk kelalaian dari seorang
Dokter terhadap pasiennya dan adanya sikap kurang hati-hati dalam melakukan tugasnya. Dan
kasus I tersebut termasuk ke dalam Kategori Kesalahan dalam kasus perdata yang
kesalahannya tidak disengaja.
Sedangkan kasus II ini merupakan suatu bentuk kelalaian atau kurangnya ketelitian dari
dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap
pasien. Dan Kelalaian itu juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang
tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi
faktor yang lainnya.

II. Saran

Menurut pendapat saya supaya kejadian tersebut tidak terjadi lagi, diharapkan supaya
seorang Dokter itu harus bersikap hati-hati, bersikap sewajarnya dalam melakukan tugasnya
dan harus teliti dalam melakukan observasi terhadap pasien supaya tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan seperti contoh kasus di atas ini. Dan seharusnya seorang petugas kesehatan itu
harus mencek data pasien sebelum melakukan operasi.

Selain itu kasus malpraktek ini dapat dicegah apabila pihak pasien, dokter dan rumah
sakit saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing. Realisasi perlindungan hak
pasien dapat dilakukan antara lain dengan cara mewajibkan dokter memberikan informasi yang
jelas dan lengkap kepada pasien, serta memberi kesempatan kepada pasien untuk memilih
melalui hak persetujuan atau penolakan atas tindakan medis.

Upaya pencegahan terjadinya malpraktik tersebut dapat juga dilakukan melalui


pembenahan majemen rumah sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi
kedokteran serta memperdalam segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ide, Alexandra. 2012. Etika dan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Grasia Book
Publisher.

http://www.google.co.id/url?url=http://www.duniaremaja.net/catatan/contoh-kasus-
malpraktek-di-
indonesia.html&rct=j&sa=U&ei=3WmzUICiI83LrQegkoEg&ved=0CC4QFjAH&sig2=rnBa
l-
uftuNaAxvQvyxfKA&q=kasus+malpraktek+di+indonesia&usg=AFQjCNHji0MbEpm51eN_
zsolnJh7Yv5AFg

http://internetweb159.wordpress.com

http://dintap.blogspot.com/2011/06/kasus-malpraktek.html

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/132085774_1412-4009.pdf

http://isidunia.blogspot.com/2011/11/10-kasus-malpraktek-dunia-kedokteran.html
KASUS MALPRAKTEK

Nama : Yosefa Marlinda


NIM : 10110161
Prodi : IKP Reg. 1B

Kasus Malpraktek dalam bidang Orthopedy


Gas Medik yang Tertukar
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana
layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebi dahulu. Pembiusan dilakukan oleh
dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan
setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak
sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan
bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya,
sebelum dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi
(N2O) yang dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas
CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberia CO2 pada pasien tentu
mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi
sangat terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta
penyimpangan sederhana namun berakibat fatal.
Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di
rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di
mesin anastesi. Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana
caranya, bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi
keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang
berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan
ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan
terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.
Tinjauan Kasus
Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Sangsi hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan unsur
kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa)seperti dalam kasus malpraktek dalam
bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang
bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian
telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang.
Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi
yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhati-hati
untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena
sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan
terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja. Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam
menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan
hilangnya nyawa orang lain.
Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak
memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka
atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan, Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sedangkan kelalaian yang
mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), (1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan
malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusannya diumumkan. Namun, apabila kelalaian dokter tersebut
terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau
hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin
praktik) dapat dilakukan.

Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan malpraktik


juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang
dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga
mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang
dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata), Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa)
diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Kepastian hukum
Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat dipastikan
bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para dokter akan
dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan
juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin
praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk
dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.
Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama
di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of
innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa
memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan
seorang dokter telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan
kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2)
Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran
terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan.
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)
Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda
dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem tentang motifasi,
perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno
menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab
pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi
seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan
budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya,
etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi dan masyarakat, serta
bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga
terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil,
professional dan terhormat.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi. Jelasnya bahwa seeorang
dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang proesional harus sesuai
dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan
bahwa setiap dokter hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani.
Arinya dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan
kebahagiaan manusia.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu ditingkatkan
untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang
dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara,
notaris, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk
memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal
ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka
dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan
sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga dapat
dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang
untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang memeriksa dan
memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga
peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat
dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya
pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan
malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat
umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada
penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar
dari tanggung jawab hokum profesinya.

Ditinjau dari Sudut Pandang Agama


Adapun agamaagama memandang malpraktek, khususnya yang menyebabkan kematian atau
bisa pasien kehilangan nyawanya. Diantaranya dapat dilihat bagaimana secara garis besar
agama Islam dan Khatolik memandang malpraktek.

Menurut pandangan Islam


Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak prerogatif Tuhan,
biasanya disebut juga haqqullh (hak Tuhan), bukan hak manusia (haqqul dam). Artinya,
meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya sendiri, tapi saya
sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga tunduk
pada aturan-aturan tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun saya
memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh diri. Dari sini dapat kita
katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak berhak atas diri atau kehidupan yang kita
miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka setiap tindakan yang oada akhirnya
menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan yang
melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek
adalah suatu pelanggaran.

Menurut pandangan Katolik


Secara garis besar yang menjadi titik tolak pandangan katolik tentang malpraktek adalah
mengenai hak hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan utama disini adalah sejak kapan
satu individu atau bakal individu sudah bisa disebut sebagai individu atau pribadi yang sudah
memiliki hak untuk hidup?.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah setelah si janin terbentuk dia harus dianggap
sebagai pribadi (a person) atau sebagai manusia (a human person). Satu hal yang perlu
diketengahkan adalah apakah si janin telah memiliki roh atau jiwa (soul)atau tidak? Agama
katolik berpendapat ya, si janin sejak fertilisasi sudah memiliki jiwa. Pada waktu dilahirkan
janin telah menjadi seorang manusia yang telah berhak akan kewajiban moral terhadapnya.
Dari uraian singkat diatas kita dapat katakana bahwa, sejak si janin sudah terbentuk, kita
sebenarnya sudah tidak punya hak untuk memusnahkannya dan harus membiarkan atau
memeliharanya sampai ia tumbuh besar. Terkait dengan kasus yang kami ambil dimana
karena suatu kalalaian menakibatkan satu nyawa menghilang, dapat kita katakana sebagai
suatu perampasan hak untuk hidup karena sejak ia masih sebagai janin saja kita sudah tidak
punya hak untuk membunuhnya apalagi ia sudah tumbuh besar. Karena itu maka setiap
kelalaiaan yang mengakibatkan menghilangnya nyawa seseorang harus bisa ditindaklanjuti
baik secara agama ataupun hukum.
Solusi
Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam sanksi hokum serta segala
macam pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal ini keselahan pemberian
atau pemasangan gas setalah oparasi paembedahan tulang di atas maka pencegahan terjadinya
malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikan sistem, mulai dari pendidikan
hingga ke tata-laksana praktek kedokteran. Pendidikan etik kedokteran dianjurkan dimulai
lebih dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah
tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak
dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara
berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan
medis sehari-hari dan juga perlu terus ada pelatihan dan pengenalan akan segala macam alat
ataupun obat yang harus dipakai dalam pelaksanaan profesi kedokteran ataupun semua tenaga
pelayanan kesehatan agar kesalahan dalam diagnosis atau kesalahan dalam pemberian obat
dapat diminimalisir . Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat
mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya
bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan
latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter. Diyakini bahwa hal
ini adalah bagian tersulit dari upaya sistemik pencegahan malpraktek, oleh karena diperlukan
kemauan politis yang besar dan serempak dari masyarakat profesi kedokteran untuk mau
bergerak ke arah tersebut. Perubahan besar harus dilakukan.
Undang-undang Praktik Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapat membawa kita
ke arah tersebut, sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar. Standar pendidikan
ditetapkan guna mencapai standar kompetensi, kemudian dilakukan registrasi secara nasional
dan pemberian lisensi bagi mereka yang akan berpraktek. Konsil harus berani dan tegas
dalam melaksanakan peraturan, sehingga akuntabilitas progesi kedokteran benar-benar dapat
ditegakkan. Standar perilaku harus ditetapkan sebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan
dapat ditegakkan daripada sekedar kode etik. Demikian pula standar pelayanan harus
diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam praktek, sedangkan ketentuan rinci agar
diatur dalam pedoman-pedoman. Keseluruhannya akan memberikan rambu-rambu bagi
praktek kedokteran, menjadi aturan disiplin profesi kedokteran, yang harus diterapkan,
dipantau dan ditegakkan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Profesional yang kotor dibersihkan dan mereka yang busuk dibuang dari masyarakat
profesi.
Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan ditegakkan. Dalam
hal ini peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu mencegah praktek
kedokteran tanpa kewenangan atau di luar kewenangan, mampu memaksa para profesional
bekerja sesuai dengan standar profesinya, serta mampu memberikan suasana dan budaya
yang kondusif bagi suburnya praktek kedokteran yang berdasarkan bukti hokum dank ode
etik yang berlaku.
Kesimpulan
Malprktek dalam bidang orthopedy adalah suatu tinndakan kelalaian yang dilakukan oleh
dokter atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala macam tindakan
pembedahan khususnya pembedahan pada tulang. Dimana dalam kasus ini si pasien yang
pada awalnya hanya mengalami masalah pada tulangnya pada akhirnya harus
menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena kesalahan pemberian gas
setelah operasi. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari
dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap
pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata
baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor
yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran
dan juga standar berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa
seseorang maka perlu ada jalan keluarnya yakni dengan cara; pembenahan majemen rumah
sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam
segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan.

Saran
Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulis serta siapa
saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidang kesehatan,
hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkin untuk
mempelajari semua hal yang berkaitan dangan tugas kita nantinya, agar segala macam
dindakan pelanggaran ataupun kelalaian dapat diminimalisir atau kalau bisa dihilangkan.

Gas Medik Yang Tertukar [1]

Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana


layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anestesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan
oleh dokter anestesi, sedangkan operasinya dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (ortopedi).

Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan
setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tidak
sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intnsif dengan bantuan
mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum
dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnya.

Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan pada pemasangan gas anestesi
(N2O) yang dipasang pada mesin anestesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas
CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu
mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan (respiratory distress) sehingga proses
oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien menjadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini
sebuah fakta penyimpangan sederhana, namun berakibat fatal.

Dengan kata lain, ada sebuah kegagalan dalam proses penempatan gas anestesi. Dan ternyata,
di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar (SOP) pengamanan pemakaian gas yang
dipasang di mesin anestesi. Padahal harusnya ada standar, siapa yang harus memasang,
bagaimana caranya, bagaimana monitoringnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah
menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas
yang berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai
(cross) dan ditandatangani. Seandainya, prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil
kemungkinan terjadinya kekeliruan. Dan kalaupun terjadi, akan cepat diketahui siapa yang
bertanggung jawab.

Karena itulah, aturan-aturan dan SOP ini sangat penting, yang termasuk dalam PDRS
(peraturan dasar rumah sakit) atau PD Medik (peraturan dasar medik / Hospital by Laws &
Medical by Laws) dan dapat dipakai untuk pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan
perkara karena Hospital by Laws dapat merupakan perpanjangan tangan hukum.

Contoh kasus ini saya dapatkan dari blog dr. Yusuf Alam Romadhon, seorang dokter
umum di Solo, Jawa Tengah.

Gas Medik Yang Tertukar

Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana


layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anestesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan
oleh dokter anestesi, sedangkan operasinya dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (ortopedi).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan
setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tidak
sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intnsif dengan bantuan
mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum
dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnya.

Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan pada pemasangan gas anestesi
(N2O) yang dipasang pada mesin anestesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas
CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu
mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan (respiratory distress) sehingga proses
oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien menjadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini
sebuah fakta penyimpangan sederhana, namun berakibat fatal.

Dengan kata lain, ada sebuah kegagalan dalam proses penempatan gas anestesi. Dan ternyata,
di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar (SOP) pengamanan pemakaian gas yang
dipasang di mesin anestesi. Padahal harusnya ada standar, siapa yang harus memasang,
bagaimana caranya, bagaimana monitoringnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah
menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas
yang berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai
(cross) dan ditandatangani. Seandainya, prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil
kemungkinan terjadinya kekeliruan. Dan kalaupun terjadi, akan cepat diketahui siapa yang
bertanggung jawab.

Karena itulah, aturan-aturan dan SOP ini sangat penting, yang termasuk dalam PDRS
(peraturan dasar rumah sakit) atau PD Medik (peraturan dasar medik / Hospital by Laws &
Medical by Laws) dan dapat dipakai untuk pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan
perkara karena Hospital by Laws dapat merupakan perpanjangan tangan hukum.

Anda mungkin juga menyukai