Anda di halaman 1dari 7

AUTISME

Pengertian autisme
Autistic Spectrum Disorder sebelumnya dikenal dengan nama infantile autism atau Kanner's
Syndrome, kondisi ini sering disebut "Classical Autism"

Definisi autisme adalah " ...... impairment in social interaction: in communication and in
behaviour and play, which is repetitive, stereotyped, or restricted in range of interests and
activities" (DSM IV, dalam Nakita, 2002). Dalam PPDGJ Ill (Pedoman, Penggolongan, dan
Diagnosis Gangguan Jiwa Ill), autisme dikategorikan dalam gangguan perkembangan
pervasif,yaitu kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik (reciprocal) dan dalam
pola komunikasi serta minat dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, dan berulang (Rusdi
Maslim, 2001). Menurut Baron-Cohen (1996) autisme adalah suatu kondisi yang mengenai
seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Autism is a spectrum that encompasses a wide
continuum of behavior (http://health.yahoo.com/health/dc/001526/1.html).

Dengan demikian autisme didefinisikan sebagai ketidaknormalan perkembangan yang


diperlihatkan dari perilaku. Menurut J.P. Chaplin (1999) autisme adalah (1) cara berpikir
yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, (2) menanggapi dunia
berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, (3) keasyikan ekstrim
dengan pikiran dan fantasi sendiri.

Autisme menyebabkan gangguan pada perkembangan interaksi sosial, perkembangan


komunikasi fungsi sensorik dan proses belajar sendiri Hal ini mengakibatkan anak tersebut
terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.

Jenis autisme

Berdasarkan waktu munculnya gangguan, autisme dapat dibedakan menjadi dua yaitu autisme
sejak bayi dan autisme regresif (Nakita, 2002).
Pada autisme yang terjadi sejak bayi, anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan
dibandingkan dengan anak non-autistik sejak bayi.
Autisme regresif ditandai dengan regresi (kemunduran kembali) perkembangan. Kemampuan
yang sudah diperoleh jadi hilang, yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan
normal sampai sekitar usia 1,5 sampai 2 tahun, tiba-tiba perkembangan ini berhenti. Kontak mata
yang tadinya sudah bagus, lenyap. Awalnya sudah mulai bisa mengucapkan beberapa patah kata,
hilang kemampuan bicaranya. Kasus gangguan autism yang sejak bayi bisa terdeteksi sekitar
usia 6 bulan, sedangkan untuk kasus autisme regresif, orang tua biasanya mulai menyadari ketika
anak berusia 1,5 sampai 2 tahun. Umumnya orang tua baru membawa anak ke ahli saat usianya
di atas dua tahun, saat anak dicurigai mengalami keterlambatan berbicara. Kemampuan
komunikasi bukan satu-satunya gejala pada gangguan autisme.
Pada banyak kasus, anak baru ketahuan mengalami autisme ketika sudah berumur 3-5 tahun.
Keterlambatan ini berarti penundaan intervensi bagi anak yang beresiko pada ketertinggalan
perkembangan anak.
Bagi anak autistik, makin dini intervensi intensif diberikan, semakin besar peluang anak untuk
bisa berkembang secara maksimal. Dilihat dari jenis perilaku anak autistik dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu perilaku yang berlebihan (excessive) dan perilaku yang berkekurangan
(deficient), sampai ke tingkat tidak ada perilaku seorang anak naik ke pangkuan ibunya bukan
untuk mendapatkan kasih sayang melainkan untuk meraih toples kue. ldentifikasi dan
karakteristik Penampakan fisik penyandang autistik tidak memperlihatkan kelainan fisik, namun
bila cukup lama bersama mereka, terlihat bahwa mereka lebih senang sendiri/menyendiri, tidak
berespons pada saat ada orang asing mendekatinya, bermain sendiri dan cara bermainnya aneh,
tidak ada kontak dengan orang di sekitarnya, lebih jelas lagi melakukan stimulasi diri yang tidak
dilakukan oleh anak lain seusianya (Sutadi, 2002).
Menurut DSM IV, untuk dapat didiagnosa sebagai autisme, adalah sebagai berikut:
a. Anak menunjukkan minimal 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1)
dan 1 gejala dari (2) dan (3).
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari 4gejala
di bawah ini:
a). Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang,
ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju.
b). Tak bisa bermain dengan teman sebaya
c). Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
d). Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, minimal harus ada 1dari gejala-gejala
di bawah ini:
a). Perkembangan terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk
berkomunikasi secara non-verbal.
b). Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
c). Sering menggunakan bahasa aneh yang diulang-ulang.
d). Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan.
Minimal harus ada 1dari gejala-gejala di bawah ini:
a). Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan.
b). Terpaku pada suatu kegiatan dan rutinitas yang tak ada gunanya.
c). Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d). Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

b. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam (1) bidang
interaksi sosial (2) bicara dan berbahasa (3) cara bermain yang monoton dan kurang variatif.

c. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.

Etiologi
Sampai sekarang belum diketahui penyebab utama dari autisme. Diduga penyebabnya bukan
karena satu hal saja tetapi lebih karena beberapa hal yang menjadi pemicu, yang akhirnya
menjadi suatu rangkaian keadaan yang kemudian menjadi penyebab timbulnya autisme. Dahulu
autisme diduga akibat buruknya pola asuh orang tua tetapi dugaan ini runtuh dengan
ditemukannya penyebab yang lebih bersifat fisik (otak), namun demikian pola asuh dan sikap
orang tua masih sangat diperlukan dalam terapi anak autistik.
Beberapa teori terakhir mengataKan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada
terjadinya autisme. Ditemukan gen yang terkait dengan autisme, namun gejala autisme baru bisa
muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. Bisa saja autisme tidak muncul, meski anak
membawa gen autisme, jadi perlu faktor pemicu lainnya. Bayi kembar satu telur akan mengalami
gangguan autisme yang mirip dengan saudara kembarnya, juga ditemukan beberapa anak dalam
satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama. Pengaruh virus seperti rubelia, toxo,
herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan, keracunan makanan, dan sebagainya pada
kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi
yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi, dan interaksi. (Baron-
Cohen,1996).

Diagnosa banding

Menurut Baron-Cohen (1996), autisme dapat dikacaukan dengan beberapa kondisi lain yang
mirip, yaitu;

a. Elective Mutism: yaitu suatu kondisi di mana anak menolak untuk berbicara pada situasi
tertentu.

b. Attachment disorder: yaitu bila anak tidak mampu mengembangkan ikatan emosional yang
stabil dengan orang tuanya, biasanya karena masalah keluarga, perlakuan kejam (abuse) dan
sebagainya.
c. Developmental receptive language disorder: yaitu bila berbahasa mengalami
keterlambatan,tetapi perkembangan sosial normal.
d. Mental handicap: yaitu bila semua perkembangan termasuk perkembangan sosial mengalami
keterlambatan.
e. Atypical autism: yaitu bila hanya 1 atau 2 gejala yang ada, dan tidak terjadi sebelum usia 3
tahun.
f. Asperger's syndrome: yaitu bila perkembangan inteligensi dan berbahasa cukup normal, tetapi
perkembangan sosialnya abnormal.
g. Rett's syndrome: terjadi pada wanita dengan gangguan neurologis seperti pergerakantidak
wajar di tangan.
h. Disitegrative disorder: yaitu bila perkembangan anak di semua bidang terus menurun, sesudah
periode perkembangan normal.
i. Hyperkinetic disorder with stereotypies: yaitu bila anak mengalami gangguan dalam
konsentrasi, mudah kikuk, gelisah, dan perilaku berulang.
j. Landau Kleffner syndrome:yaitusuatu kondisi dengan karakteristikperiode perkembangan
bahasa yang normal dilanjutkan dengan menghilangnya berbahasa disertai epilepsi.

Pada kenyataannya ada kemungkinan seorang anak mendapat lebih dari satu diagnosa. Masalah
lainnya misalnya rasa takut yang berlebihan, menyakiti diri sendiri (membanting/memukul
kepala sendiri, menggigit tangan sendiri, dan sebagainya), kesulitan dalam kemandirian buang
air kecil dan besar, hiperaktif, dan sindrom Gilles de la Tourette (multiple tics dengan vokalisasi
yang tidak terkontrol). Kondisi-kondisi ini jarang tejadi, tapi tetap harus dipertimbangkan
(Baron-Cohen, 1996).

Jenis terapi Saal ini terdapat bermacam-macam metode terapi untuk menangani anak-anak
penyandang autistik. Jenis-jenis terapi yang "ditawarkan" di seluruh dunia adalah:
Behavioral Therapy, Speech Therapy, Occupational Therapy, Daily Life Therapy,Farmakoterapi,
Penggunaan Vitamin dan Food Suplement, Holding Therapy, Floor Time, Auditory
Integration, Imitation Training Option (Son Rise), Sensory Integration Therapy, Music
Therapy,Deep Pressure Therapy, Akupuntur, Dolphin Therapy, Diet CFGF, IVIG, Therapy, lain-
lain.
Secara garis besar ada 4 kelompok atau golongan terapi:
a. Biochemical Biokimiawi, terapi food alergi, obat-obatan, suplemen, dan vitamin, dan lain-lain.
b. Neurosensory SI, Auditoy Training, Daily Life Therapy, dan lain-lain.
c. Psychodinamic Holding Therapy, Psikoterapi, Psikoanalisis, dan lain-lain.
d. Behavioral DTT (Lovaas, dan lain-lain), behavior modification with or without aversives,
teacch (Fitriani Kartawan, 2004).
Masing-masing program terapi di atas juga menggunakan pendekatan-pendekatan lainnya
dengan tingkatan tertentu, misalnya ADL yang merupakan Neurosensory juga seringkali
menggunakan pendekatan behavioral.
Pendekatan behavioral yang terkenal, karena didukung oleh banyak teori-teori ilmiah yang
relevan adalah versi Discrete Trial dari Lovaas dan program TEACCH di North Carolina.
Keduanya memiliki program yang terstruktur dan banyak menggunakan penguatan positif,
2 faktor yang sangat penting.
a. Terapi Perilaku Terapi perilaku adalah program mengajar yang intensif dan terstruktur, dengan
sistem pengajaran satu murid-satu guru. Pelajaran yang diberikan dipecah dalam bagian-
bagiannya yang paling sederhana. Bagian-bagian ini diajarkan menggunakan metode
pengulangan, di mana anak diberikan stimulus (seperti "TIRUKAN" atau "LIHAT"). Respon dan
perilaku yang benar dihadiahi dengan banyak penguatan positif (hadiah), jika anak melakukan
respon salah, mereka diabaikan dan respon yang diinginkan dibantu dengan prompt serta
dihadiahi. Perilaku yang tidak diinginkan diatasi dengan cara pendekatan yang sama. Pada
awalnya, anak bisa saja diberi hadiah (makanan) karena melakukan perilaku yang mendekati
respon yang benar. Poda saat anak sudah lebih menguasai pelajaran, target ditingkatkan dan
hadiah makanan diganti dengan hadiah sosial (pelukan, pujian, dan lain-lain). Begitu
kemampuan anak lebih meningkat dan mampu melakukan generalisasi, keberhasilan itu menjadi
hadiah bagi anak. Setelah mereka menguasai keterampilan sederhana seperti duduk manis,
imitasi, atensi, dan lain-lain, mereka lalu harus dapat mengkombinasikannya dalam kemampuan
yang lebih kompleks seperti berbahasa, bermain, dan interaksi sosial.
Program ini dilaksanakan dengan sistem pengajaran satu lawan satu, menghabiskan waktu
pengajaran 40 jam perminggu selama setahun penuh dan tidak boleh berhenti selama 2 tahun
atau lebih.
b. Terapi Sensori lntegrasi lntegrasi Sensori adalah pengorganisasian informasi melalui semua
sensori yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran, body-
awareness, dan gravitasinya) untuk menghasilkan respon yang bermakna.
Teori dan terapi lntegrasi Sensori pertama kali dicetuskan oleh Dr. A Jean Ayres pada 1974,
seorang terapis okupasi yang mempunyai dasar pendidikan psikologi dan neuroscience.
Berdasarkan teori ini Ayres menerangkan hubungan antara perilaku anak dengan perkembangan
fungsi otak. Terapi lntegrasi Sensori efektif untuk memperbaiki kemampuan pemrosesan sensori
dalam otak.
c. Terapi Obat-Obatan Pemberian obat bagi anak autistik masih dalam pembicaraan pro dan
kontra. Beberapa efek obat memang dapat merusak sistem saraf dan beberapa organ dalam
lainnya, misalnya: hati. Resiko terbesar yang dapat terjadi pada anak-anak adalah karena masih
sensitifnya sistem saraf terhadap efek dari zat-zat asing yang dalam hal ini adalah obat. Anak
yang termasuk dalam golongan yang beresiko tinggi, maka pemberian dosis tinggi harus
dihindarkan semakin muda usia anak semakin tinggi resikonya, oleh karena itu dokter dan orang
tua harus bekerja sama. Obat yang diharapkan bekerja untuk merubah haruslah diketahui dengan
pasti efeknya yang terjadi secara bertahan dan bertahap. Salah satu cara terbaik untuk
mengetahuinya adalah dengan sistem Blind Evaluation.
d. Terapi Diet Bebas Casein-Gluten (CFGF-Casein Free Gluten Free)
Sebuah studi di AS Menyatakan bahwa 80 % penyandang autistik mengalami alergi terhadap
produk susu dan gandum. Peneli!ian menunjukkan bahwa jika tubuh tidak mampu mencerna
makanan tertentu maka hal tersebut dapat mempengaruhi proses sistem saraf, yang pada
beberapa anak menyebabkan timbulnya perilaku autisme.
Riset terbaru menunjukkan bahwa makanan yang mengandunng gluten (protein pada gandum,
terigu, jelai) dan kasein (protein pada produk susu dan olahannya) memang seharusnyalah
dihindari untuk dikonsumsi oleh anak-anak autistik.
Para ahli medis di lnggris dan Norwegia telah melakukan sejumlah tes terhadap anak-anak
autistik dan menemukan bahwa 50 % dari mereka tidak mampu mencerna protein dalam gluten
dan casein secara sempurna menjadi asam amino. Protein yang tidak tercerna ini (peptida)
kemudian dibuang melalui air seni, namun tetap saja ada sedikit peptida yang memasuki aliran
darah. Peptida yang tak terurai dan memasuki aliran darah dapat mengakibatkan perkembangan
otak yang tidak normal dan menciptakanefek mirip heroin. Heroin menekan kegiatan sistem
saraf, termasuk gerakan-gerakan reflek seperti bernafas dan detak jantung. Heroin itu membuat si
anak merasa mengantuk, tubuh terasa hangat dan merasa relaks, selain itu juga dapat
menghambat sensasi rasa sakit. Heroin-heroin ini sangat adiktif dan dapat mencapai tahap racun.
Ketergantungan kimiawi ini dapat berkembang sehingga membuat kita sukar untuk
menghilangkan makanan-makanan yang mengandung gluten/casein. Mungkin inilah
penjelasannya mengapa anak-anak autistik sangat "rakus" terhadap produk susu dan terigu

Anda mungkin juga menyukai