Anda di halaman 1dari 3

2.

4 EKSKRESI

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat disekresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif
merupkan cara eleminai obat dalam melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3
proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorbsi pasif di
sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah
dewasa menurun 1% per tahun.

Fitrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein, jadi semua
obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedagkan yang terkait protein tetap tinggal dalam
darah. Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter
membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di
membran sel epitel dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan
konyugat (mis. Penisilin, probenesid,glukuronad,sulfat dan konyugat glutation), dan P-gp
untuk kation organik dan zat netral(mis. Kuinidin, digoksin). Dengan demikian terjadi
kompetisi antara asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk disekresi. Hal
ini dimanfaatkan untuk pengobatan gonorea dengan derivat penisillin. Untuk memperpanjang
kerjanya, ampisilin dosis tunggal diberikan bersama probenesid (probenesid akan
menghambat sekresi aktif ampisilin di tubulus ginjal karena berkompetisi untuk transporter
membran yang sama MRP).

Reabsorbsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion untuk obat yang
larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada PH larutan, maka hal ini
dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat
basa. Obat asam yang relatif kuat (pKa 2) dan obat basa yang relatif kuat (pKa 12,
misalnya guanetidin) terionisasi sempurna pada PH ekstrim urin akibat asidifikasi dan
alkalinisasi paksa (4,5 7,5). Obat asam yang sangat lemah (pKa 8, misalnya fenition) dan
obat basa yang sangat lemah (pKa 6, misalnya propoksifen) tidak terionisasi sama sekali
pada semua PH urin. Hanya obat asam dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan
pKa antara 6 dan 12, yang dapat dipengaruhi oleh PH urin. Misalnya pada keracunan
fenobarbital (asam pKa = 7,2) atau salisilat (asam, pKa = 3,0) diberikan NaHCO3 untuk
membasakan urin agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion yang akan di reabsorpsi
akan berkurang dan bentuk ion yang akan di sekresi meningkat. Demikian juga pada
keracunan amfetamin (basa, pKa = 9,8) diberikan NH4cl untuk meningkatkan ekskresinya. Di
tubulus distal terdapat juga protein transporter yang berfungsi untuk reabsorpsi aktif dari
lumen tubulus kembali kedalam darah (untuk obat-obatan dan zat-zat endogen tertentu).

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain
halnya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal
dapat dihitung berdasrkan pengurangan klirens kreatinin. Dengan demikian, pengurangan
dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung (lihat Bab55: farmakokinetik klinik).

Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu kedalam usus dan keluar
bersama feses. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kenaikkulus sel
hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit kedalam empedu dengan selektivitas
berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan koyugat (glukronat dan konyugonat lain), dan
P-gp untuk kation organik, steroid kolesterol dan garam empedu. P-gp dan MRP juga
terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metabolit dari darah kelumen
usus juga terjadi.

Obat dan metabolit yang larut lemak dapat di reabsorbsi kembali kedalam tubuh dari
lumen usus. Metabolit dalam bentuk glukoronat dapat di pecah dulu oleh enzim
glukoronidase yang di hasilkan oleh flora usus menjadi bentuk obat awalnya (farent
kompound) yang mudah di absorbsi kembali. Akan tetapi, bentuk konyugart dapat juga di
absorbsi melalui transporter membran OATP di dinding usus, dan baru di pecah oleh darah
dalam enzim esterase. Siklus enterohepatik ini dapat memperpanjang efek obat, misalnya
estrogen dalam kontrasetif oral.

Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anasetik umum.

Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat dan air mata secara kuantitatif tidak penting.
Ekskresi ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak
melalui sel epitel kelenjar, dan pada PH.ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya
karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. ASI lebih
asam daripada plasma, maka lebih banyak obat-obat basa dan lebih sedikit obat-obat asam
terdapat dalam ASI daripada dalam plasma. Ekskresi dalam saliva: kadar obat dalam saliva
sama dengan obat bebas dalam plasma, maka saliva dapat digunakan untuk mengukur kadar
obat jika sukar untuk memperoleh darah. Ekskresi kerambut dan kulit: mempunyai
kepentingan forensik.
3. farmakodinamaik

Farmakodinamik ialah subdisiplin yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi


obat, serata mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui intraksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan
pristiwa serta spektrom efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini
merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.

Anda mungkin juga menyukai