Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak
ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup tumor-
tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise,
saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh
lainnya.
Tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab
kematian karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker
pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor
otak jarang bermetastase keluar sistem saraf pusat tetapi jejas metastase ke
otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah,
pankreas, ginjal dan kulit (melanoma). Insiden tertinggi pada tumor otak
dewasa terjadi pada dekade kelima, keenam dan ketujuh, dengan tingginya
insiden pada pria. Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia
(sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis)
dan merupakan supratentorial (terletak diatas penutup cerebellum). Jejas
neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu
fungsi vital, seperti pernafasan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi, etiologi dan klasifikasi dari tumor otak?
2. Apa saja manifestasi klinis dari tumor otak?
3. Bagaimana alur diagnostik untuk tumor otak?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk tumor otak?
5. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosa dari tumor otak?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi dan klasifikasi dari tumor otak.
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari tumor otak.
3. Untuk mengetahui alur diagnostik untuk tumor otak.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk tumor otak.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosa dari tumor otak.

1.4 Manfaat

1
Manfaat penyusunan laporan kasus adalah sebagai media pembelajaran dan
evaluasi dalam penanganan serta pencegahan kasus tumor otak serta pencegahan
terhadap penyakit tersebut.

BAB II
STATUS PASIEN

2
2.1 Identitas
Nama : Tn.K
Umur : 34 tahun
Alamat : Kedungwungu, Blitar
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 24 November 2017
2.2 Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama: Sulit diajak berkomunikasi
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RSUD Mardi Waluyo
Blitar tanggal 22 November 2017 jam 10.20 WIB dengan keluhan susah
diajak berkomunikasi sejak sekitar satu minggu yang lalu. 1 tahun SMRS
pasien didiagnosa terdapat tumor pada paru. Sejak 6 bulan yang lalu
pasien didiagnosa terdapat tumor pada otak. Pasien mengalami lemah
anggota gerak sebelah kanan sejak satu tahun yang lalu. Pasien kadang
mengalami penurunan daya ingat. Pasien mengeluh biasanya mengeluh
adanya nyeri kepala. Penurunan daya lihat disangkal, perubahan watak
mendadak disangkal, tangan gemetar disangkal, mual atau muntah juga
disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : Sejak 2 tahun yang lalu
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat alergi obat : Disangkal
- Riwayat alergi makanan : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat diabetes melitus : Disangkal
- Riwayat jantung : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat merokok : Merokok saat sebelum sakit sekitar
satu tahun sudah berhenti merokok
- Riwayat minum alkohol : Disangkal
7. Riwayat Gizi :
Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk yang bervariasi.
8. Riwayat pengobatan:

3
Pasien memakai insulin novorapid 14 unit siang dan sore. Levemir 16 unit
malam sebagai terapi diabetes mellitus. Pasien menjalani pengobatan tumor
paru sejak 1 tahun yang lalu. Pasien menjalani pengobatan tumor otak dan
diambil sampel pemeriksaan sejak 4 bulan lalu dan dipastikan tumor
tersebut adalah ganas.
2.3 Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah. Kesadaran compos mentis (GCS 456), status
gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x / menit, reguler
Frekuensi nafas : 20x /menit, reguler
Suhu : 36,1 oC
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), peteki (-), spider nevi (-)
4. Kepala
Bentuk normocephal, luka (+), rambut tidak mudah dicabut, keriput
(-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah/bells palsy (-), odem dan hematom di parietotemporal
dekstra

5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+), menutup mata (-/+), membuka mata (+/+)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), cairan bening (+), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi
berdarah (-), lidah kotor (-), saat diminta meringis sudut bibir simetri
dan saat menjulurkan lidah, tidak didapatkan deviasi lidah ke kanan
atau kiri.
8. Telinga

4
Nyeri tekan mastoid (-/-),pendengaran berkurang (-), darah (-/-), cairan
bening (-/-)
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Inspeksi, palpasi: Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal,
retraksi (-), spider nevi (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Perkusi :
batas kiri atas : ICS II linea para steralis sinistra
batas kanan atas : ICS II linea para strenalis dekstra
batas kiri bawah : ICS V linea medio clavicularis sinistra
batas kanan bawah : ICS IV linea para sternal dekstra
(Jantung kesan tidak membesar)
Auskultasi : S1 dan S2 intensitas normal, tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : taktil fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan
Wheezing Ronchi

- - - -
- -
- - - -
12. Abdomen
Inspeksi : perut tampak mendatar
Auskultasi : bising usus (+)/ normal

5
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani, pekak hepar dan lien dalam batas normal
13. Ektremitas
Akral hangat Oedem
+ + - -
+ + - -
14. Sistem urogenitalia: dalam batas normal.
Status Psikiatri
1. Kontak : verbal (+), non verbal (+)
2. Kesadaran : GCS 456, compos mentis
3. Orientasi : waktu (+), tempat (+), orang (+)
4. Daya ingat : amnesia (-)
5. Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)
6. Proses berpikir : bentuk: realistis, isi: waham (-) fantasi (-), arus:
koheren
7. Kemauan : dalam batas normal
8. Psikomotor : menurun
Status Neurologis
Kesan Umum
1. Kesadaran : GCS 456, compos mentis
2. Pembicaraan
- Disartria : (-)
- Monoton : (-)
- Afasia Motorik : (+)
Sensorik : (-)
Amnesik (Anomik) : (-)
3. Kepala
- Besar : (-)
- Asimetri : (-)
- Sikap paksa : (-)
4. Muka
- Myopathy : (-)
- Fullmoon : (-)

Pemeriksaan Khusus
1. Rangsangan Selaput Otak
- Kaku kuduk : (-) - Brudzinski I : (-)
- Laseque : (-) - Brudzinski II : (-)
- Kernig : (-)

2. Nervus Cranialis

6
Nervus I
Dextra Sinistra
Tes pembauan : normal normal

Nervus II
Dextra Sinistra
Visus : tidak dievaluasi tidak dievaluasi
Lapang pandang : Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Melihat warna : normal normal
Funduskopi : tidak dievaluasi tidak dievaluasi
Nervus III, IV, VI
Dextra Sinistra
Kedudukan bola mata : simetris
Pergerakan bola Ke nasal : normal normal
mata Ke temporal : normal normal
Ke atas : normal normal
Ke bawah : normal normal
Ke temporal atas : normal normal
Ke nasal bawah : normal normal
Exophtalmus : (-) (-)
Celah mata (Ptosis) : (-) (-)
Pupil Bentuk : bundar bundar
Lebar : 3 mm 3 mm
Perbedaan lebar : isokor isokor
Reaksi cahaya : normal normal
langsung
Reaksi cahaya : normal normal
konsesuil
Reaksi akomodasi : normal normal
Reaksi konvergensi : normal normal
Nervus V
Dextra Sinistra
Cabang Otot Masseter : normal normal
Otot Temporal : normal normal
motorik
Otot Pterygoidus int/eks : normal normal
Cabang I : normal normal
II : menurun normal
sensorik
III : menurun normal
Reflek kornea langsung : normal
Reflek kornea konsensual : normal

Nervus VII

7
Waktu Diam
Inspeksi Dextra Sinistra
Kerutan dahi : simetris simetris
Tinggi alis : simetris simetris
Sudut mata : simetris simetris
Lipatan nasolabial : (-) (+)

Waktu Gerak
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Mengerut dahi : (+) (+)
Menutup mata : (+) (+)
Mencucu : simetris simetris
Memperlihatkan gigi : (+) (+)
(meringis)
Pengecapan :
- Pengecapan 2/3 anterior lidah : normal
- Tes lakrimasi : tidak dievaluasi

Nervus VIII
Vestibular
- Tes romberg : tidak dievaluasi
- Tes kalori : tidak dievaluasi
- Hallpike manuver : tidak dievaluasi
Cochlear
- Tes Bisik : normal/normal
- Tes Weber : tidak dievaluasi
- Tes Rinne : tidak dievaluasi
- Tes Schwabach : tidak dievaluasi

Nervus IX dan X
Bagian motorik
- Suara biasa/parau/tak bersuara : kesan suara normal
- Menelan : normal

8
- Kedudukan arkus faring : simetris kanan dan kiri
- Kedudukan uvula : di tengah
- Bising usus : (+) / normal
Bagian sensorik
- Pengecapan 1/3 posterior lidah : normal
- Reflex muntah : normal

Nervus XI
- Mengangkat bahu : normal
- Memalingkan kepala : normal

Nervus XII
- Lidah
Tremor : (-)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
- Ujung lidah sewaktu istirahat : medial
- Ujung lidah sewaktu dijulurkan : normal
Sistem Motorik
1. Kekuatan Otot
2 5
2 5
Keterangan : 5 = normal; 4 = parese ringan (bisa melawan
gravitasi/tidak bisa melawan tahanan sedang); 3 = bisa melawan
gravitasi/tidak bisa melawan tahanan ringan; 2 = gerakan sendi ( tidak
bisa melawan gravitasi); 1 = kontraksi saja, tanpa gerakan sendi; 0 =
tidak ada respon.
2. Palpasi Otot
- Nyeri : (-)
- Kontraktur : (-)
- Konsistensi : lunak
- Tonus Otot :

Lengan Tungkai
Hypotoni : -/- -/-
Spastik : -/- -/-

Rigid : -/- -/-

9
3. Gerakan-gerakan Involunter
- Tremor : (-)
- Myokloni : (-)
Sistem Sensorik
1. Rasa eksteroceptik
Dextra Sinistra
- Rasa nyeri superficial Normal Normal
- Rasa suhu panas/dingin Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
- Rasa raba ringan Normal Normal
2. Rasa proprioceptik
- Rasa tekan Normal Normal
- Rasa nyeri tekan Normal Normal

Refleks Refleks
1. Refleks Fisiologis
- Refleks Biceps (BPR) : +2/+2
- Refleks Triceps (TPR) : +2/+2
- Refleks patella (KPR) : +2/+2
- Refleks Achilles (APR) : +2/+2
Keterangan : 0 = tidak ada gerakan; +1 = ada kontraksi tidak ada
gerakan sendi; +2 = normal; +3 = meningkat berlebihan; +4 = clonus
2. Refleks Patologis
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Openheim : -/-
- Schaefer : -/-
- Gordon : -/-
- Gonda : -/-
- Bing : -/-
- Rossolimo : -/-
- Hoffman : -/-
- Trommer : -/-
Susunan Saraf Otonom
- Miksi : normal
- Defekasi : normal
- Sekresi keringat : normal
- Salivasi : normal
- Gangguan vasomotor : tidak dievaluasi
- Hopotensi ortotastik : tidak dievaluasi
2.4 Differential Diagnosis

10
1. tumor otak
2. abses otak
3. meningitis
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Hasil Tes Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Hemoglobin 14,3 L : 13-17 P : 11,5-16 g/dL
Hitung Leukosit 12,700 4.000-11.000 CMM
LED/BBS - L : 0-15 P : 0-20 Jam
Hitung Jenis 11/1/2/59/21/6 1-2/0-1/3-5/54-62/25-
33/3-7
Hitung Eritrosit 5.370.000 L : 4,5-6,5; P: 3,0-6,0 JT/CMM
Hitung Trombosite 269.000 150.000-450.000 CMM
Creatinin 0.8 L : 1,4 ; P : 1,2 Mg/dl
MCV/MCH/MCHC 79.5/26.6/33.5 80-97/27-31/32-36 fL/pg/%
Ureum 19 General < 45 Mg/dl
Kolesterol 162 General < 200 Mg/dl
SGOT 24 L : < 37 ; P : <31 u/L
SGPT 16 L: <40 ; P: <31 u/L
Trigliserida 95 General <150 Mg/dL
HDL Kolesterol 32 L: >40 ; P: >50 Mg/dL
LDL Kolesterol 107 General <130 Mg/dL

2.5.2 Hasil Pemeriksaan CT Scan

11
Gambar 2.1. Hasil pemeriksaan CT Scan kepala pasien 10-2-2017
Kesimpulan : suspect massa DD proses infeksi di lobus parietalis kiri dengan
tentakel edema yang luas

12
`

Gambar 2.2 Hasil ct scan 18-2-2017

13
Kesimpulan:
- multiple lesi irregular dengan central necrotic ukuran 1.8 x 1.5 x 1.8 cm dan 1.8
x 1.9 x 1.6 cm di lobus parietal kiri, disertai tentakel edema yang luas dan
gambaran lepto mengial enhancement pada regio parietal kanan kiri, suspect
proses infeksi absecess cerebri
- sinusitis kronis maksilaris kanan
- deviasi septum nasi ke kiri

Gambar 2.3 Hasil Foto Thorax 25-7-2017


Kesimpulan: supect massa paru kanan lobus superior

14
Gambar 2.4 Hasil foto thorax 29-8-2017
Kesimpulan: massa paru kanan tipe perifer

2.6 Working Diagnosis


Diagnosa Klinis : Diabetes mellitus, afasia motorik
Diagnosa Topis : lobus parietalis sinistra
Diagnosa Etiologis : Metastasis Tumor Otak

2.7 Penatalaksanaan
1. Non Medika mentosa
1) Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya yang diderita
2) Tirah baring
3) Monitoring vital sign dan keluhan pasien
4) Diet makanan seperti biasa (karbohidrat, protein, lemak, vitamin
seimbang)
2. Medikamentosa
1) IVFD RL 1500 cc (20 tpm)
2) Inj Dexamethasone 3 x 1 amp
3) Inj ranitidin 2x1 amp
4) Inj citicholin 2 x 500
2.8 Prognosis

15
Dubia ad malam
2.9 Follow up
Hari/ S O A P
Tgl
Jumat, Pasien susah KU : tampak Wdx:
24-11- berkomunik sakit sedang, Tumor otak 1. IVFD RL
2017 asi GCS 456 metastase,
1500 cc (20 tpm)
Kadang lupa Vital sign : DMT2
TD: 100/70 2. Inj Dexamethasone
dengan
nadi : 88 3 x 1 amp
nama RR: 22
anggota Suhu: 36.2 3. Inj ranitidin 2x1
keluarga
amp
4. Inj citicholin 2 x
500

Sabtu, Pasien sudah TD : 110/80 Wdx : . 1. IVFD RL


25-11- bisa N : 90x/menit Tumor otak
0 0 1500 cc (20 tpm)
2017 berkomunik T : 37 C metastase,
DMT2 2.Inj Dexamethasone
asi
3 x 1 amp
3. Inj ranitidin 2x1
amp
4. Inj citicholin 2 x
500
Senin, Komunikasi TD :110/70 Wdx : . 1. IVFD RL 1500 cc
27-11- sudah baik N : 80x/menit Tumor otak
0 0 (20 tpm)
2017 Daya ingat T : 36,5 C metastase,
terhadap DMT II 2.Inj Dexamethasone
anggota 3 x 1 amp
keluarga
membaik 3.Inj ranitidin 2x1
amp
4.Inj citicholin 2 x 500

BAB III

16
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Tumor otak adalah neoplasma padat intrakranial, tumor di dalam otak
atau di pusat kanal tulang belakang. Tumor otak termasuk semua tumor di
dalam tengkorak atau di kanal tulang belakang pusat. Muncul oleh
pembelahan sel yang abnormal dan tidak terkendali, biasanya baik dalam otak
itu sendiri (neuron, sel-sel glial (astrocytes, oligodendrocytes, sel ependymal,
mielin-yang memproduksi sel Schwann), limfatik jaringan, pembuluh darah),
di saraf kranial, diselaput otak (meningen), tengkorak, kelenjar di bawah otak
dan pineal, atau penyebaran darikanker terutama yang terletak di organ lain
(metastasis tumor).Setiap tumor otak secara inheren serius dan mengancam
nyawa karena karakter yang invasif dan infiltrasi terbatas di ruang rongga
intrakranial. Namun, tumor otak (bahkan yang ganas) tidak secara otomatis
menyebabkan kematian.
Tumor otak atau neoplasmaintrakranial dapat bersifat kanker (ganas)
atau non-kanker (jinak), namun definisi neoplasma ganas atau jinak berbeda
dari yang umum digunakan pada jenis kanker atau non-neoplasma kanker
dalam tubuh. Tingkat ancaman tergantung pada faktor seperti jenis tumor,
lokasi, dan ukuran. Karena otak juga dilindungi oleh tengkorak, deteksi dini
tumor otak hanya terjadi ketika alat diagnostik diarahkan pada rongga
intrakranial. Biasanya terjadi pada tahap deteksi lanjut saat kehadiran tumor
memiliki efek samping yang menyebabkan gejala yang tidak jelas.Tumor otak
primer (sejati) biasanya terletak di fosa posterior tengkorak pada anak-anak
dandalam dua-pertiga anterior belahan otak pada orang dewasa, meski dapat
mempengaruhi setiap bagian dari otak.

3.2 Klasifikasi
3.2.1 Tumor Primer
Neoplasma primer adalah tumor otak yang berasal dalam lingkup
intrakranial atau pusat kanal tulang belakang, berdasarkan jaringan organik
yang membentuk otak dan tulang belakang. Otak itu sendiri terdiri dari
neuron dan glia. Neuron itu sendiri jarang menjadi dasar untuk tumor,

17
walaupun tumor dari sel glial adalah glioma dan merupakan tipe kanker
tersering. Otak dikelilingi oleh suatu sistem membran jaringan ikat yang
disebut meningen yang memisahkan tengkorak dari otak. Tumor pada
meningen adalah meningioma yang sering timbul sebagai neoplasma
jinak. Di bawah otak dan kelenjar hipofisis yang menjadi dasar
untuk jenisnya sendiri jarang merupakan neoplasma kelenjar yang bersifat
jinak.
3.2.2 Tumor Sekunder
Tumor otak sekunder adalah tumor metastatik yang menyerang
wilayah intrakranialdari kanker terutama yang terletak di organ lainnya.
Ini berarti bahwa neoplasma ganas (kanker) telah berkembang di organ
lain dan sel kanker tersebut lolos dari tumor primer tersebut . Sel-sel yang
lolos masuk ke dalam sistem limfatik dan pembuluh darah,
beredar melalui aliran darah, dan disimpan didalam jaringan normal
tempat lain di dalam tubuh, dalam hal ini di dalam otak. Lalu sel-sel
tersebut terus tumbuh & membagi diri dan menjadi neoplasma invasif lain
dari jaringan kanker primer.
Tumor otak sekunder sangat umum dalam fase terminal pasien
dengan kanker metastase yang tidak dapat tersembuhkan, Jenis kanker
paling umum dari tumor sekunder dari otak adalah kanker paru-paru,
kanker payudara dan melanoma ganas (kanker kulit), kanker ginjal dan
kanker usus besar. Struktur tulang tengkorak juga dapat dikenakan
neoplasma yang sifatnya sangat mengurangi volume rongga intrakranial,
dan dapat merusak otak. Ada beberapa macam klasifikasi, tetapi yang
paling sering dijumpai adalah klasifikasi berdasarkan lokasi, yaitu :
1. Tumor supratentorial
a. Hemisfer otak, terbagi lagi :
Glioma : - Glioblastoma multiforme
- Astrositoma
-Oligodendroglioma
-Meningioma
-Tumor Metastasis

18
b. Tumor struktur median : - Adenoma hipofisis
- Tumor glandula pienalis
- Kraniofaringioma
2. Tumor infratentorial
Dewasa :
a. Schwannoma akustikus (neurilemmoma, neurinoma akustik)
b. Tumor metastasis
c. Meningioma
d. Hemangioblastoma (Von Hippel Lindau)

Anak-anak :
a. Astrositoma serebelaris
b. Medulloblastoma
c. Ependimoma
d. Glioma batang otak

3. Tumor medulla spinalis


a. Ekstradural : Metastasis, Dermoid
b. Intradural :
Ekstramedular :
- Meningioma
- Neurofibroma (30 %)
- Angioma
Intramedular :
- Ependimoma (60 % tumor MS)
- Metastasis
Lokasi tumor primer yang disukai / hampir selalu : Ependinoma hampir
selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau sentralis medulla
spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan di lobus parietalis.
Oligodendroma kebanyakan pada lobus frontalis. Spongioblastoma di
bangunan garis tengah seperti korpus kalosum atau pons.

19
3.3. Epidemiologi
Insidens tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000
populasi per tahun. Dimana tumor otak primer tersebut kira-kira 41% adalah
glioma, 17%meningioma, 13% adenoma hipofisis dan 12% neurilemoma.
Pada orang dewasa 60%terletak supratentorial sedang pada anak 70%
terletak infratentorial. Pada anak yang paling sering ditemukan adalah tumor
serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma,sedangkan pada dewasa
adalah glioblastoma multiforme.
3.4 Etiologi
Faktor etiologi yang berperan dalam timbulnya tumor otak adalah :
1. Bawaan (meningioma, astrositoma dan neurofibroma)
2. Bangunan embrional yang tersisa (kraniofaringioma, teratoma
intrakranial, kordoma,
3. Radiasi dengan dosis terapeutik dapat merangsang sel-sel
mesenkhimal. Beberapa laporan bahwa radiasi berperan timbulnya
meningioma.
4. Virus (virus Epstein Barr) disangka berperan dalam genesisnya
Burkitts lymphoma juga karsinoma anaplastik nasofaring.
5. Zat-zat karsinogenik methylcholanthrone dan nitro-ethyl-urea
dapat menyebabkan tumor otak primer. Demikian pula chica dari
Guam yang diberi oral pada kelinci.

3.5 Patoisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi
berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan
klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2
faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang
tumbuh paling cepat.

20
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri
pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan
otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor
dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari
ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam
jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga
disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrocepalus. Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa,
bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif. Mekanisme kompensasi ini antara
lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau
serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan
saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat

21
adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan
gangguan pernafasan).

3.6 Manifestasi Klinis


Menurut lokasi tumor :
1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung,
tingkah laku aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak,
hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.
2. Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
3. Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
4. Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
6. Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan
7. Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas
sendi

Tanda dan Gejala Umum :


1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk,
membungkuk
2. Kejang
3. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual,
muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital,
afasia.
4. Perubahan kepribadian
5. Gangguan memori
6. Gangguan alam perasaan

Trias Klasik ;
1. Nyeri kepala
2. Papil oedema
3. Muntah

22
3.7 Pendekatan Diagnostik Tumor Intrakranial Dan Medulaspinalis.
1. Foto polos toraks
2. Foto polos kepala
3. CT Scan kepala
4. MRI
5. Angiografi.

3.8 Pembahasan Tumor Otak


1. Glioblastoma multiforme : adalah tumor primer yang paling sering
dijumpai. Disebut juga sebagai glioma maligna dan astrisitoma tingkat 3
dan 4. lebih sering timbul di lobus frontalis dan temporalis.
Pertumbuhannya sangat cepat dan pronosisnya selalu fatal. Tumor ini
terutama timbul pada usia 40 60 tahun. Lesi bilateral di hemisfer yang
bentuknya berupa lesi kupu-kupu pada korpus kalosum dan dapat juga
mengenai ganglia basalis.
2. Astrositoma dan oligodendroglima : astrositoma derajat 1 dan 2 terdapat
pada usia 30 40 tahun dan oligodendroglioma (35 45 tahun) didapati
tidak sesering glioblastoma multiformen. Pertumbuhannya lambat
sehingga beberapa penderita bertahun-tahun hanya didiagnosis sebagai
epilepsy, yang kemudian ternyata tumor. Tumor ini sering secara
histologik adalah benigne setelah bertahun-tahun dapat menjadi maligna.
3. Meningioma adalah tumor benigna yang timbul dari sel arakhnoid. Pada
orang dewasa menempati urutan kedua terbanyak. Dijumpai 50 % pada
konveksitas dan 10 % pada basis kranii, selebihnya di foramen magnum,
fossa posterior dan system ventrikules. Tumor ini terutama ditemukan
pada usia 40 50 tahun.
4. Tumor metastasis sering berasal dari komplikasi dari neoplasma sistemik.
Paling sering dari karsinoma bronkus, karsinoma payudara dan melanoma
maligna.

23
5. Adenoma hipofisis terjadi sering pada usia 30 50 tahun. Secara klinis
hampir semua kasus memperlihatkan gangguan endokrin akromegali
menyertai adenomaeosinofilik. Tanda-tanda insufisiensi hipofise seperti
kulit tipis dan mengerut, defesiensi endokrin sekunder kelenjar tiroid dan
gonad yang menyertai edenoma kromofob. Pada prolaktinoma, kadar
prolaktin melebihi 100 mg/ml, galaktore dan biasanya terjadi amenoro
sekunder dan impotensi pada pria. Adenoma hipofise yang besar
menyebabkan defek lapangan penglihatan sella yang melebar. Adenoma
basofilik (penyakit Cushing) menyebabkan peninggian produksi ACTH
oleh karena meningkatnya sekresi kortison dari korteks adrenal.
6. Tumor glandula pinealis terletak pada sentrum otak yang dikelilingi oleh
ventrikel ke III, mesensefalon, akuaduktus Sylvii dan vena Galen. Tumor
ini dapat menyebabkan peninggian tekanan intrakranial, hidrosefalus,
disfungsi mesensefalon dan endokrinopati. Penekanan mesensefalon
menyebabkan sindroma parinaud. Penekanan ventrikulus ke III,
menyebabkan diabetes insipidus 10 % penderita ditemukan pubertas
prekoks.
7. Kraniofaringioma terutama terdapat pada anak dan anak muda, biasanya
supraselar meluas ke khiasma optikum di bagian atas stella tursika. Tumor
ini berbentuk kista-kista berisi seperti cairan minyak (kolesterol) berwarna
kuning-cokelat. Di dalam tumor tampak banyak kalsifikasi. Pada foto X-
ray akan tampak kalsifikasi ini. Oleh karena tumor ini menyebar ke bawah
lobus frontalis dan temporalis menutup foramen Monroi menyebabkan
hidrosefalus obstruktif. Selain itu terdapat gangguan visual (hemianopsi
bitemporal), disfungsi endokrin (diabetes insipidus), hiperfungsi hipofisis.
Pada anak dijumpai hambatan pertumbuhan dan obesitas. Tanda lainnya
dapat ditemukan papil atrofi, lesi N.III, N. IV, dan N.VI.
8. Schwannoma akustikus adalah tumor yang berasal dari sel schwan saraf
perifer. Terutama pada usia 30 50 tahun. Paling sering tumor ini timbul
pada n.vestibulo koklearis (statoakustik). Gejala awal adalah gangguan
nervus oktavus (tuli, tinnitus, vertigo). Disfungsi N.V, N.VII dan ataksia
sebagai gejala lanjut.]

24
9. Hemangioblastoma adalah tumor pembuluh darah yang berkista. Kista-
kista itu berisi cairan yang santokrom. Di samping medulla spinalis, maka
predileksi tumor ini di serebellum. Bila tumor ini disertai dengan
hemangioblastoma di retina disebut sebagai von Hippel-Lindau.
10. Meduloblastoma tumor ini hanya ditemukan pada anak-anak yang pada
umumnya di garis tengah dari serebelum, tetapi sewaktu-waktu mulai di
hemisfer serebri. Karena konsistensinya lunak, maka tumor ini dapat
menjadi cukup besar yang meluas ke sudut serebro pontin dan ke batang
otak dapat juga menyumbat foramen Luscha atau Magendi, sehingga
menyebabkan hidrosefalus. Dapat pula bermetastasis melalui ruang
subarkhnoid ke medulla spinalis dan ke permukaan otak.
11. Neurilemoma / neurofibroma terutama ditemukan pada usia di atas 40
tahun. Lebih sering merupakan tumor spinalis dan bila ditemukan
intrakranial kebanyakan sebagai tumor N.VIII. di kanalis spinalis
neurilemoma/neurofibroma tumbuh dari sel Schwann yang menyelubungi
radiks dorsalis, terutama segmen torakalis. Lokasi yang paling disenangi
adalah kauda ekuina.
12. Epedimoma sel-selnya berasal dari ependim yang menutupi dinding
ventrikel. Lokasinya selalu di sekitar ventrikulus dan kanalis sentralis.
Tumor ini juga dapat mengenai medulla spinalis (60 %), filum terminale di
tempat ini ia terbungkus rapi, sehingga mudah dikeluarkan secara operasi.

3.9 Penanganan Tumor Intrakranial


1. Terapi anti edema misalnya steroid, manitol
2. Terapi operatif
3. Terapi radioterapi
4. Terapi kemoterapi.
Indikasi radioterapi dan sitostatik kemoterapi:
Radioterapi ( 50 60 Gy selama 7 minggu)
Glioma maligna
Oligodendroglioma
Dysgerminoma
Limfoma SSP primer
Meduloblastoma

25
Ependimoma
Meningioma (maligna, inoperable)
Adenoma hipofise (sesudah pembedahan sebagain dan sesudah
pengobatan yang gagal)
Kordoma basis kranii
Radioterapi (sesudah komfirmasi biopsy)
Profilaksis iradiasi kranium dan corpus vertebralis.
Kemoterapi :
Glioma maligna : BCNU intravena (kasus-kasus yang terseleksi)
Limfoma SSP: MTX (metotrexate) + cytosine-arabinoside (ArAC)
intravena
Infiltrasi tumor mening : MTX + ArA CIV + iradiasi
kraniospinalis.

3.10 Komplikasi
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying).
Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel
(sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam
rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi
pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
c. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan
singuli.
d. Epilepsi
f. Metastase ketempat lain

2.11 Differential Diagnosa


1. Radang otak
2. Infark brainstem

2.12 Prognosis
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang
bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada
astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh
dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita

26
meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
1. Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.
2. Penderita astrositoma anaplastik.
3. Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah
diangkat melalui pembedahan.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Mardi Waluyo Blitar tanggal 22 November
2017 jam 10.20 WIB dengan keluhan susah diajak berkomunikasi sejak sekitar
satu minggu yang lalu. 1 tahun SMRS pasien didiagnosa terdapat tumor pada
paru. Sejak 6 bulan yang lalu pasien didiagnosa terdapat tumor pada otak. Pasien
mengalami lemah anggota gerak sebelah kanan sejak satu tahun yang lalu. Pasien
kadang mengalami penurunan daya ingat. Pasien mengeluh biasanya mengeluh
adanya nyeri kepala. Penurunan daya lihat disangkal, perubahan watak mendadak
disangkal, tangan gemetar disangkal, mual atau muntah juga disangkal.
Pasien memiliki riwayat penyakit diabete mellitus sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat pengobatan memakai insulin novorapid 14 unit siang dan sore. Levemir
16 unit malam sebagai terapi diabetes mellitus. Pasien didiagnosa dan menjalani
pengobatan tumor paru sejak 1 tahun yang lalu. Pasien menjalani pengobatan
tumor otak dan diambil sampel pemeriksaan sejak 4 bulan lalu dan didapatkan
tumor tersebut adalah ganas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nampak sakit sedang, GCS 4,5,6 tensi
110/70 mmHg, nadi 80 x / menit, regular, Frekuensi nafas 20x /menit, reguler
dan Suhu 36,1 oC. Pemeriksaan head to toe dalam batas normal dan didapatkan

27
afasia motorik. Pemeriksaan status neurologik, status psikiatri, nervus kranialis,
refleks fisiologis dan reflek patologis tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan laboraorium didapatkan leukositosis, mcv dan mch yang rendah.
Pada pemeriksaan ct scan kepala pada 10-2-2017 didapatkan suspect massa DD
proses infeksi di lobus parietalis kiri dengan tentakel edema yang luas.
Pemeriksaan CT-scan tanggal 18-2-2017 didapatkan kesimpulan multiple lesi
irregular dengan central necrotic ukuran 1.8 x 1.5 x 1.8 cm dan 1.8 x 1.9 x 1.6 cm
di lobus parietal kiri, disertai tentakel edema yang luas dan gambaran lepto
mengial enhancement pada regio parietal kanan kiri, suspect proses infeksi
absecess cerebri; sinusitis kronis maksilaris kanan dan deviasi septum nasi ke kiri.
Foto thorax yang dilakukan pada 25-7-2017 didapatkan supect massa paru kanan
lobus superior.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan
diagnosa metastase tumor otak yang berasal dari tumor paru. Penatalaksanaan
pasien dengan metastasis tumor otak biasanya difokuskan pada pilihan terapi
seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Namun penatalaksanaan gejala
dan perawatan supportif juga sama pentingnya termasuk pemberian
kortikosteroid, penatalaksaan nyeri, penatalaksanaan kejadian tromboemboli dan
serta evaluasi masalah psikiatrik. Penatalaksanaan supportive yang baik akan
meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan pasien untuk berkonsentrasi
terhadap terapinya.
Penggunaan kortikosteroid seringkali dibutuhkan pada pasien tumor otak
metastasisuntuk mengendalikan gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Edema peritumoral merupakan penyebab utama peningkatan tekanan
intrakranial dan dimediasi olehberbagai mekanisme, termasuk peningkatan
permeabilitas yaang dinduksi oleh faktor-faktor yang disekresi oleh tumor dan
jaringan sekitar, sepertiradikal bebas, asam arakidonat, glutamat, histamin,
bradikinin, atrial natriuretic peptide, dan VEGF. Dexamethasone merupakan
steroid potensi tinggi yang paling sering digunakan untuk mengatasi edema yang
berhubungan dengan tumor otak. Mekanisme dexamethasone dan glukokortikoid
lain dalam mengurangi edema masih belum jelas. Seperti diketahui bahwa tumor
otak metastasis memiliki konsentrasi reseptor glukokortikoid yang tinggi. Efek

28
obat-obatan ini tampaknya dimediasi melalui pengikatan dengan reseptor ini yang
akhirnya menyebabkan ekspresi gen baru. Inhibisi produksi dan pelepasan faktor
vasoaktif yang disekresi oleh sel-sel tumor dan sel-sel endotel, seperti VEGF dan
prostasiklin, tampaknya terlibat dalam proses ini. Sebagai tambahan,
glukokortikoid tampaknya menghambat reaktivitas sel-sel endotel terhadap
beberapa substansi yang menginduksi permeabilitas kapiler. Pada pasien tumor
otak metastase dengan gejala ringan akibat efek massa, direkomendasikan
pemberian kortikosteroid dengan dosis 4-8 mg per hari, sedangkan untuk pasien
dengan gejala menengah hingga berat direkomendasikan dosis 16 mg atau lebih
perhari. Dexamtehasone merupakan kortikosteroid pilihan dan sebaiknya
diturunkan perlahan selama 2 minggu. Dexamethasone diturunkan setelah
pemberian selama satu minggu dan dihentikan setelah 2 minggu jika
memungkinkan.
Citicolin merupakan prekursor phospholipid, menghambat deposisi beta
amiloid di otak, membentuk acetylcholine, meningkatkan neurotransmiter
norepinephrine, dopamine, & serotonin, menghambat aktivitas fosfolipase &
sfingomielinase memberikan efek neuroproteksi. Bioavailabilitas hampir 90%
(per oral), citicoline eksogen akan dihidrolisis di dalam usus halus, dan siap
diserap dalam bentuk choline & cyctidine dan kembali dibentuk menjadi
citicoline. Choline akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, termasuk sel-
sel otak (0,5%) & IV (2%)
Ranitidin adalah anatagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam
lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 3694 mg/mL.
Kadar tersebut bertahan selama 68jam . Ranitidine diabsorpsi 50% setelah
pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 23 jam setelah pemberian
dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan
antasida. Waktu paruh 2 3 jam pada pemberian oral, Ranitidin diekskresi
melalui urin.

29
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tumor otak adalah neoplasma padat intrakranial, tumor di dalam
otak atau di pusat kanal tulang belakang.Tumor otak termasuk semua tumor di
dalam tengkorak atau di kanal tulang belakang pusat. Muncul oleh
pembelahan sel yang abnormal dan tidak terkendali, biasanya baik dalam otak
itu sendiri (neuron, sel-sel glial (astrocytes, oligodendrocytes, sel ependymal,
mielin-yang memproduksi sel Schwann), limfatik jaringan, pembuluh darah),
di saraf kranial, diselaput otak (meningen), tengkorak, kelenjar di bawah otak
dan pineal, atau penyebaran darikanker terutama yang terletak di organ lain
(metastasis tumor).Setiap tumor otak secara inheren serius dan mengancam
nyawa karena karakter yang invasif dan infiltrasi terbatas di ruang rongga
intrakranial. Namun, tumor otak (bahkan yang ganas) tidak secara otomatis
menyebabkan kematian.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Rowland, Lewis P (Ed). Merritts Neurology 11th Edition. Lippincott


Williams and Wilkins. 2005

2. Mardjono, Mahar dan Sidharta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.


Dian Rakyat. 2008

3. Chen, Thomas C. Prostate Cancer and Spinal Cord Compression Cancer


Network, Home of the Journal Oncology. diunduh dari
[http://www.cancernetwork.com/oncology-journal/prostate-cancer-and-
spinal-cord-compression] pada tanggal 27 november 2017

4. Bradley, Walter G., Daroff, Robert B., Fenichel, Gerald M dan Jankovic,
Joseph. Neurology in Clinical Practice Principles of Diagnosis and
Management 4th Edition Volume I. Elsevier. 2004

5. Ropper, Allan H., Samuels, Martin A dan Klein, Joshua P. Adams and
Victors Principles of Neurology 10th Edition. New York. McGraw-Hill.
2014

6. International Headache Society. The International Classification of


Headache Disorders (beta version) Cephalalgia an International Journal
of Headache 33 No.9 halaman 629 808. Sagepub. 2013

31

Anda mungkin juga menyukai