BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan
kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan
nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko
yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang
bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak
mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai
ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan
dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan
kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku
pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian
rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan
yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan
psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam
makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja
serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun
emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi berbicara
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu membicarakan masalah keamanan
fisik dari para pekerja, tetapi menyangkut berbagai unsur dan pihak.
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, maka di setiap
tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan dan keselamatan kerja.
Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama
dengan seluruh tenaga kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja
yang bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus tempat
kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan kesehatan dan
keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia berkewajiban menjelaskan
tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua alat pengaman diri yang
harus dipakai saat bekerja, dan cara melakukan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang
telah dipekerjakan, pengusaha wajib memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala,
menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya
di tempat kerja dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker
setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk dilaksanakan
semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan keberatan bila melakukan
pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi
pekerja juga memiliki kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan
menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui
urgensi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada di
tempat kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah terwujud.
Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab kecelakaan
kerja yaitu:
a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang industri dan
kesalahan penempatan tenaga kerja.
b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi dibuat
dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.
c. Faktor sumber bahaya, meliputi:
Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta tidak
memakai alat pelindung diri.
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang
membahayakan.
d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi, pergantian
udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut, Sumamur menyederhanakan faktor penyebab kecelakaan
kerja menjadi dua yaitu:
a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act atau human
error).
b. Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Sumamur, 1981: 9).
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab kecelakaan kerja di
Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benar-benar jitu
untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman tersebut. Tindakan-tindakan
tersebut diantaranya membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan
cara memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali, memakai peralatan yang
tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak
aman saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material, berada pada
posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan cara yang tidak
benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan lain-lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian. Kerugian
yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan pengobatan korban,
tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta menurunnya mutu produksi. Sedangkan
kerugian yang bersifat non ekonomis adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian,
luka atau cidera dan cacat fisik.
Sumamur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja dengan 5K
yaitu:
a. Kerusakan
b. Kekacauan organisasi
c. Keluhan dan kesedihan
d. Kelainan dan cacat
e. Kematian
Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan kerja
adalah human error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi
kecelakaan yang telah menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator kran
bersikap lebih hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula
krsital tersebut telah kosong serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan
kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat memasuki tangki seharusnya juga
mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan manajemen
dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem
manajemen yang baik seharusnya lebih ketat pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat
ini memiliki risiko yang besar untuk menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan
manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat
tersebut sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak
ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di sana, maka
pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana apabila di dalam tangki
masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah lampu yang menyala yang
mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya dilakukan investigasi kecelakaan,
inspeksi, pencatatan serta pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari kegiatan ini tentu untuk
meningkatkan manajemen dari kesehatan, keamanan serta keselamatan pada perusahaan
tersebut, menentukan tindakan pencegahan yang tepat serta menurunkan faktor risiko pada
kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya sikap dari pihak perusahaan yang menutup-nutupi
kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat menghambat berjalannya investigasi tersebut.
Perusahaan tidak akan dapat mengambil pelajaran melalui kecelakaan ini. Ini berarti
kecelakaan semacam ini masih memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk kembali
terjadi, baik pada perusahaan yang sama maupun pada perusahaan sejenisnya.
Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada beberapa alternatif
pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat berupa:
a. Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki standarisasi
yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan, konstruksi, alat-alat pelindung
diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan perusahaan yang
berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat dipatuhi.
c. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya,
pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah tanda-tanda peringatan
beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan letakkan di tempat yang aman.
d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan.
e. Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam asuransi. (Sutrisno
dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).
2. Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian
membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi keselamatan kerja telah
didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk pengawasan tersebut telah dialihkan ke
pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan
DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan
secara nasional. Sekitar 400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk
melakukan pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan
Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja untuk melaksanakan
upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat
2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010
dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan
kesehatan yang merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada tahun 1982 sebagai
badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat kepada Pemerintah di tingkat
nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi pemerintah yang terkait dengan K3,
wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan
dan menganalisa data K3 di tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS
dalam membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan
penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan. Selama
periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27 lokakarya dan
seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah
menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang berjalan
bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa berjalan maksimal
apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha dan
lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan
keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan
yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak
ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut
sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja,
tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai
peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta : Internasional
Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific Manila Philippines
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Sumamur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan Kerja.
Sukabumi: Yudhistira.
Sumber Internet:
http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya
saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi
dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada
gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang,
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan
ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara
anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja
adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban
dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan
kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan
PEMBAHASAN
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu,
perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969
tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu
Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di
dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3
serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-
lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi
yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik
keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat
atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang
lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang
memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung
mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai
tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa
kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman,
tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat
kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan
kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang
berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu
lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan
terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering
dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah
dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan
menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat
pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang
lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari
tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat
merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa
hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%
menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini
diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh
petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari,
dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang
meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat
dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-
D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti
Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh
melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.
pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai,
maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang
pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti:
kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan
kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan
tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan
kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang
menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu,
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita
gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja.
Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka
sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta
hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era
globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan
pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di
pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat
strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi
tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan
cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini
adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui
pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi
pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985
-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran
Masyarakat Depkes RT.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. ii
DAFTAR ISI.. iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Pengertian Tenaga Kerja. 1
1.2 Perlindungan Tenaga Kerja. 1-5
1.3 Jenis Perlindungan Tenaga Kerja 5
1.3.1 Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja. 5
1.3.2 Perlindungan Teknis atau Keselamatan Kerja 6-7
1.3.3 Perlindungan Ekonomis atau Jaminan Sosial. 7-8
1.4 Jenis-jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja 8
1.4.1 Jaminan Kecelakaan Kerja 8-9
1.4.2 Jaminan Kematian.. 9
1.4.3 Jaminan Hari Tua. 9
1.4.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.. 9-10
1.5 Tujuan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja .... 10
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA 11
2.1 Perlindungan Pekerja Perempuan 11-15
2.2 Perlindungan Pekerja Anak. 16-19
BAB III ANALISA 20
3.1 Perlindungan Pekerja Perempuan 20-21
3.2 Perlindungan Pekerja Anak. 21-24
BAB IV Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia 25
4.1 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja.. 25
BAB V SIMPULAN dan SARAN 26
5.1 Simpulan... 26
5.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA. 27
LAMPIRAN 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Tenaga Kerja
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa
kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan
harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam
peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah
setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga
kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil
maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-
hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat
yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi
juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu,
pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja
Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan
Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas.
Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup,
sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila manusia tidak mempunyai pekerjaan,
dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan
keluarganya.
Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi,
memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan setiap
orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan dari hukum.
Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan
kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini
terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang
sepadan. Dengan jalan demikian maka disamping peningkatan produksi sekaligus dapat
baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita. Sebagian
besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak
membutuhkan keterampilan yang khusus lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja
wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan di
bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya
kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi
tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah
dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum dewasa yang
dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum dari
kondisi objektif tidak ada perbedaan-perbedaan. Perhatian yang benar bagi pemerintah dan
seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya.
Selain itu, masalah gangguan seksual (sexual harressment) seringkali dialami oleh
perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh majikan. Gangguan ini bisa
berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan verbal, tindakan atau kontak fisik yang
mempunyai konotasi seksual. Walaupun seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan
tersebut, suatu gangguan tampaknya tidak membahayakan secara langsung, namun dengan
adanya tindakan itu yang mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang tersebut selalu
tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan yang
seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering dianggap peristiwa
tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak menyangkut pelanggaran hak asasi
manusia.
Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga
memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran
nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar
kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk
terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh
sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di
hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan
dapat terjamin.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan
salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat,
anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan
mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam
menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu
mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia
usaha di Indonesia.
Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga ) macam, yaitu:
1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja,
keselamatan kerja.
1.3 Jenis Perlindungan kerja
1.3.1 Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan
sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat
memaksa, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindungan
sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk
menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan
kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal
menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan
pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU
No 13 Tahun 2003.
1.3.2 Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada
suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pda
kerja.
Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat
jaminan sosial.
Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja,
maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyrakat akan tercapai
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan
undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih
Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan S.
1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan Peraturan
Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan dan keamanan di
kering.
Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai
social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang
dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang ( jaminan kecelakaan
kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan
kesehatan.
Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang Undang Nomor. 3 Tahun
1992 adalah :
Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal bagi tenaga kerja
beserta keluarganya.
Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja
tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi resiko
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja
baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi
keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa
uang.
Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi
ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang penghasilannya rendah.
Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau
berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 ( lima puluh lima ) tahun atau memnuhi
persyaratan tersebut.
sehingga dapat melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang
penyembuhan ( kuratif ).
Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan
Ketenagakerjaan.
production).
Bab II
Di dalam pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang bekerja yaitu
Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 8. Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam
dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Peremuan pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang
sampai dengan Pukul 07.00. Semua peraturan tersebut secara jelas memberikan perlindungan
kepada perempuan. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003.
disebutkan bahwa,Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah
Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan
menerima upah.
Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki,
seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84,
Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul
07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang
Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara
Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00
07.00.
Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan
minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan
uang.
masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam
masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah
penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan
Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5
bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh.
Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara
penuh.
masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang
anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat
dengan perusahaan.
Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja
wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas
pengawasan ke Perusahaan.
pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang
menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan
terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya
Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan
untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-undang negara dan
Namun demikian, perempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya
dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan.
Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan
Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik
Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang
dimilikinya.
reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi
reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan nama
majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja yang tidak
berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada
pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat
(3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua
dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan
bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang umurnya tidak
boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya terdapat pada pasal 3.
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita
untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, Pengupahan meliputi upah atau gaji
biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus
dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada
saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh diskriminasi
antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun, baik untuk anak
laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan
tersebut sudah memadai dan sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena
sampai saat ini masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang
perlindungan anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah
Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Keppres
No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk semua masalah seputar
anak yang kita temui. Di dalam pasal 32 dari KHA, dinyatakan bahwa anak mempunyai hak
untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan
mengganggu perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak. Oleh karena itu
negara berkewajiban untuk menentukan batas usia minimum pekerja anak, mengatur jam dan
kondisi penempatan kerja, serta menetapkan sanksi dan menjatuhi hukuman kepada pihak-
Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa Negara telah menunaikan core obligation-nya
melalui UU Ketenagakerjaan tersebut. Negara telah menetapkan batas usia minimum pekerja
anak, telah mengatur bahwa anak harus dihindarkan dari kondisi pekerjaan yang berbahaya,
Ada tiga pendekatan dalam memandang masalah pekerja anak, yaitu penghapusan
abolisi mendasarkan pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi
apapun, karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta
pemikirannya pada jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai
warga negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan
terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-
haknya. Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara terus-
menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk pekerja
anak.
Kondisi-kondisi yang sangat merugikan seperti diupah dengan murah, rentan terhadap
eksploitasi, rentan terhadap kecelakaan kerja, rentan terhadap PHK yang semena-mena, serta
kewajiban baru bagi negara untuk memberikan perlindungan kepada anak yang terpaksa
bekerja, dan bahwa kepada anak yang bekerja harus diberikan perlindungan melalui peraturan
ketenagakerjaan agar mereka mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja sebagaimana orang
dewasa dan agar mereka terhindar dari segala bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan.
Jadi sementara negara belum bisa sepenuhnya menghapus pekerja anak, setidaknya
negara dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja anak, sebagai anak dan sebagai
pekerja, serta memberikan perlindungan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja, melalui cara
Tetapi seperti halnya berbagai peraturan lainnya, kendala utamanya adalah dalam hal
pelaksanaan. Dan sejauh mana Negara telah memberikan perlindungan terhadap pekerja
a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur
b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai
15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dari
c. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
e. Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
f. Siapapun dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk, tercantum dalam
Pasal 74 ayat (1). Yang dimaksud pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat (2), yaitu :
produksi dan perdagangan minuman keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Analisa
Perlindungan tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di luar negeri masih lemah.
Kondisi demikian tidak sebanding dengan antusiasme menjadi TKW. Berharap dapat
memperbaiki ekonomi keluarga serta berharap mendapatkan upah yang besar, banyak remaja
dan ibu rumah tangga memilih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negeri orang.
Untuk hal tersebut, maka kita perlu memberikan perlindungan tenaga kerja wanita.
Resiko besar menghadang, baik berupa siksaan, pemerkosaan sampai kehilangan nyawa.
Bahkan tidak jarang mereka bekerja bertahun-tahun tanpa upah dan pulang tanpa nyawa
Korban tenaga kerja wanita yang disiksa, dibunuh oleh majikan hampir selalu ada dan
disiarkan berulang di berbagai media. Pemerintah hampir selalu ikut turun tangan dan angkat
bicara. Namun ironisnya kejadian tersebut terulang dan TKW terlanjur menjadi korbannya.
Kekerasan, pelecehan dan perampasan hak TKW ternyata masih belum mampu
menjadikan Pemerintah memberikan perlindungan tenaga kerja wanita rasa aman dan
nyaman dalam bekerja. Pemerintah hanya mampu menjadi mediator sesaat dalam hal
perlindungan tenaga kerja wanita saat mereka bermasalah perindividu perkasus. Bukti
ketidak seriusan pemerintah dalam memberi perlindungan tenaga kerja wanita adalah
Pemerintah harus serius menangani masalah ini agar tidak berulang terjadi dan seakan
tidak mampu mengurai benang kusut masalah yang dihadapi TKW. Pemerintah melalui
Menlu dan Dubes serta Depnaker, Menkumham, hendaknya mau duduk bersama
merumuskan upaya payung hukum perlindungan tenaga kerja wanita yang akurat sebelum
sangat perlu. Selama ini para TKW yang berangkat sebagian besar adalah dari mereka yang
memiliki pendidikan dan ketrampilan yang pas-pasan. Sehingga tujuan bekerja adalah hanya
memasuki sektor non formal menjadi pembantu rumah tangga. Kemungkinan akan menjadi
lain jika para TKW yang ke luar negeri adalah mereka yang memiliki pendidikan dan
keahlian khusus. Upaya ini membantu mereka mampu bersaing dan dapat bekerja dalam
sektor formal yang memiliki payung hukum dan perlakuan jelas dan bekerja secara
profesional.
kompeten yang dapat membantu meningatkan perekonomian keluarga. Jika para wanita yang
antusias menjadi TKW ini ada kegiatan yang mampu membantu akan lebih memilih
berwirausaha dan bekerja di dalam negeri karena dekat dengan keluarga dan jauh dari resiko
penyiksaan.
Tingginya jumlah pekerja anak di Indonesia masih menjadi salah satu problem serius
yang harus ditangani secara komprehensif. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei
Nasional Pekerja Anak oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Labour
Organization (ILO) tahun 2009, ada sekitar 4 juta anak Indonesia aktif secara ekonomi.
Sekitar 1,8 juta dari mereka masuk dalam kategori pekerja anak. Sementara itu, Komisi
Nasional Perlindungan Anak juga mencatat 11 juta anak usia 7-8 tahun tidak terdaftar sekolah
di 33 provinsi di Indonesia.
Tingginya jumlah pekerja anak ini membuat ILO menjadikan Indonesia sebagai
negara yang menjadi target utama dalam Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak atau International Programme on The Elimination of Child Labour
(IPEC). Terhitung sejak 1992 hingga sekarang, pemerintah Indonesia bersama sejumlah pihak
terkait baik di tingkat pusat maupun daerah terus mengupayakan mengurangi jumlah pekerja
anak secara signifikan terutama pada sejumlah jenis pekerjaan yang dikategorikan sebagai
pekerjaan berbahaya bagi anak. Sejumlah pekerjaan berbahaya itu antara lain pelacuran,
dengan proses produksi menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan pembantu rumah
tangga.
untuk menanggulangi masalah pekerja anak. Salah satunya ditandai dengan keikutsertaan
Indonesia dalam program IPEC ILO sejak dua dekade lalu. Indonesia juga turut meratifikasi
Konvensi ILO tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (No. 182) dan Konvensi
ILO mengenai usia minimum memasuki dunia kerja (No. 138). Dengan meratifikasi konvensi
tersebut, Indonesia mempertegas komitmennya untuk mengambil tindakan dengan segera dan
efektif untuk melarang dan menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak yang disahkan
melalui Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002. Rencana Aksi ini mengidentifikasikan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan menargetkan Indonesia akan bebas pekerja
anak pada tahun 2016. Untuk mengakselerasi tujuan ini, pemerintah menjalin kemitraan yang
strategis mulai dari pemerintah daerah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat hingga
Berdasarkan data ILO, telah terjadi penurunan jumlah pekerja anak yang cukup signifikan di
Indonesia. Jika pada tahun 1996 terdapat sekitar 2,5 juta pekerja anak, jumlah ini terus
mengalami penurunan sekitar 3,4 persen setiap tahunnya hingga menjadi 1,5 juta orang pada
2010.
jumlah pekerja anak secara signifikan. Meski demikian, upaya untuk mewujudkan Indonesia
bebas pekerja anak pada tahun 2016 nanti masih sangat panjang. Tingginya angka
dinamika permintaan akan tenaga kerja dinilai masih akan menjadi hambatan penghapusan
kemiskinan seringkali dianggap sebagai salah satu faktor pendorong utama tingginya jumlah
pekerja anak di Indonesia. Di mana, salah satu dampak kemiskinan yang utama adalah
Karena itu, selain melakukan penarikan dan pencegahan anak secara langsung dari
dunia kerja, pendekatan ekonomi kini turut menjadi salah satu strategi utama dalam
menanggulangi masalah pekerja anak. Salah satu yang menjadi prioritas adalah program
pengentasan kemiskinan para orang tua. Karena kemiskinan orang tua bisa menjadi sumber
utama munculnya pekerja anak. Kemiskinan yang terus berlanjut juga bisa membuat siklus
Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara buruh anak yang ditemukan sekarang
merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga buruh anak. Mereka tidak punya banyak
pilihan selain terus menjadi buruh dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya.
Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses
yang cukup pada pendidikan. Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian
sekolah.
Untuk memutus lingkaran setan ini, sejumlah upaya pemberdayaan ekonomi keluarga
miskin terus digalakkan. Salah satunya melalui kredit mikro atau microfinance. Lembaga ini
sering dipandang sebagai salah satu obat yang mujarab untuk mengentaskan kemiskinan. Ia
tidak hanya memberi akses modal bagi masyarakat miskin yang tidak tersentuh akses
permodalan dari lembaga keuangan namun juga sekaligus bisa berfungsi sebagai sarana
pemberdayaan bagi masyarakat miskin. Meski demikian, kredit mikro bukan merupakan satu-
satunya penyelesaian, sehingga harus disinergiskan dengan program lain yang relevan.
Bab IV
(BNP2TKI)
4.1 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan
PresidenNomor 81 Tahun 2006. Sekarang BNP2TKI diketuai oleh Nusron Wahid yang
melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan
Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan
penempatan;
informasi; kualitas pelaksana penempatan TKI; dan peningkatan kesejahteraan TKI dan
keluarganya.
Bab V
4.1 SIMPULAN
Setelah penulis melakukan analisis tentang perlindungan tenaga kerja, penulis
menyimpulkan bahwa perlindungan tenaga kerja Indonesia masih lemah. Masih banyak
kejadian yang menyebab tenaga kerja kerja Indonesia kehilangan hak-hak dasar sebagai
(cost of production).
4.2 SARAN
Adapun saran penulisan makalah ini sebagai berikut :
Mengingat masih banyak perusahaan dalam hal ini pengusaha meskipun sudah
perlu dikenakan sanksi bagi pengusaha yang tidak melaksanakan peraturan tersebut oleh
pihak yang berwenang demi tercapainya hubungan industrial, adanya saling membutuhkan
antara pihak pengusaha dan tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita dan anak-anak.
mempekerjakan pekerja wanita dan anak-anak apakah sudah mentaati peraturan yang ada
atau belum. Dan peran aktif kesadaran pekerja wanita atau anak-anak sendiri serta
1. http://www.bnp2tki.go.id/
2.
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Nasional_Penempatan_dan_Perlindungan_Tenaga_Kerja
_Indonesia
3. http://www.hukumtenagakerja.com/penempatan-dan-perlindungan-tenaga-kerja-indonesia-di-
luar-negeri/
4. https://m2.facebook.com/notes/universitas-borobudur-jakarta/undang-undang-jaminan-dan-
jenis-perlindungan-tenaga-kerja/546860785327961/?_rdr
5.
http://www.academia.edu/3167925/PERLINDUNGAN_HUKUM_TERHADAP_TENAGA_
KERJA_INDONESIA_DI_LUAR_NEGERI
6. http://www.hukumtenagakerja.com/tag/perlindungan-hukum/
7. https://artikelarunalshukum.wordpress.com/2013/07/25/apa-tujuan-perlindungan-terhadap-
tenaga-kerja/
8. http://www.lutfichakim.com/2012/08/perlindungan-hukum-tenaga-kerja.html
9. http://hukum.unsrat.ac.id/naker/naker.htm
10. http://www.kajianpustaka.com/2013/04/perlindungan-hukum-terhadap-pekerja.html