Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gigi merupakan salah satu penyakit yang paling sering

dikeluhkan masyarakat.Menurut survei di Indonesia, karies gigi

merupakan penyakit endemik dengan prevalensi yang cukup tinggi.Hasil

studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004,

dilaporkan bahwa prevalensi karies mencapai 90,05% yang berarti hampir

seluruh penduduk Indonesia menderita karies gigi(Depkes RI, 2005).

Selanjutnya hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 (Depkes RI,

2008) didapatkan rata-rata DMF-T sebesar 4,85, yang berarti setiap orang

di Indonesia mempunyai 5 gigi yang karies. Tingginya rata-rata DMF-T

masyarakat Indonesia menjadi bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan

mulut masyarakat Indonesia.

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang

disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu karbohidrat yang

diragikan (Brooksdkk., 2007). Demineralisasi dimulai dari permukaan gigi dan

akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan

pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal

(Jeevarathandkk., 2007). Karies merupakan penyakit multifaktorial. Karies

disebabkan oleh adanya interaksi antara, pejamu (host),bakteri (agent), diet

karbohidrat terutama sukrosa (environment), dan faktor waktu. Bakteri penyebab


karies gigi antara lain grup mutansstreptococci yaitu Streptococcus mutans (S.

mutans) dan Streptococcus sobrinus(S. sobrinus) (Jong dan Morganstein, 1993).

Streptococcus mutansdan S. sobrinusmemiliki peran penting dalam

etiologi karies gigi danmerupakan bakteri grup mutansstreptococci yang

paling dominan ditemukan dalam kasus karies gigi. Sekitar lebih dari 70%

padatan bakteri yang berada dalam plak adalah bakteri penyebab karies

termasuk S. mutans dan S. sobrinus(Haake, 2010).Streptococcus

mutansdan S. sobrinus memiliki faktor-faktor virulensi penyebab karies.

Faktor-faktor tersebut yaitu mampu menghasilkan asam (asidogenik),

mampu hidup pada lingkungan asam (asidurik), dan kemampuannya untuk

melekat pada suatu permukaan (adhesi) (Kuramitsu, 2007).

Kemampuan suatu mikroorganisme untuk melekat pada suatu

permukaan sel merupakan faktor yang sangat penting dalam terjadinya

proses karies. Proses perlekatan diawali oleh suatu aktivitas adhesi yang

ditandai dengan kemampuan hidrofobisitas, yaitu suatu kemampuan

mikroorganisme untuk menjauh dari media berbentuk cair yang dapat

mengganggu perlekatannya terhadap suatu permukaan (Fatimah,

2007).Hidrofobisitas merupakan hubungan sekelompok molekul

nonpolar yang berada pada lingkungan cairan yang terjadi dari

kecenderungan air untuk menjauhi molekul nonpolar, maka dapat

disimpulkan bahwa hidrofobisitas bakteri merupakan kemampuan sel

bakteri untuk menjauhkan diri dari molekul air menuju molekul yang

tidak larut air sehingga terjadi perlekatan antara bakteri dengan molekul
yang tidak larut air tersebut (IUPAC, 2006). Dijelaskan juga oleh

Sorongan dkk.(1991) bahwa kemampuan tersebutdapat diganggu dengan

pemberian suatu bahan.Hal ini ditujukan untuk mengganggu struktur

bakteri yang digunakan untuk melekat pada suatu permukaan.

Sejak zaman dahulu, bahan-bahan herbal telah dimanfaatkan

masyarakat Indonesia untuk membantu menjaga kesehatan.Namun sejauh

ini, masih banyak potensi bahan-bahan herbal tersebut yang belum

dieksplorasi lebih lanjut dan belum diteliti secara ilmiah.Daun sirih hijau

atau yang memiliki nama latin Piper betle Linn. di Indonesia terutama

pulau Jawa sudah biasa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan obat

tradisional.Secara tradisional, sirih hijau sering dipakai masyarakat

sebagai obat batuk, tenggorokan, sariawan, obat keputihan, perdarahan

atau mimisan, mempercepat penyembuhan luka, mengurangi bau mulut,

dan obat sakit gigi (Suprapto, 2012).Daun sirih mengandung 4,2% minyak

atsiri, cavicol sebesar 7,2-16,7%, cavibetol sebesar 2,7-6,2%, estragol,

eugenol,hydroxychavicol,terpene, phenyl propane, tanin, gula dan pati

(Moeljanto dan Mulyono, 2003). Moeljanto dan Mulyono (2003)

mengemukakan dalam bukunya bahwa bahan yang terkandung di dalam

daun sirih yaitu minyak atsiri dapat berperan sebagai antibakteri

sedangkan fungsi antiseptik diperankan katekin dan tanin yang merupakan

senyawa polifenol.

Efek sirih hijau terhadap bakteri S. mutans sudah banyak diteliti,

antara lain oleh Nalina dan Rahim (2007) serta Razak (2006). Hasil
penelitian menyebutkan bahwa ekstrak sirih hijau dapat menghambat

pertumbuhan dari bakteri S. mutans.Kandungan di dalam daun sirih hijau

yang dapat menghambat pertumbuhan S. mutans adalah asam lemak dan

hydroxychavicol.Daun sirih hijau dengan konsentrasi 1 mg/ml dalam

penelitian Nalina dan Rahim (2007) dapat menurunkan 93,53% produksi

asam dari bakteri S. mutans dan kandungan daun sirihdalam sediaan obat

kumur dengan kadar 0,5% sampai 1% mempunyai daya hambat terhadap

koloni S. mutans (Saptaria dkk., 2007). Penelitian Razak dkk. (2006)

menyebutkan ekstrak sirih hijau dengan konsentrasi 20 mg/ml diketahui

dapat menghambat kemampuan hidrofobisitas

bakteriStreptococcussanguinis, Streptococcus mitis, dan Actinomyces sp.

in vitro. Hasil penelitian Prima (2008) menyebutkan air seduhan daun

sirih hijau mempunyai efek antibakteri optimal terhadap S. mutans pada

konsentrasi 100% dengan waktu papar 30 detik.

Pemilihan metode ekstrak untuk mendapatkan khasiat suatu bahan

tanaman obat sudah banyak digunakan. Ekstraksi adalah proses pemisahan

suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan

pelarut (Basset, 1994). Metode ekstrak harus melalui banyak prosedur dan

harus dilakukan di dalam laboratorium.Prosedur yang panjang dan harga

yang mahal, membuat tidak semua masyarakat dapat dengan mudah

mendapatkan manfaat suatu bahan tanaman obat seperti daun sirih hijau

yang tumbuh subur di lingkungan sekitar mereka (Sirait, 2001).Keadaan

tersebut menjadi bahan pertimbangan penelitian ini dalam pemilihan


bentuk sediaan yang dapat dijangkau (dari segi pengolahan maupun biaya)

oleh masyarakat dan lebih aplikatif dilakukan oleh masyarakat dengan

sediaan yang dapat dibuat sendiri secara mudah dan sederhana dengan

memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitarnya, yaitu rebusan

dengan bahan dasar sirih hijau.Ditinjau dari mudahnya sirih hijau untuk

ditemukan dan dibudidayakan tetapi pemanfaatan dari segi kedokteran gigi

masih belum maksimal, maka perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut.

B. PerumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu

permasalahan yaitu: Bagaimana efek rebusan daun sirih hijau terhadap

hidrofobisitas bakteri grup mutansstreptococci yaitu S.mutans dan S.

sobrinus?

C. Keaslian Penelitian

Razak dkk. (2006)telah menguji efekekstrak daun sirih hijau (Piper

betle Linn.) terhadap kemampuan hidrofobisitas dari Streptococcus

sanguinis, Streptococcus mitis, dan Actinomyces sp.in vitro.Penelitian

tersebutmembuktikan bahwa kemampuan hidrofobisitas bakteri dapat

berkurang apabila terpapar suatu bahan antibakteri. Sejauh penulis ketahui

belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek daun sirih hijaudalam

sediaan rebusan terhadap hidrofobisitas S. mutans dan S. sobrinus.


D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek daun sirih hijau

dalam sediaan rebusan terhadap hidrofobisitas bakteri S. mutans dan S.

sobrinus yang merupakan bakteri mutansstreptococci.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan akan didapat dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai referensi bahwa sirih hijau dapat digunakan sebagai bahan herbal

untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut terkait dengan kemampuan daun

sirih hijau dalam menghambat perlekatan S. mutans dan S. sobrinus pada

permukaan gigi.

2. Sebagai referensi informasi untuk melakukan penelitian serta eksplorasi

lebih terhadap pemanfaatan kandungan tumbuhan sirih hijau, khususnya

sebagai obat berbahan alami.

3. Sebagai referensi informasi mengenai pemanfaatan sirih hijau untuk

menjaga kesehatan gigi dan mulut.

4. Sebagai referensi alternatif bahan herbal untuk mencegah penyakit gigi

yang nantinya akan lebih aplikatif dilakukan oleh masyarakat dengan

sediaan yang dapat dibuat sendiri secara mudah dan sederhana oleh

masyarakat dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai