LP
LP
LAPORAN PENDAHULUAN
TINJAUAN KASUS
1.1. Definisi
Perdarahan dan kemungkinan hemoragi selama akhir masa kehamilan,
merupakan situasi darurat. Keadaan ini dapat membahayakan ibu dan janin,
sehingga angka morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal tinggi.
Perdarahan post partum ditandai dengan kehilangan darah 500cc atau lebih pada
persalinan (Reeder, 2012).
Hemoragi post partum terjadi setelah kelahiran ketika jumlah perdarahan
yang diperkirakan melebihi 500ml untuk kelahiran melalui vagina atau 1000ml
untuk kelahiran sesar. Hemoragi post partum dini terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah kelahiran. Hemoragi post partum lembut timbul dari 24 jam
hingga 6 minggu setelah kelahiran (Green, 2012)
1.2. Klasifikasi
Klasifikasi HPP menurut Norwitz (2006), adalah sebagai berikut :
a. HPP dini
Yaitu perdarahan post partum <24 jam setelah kelahiran. Mencakup atonia
uterus, potongan plasenta yang tertinggal, laserasi saluran genetalia
b. HPP lanjut atau tertunda
Yaitu perdarahan post partum >24 jam, tetapi <6 minggu pasca persalinan.
Penyebabnya mencakup potongan plasenta yang tertinggal, koagulopati dan
subinvolusi lokasi plasenta.
1.3. Etiologi
Ada beberapa penyebab perdarahan post partum menurut Reeder (2012) adalah
sebagai berikut :
a. Atonia uterus
b. Laserasi
c. Tertahannya fragmen plasenta
Jika ibu tidak sadar, miringkan tubuhnya untuk meminimalkan resiko aspirasi
ketika muntah dan untuk memastikan jalan napas terbuka.
Pertahankan ibu tetap hangat, tetapi jangan membuatnya kepanasan karena
dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan mengurangi suplai darah ke pusat
tubuh yang vital.
Tinggikan tungkai untuk meningkatkan aliran balik darah ke jantung (posisi
syok)
Infus cairan IV dengan cepat (NaCl 0,9% atau RL) yang diawali dengan
kecepatan 1L dalam 15-20 menit
Berikan cairan IV minimal 2L dalam 1 jam pertama
Pantau TTV tiap 15 menit
Pasang kateter urine serta pantau asupan dan keluaran cairan
Beri O2 masker 6-8 lpm
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV : 20 unit IM atau IV Oral atau rektal
pemberian awal dalam 1 L (lambat) : 0,2 mg 400mg
larutan garam
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV : 20 Unit Ulangi 0,2 mg 400 mg 2-4 jam
dalam 1 L IM setelah 15 setelah dosis
larutan garam menit, bila masih awal
fisiologis dengan diperlukan, beri
40 tpm IM/IV tiap 2-4
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari Total 1 mg (5 Total 120 mg
per hari 3 L larutan dosis) atau 3 dosis
fisiologis
Kontraindikasi Pemberian IV Pre eklamsia, Nyeri kontraksi,
atau hati-hati secara cepat atau vitiumkordis, asma
bolus hipertensi
(sumber : Nurarif, 2015)
WOC HEMORAGIC POST PARTUM
Persalinan dengan
Atonia uteri Retensio plasenta Inversio Uteri
tindakan (episiotomi)
robekan serviks, robekan
Kegagalan miome Plasenta tidak Fundus uteri terbalik
perineum
trium untuk dapat terlepas, sebagian/seluruhnya
berkontraksi Terputusnya kontinuitas ada sisa plasenta masuk kedalam
jaringan pembuluh darah dalam rahim cavum uteri
Uterus dalam
Mengganggu Lingkaran konstriksi
keadaan relaksasi,
kontraksi uterus uterus akan mengecil
melebar dan
lembek
Pembuluh darah Uterus akan terisi
tidak dapat dengan darah
Pembuluh darah
menutup
tidak mampu
berkontraksi
Pembuluh darah
tidak mampu
berkontraksi
2.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi usia, riwayat obstetri sebelumnya, status kehamilan saat ini, Hp
HT dan HPL
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama hemoragic post partum serupa dengan aborsi spontan,
yaitu adanya perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya klien yang masuk Rs dengan HPP mengalami
perdarahan yang actual seperti pucat, kedinginan, takikardi serta
hipoksia janin sekunder akibat oksigenasi yang tidak adekuat, jumlah
darah keluar mengalir dari vagina dilihat dari beratnya pembalut
perineal melebihi 500cc.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat persalinan dahulu apakah paritas tinggi
(grand multipara). Pernahkah mengalami perdarahan pasca partum
sebelumnya, fibroid uterus serta apakah pernah mengalami penyakit
sirkulasi sistem (dan penyakit sirkulasi vaskuler seperti hipertensi dan
arterosklerosis, penyakit diathesis hemoragic, baik kongnital maupun
didapat tidak secara langsung beresiko tinggi menimbulkan HPP.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada pasien dengan HPP terpengaruh pada penyakit keluarga,
misalnya seperti hipertensi, diabetes militus, TB Paru, Hepatitis dan
kelainan factor pembekuan darah atau kelainan darah.
e. Pemeriksaan fisik
1.) Head to Toe
a. Kepala
Mata : konjungtiva anaemis/ananemis, sklera ikterik/anikterik,
ada edema palpebral atau tidak
Hidung : ada secret atau tidak
Mulut : membrane mukosa bersih/tidak, kebersihan gigi
b. Leher
Tampak adanya tanda-tanda kenaikan hormone progesterone
dan esterogen ada/tidak, kloasma, melisma, hiperpigmentasi
c. Dada
Inspeksi : payudara (terdapat mastitis atau tidak), warna :
hiperpigmentasi/tidak
Palpasi : konsistensi (keras/kenyal)
d. Abdomen
Inspeksi : TFU (lakukan pemeriksaan TFU)
Palpasi : TFU (bila keras terdapat kontraksi, bila lembek tidak
ada kontraksi
e. Genetalia
Inspeksi : keadaan umum bersih/tidak, terdapat lochea/tidak,
jenis lochea, terdapat luka episiotomy/tidak
f. Kaki
Terdapat edema/tidak
2.) Persistem
B1 (Breathing)
Perdarahan yang sangat banyak/dalam jumlah besar dapat
menimbulkan syok, hal ini berpengaruh terhadap oksigenasi
pasien. Perlu dipantau ada tidaknya penapasan mulut, tanda
hipoksia dan peningkatan RR pasien.
B2 (Blood)
Aliran yang teratur menerus keluar dari vagina ketika uterus
berkontraksi kuat menandakan perdarahan akibat laserasi.
Sedangkan bekuan darah dalam vagina menandakan perdarahan
berat. Tingkat kesadaran ibu perlu dimonitor apabila perdarahan
semakin banyak. Frekuensi nadi dan tekanan darah yang mulai
berubah adalah awal terjadinya syok hipovolemik.
B3 (Brain)
Tingkat kesadaran perlu dikaji setelah sebelumnya diperlukan
pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam
keadaan komposmentis, somnolen, atau koma. Biasanya ibu masih
sadar, waspada, mengalami kecemasan dan kegelisahan.
B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya
dengan intake cairan. Monitor adanya oliguria, karena merupakan
tanda awal syok.
B5 (Bowel)
Perlu diperhatikan apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain
itu perlu diinspeksi ada atau tidaknya benjolan-benjolan atau
massa. Palpasi daerah fundus apakah terasa keras. Pada klien
biasanya didapatkan pula nyeri tekan.
B6 (Bone)
Dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kanan dan kiri, pemeriksaan
CRT pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer.
2.2 Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
berlebihan
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai
O2 ke jaringan
3. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan kulit
2.3 Intervensi Keperawatan
Bulechek, Gloria M, et. al. 2013. Nursing Intervension Clasifications (NIC) 6th
edition. Philadelphia : mosby, inc
Green, Carol J dan Judith M.2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Maternal dan
Bayi BaruLlahir. Jakarta : EGC