Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. PENDAHULUAN
Hukum Newton Tentang Gravitasi Umum
Hukum Newton tentang gravitasi umum dinyatakan secara resmi dalam Principia
(1687) yang berbunyi: Tiap partikel di jagat raya menarik tiap partikel lain dengan gaya
yang besarnya sebanding dengan perkalian massa dua pertikel tersebut dan berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak keduanya. Arah gaya terletak sepanjang garis lurus yang
menghubungkan kedua partikel tersebut.
F ji
mi m j mj
Fij G 2 Fij (6.1)
rij rij
m i
Gambar 6.1 aksi dan reaksi hukum gravitasi Newton.
Pada gaya tarik kedua partikel tersebut berlaku hukum aksi-reaksi, di mana
Fij F ji . Sedangkan G merupakan konstanta umum gravitasi yang besarnya
(6,67 0,0004) . 10 11 Nm2kg-2, diperoleh dari hasil pengukuran di dalam laboratorium.
Hukum ini merupakan contoh kelompok gaya-gaya umum (gaya sentral), yaitu gaya
yang garis kerjanya berasal dari atau menuju ke titik tengah atau pusat). Jika besarnya gaya
tidak bergantung pada arahnya, maka gaya tersebut dikatakan isotropik.
1
gaya tarik tersebut dijumlahkan menuju titik pusat bumi, di mana kekuatannya bergantung
pada massa bumi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak terhadap pusat bumi,
apakah massa bumi terpusat di pusat bumi?
Dengan menggunakan kalkulus untuk benda seragam berbentuk bola atau sebaran
bahan yang simetri bola, gaya gravitasi bumi terhadap benda luar dapat dihitung dengan
asumsi dasar bahwa distribusi massanya terpusat di pusat geometri bola.
Tinjaulah sebuah kulit tipis seragam bermassa M dan berjari-jari R. Sedangkan r
adalah jarak dari pusat O ke partikel uji P bermassa m (gambar 6.2). Dianggap r R . Kulit
tersebut kemudian dibagi menjadi cincin-cincin lingkaran dengan lebar R , di mana
adalah sudut POQ. Keliling elemen cincin tersebut adalah 2R sin , dan massanya M
dapat dinyatakan dengan
M 2R 2 sin
Q
d R
u
Fq
O r P
Gaya-gaya gravitasi di P disebabkan oleh sub-sub elemen kecil cincin Q dengan arah
PQ. Gaya Fq dapat diuraikan menjadi dua komponen; satu komponen sepanjang garis PO
( Fq cos ) dan yang lain tegak lurus terhadap PO ( Fq sin ) . Sementara adalah
sudut OPQ. Dari kesimetrian dapat kita lihat bahwa seluruh komponen gaya yang tegak lurus
dapat dihilangkan. Sedangkan gaya F hanya diakibatkan oleh seluruh bagian cincin yang
searah dengan PO, yang besarnya merupakan penjumlahan komponen-komponen
Fq cos .
mM m2R 2 sin cos
F G cos G
u2 u2
di mana u merupakan jarak PQ (jarak partikel P ke cincin). Sehingga besarnya gaya pada P
oleh seluruh kulit sebesar
sin cos d
F Gm2R 2
0 u2
2
Dari segitiga OPQ dan aturan cosinus diperoleh hubungan
u2 r 2 R2
r 2 R 2 2rR cos u 2 atau cos
2ru
Jika didiferensialkan dengan R dan r konstan,
rR sin d u du
maka akan diperoleh nilai hasil substitusi kedua persamaan di atas ke persamaan gaya
u2 r 2 R2
F Gm2R 2 du
0 2r 2 Ru 2
GmM rR r 2 R2
4 Rr 2 r R
1
u2
du
GmM
r2
di mana M 4R 2 adalah massa kulit. Secara vektor, gaya di atas dapat ditulis
Mm
F G 2 er (6.2)
r
Hasil di atas memberikan makna bahwa benda berbentuk bola seragam menarik sebuah
partikel/benda luar untuk seluruh massa bola terletak di pusat. Hal yang sama juga terjadi
untuk bola tak seragam dengan kerapatannya bergantung pada jaraknya r.
3
matahari, yang kekuatannya berkurang oleh kuadrat jarak keduanya, dan kenyataan ini dapat
digunakan untuk menjelaskan hukum-hukum Kepler. (Hukum II Kepler sebenarnya juga
menyatakan bahwa momentum sudut planet besarnya konstan, sebagai konsekuensi dari gaya
gravitasi alam sentral).
Masalah muncul ketika Edmond Halley, Robert Hooke, dan Christopher Wren (1684)
menyatakan bahwa tak seorangpun mampu menunjukkan hubungan matematis dari hukum
tersebut. Tak ada yang dapat menunjukkan terpenuhinya gaya gravitasi benda bola seperti
halnya gaya-gaya gravitasi yang berasal dan menuju ke pusat geometri. Sementara itu
Newton hanya diam saja menanggapi hal ini.
Tetapi Hooke dengan angkuhnya mengatakan, ia dapat membuktkan bahwa planet-
planet bergerak pada orbit elips meski Hooke sendiri tidak mau mengatakan kepada siapapun
bagaimana cara membuktikannya. Kemudian Wren menawarkan hadiah 40 shilling bagi
siapa saja yang mampu membuktikannya dalam kurun waktu dua bulan. Hingga akhirnya tak
seorang pun, tak terkecuali Hooke berhasil memenangkan hadiah ini.
Pada bulan Agustus 1684, saat pergi ke Cambridge, Halley menyempatkan diri
bertanya kepada Newton, Apa yang akan terjadi pada bentuk orbit planet-planet tersebut
1
jika ditarik oleh gaya gravitasi matahari yang besarnya sebanding dengan ? Tanpa
r2
ragu-ragu Newton menjawab, Elips. Halley ingin mengetahui bagaimana caranya, namun
Newton hanya mengatakan bahwa ia telah menghitungnya beberapa tahun yang lalu. Karena
ketertarikannya, Halley lalu mencari tulisan-tulisan Newton, namun ia tak pernah
menemukan perhitungan itu di dalamnya. Kemudian Newton berjanji akan menulis kembali
dan mengirimkannya kepada Halley.
Sebenarnya Newton telah menghitung masalah ini lima tahun yang lalu, yaitu pada
tahun 1679. Perhitungan ini sendiri tertantang oleh Hooke yang menuntut adanya
pembuktian terhadap hukum invers kuadrat. Setelah menuliskan kembali, Newton
menyerahkan hasil perhitungannya ke Halley. Namun, ternyata ada kesalahan dalam
perhitungan Newton tersebut. Dengan senang hati Halley menandai bagian-bagian yang salah
dan mengembalikannya kepada Newton. Ternyata Newton marah, lalu ia berkonsentrasi
penuh untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan geram, Newton mampu merampungkannya
dalam waktu tiga bulan dengan menggunakan perbaikan penurunan hukum-hukum Kepler.
4
Hukum II Kepler tidak lebih menyatakan bahwa momentum sudut planet L terhadap
matahari merupakan besaran yang tetap/konstan. Ketetapan ini merupakan konsekuensi
umum dari gaya gravitasi sentral.
Momentum sudut L sebuah partikel yang terletak pada jarak r dari pusat dan
bergerak dengan momentum linier p didefinisikan sebagai
L r p
Turunan waktu dari L adalah
dL dp dr dp
r p v pr
dt dt dt dt
Karena v p v mv 0 , maka
dp dL
rF r (6.3)
dt dt
di mana kita gunakan hukum II Newton F dp / dt .
Cross product N r F adalah
momen gaya atau torka pada partikel terhadap pusat
sistem koordinat. Jika r dan F searah, maka N 0 . Dalam beberapa kasus, L
merupakan konstanta gerak. Hal ini sudah cukup menjelaskan partikel (atau planet) yang
dipengaruhi oleh gaya sentral F .
dr v dt
r
dA 5
Gambar 6.3 Luasan dA disapu oleh vektor radius r dalam waktu dt sebagai orbit planet terhadap matahari.
Luasan dA merupakan setengah dari luasan jajaran genjang yang dibentuk oleh r
dan dr , sehingga
1 1 L
dA r dr r v dt dt (6.4a)
2 2 2m
dA L
A konstan . (6.4b)
dt 2m
di mana f(r) merupakan gaya sentral isotropik yang bekerja pada partikel m. Seperti pada bab
1, komponen radial r adalah r r 2 dan komponen transversalnya adalah 2r r .
Sehingga komponen persamaan diferensial gerak menjadi
m(r r 2 ) f r (6.5)
m(2r r) 0 (6.6)
Dari persamaan (6.6) didapatkan persamaan
d 2
dt
r 0
r 2 konstan l (6.7)
sehingga dari persamaan (6.4) diperoleh hubungan
L
l r v (6.8)
m
di mana l adalah momentum sudut per satuan massa.
Pasangan persamaan (6.5) dan (6.6) digunakan untuk memperoleh nilai r dan
sebagai fungsi t . Untuk mencari persamaan orbit, kita gunakan variabel u
1
r (6.9)
u
sehingga
1 1 du du
r u 2 l (6.10)
u 2
u d d
6
Dari persamaan (6.10) terlihat adanya hubungan antara l , u 2 , dan , yaitu
lu 2 (6.11)
Dengan melakukan diferensiasi kedua terhadap t, akan diperoleh
d du d 2u d 2u
r l l 2 l 2u 2 (6.12)
dt d d d 2
Dari nilai r , , dan r yang diperoleh, maka persamaan (6.5) berubah menjadi
d 2u
d 2
1
u 2 2 f u 1
ml u
(6.13)
Persamaan (6.13) merupakan persamaan diferensial orbit sebuah partikel yang bergerak di
bawah pengaruh gaya sentral.
Persamaan (6.16) merupakan persamaan polar untuk orbit. Persamaan ini menunjukkan
bagian konik (elips, parabola, atau hiperbola) dengan titik pusat pada focus. Persamaan ini
dapat ditulis dalam bentuk baku (lihat apendiks C):
1 e
r r0 (6.17)
1 e cos
di mana
Aml 2
e (6.18)
k
dan
ml 2
r0 (6.19)
k 1 e
7
Tetapan e disebut eksentrisitas. Berikut ini kasus-kasus berbeda ditunjukkan gambar 6.4
untuk r0 konstan.
e < 1,
e = 0, lingkaran
elips r r0
1
Dari persamaan (6.17) tampak bahwa r0 merupakan nilai r1 untuk 0 0. Nilai r1 untuk
orbit elips pada 0 adalah
1 e
r1 r0 (6.20)
1 e
Untuk orbit elips planet di sekeliling bumi, r0 disebut jarak perihelium (jarak
terdekat planet dengan matahari), dan jarak r1 disebut jarak aphelium (jarak terjauh planet
dengan matahari). Begitu halnya jarak yang menghubungkan antara bulan dan bumi yang
disebut perigee dan apogee.
Nilai eksentrisitas orbit-orbit planet ternyata cukup kecil. Sebagai contoh, orbit bumi
hanya memiliki nilai e 0,017, r0 91.000.000 mi, r1 95.000.000 mi.
Energi suatu benda merupakan faktor utama yang menentukan apakah orbitnya
bersifat terbuka (parabola, hiperbola) atau tertutup (lingkaran, elips). Makin besar energinya,
makin terbuka orbitnya. Dengan menggunakan bahasa pengamat non inersia, orbit-orbit
berbentuk lingkaran sempurna berkaitan dengan kondisi di mana gaya gravitasi dan
sentrifugal planet dalam keadaan setimbang.
Jika planet bergerak mengitari matahari sedikit lebih cepat, maka gaya sentrifugal
akan sedikit lebih besar daripada gaya gravitasi sehingga planet akan bergerak menjauhi
matahari. Hal ini berlangsung terus hingga suatu saat planet akan melambat karena gaya
gravitasi hampir atau sama besar dengan gaya sentrifugal, akibatnya aorbit akan lebih
tertutup.
8
ml 2
e 1 (6.21)
kr0
Jika v0 adalah kelajuan partikel pada 0 , maka dari definisi tetapan l diperoleh
l r 2 r020 r0v0
k mv02
(6.23)
r02 r0
e v0 / vc 1
2
(6.24)
sehingga untuk nilai v0 vc , orbit akan berbentuk lingkaran e 0 , dan persamaan orbit
dapat dituliskan
r r0
v0 / vc
2
1 v0 / vc 1 cos
2 (6.25)
r1 r0
v0 / vc
2
2 v0 / vc
2
9
menemukan permata berharga miliknya, yang terkenal dengan hukum III Kepler, hukum
harmonik.
Kita akan membuktikan bahwa hukum III Kepler dapat diturunkan dari hukum-
hukum Newton tentang gerak dan hukum gravitasi invers kuadrat. Untuk orbit berbentuk
lingkaran misalnya, maka dari hukum II Newton akan diperoleh
GMm mv 2
r2 r
Namun diketahui bahwa v 2r / . (Di sisi lain, periode orbit dapat dinyatakan sebagai
2r 2m r 2
2mA 2 A
. Hasil ini tepat memenuhi untuk orbit elips).
v mvr L l
Dengan substitusi persamaan v 2r / ke dalam hukum II Newton, maka diperoleh
4r 2 r 2
GM 2
r2 r
4 2 3
2 r (Hukum III Kepler)
GM
Pembuktian lebih umum untuk orbit elips dapat menggunakan persamaan (6.4b),
hukum II Kepler
L
A
2m
Dengan mengintegralkan kecepatan luasan sepanjang periode orbit dan menggunakan
hubungan l L / m , maka
dt A l
0
A
2
2A
l
Luasan elips adalah ab di mana a dan b adalah sumbu semi-panjang dan semi-pendek.
Hubungan a dan b dapat dinyatakan oleh eksentrisitas orbitnya (lihat apendiks C).
b
a
1 e
2
di mana e adalah eksentrisitas elips. Sehingga periode orbit dapat dinyatakan menjadi
2a 2
l
1 e
2
Kita dapat mencari sumbu panjang 2a dengan menggunakan persamaan (6.19) dan (6.20)
ml 2 1 1 2ml 2
2a r0 r1
k 1 e 1 e k 1 e 2
10
2
1 e ml
2
ka
Universalitas Gravitasi
Penemuan hebat fisika Newton telah mengantarkan Urban Jein Leverrier (1811-1877)
menemukan Neptunus. Ini merupakan titik penting dalam sejarah sains, ketika ditemukannya
metodologi baru, yang di dalamnya terjadi perlawanan terhadap isi bible, mulai mendominasi
konsep-konsep dunia. Bagian ini dimulai ketika Alexis Bouvard, seorang anak petani dari
Alps, datang ke Paris untuk belajar sains dan di sana ia merasakan adanya ketidakteraturan
gerak Uranus yang tak dapat dihitung dengan gaya tarik antarplanet lain yang dikenal. Dalam
berjalannya waktu, ketidakteraturan gerak Uranus ini menjadi terkenal dan menyebar di
kalangan astronom bahwa terdapat planet lain yang tak dikenal mengganggu gerak Uranus.
Pada tahun 1842 1843 John Cought Adams, mahasiswa Cambridge University,
mulai menyelesaikan permasalahan ini, hingga pada September 1845 ia menyampaikan
kepada Sir John Airy, Astronom Royal, dan James Challis, direktur Observatorium
Cambridge, tentang kemungkinan kesalahan koordinat, tapi kemudian tak diketahui, planet.
Hal ini tampak mustahil bagi John Airy dan James Challis, seorang siswa yang hanya
menggunakan kertas dan pulpen mampu melakukan observasi terhadap Uranus, dengan
bantuan hukum-hukum fisika, dan memperkirakan keberadaan dan ketepatan letak planet-
planet yang belum ditemukan. Di samping itu, Airy juga meragukan validitas hukum
gravitasi invers kuadrat. Pada kenyataannya, ia percaya bahwa planet bergerak lebh cepat
ketika seperkuadrat pada jarak yang jauh. Lalu, Airy enggan mempercayai hasil kerja Adam,
begitu pula dua astronom memilih untuk mengabaikannya, menutup selamanya hasil mereka
sebagai astronom yang gagal menemukan Neptunus.
11
Pada tahun 1846 Laverrier mulai menghitung orbit planet yang tak dikenal dan
membuat prediksi posisinya dalam bola angkasa. Airy dan Challis melihat hasil Laverrier
yang secara menakjubkan sesuai dengan prediksi Adam. Challis segera berinisiatif untuk
mencari planet yang tak dikenal tersebut pada bagian angkasa yang mencurigakan, namun
terhambat oleh kekurangan Cambridge, yaitu tidak adanya peta bintang di wilayah itu,
pencarian itu secara laboratorium sungguh-sungguh dan masalah reduksi data sangat banyak.
Kemudian Challis meneruskan kerjanya dengan gigih dan sekuat tenaga, dia hampir pasti
menemukan Neptunus di hasil gambar fotografinya. Sayang, ia ragu-ragu. Bagaimanapun,
pada tahun ini, ketidaksabaran Laverrier ditulis oleh Johann Galle (1812 1910), astronom
di Observatori Berlin, ia memintanya menggunakan refraktor besarnya untuk menjelaskan
bintang-bintang di wilayah yang dicurigai agar bias melihat jika salah satu menunjukkan
cakram, sebagai tanda sebuah planet. Sesaat sebelum kedatangan surat Laverrier yang berisi
permintaan ini, observatori Berlin telah menerima peta bintang lengkap untuk wilayah
angkasa tersebut dari Akademi Berlin. Pada tanggal 23 September 1846, peta tersebut
dibandingkan dengan gambar angkasa yang diambil malam itu, dan planet teridentifikasi
sebagai bintang asing besar ke delapan, yang tidak tampak di peta. Planet tersebut diberi
nama Neptunus. Fisika Newton telah berhasil memperkirakan dengan akurat dunia yang luas,
dengan cara yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Sejak itu, pengamatan benda-benda angkasa makin meningkat pada jarak jauh terus
membuktikan konsistensi perilaku hukum-hukum fisika Newton. Perilaku sistem bintang
kembar yang di dalamnya terdapat galaksi kita merupakan contoh klasik. Seperti bintang-
bintang yang terikat bersama secara gravitasi dan dinamika orbitnya dijelaskan dengan baik
oleh mekanika Newton. Jadi, kita sangat percaya universalitas gravitasi dan hukum-hukum
fisika, di mana pelanggaran semu oleh benda-benda angkasa, seperti dalam kasus Uranus dan
Neptunus, merupakan sambutan biasa oleh pencarian untuk gangguan yang yak terlihat.
Kecepatan rotasi (km/s)
Terukur
250
Sun
175
200
Gambar 6.6 Kurva rotasi galaksi. Kelajuan matahari sekitar 220 km/s dan jaraknya dari
Keplerian
225 12
0 2 4 6 8 10 12 14 16
250 Radius (kpc)
pusat galaksi kira-kira 8,5 kpc (28.000 tahun cahaya)
Kita dapat menggambarkan apa yang kita maksudkan dengan contoh sederhana
berikut. Asumsikan bahwa massa galaksi seluruhnya terpusat di dalam sebuah inti yang
berjari-jari R dan bintang-bintang mengisi inti dengan kerapatan yang seragam. Kecepatan
rotasi bintang-bintang pada jarak r R dalam inti hanya ditentukan oleh jumlah massa M
dalam radius r. Bintang-bintang yang berada di luar r tak punya pengaruh. Karena kerapatan
bintang-bintang dalam inti-inti total berjari-jari R adalah konstan, maka kita hitung M sebagai
M gal
4
M r , di mana
3
4 3.
3 R
3
Dan dari hukum II Newton
GMm mv 2
r2 r
untuk gaya gravitasi yang bekerja pada sebuah bintang bermassa m pada jarak r dari pusat
inti yang bermassa M di dalam radius r. Sehingga diperoleh nilai v
v GM gal / R 3 r
13
galaksi-galaksi spiral yang menjauh menuju bagian paling tepi luar. Tentu, hukum-hukum
Newton dapat saja keliru, tapi kita pikir tidak. Ini hanya seperti kasus Neptunus yang
diperbaiki.
(a) (b)
x Gambar 6.7 Diagram untuk mencari usaha yang diperlukan guna menggerakkan partikel uji
dalam medan gravitasi
Dengan menguraikan dr menjadi dua komponen: er dr (arah radial) dan arah sudut e ,
maka
er dr dr
r2 dr 1 1
sehingga W GMmr 2
GMm (6.28)
1 r r2 r1
Jadi, usaha hanya bergantung pada posisi awal dan akhir partikel, tidak bergantung pada
lintasannya. Ini membuktikan bahwa hukum invers kuadrat bersifat konservatif.
Kemudian, kita dapat mendefinisikan energi potensial partikel uji m pada titik tertentu
dalam medan gravitasi partikel M sebagai usaha yang bekerja pada partikel uji yang bergerak
dari posisi r1 ke posisi r2 . Jika kita ambil r1 dan r2 r , maka
dr GMm
V r GMm
r
2
(6.29)
r r
14
Seperti pada gaya gravitasi, energi potensial gravitasi dua partikel yang terpisah sejauh
dapat diabaikan.
Baik gaya gravitasi maupun energi potensial antara dua partikel melibatkan konsep
aksi pada suatu jarak. Newton sendiri belum mampu menjelaskan atau menggambarkan
mekanisme bagaimana gaya bekerja. Di sini hal tersebut tidak akan dibahas. Tapi akan
diperkenalkan konsep medan, di mana gaya dan energi potensial dapat dipelajari dengan
medan yang ada. Untuk itu perlu adanya suatu besaran, potensial gravitasi .
V
lim
m 0 m
Pada hakekatnya, adalah energi potensial gravitasi tiap satuan massa di mana partikel uji
sangat kecil berada di sekitar massa-massa lainnya. Limit m 0 untuk menyatakan bahwa
keberadaan partikel uji tersebut mempengaruhi sebaran partikel-partiekl lain dan mengubah
suatu yang akan kita tentukan. Jelasnya, potensial seharusnya hanya bergantung pada
besarnya massa partikel-partikel lain dan letaknya dalam ruangan.
Potensial merupakan fungsi skalar x, y , z atau sebuah medan yang tersusun oleh
massa-massa lain di sekitarnya. Sekarang kita uji keberadaan potensial dengan meletakkan
partikel uji m pada sebarang titik x, y , z . Energi potensial partikel uji tersebut dapat
dinyatakan dengan
V x, y , z m x, y , z
ui r ri
Kita definisikan vektor medan G sebagai intensitas medan gravitasi.
F
G lim
m0 m
Jadi, intensitas medan gravitasi adalah gaya gravitasi tiap satuan massa yang bekerja pada
partikel uji m yang terletak pada titik x, y, z . Jika partikel uji mengalami gaya gravitasi
15
sebesar F mG , maka kita tahu ada beberapa massa yang dekat turut berperan terhadap
keberadaan intensitas medan lokal G.
Hubungan antara intensitas medan G dan potensial sama seperti hubungan
antara gaya F dan energi potensial V.
G (6.32)
F V
Intensitas medan gravitasi dapat dihitung dengan terlebih dulu mencari fungsi
potensial dari persamaan (6.31) dan kemudian menghitung gradiennya. Cara ini lebih
sederhana daripada menghitung secara langsung dari hukum invers kuadrat. Alasannya,
karena energi potensial merupakan penjumlahan skalar seperti halnya medan yang
merupakan penjumlahan vektor. Kondisi ini analaog dengan teori elektrostatik. Pada
kenyataannya, kita dapat menerapkan hasil-hasil dari elektrosatatik untuk mencari medan
gravitasi dan potensial dengan syarat, tak ada massa yang bernilai negatif.
er e r e r sin
1
F
r sin r
2
Fr rF rF sin
rref rref
(6.35)
di mana rref adalah nilai acuan r pada saat energi potensial sama dengan nol. Untuk jenis
gaya invers pangkat, rref bernilai tak hingga. Jika telah diketahui fungsi energi potensial,
maka akan diperoleh fungsi gaya untuk medan sentral
dV r
f r (6.36)
dr
16
Kuadrat kecepatan dalam koordinat polar dinyatakan v 2 r 2 r 2 2 . Karena gaya sentral
merupakan gaya konservatif, maka energi total T V bernilai konstan.
1
2
m r 2 r 2 2 V r E konstan. (6.37)
2
ml
d
1
u V u E
2
(6.38)
u ku E
2
ml atau
2 d
12
2 E 2ku
d 2 2 u 2 du
ml ml
ml 2u k
Setelah diintegralkan, sin 1 1 0
k 2 2 Eml 2
2
u
k
ml 2
1 1 2 Eml 2 k 2 1
2
cos atau
ml 2 k 1
r (6.39)
1 1 2 Eml 2 k 2 1
2
cos
Jika dibandingkan dengan persamaan (6.21) dan (6.22) tampak bahwa nilai eksentrisitas
e 1 2 Eml 2 k 2
1
2
(6.40)
Persamaan eksentrisitas ini menentukan kelompok bentuk orbit berdasarkan energi total E
E 0 e 1 orbit tertutup (elips atau lingkaran)
E0 e 1 orbit parabolik
E 0 e 1 orbit hiperbolik
17
sehingga tampak bahwa bentuk orbit bergantung pada v 2 , apakah lebih kecil, sama, atau
lebih besar dari 2GM / r
m 2
r U r E (6.41)
2
ml 2
di mana U r V r (6.42)
2r 2
disebut sebagai potensial efektif. Sedangkan bentuk ml 2 / 2r 2 disebut potensial sentrifugal.
Dari persamaan (6.41) tampak bahwa selama geraknya radial, partikel akan berperilaku
seperti partikel m yang bergerak dalam arah satu dimensi di bawah pengaruh fungsi energi
potensial U r . Seperti pada gerak harmonik (section 3.3), batas gerak radial diberikan
untuk r 0 , sehingga persamaan (6.41)
U r E 0 (6.43)
ml 2
V r E 0 (6.43a)
2r 2
Lebih jauh, nilai r yang diperbolehkan adalah nilai r yang menyebabkan U r E ,
karenanya r 2 harus positif atau nol.
Gambar 6.10 menunjukkan grafik U r dan batas radial r0 dan r1 untuk nilai
tertentu dari energi total E. Gambar ini untuk hukum invers kuadrat, yakni
ml 2 k
U r 2
Energi (6.44)
2r 2
r
ml
2r 2
U(r)
E r0 r1 r
V(r)
18
Gambar 6.10 Ilustrasi potensial efektif dan batas gerak radial untuk gaya hukum invers kuadrat
Pada kasus ini, persamaan (6.43) berubah menjadi bentuk persamaan kuadrat
2 Er 2 2kr ml 2 0
sehingga diperoleh nilai dua buah akarnya
k k 2 2 Eml 2
1
2
r1, 0 (6.45)
2E
Nilai ini merupakan nilai maksimum dan minimum jarak radial r akibat gaya invers kuadrat.
Karena E merupakan besaran negatif untuk semua orbit, maka kedua akar tersebut harus
bernilai positif.
Sekarang kita telah menunjukkan bahwa bentuk orbit tertutup akibat hukum invers
kuadrat adalah elips dengan sumbu panjang 2a.
k
2a r1 r0 (6.46)
E
Hasil ini menunjukkan bahwa nilai a (sumbu semi-panjang) hanya ditentukan oleh tetapan
gaya k dan energi total E.
19
kestabilan mekanika dan kelistrikan suatu sistem. Model atom ini kemudian dikenal dengan
model atom Thomson.
Pada tahun 1907, Rutherford menduduki jabatan di Universitas Manchester. Di sana
ia bertemu Hans Geiger, fisikawan ekperimen muda Jerman, yang memulai desain program
eksperimen untuk menguji validitas atom Thomson. Idenya adalah menembakkan berkas
partikel alfa dari atom-atom radioaktif pada timah tipis. Analisis dari cara terhamburnya
berkas-berkas ini akan memberikan informasi struktur atom. Atas bantuan Ernest Marsden,
Geiger menyelesaikan penelitian ini beberapa tahun kemudian. Hasilnya sungguh tak
terduga, selain adanya sudut hamburan yang lebih besar daripada saat dihitung dengan model
Thomson, juga muncul fakta bahwa partikel alfa berbalik arah 180 o atau terpantul kembali.
Ketika Rutherford mendengar hasil ini, muncul keraguan dalam dirinya, seperti kereta yang
penuh muatan mementalkan ayam yang menabraknya di tengah jalan.
Dalam pencarian model atom, Rutherford membayangkan sebuah komet bergerak
mengelilingi matahari, datang dan mundur lagi seperti partikel alfa terhambur dengan sudut
yang besar. Hal ini mengesankan pendapat tentang orbit hiperbola untuk partikel alfa
bermuatan positif tertarik oleh inti atom bermuatan negatif. Tentu, Rutherford menyadari
bahwa problem utama dalam dinamika hanya hukum alamiah invers kuadrat, yang kemudian
mengantarkan kita pada conic section (bagian kerucut) sebagai solusi bentuk orbit.
Bagaimanapun, gaya tarik atau gaya tolak sangat tidak relevan. Kemudian Rutherford
teringat teori tentang kerucut yang menghubungkan eksentrisitas hiperbola dengan sudut
antar-asimptotnya. Dengan menggunakan hubungan ini, selama momentum sudut dan energi
kekal, ia memperoleh solusi lengkap untuk masalah hamburan partikel alfa, yang sesuai
dengan data Geiger dan Marsden. Sehingga lahirlah model atom nuklir. Solusi serupa dapat
diperoleh untuk gaya tarik. Solusi Rutherford tidak mengatakan tentang tanda muatan nuklir.
Sebuah partikel datang bermuatan q bermassa m dengan kecepatan tinggi mendekati
partikel berat bermuatan Q (anggap inti atom). Partikel q tertolak dengan gaya Coluomb
Qq
f r (6.47)
r2
Persamaan diferensial orbit (6.13) berubah menjadi
d 2u Qq
u 2
d 2
ml
sehingga solusi persamaan orbit di atas adalah
1
u 1 r
A cos 0 Qq / ml 2
atau dengan persamaan (6.39), solusi ini dapat ditulis
20
ml 2Q 1q 1
r (6.48)
1 1 2 Eml 2Q 2 q 2 1
2
cos 0
Karena k Qq , maka orbit tersebut berbentuk parabola. Hal ini dapat diketahui dari fakta
bahwa energi E selalu lebih besar daripada nol dalam medan gaya tolak (dalam hal ini
1 2
E mv Qq / r ). Juga, eksentrisitas e, koefisien dari cos 0 , lebih besar daripada
2
satu, yang berarti orbit harus berbentuk hiperbola.
Sebuah partikel datang mendekati satu asimptot dan menjauhi asimptot lainnya
seperti dalam gambar 6.11. Kita pilih arah sumbu polar di mana posisi partikel mula-mula
0, r . Dari dua persamaan orbit tampak jelas bahwa nilai r akan minimum saat
cos 0 1 , yaitu saat 0 . Karena r saat 0 , maka r juga tak berhingga saat
2 0 . Juga, sudut antara dua asimptot garis hiperbola adalah 2 0 , dan sudut s di mana
Lebih jauh, pada persamaan (6.48), penyebut suku kanan akan hilang saat 0 dan
2 0 sehingga
1 1 2 Eml 2Q 2 q 2 1
2
cos 0 0
Lalu diperoleh
s
tan 0 2 Em 2 lQ 1q 1 cot
1
(6.49)
2
Tahap berikutnya mengikuti hubungan sudut di atas.
Gambar 6.11 Garis hiperbola (orbit) sebuah partikel bermuatan yang bergerak dalam medan gaya tolak
Garis hiperbola
invers kuadrat partikel bermuatan lainnya
rmin
muatan q
0 s db
b muatan Q
21 b
O O
Untuk menerapkan persamaan di atas dalam masalah hamburan, tetapan l lebih tepat
dinyatakan dalam bentuk besaran lain b yang disebut parameter impact (tubrukan).
Parameter impact adalah jarak tegak lurus dari pusat hamburan terhadap garis gerak partikel
mula-mula, seperti pada gambar 6.11. Kemudian diperoleh
l r v bv0
di mana v0 adalah kecepatan awal partikel. Kita tahu bahwa energi E bernilai konstan dan
1
sama dengan energi kinetik mula-mula mv02 , karena energi potensial mula-mula nol
2
r . Akibatnya, kita dapat menuliskan rumus hamburan (persamaan 6.49) dalam bentuk
s bmv02 2bE
cot (6.50)
2 Qq Qq
tiap satuan luas target, dan d adalah elemen sudut yang terkait dengan perubahan d s ,
di mana d 2 sin s d s .
Sebuah partikel datang mendekati pusat hamburan akan memiliki parameter impact
yang terletak antara b dan b db jika proyeksi lintasan terletak pada cincin berjari-jari
dalam b dan jari-jari luar b db . Luasan cincin ini adalah 2b db . Jumlah keseluruhan
partikel harus berkaitan dengan jumlah partikel terhambur melewati sudut, yaitu
dN Nn s 2 sin s d s Nn 2b db
di mana
b db
s (6.51)
sin s d s
22
1 2 E db
Qq d s (6.52)
2 sin 2 s
2
(Tanda mutlak digunakan karena turunan bernilai negatif). Dengan eliminasi nilai b dan
db / d s serta menggunakan identitas trigonometri sin s 2 sin s / 2 cos s / 2 , diperoleh
Q 2q 2 1
s
16 E 2 (6.53)
sin 4 s
2
Ini merupakan rumus Rutherford.
mr dU r / dr ml 2 / r 3 dV r / dr ].
Untuk orbit lingkran, r bernilai konstan dan r 0 . Akibatnya, jika a adalah jari-jari
orbit lingkaran, maka
ml 2
f a (6.54)
a3
untuk gaya pada r a . Untuk menyatakan gerak radial dalam bentuk variabel x, maka ambil
x r a , sehingga persamaan diferensialnya menjadi
mx ml 2 x a f x a
3
23
dengan mengabaikan bentuk-bentuk yang mengandung x 2 dan pangkat yang lebih besar
untuk x. Jika koefisien x bernilai positif, maka persamaan tersebut sama dengan persamaan
osilasi harmonik sederhana. Dalam kasus ini jika harmonik di sekitar r a , maka orbit
lingkaran tetap stabil. Namun jika koefisien x negatif, maka geraknya bukan osilasi dan
diperoleh hasil x eksponensial terhadap waktu, akibatnya orbit tidak lagi stabil (jika
koefisien x bernilai nol, maka bagian ekspansi dengan pangkat x lebih tinggi harus disertakan
agar orbit stabil). Kita juga dapat menyatakan orbit lingkaran dengan jari-jari a akan stabil
jika fungsi gaya f r memenuhi ketidaksamaan berikut
a
f a f ' a 0 (6.56)
3
Sebagai contoh, fungsi gaya radial dinyatakan f r cr n , maka keadaan kestabilan
terpenuhi untuk
a
ca n cna n 1 0
3
n 3
Hukum invers kuadrat n 2 memberikan kestabilan orbit lingkaran, sama halnya dengan
hukum jarak langsung n 1 . Sedangkan untuk pangkat empat dan tiga n 4; n 3 ,
orbit lingkaran tidak lagi stabil.
Sudut apsidal pada kasus ini hanya jumlah sudut polar meningkat sepanjang waktu di
1
mana r berosilasi dari nilai minimum ke nilai maksimum. Waktunya . Sekarang,
2 r
l / r 2 , mendekati konstan
1 f a
12
a 2 ma
24
Tahap akhir di atas mengikuti persamaan (6.54). Sudut apsidal juga dinyatakan sebagai
f ' a
1 2
1
r 3 a (6.57)
2 f a
Sudut apsidal dalam kasus ini tidak bergantung pada ukuran orbit. Orbit tersebut berulang
pada kasus hukum invers kuadrat n 2 untuk dan pada kasus hukum linear
n 1 untuk /2. Jika n 2 maka / 5, yang merupakan perkalian irasional
, sehingga gerak tidak berulang dengan sendirinya.
sudut apside
rmin
rmaks
25