Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi

tersebut bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh

bakteri, virus, parasit, ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat

menyebabkan terjadinya kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian

dari sepsis. Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum

terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang

hampir sebagian besar neonatus yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah

sepsis dan di negara berkembangpun sepsis tetap merupakan sebuah masalah.

Selain itu sepsis memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.1-3

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai

bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka

kejadian sepsis neonatal di negara berkembang meningkat yaitu (1,8-18 per 1000

kelahiran hidup), sedangkan pada negara maju sebanyak (4-5 per 1000 kelahiran

hidup).1,2

Dalam laporan WHO Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang

sedang berkembang masih cukup tinggi (1.818/1000) dibandingkan dengan

negara maju (15/1000). Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB)

sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012.3,4

Kolestasis menandakan rusaknya aliran empedu yang disebabkan oleh

gangguan intrahepatik atau ekstrahepatik. Untuk membedakan kolestasis dari

1
ikterus lainnya, serum bilirubin harus difraksikan ke dalam konyugasi atau level

bilirubin direk lebih besar dari 1mg/dL ketika jumlah total bilirubin kurang dari

5mg/dL atau lebih dari 20% dari jumlah bilirubin total jika jumlah total bilirubin

lebih dari 5mg/dL. Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun

sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh

jamur).1,3

Menurut WHO angka kejadian kolestasis pada bayi cukup tinggi yaitu 1

per 2.500 kelahiran hidup. Umumnya yang paling utama penyebab kolestatis

pada bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier dapat terjadi 1:10.000 kasus

dan hepatitis neonatal 1:15.000 kasus. Pada periode Januari sampai dengan

Desember 2003 di Indonesia tercatat 99 pasien dengan kolestasis, 68 di antaranya

dengan kolestasis intrahepatik.1,3,4

Pada terapi penanganan sepsis biasanya diberikan kombinasi antibiotika

golongan sefalosporin yaitu ceftazidime yang diberikan secara injeksi dan

amikasin dari golongan antibiotik aminoglikosid, diberikan secara injeksi. Untuk

penanganan kolestasis biasanya diberikan asam ursodeoksikolat untuk stimulasi

asam empedu.5,6

Pada laporan kasus di RSUP. Prof R. D. Kandou ini didapatkan diagnosis

sepsis + kolestasis ec. sepsis, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di

dapatkan tampak pasien takikpnea dan demam serta ada gambaran kuning hampir

di seluruh tubuh pasien yang dikategorikan Kramer 4 berdasarkan pemeriksaan

fisik yang dilakukan, kemudian juga menandakan salah satu gejala dan

berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan adanya

2
peningkatan leukosit, peningkatan bilirubin total, peningkatan I/T rasio dan

peningkatan C-reactive protein pada pasien yang mendukung kearah diagnosis.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SEPSIS

1. Definisi

Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi

tersebut bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh

bakteri, virus, parasit, ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat

menyebabkan terjadinya kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian

dari sepsis. Sepsis neonatorum terbagi atas sepsis awitan dini dan sepsis awitan

lambat. Sepsis awitan dini yaitu sepsis yang terjadi 3 hari pertama kehidupan

dimana sumber organisme berasal dari saluran genital ibu atau cairan amnion.

Sepsis awitan lambat terjadi setelah 3 hari setelah kelahiran. Sepsis awitan lambat

terjadi disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan disekitar bayi, baik dari

kontak langsung maupun kontak tak langsung.7,8,10

Kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya

faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan

penunjang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Terjadinya sepsis

neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu dan bayi.8,9

2. Epidemiologi

Dalam laporan WHO Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang

sedang berkembang masih cukup tinggi (1.818/1000) dibandingkan dengan

negara maju (15/1000). Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan

4
Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB)

sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012.3,4

3. Faktor Risiko

- Faktor risiko ibu:8-9

Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban

pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1%

dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi

4 kalinya.

Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,

infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB),

kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

Kehamilan multipel.

Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.

- Faktor risiko pada bayi:9,10

Prematuritas dan berat lahir rendah.

Dirawat di Rumah Sakit.

Trauma pada proses persalinan.

Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator,

kateter,

infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal

5
Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek

imun,atau asplenia.

Asfiksia neonatorum.

Cacat bawaan.

Tidak diberi ASI

Pemberian nutrisi parenteral.

Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.

Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded

Buruknya kebersihan di NICU.

Divisi Perinatologi FKUI/RSCM mencoba melakukan pendekatan

diagnosis dengan menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko

tersebut dalam risiko mayor dan risiko minor.9,10

Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua risiko minor maka

pendekatan diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan

6
penunjang (septicwork-up) sesegera mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan

dapat meningkatkan identifikasi pasien secara dini dan tata laksana yang lebih

efisien sehingga mortalitas dan morbiditas pasien diharapkan dapat membaik.8-10

4. Etiologi

Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat

disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).

Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa dan

anak adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus

pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering

ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara

efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan

respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.2,8,9

5. Manifestasi

Manifestasi klinis sepsis antara lain hipertermi atau hipotermi, tampak

tidak sehat, malas minum, pada saluran cerna terdapat distensi abdomen,

anoreksia, muntah, diare, hepatomegali, pada saluran nafas bisa terjadi apnea,

dispnea, takipnea, nafas cuping hidung, merintih, sianosis, pada sistem

kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardi atau bradikardi, sistem saraf pusat

terjadi tremor, kejang, penurunan kesadaran, dan pada hematologi terjadi ikterus,

splenomegali, pucat, dan petekie.7,8

6. Penatalaksanaan

- Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini

7
Pada bayi dengan SAD, terapi empirik harus meliputi SGB, E. coli, dan

Listeria monocytogenes. Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah

aminoglikosida mempunyai aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif

terhadap semua organisme penyebab SAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan

karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.8,9

- Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat

Kombinasi penisilin atau ampisilin dengan aminoglikosida dapat juga

digunakan untuk terapi awal SAL. Pada beberapa rumah sakit, strain penyebab

infeksi nosokomial telah mengalami perubahan selama 20 tahun terakhir ini

karena telah terjadi peningkatan resistensi terhadap kanamisin, gentamisin, dan

tobramisin. Oleh karena itu, pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian

netilmisin atau amikasin. Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang

dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu

juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida lain. Pada kasus risiko infeksi

Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti stafilokokus yaitu

vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal.5,8,9

B. KOLESTASIS

1. Definisi

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam

jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari

hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi

klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu

seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh.

8
Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu

pada sel hati dan sistem bilier. Berdasarkan rekomendasi North American Society

for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (NASPGHAN),

kolestasis apabila kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila bilirubin total

kurang dari 5 mg/dl, sedangkan bila kadar dari bilirubin total lebih dari 5 mg/dl,

kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total.10,12

2. Epidemiologi

Menurut WHO angka kejadian kolestasis pada bayi cukup tinggi yaitu 1

per 2.500 kelahiran hidup. Umumnya yang paling utama penyebab kolestatis

pada bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier dapat terjadi 1:10.000 kasus

dan hepatitis neonatal 1:15.000 kasus. Pada periode Januari sampai dengan

Desember 2003 di Indonesia tercatat 99 pasien dengan kolestasis, 68 di antaranya

dengan kolestasis intrahepatic.1,3,4

3. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi anatominya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik.

a. Kolestasis intrahepatik

Kolestasis intrahepatik bisa juga disebut dengan kolestasis hepatoseluler.

Kolestasis intrahepatik merupakan 68% dari kasus kolestasis. Kolestasis

intrahepatik terjadi karena kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris

intrahepatik. Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi, retensi serta regurgitasi

9
bahan-bahan yang merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu

serta kolesterol ke dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan

histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem

biliaris di dalam hati.2,4

b. Kolestasis ekstrahepatik

Kolestasis ekstrahepatik merupakan 32% dari kasus kolestasis dan

sebagian besar adalah atresia bilier. Kolestasis ekstrahepatik terdapat

penyumbatan atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik. Penyebab utama

kolestasis tipe ini adalah proses imunologis, infeksi virus terutama Cytomegalo

virus, Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik.2,4

4. Etiologi

Tabel 1. Etiologi kolestasis12

Saluran Empedu Ekstrahepatik Biliary atresia

Choledochal cyst dan choledochocele

Biliary hipoplasia

Choledocholithiasis

Bile duct perforation

Neonatal sclerosing cholangitis

Saluran Empedu Intrahepatik Syndromic paucity (sindrom Alagille,

mutasi pada JAGGED1)

Nonsyndromic paucity

Hypothyroidism

10
Bile duct dysgenesis

Congenital hepatic fibrosis

Ductal plate malformation

Polycystic kidney disease

Carolis disease

Hepatic cyst

Cystic fibrosis

Langerhans cell histiocytiosis

Kolestasis pada bayi dibagi dalam 2 bagian besar yaitu hepato-seluler dan

bilier, intra dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonates

adalah kerusakan jaringan hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH.

Penyebab lain diantaranya gangguan metabolik, genetik, auto imun dan gangguan

embrional. Etiologi terbanyak didapatkan pada saluran empedu ekstrahepatik

adalah atresia bilier. Atresia bilier adalah kondisi langka yang menyebabkan

penyumbatan saluran empedu. Saluran empedu pada hati, disebut juga dengan

duktus hepatikus, merupakan saluran yang membawa cairan empedu dari hati ke

kantong empedu untuk disimpan dan ke usus kecil untuk digunakan dalam

pencernaan. Etiologi terbanyak didapatkan pada saluran empedu intrahepatik

adalah sindrom alagille. Sindrom alagille adalah suatu kelainan yang diturunkan

secara autosomal dominan akibat defek pada gen JAG1 di kr20p12. Gen ini

diekspresikan di berbagai sistem dengan manifestasi mayor kolestasis kronik,

kelainan jantung, mata, tulang vertebra, dan bentuk wajah yang khas.

11
5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan untuk mengetahui tipe

kolestasis. Pada pemeriksaan penunjang terdapat beberapa metode pemeriksaan

yang mencakup: pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi, biopsi hati dan

kolangiografi intraoperative.12,13

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan kadar bilirubin merupakan pemeriksaan laboratorium rutin yang

dilakukan untuk pasien dengan kolestasis, dengan mengetahui hasil dari

komponen bilirubin kita dapat membedakan antara kolestasis dengan

hiperbilirubinemia fisiologis. Dikatakan kolestasis apabila didapatkan kadar

billirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila billirubin total kurang dari 5 mg/dl atau

kadar billirubin direk lebih dari 20% apabila kadar billirubin total lebih dari 5

mg/dl.

b. Peningkatan kadar SGOT/SGPT >10 kali dengan peningkatan gamma GT <5

kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler, sedangkan apabila dari

hasil laboratorium didapatkan peningkatan SGOT/SGPT <5 kali dengan

peningkatan gamma GT >5 kali, hal ini lebih mengarah kepada kolestasis

ekstrahepatik.

c. Aminotransferase serum meningkat lebih dari 2-4 kali nilai normal, maka hal

ini menunjukkan adanya proses infeksi.

d. Pemeriksaan alkali phosphatase yang biasanya meningkat pada pasien yang

mengalami kolestasis.

12
e. Serum lipoprotein-X meningkat pada kolestasis yang disebabkan oleh

obstruksi.

f. Peningkatan kolesterol, penurunan kadar albumin, masa protrombin biasanya

normal tetapi mungkin memanjang, yang dapat dikoreksi dengan vitamin K.

g. Kadar gula darah pasien bisa didapatkan hipoglikemia, untuk mendeteksi

kelainan yang berhubungan dengan metabolik.

h. Pemeriksaan TORCH untuk menelusuri terhadap kemungkinan adanya infeksi

Toksoplasma, Cytomegalo virus, Rubella, dan Herpes.

i. Pemeriksaan FT4 dan TSH.

j. Pemeriksaan biakan bakteri (biakan urin dan darah).

k. Pemeriksaan hepatitis B dan pemeriksaan kadar -1 antitripsin.

Khusus untuk pemeriksaan tinja biasa disebut dengan pemeriksaan tinja 3

porsi (dilihat tinja akholik pada tiga periode dalam sehari). Kolestasis

ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan manifestasi berupa tinja akholik.

B. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan salah satu teknik

pemeriksaan untuk mendeteksi kolestasis pada pasien. Dengan pemeriksaan USG

dapat diketahui ukuran, keadaan hati, dan kandung empedu.

C. Biopsi hati

Biopsi hati merupakan cara yang paling akurat untuk mendiagnosis bayi

dengan kolestasis.

13
6. Manifestasi Klinis

Bayi ikterus sampai usia dua minggu pada umumnya disebabkan oleh

peningkatan bilirubin indirek dan mencapai kadar puncak pada usia 5-7 hari. Bayi

yang mengalami peningkatan kadar biliribin direk akan mengalami ikterus setelah

usia dua minggu. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada pasien kolestasis

adalah ikterus atau kulit dan mukosa berwarna ikterus yang berlangsung lebih dari

dua minggu, urin berwarna lebih gelap, tinja warnanya lebih pucat atau fluktuatif

sampai berwarna dempul.12,13

Gambaran klinis kolestasis pada umumnya disebabkan karena adanya

keadaan seperti terganggunya aliran empedu memasuki usus:12,13

- tinja berwarna dempul

- urobilin dan sterkobilin tinja menurun

- urobilinogen urin menurun

- malabsorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak

- hipoprotrombinemia; Akumulasi empedu dalam darah:

1. Ikterus

2. Gatal-gatal

3. Hiperkolesterolemia

4. Kerusakan sel hepar sebagai akibat penumpukan garam empedu

5. SGOT, SGPT, alkali fosfatase, glutamil transpeptidase meningkat

7. Penatalaksanaan

a. Terapi etiologi13,14

14
Terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat

diketahui penyebabnya

b. Terapi suportif13,14

1. Stimulasi aliran empedu : asam ursodeoksikolat 10-30mg/kgBB

dalam 2-3 dosis

2. Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal

(kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 130-150 kebutuhan

bayi normal) dan mengandung lemak rantai sedang (medium chain

trigliseride-MCT)

3. Vitamin yang larut dalam lemak

A : 5000-25000 IU

D : calcitriol 0,05-0,2 g/kgBB/hari

E : 15-25 IU/kgBB/hari

K1 : 2,5-5mg: 2x/minggu atau 0,3 mg/kgBB setiap bulan

Mineral dan trace element : Ca,P,Mn,Zn,Fe

4. Terapi komplikasi lain misalnya :

Hiperlipidemia/xantelasma : obat HMG-coa reductase

inhibitor contohny kalestipol, simvastin

Pruritus : salah satu di bawah ini

Antihistamin : dipenhidramin 5-10mg/kgBB/hari,

hidroksisin 2,5 mg/kgBB/hari dan rifampisin

10mg/kgBB/hari

Kolestiramin 0,25-0,5g/kgBB/hari7

15
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : By. A M N K

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir/umur : 07 Agustus 2017 / 10 hari

Lahir di : RS Tahuna

Berat badan lahir : 2500 gr

Partus secara : Spontan letak belakang kepala

Kebangsaan : Indonesia

Suku bangsa : Tahuna

Nama Ibu : Ny. A G

Umur Ibu : 20 tahun

Pendidikan Ibu : SMA

Pekerjaan Ibu : IRT

Status Perkawinan :I

Nama Ayah : Bpk. M A K

Umur Ayah : 24 tahun

Pendidikan Ayah : SMA

Pekerjaan Ayah : Swasta

Status Perkawinan :I

Alamat : Kelurahan Manente, Tahuna

Tanggal MRS : 17 Agustus 2017

16
II. ANAMNESIS

Anamnesis diberikan oleh ayah penderita

Penderita merupakan anak pertama, anak kandung.

A. Family Tree

10 hari

A. Keluhan Utama : - Nafas cepat dialami penderita sejak lahir

- Penderita mengalami kuning sejak 1 minggu setelah

lahir

Bayi MRS pada tanggal 17 Agustus 2017 jam 10.00 wita. Bayi merupakan

rujukan RS Tahuna dengan diagnosis sepsis neonatorum + ikterus neonatorum

dan sudah diberi terapi cairan IVFD Kaen 4B 15-16 cc/jam, dan Injeksi

meropenem 3x100 mg. Bayi perempuan, lahir pada tanggal 07 Agustus 2017

jam 09.24 wita dengan BBL: 2500 gr, PBL: 44 cm. Apgar score 5-7. Lahir

17
secara Sectio Caesaria dari ibu G1P0A0 20 tahun hamil aterm. Faktor resiko

sepsis: keputihan berbau dan tidak diobati serta isk yang tidak diobati.

Beberapa waktu setelah lahir bayi tampak sesak, 1 minggu setelah lahir, bayi

mengalami kuning, kuning hampir pada seluruh tubuh.

B. Anamnesis Antenatal

Saat hamil ibu penderita kontrol secara teratur di puskesmas sebanyak 9 kali.

Suntik Tetanus Toxoid sebanyak 2 kali.

Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.

C. Penyakit yang sudah pernah dialami

Morbili : -

Varisela : -

Pertusis : -

Diare : -

Cacing : -

Batuk/pilek : -

Lain-lain : -

D. Kepandaian / kemajuan bayi :

Pertama kali membalik : - bulan

Pertama kali tengkurap : - bulan

Pertama kali duduk : - bulan

Pertama kali merangkak : - bulan

18
Pertama kali berdiri : - bulan

Pertama kali berjalan : - bulan

Pertama kali tertawa : - bulan

Pertama kali berceloteh : - bulan

Pertama kali memanggil mama : - bulan

Pertama kali memanggil papa : - bulan

E. Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang

ASI : lahir - sekarang

PASI :-

Bubur susu :-

Bubur saring :-

Bubur halus :-

Nasi lembek :-

F. Imunisasi

Dasar Ulangan
Jenis Imunisasi
I II III I II III

BCG -

Polio -

DTP -

Campak -

Hepatitis B +

19
G. Riwayat Keluarga

Hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini.

H. Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan

Pasien tinggal di rumah permanen dengan atap seng, dinding beton, lantai

keramik. Jumlah kamar 2 buah, dihuni oleh 4 orang terdiri 3 orang dewasa dan

1 orang anak. WC/Kamar mandi berada di dalam rumah.

Sumber air minum : Air kemasan

Sumber penerangan listrik : PLN

Penanganan sampah : Dibuang di tempat sampah

I. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Aktif menurun, refleks menurun

Tekanan darah :-

Nadi : 142 kali/menit

Respirasi : 62 kali/menit

Suhu : 38 c

SpO2 : 92%

Berat Badan : 2,5 kg

Tinggi Badan : 44 cm

Status Gizi : Baik

Sianosis : Tidak ada

Anemia : Tidak ada

20
Ikterus : Kuning hampir seluruh tubuh (Kramer IV)

Kejang : Tidak ada

Kulit

Warna : Kuning

Efloresensi : Tidak ada

Pigmentasi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada

Lapisan Lemak : Cukup

Turgor : Kembali cepat

Tonus : Eutoni

Oedema : Tidak ada

Kepala

Bentuk : Normocephal

Rambut : Hitam

Ubunubun besar : Datar

Mata

Exophthalmus/Enophthalmus : Tidak ada

Tekanan bola mata : Normal pada palpasi

Konjungtiva : Anemis -/-

Sklera : Ikterik -/-

Refleks kornea : Normal

Pupil : Bulat, isokor 3mm 3mm

Refleks cahaya +/+

Lensa : Jernih

21
Fundus : Tidak dievaluasi

Visus : Tidak dievaluasi

Gerakan : Dalam batas normal

Telinga : Sekret -/-

Hidung : Sekret -/-

: Pernapasan cuping hidung (+)

Mulut

Bibir : Sianosis (-)

Lidah : Beslag (-)

Gigi : Caries (-)

Selaput mulut : Mukosa basah

Gusi : Perdarahan (-)

Bau pernapasan : Foetor (-)

Tenggorok an

Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)

Faring : Hiperemis (-)

Leher

Trakea : Letak tengah

Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening

Kaku kuduk : Tidak ada

Thoraks

Bentuk : Simetris

Rachitic Rosary : Tidak ada

22
Ruang intercostal : Normal

Precordial bulging : Tidak ada

Xiphosternum : Tidak ada

Harrisons groove : Tidak ada

Pernapasan paradoxal : Tidak ada

Retraksi : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

Paru Paru

Inspeksi : Simetris kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Ronkhi

-/- , Wheezing -/-

Jantung

Detak jantung : 142 kali/menit

Iktus : Cordis tidak tampak

Batas kiri : Linea midclavicularis sinistra

Batas kanan : Linea parasternalis dextra

Batas atas : ICS II-III linea parasternalis sinistra

Bunyi jantung apex : M1 > M2

Bunyi jantung aorta : A1 > A2

Bunyi jantung pulmo : P1 < P2

Bising : (-)

23
Abdomen

Bentuk : Cembung, lemas

Lain lain : Bising usus (+) normal

Lien : Tidak teraba

Hepar : Tidak teraba

Genitalia : Perempuan, normal labia mayora menutupi

minora

Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening

Anggota Gerak : Akral hangat, CRT 3 detik

Tulang Belulang : Deformitas (-)

Otot Otot : Eutoni

Refleks : Refleks Fisiologi+/+, Refleks Patologi-/-

Pemeriksaan Kramer :

24
Tabel 1. Hubungan kadar bilirubin dengan daerah ikterus menurut Kramer

No Daerah Ikterus Kadar Bilirubin (mg/dL)

Prematur Aterm

1. Kepala dan leher 48 4-8

2. Dada sampai pusat 5 12 5 12

3. Pusat bagian bawah sampai lutut 7 15 8 16

4. Lutut sampai pergelangan kaki dan 9 -18 11 - 18

sampai pergelangan tangan

5. Kaki dan tangan termasuk telapak kaki >10 >15

Pada pasien didapatkan Kramer nilai 4, dimana kadar bilirubinnya 11-

18 pada bayi aterm.

J. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tanggal 17 Agustus 2017

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

Leukosit 4000 10000 /uL 32000 /uL *

Eritrosit 4.70 6.10 106/uL 2.87 106/Ul

Hemoglobin 13.5 19.5 g/dL 9.6 g/dL

Hematokrit 37.0 47.0 % 27.3 %

Trombosit 150 450 103/uL 58 103/uL

MCH 27.0 35.0 pg 33.4 pg

MCHC 30.0 40.0 g/dL 35.2 g/dL

MCV 80.0 100.0 fL 95.1 fL

25
001 Eosinofil 15 % 15 %

002 Basofil 01 % 0 %

003 Netrofil Batang 28 % 2 %

004 Netrofil Segmen 50 70 % 54 %

005 Limfosit 20 40 % 28 %

006 Monosit 28 % 14 % *

IT Ratio < 0,2 % 0.3 % *

SGOT < 33 u/L 112 u/L *

SGPT < 43 u/L 54 u/L *

Bilirubin Total 0.10 1.20 mg/dL 11.36 mg/dL *

Bilirubin Direct < 0.30 mg/dL 9.03 mg/dL *

Ureum Darah 10 40 mg/dL 10 mg/dL

Creatinin Darah 0.5 10mg/dL 0.2 mg/dL

Gula Darah Sewaktu 70 125 mg/dL 40 mg/dL

Chlorida Darah 98.0 109.0 mEq/L 106.0 mEq/L

Kalium Darah 3.50 5.30 mEq/L 4.30 mEq/L

Natrium Darah 135 153 mEq/L 135 mEq/L

Calsium 8.10 10.40 mg/dL 7.96 mg/dL

CRP < 6.00 mg/L 48.00 mg/L

I. RESUME

Pasien bayi perempuan usia 10 hari, MRS pada tanggal 17 Agustus 2017

jam 10.00 wita dengan BB: 2,5 kg, PB: 44 cm. MRS dengan keluhan utama sesak

26
sejak beberapa waktu setelah lahir, dan kuning hampir diseluruh tubuh sejak 1

minggu setelah lahir.

O:

Keadaan umum : aktif menurun, refleks menurun

Tekanan Darah :-

Nadi : 142 kali/menit

Respirasi : 62 kali/menit

Suhu : 38,2c

SpO2 : 92%

Kepala : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernapasan

cuping hidung (+) pupil bulat, isokor 3mm 3mm,

refleks cahaya +/+

Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Ronkhi

-/- , Wheezing -/-

Abdomen : cembung, lemas, bising usus (+) normal

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

27
Ekstremitas : akral hangat, CRT 3 detik, kuning hampir diseluruh

tubuh

A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec. sepsis

P: - O2 0,5 L/m via nasal kanul

- IVFD kaen 4B (Keb: 150 ml/kgbb/hr)= 15 16 cc/jam

- Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (1)

- Injeksi amikacin 2x20 mg (1)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg pulv

Pro: Kultur darah

Follow Up

Jumat, 18 Agustus 2017, Pukul: 06.00 wita

S: Demam (-), sesak (-), kembung (-)

O: Keadaan umum: aktif menurun, reflex menurun

NR: 146x/m, RR: 66x/m, SB: 38,3c, SpO2: 92%

Kep: Conj. An (-), skl ikt (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm - 3mm,

UUB Datar

Tho: Simetris, Retraksi (-)

Cor: Bising (-)

Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abd: Cembung, lemas, BU (+) N, H/L ttb

Ekst: Akral hangat, CRT 3 detik

28
A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec.

sepsis

P: - O2 0,5 L/m via nasal kanul

- IVFD kaen 4B (Keb: 150 ml/kgbb/hr)= 15 16 cc/jam

- Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (2)

- Injeksi amikacin 2x20 mg (2)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg pulv

- Oral stop

Pro: Kultur darah, albumin

Sabtu, 19 Agustus 2017, Pukul: 06.00 wita

S: Demam (-), sesak (-), kembung (-)

O: Keadaan umum: aktif menurun, reflex menurun

NR: 131x/m RR: 50x/m SB: 36,4c SpO2: 99%

Kep: Conj. An (-), skl ikt (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm - 3mm,

UUB Datar

Tho: Simetris, Retraksi (-)

Cor: Bising (-)

Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abd: Cembung, lemas, BU (+) N, H/L ttb

Ekst: Akral hangat, CRT 3 detik

A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec.

sepsis

29
P: - O2 0,5 L/m via nasal kanul

- IVFD kaen 4B (Keb: 150 ml/kgbb/hr -10 susu)= 14 15 cc/jam

- Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (3)

- Injeksi amikacin 2x20 mg (3)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg

- Susu (Keb 10 ml) 8x3 cc/hari

Minggu, 20 Agustus 2017, Pukul 08.00 wita

S: Demam (-), sesak (-), kembung (-)

O: Keadaan umum: aktif menurun, reflex menurun

NR: 132x/m RR: 42x/m SB: 36,8c SpO2: 99%

Kep: Conj. An (-), skl ikt (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm - 3mm,

UUB Datar

Tho: Simetris, Retraksi (-)

Cor: Bising (-)

Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abd: Cembung, lemas, BU (+) N, H/L ttb

Ekst: Akral hangat, CRT 3 detik

A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec.

sepsis

P: - O2 0,5 L/m via nasal kanul

- IVFD kaen 4B (Keb: 150 ml/kgbb/hr - 30 susu)= 12 13 cc/jam

- Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (4)

30
- Injeksi amikacin 2x20 mg (4)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg pulv

- Susu (Keb 30 ml) 8x9 cc/hari

Senin, 21 Agustus 2017, Pukul 08.00 wita

S: Demam (-), sesak (-), kembung (-)

O: Keadaan umum: aktif menurun, reflex menurun

NR: 140x/m RR: 52x/m SB: 32c SpO2: 99%

Kep: Conj. An (-), skl ikt (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm - 3mm,

UUB Datar

Tho: Simetris, Retraksi (-)

Cor: Bising (-)

Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abd: Cembung, lemas, BU (+) N, H/L ttb

Ekst: Akral hangat, CRT 3 detik

A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec.

sepsis

P: - IVFD kaen 4B (Keb: 150 ml/kgbb/hr 50 susu)= 10-11 cc/jam

- Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (5)

- Injeksi amikacin 2x20 mg (5)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg pulv

- Susu (Keb 50 ml) 8x15 cc/hari

31
Selasa, 22 Agustus 2017, Pukul 07.00 wita

S: Demam (-), sesak (-), kembung (-)

O: Keadaan umum: aktif menurun, reflex menurun

NR: 140x/m RR: 48x/m SB: 36,9c SpO2: 96%

Kep: Conj. An (-), skl ikt (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm - 3mm,

UUB Datar

Tho: Simetris, Retraksi (-)

Cor: Bising (-)

Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abd: Cembung, lemas, BU (+) N, H/L ttb

Ekst: Akral hangat, CRT 3 detik

A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec.

sepsis

P: - Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (6)

- Injeksi amikacin 2x20 mg (6)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg pulv

- ASI ad libitum

Rabu, 23 Agustus 2017, Pukul 06.00 wita

S: Demam (-), sesak (-), kembung (-)

32
O: Keadaan umum: aktif menurun, reflex menurun

NR: 142x/m RR: 48x/m SB: 36,8c SpO2: 97%

Kep: Conj. An (-), skl ikt (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm - 3mm,

UUB Datar

Tho: Simetris, Retraksi (-)

Cor: Bising (-)

Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abd: Cembung, lemas, BU (+) N, H/L ttb

Ekst: Akral hangat, CRT 3 detik

A: Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Kolestasis ec.

sepsis

P: - Injeksi ceftazidime 125 mg/8 jam iv (7)

- Injeksi amikacin 2x20 mg (7)

- Injeksi vitamin K 2 mg (2x/minggu)

- Urdafalk 2x25 mg pulv

- ASI ad libitum

Pro: Rawat Jalan

33
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + sepsis +

kolestasis ec. sepsis pada kasus diatas, ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan, telah lahir bayi perempuan, pada tanggal 1

Agustus 2017 jam 09.24 wita dengan BBL: 2500 gr, PBL: 44 cm. Apgar score 5-

7. Lahir secara Sectio Caesaria dari ibu G1P0A0 20 tahun hamil aterm 39-40

minggu. Faktor resiko sepsis: keputihan berbau yang tidak diobati dan isk tidak

diobati. Beberapa waktu setelah lahir, bayi tampak sesak, 1 minggu setelah lahir,

bayi mengalami kuning, kuning pada seluruh tubuh.

Menurut kurva Battaglia & Lubchenco pasien merupakan bayi yang

tergolong dalam bayi cukup bulan sesuai masa kehamilan, dimana bayi lahir pada

kehamilan usia 39 40 minggu dengan berat badan lahir 2500 gram. Bayi berat

lahir normal adalah bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram sampai dengan

4000 gram.

34
Kurva Lubchenco

Ikterus yang ditemukan pada pasien selain meunjukkan adanya gejala dari

sepsis, juga merupakan indikator adanya kolestasis yang terjadi akibat sepsis.

Ikterus merupakan salah satu gejala klinis pada kolestasis. Ikterus yaitu adanya

warna kuning pada kulit dan selaput lendir, selain itu dapat disertai gejala

dehidrasi akibat kurang minum dan muntah-muntah, pucat yang berkaitan dengan

anemia hemolitik, trauma lahir hepatosplenomegali, letargi dan gejala klinis sepsis

lainnya. Pada penderita ini didapatkan kuning seluruh tubuh. Kolestasis sepsis

adalah suatu bentuk kolestasis hepatoseluler yang timbul pada saat atau setelah

sepsis akibat gangguan tranport empedu.12-14

Ikterus dapat terjadi dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Gejala

klinis ikterus sampai kaki dapat mengambarkan kadar bilirubin darah. Kramer

membagi tubuh bayi dalam lima bagian untuk dapat menilai kadar bilirubin (tabel

1).

35
Sehingga pada penderita ini diperkirakan kadar bilirubinnya bila

menggunakan perkiraan klinis Kramer adalah nilai 4 dengan kadar bilirubin

11 18.

Maka berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis

dengan Neonati Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan + Sepsis + Cholestasis ec

sepsis.

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

darah lengkap, differential count, CRP (C Reactive Protein), bilirubin total/direk.

Pemeriksaan darah, differential count, CRP dan kultur darah diperlukan untuk

menunjang diagnosis sepsis. Pada penderita didapatkan CRP 48, dan leukosit

32.000/mm3. Hitung leukosit bisa membantu dalam mendiagnosa sepsis, tapi ini

merupakan pemeriksaan non-spesifik. I/T ratio mungkin lebih baik dalam

mendiagnosa sepsis, pemeriksaan ini adalah yang paling sensitif. Sensitivitas I/T

ratio sekitar 60-90%. Pada pasien didapatkan hasil I/T ratio 0,3%. Peningkatan

CRP terdapat pada sekitar 50-90% bayi dengan infeksi bakterial sistemik. CRP

tidak direkomendasikan sebagai indikator tunggal untuk menentukan sepsis

neonatorum tetapi bisa digunakan dalam penentuan penanganan sepsis atau

sebagai bagian dari penilaian respons antibiotik, durasi terapi, dan/atau infeksi

ulangan.5,6

Pemeriksaan kultur darah merupakan pemeriksaan yang paling utama

dalam menentukan sepsis neonatorum, bila didapatkan pemeriksaan sekali saja

positif maka bisa dipastikan diagnosa sepsis. Tapi hasil kultur negatif, belum bisa

menyingkirkan tidak adanya sepsis,. Kultur darah juga penting untuk menentukan

jenis antibiotika yang akan digunakan.10,15

36
Pemeriksaan bilirubin total/direk diperlukan untuk menentukan jenis

ikterus neonatorum, dan dan penanganannya. Ikterus neonatorum terbagi atas

ikterus patologis dan fisiologis. Batasan ikterus patologis dari pemeriksaan

laboratorium yaitu didapatkannya kadar bilirubin total > 10 mg/dl pada bayi

prematur, >12,5 mg/dl pada bayi aterm, kadar bilirubin direk > 1 mg/dl. Pada

penderita ini didapatkan kadar bilirubin serum 11.36 mg/dl, dan kadar bilirubin

direk 9.03 mg/dl. Kadar bilirubin direk memenuhi syarat untuk dikatakan

penyebab ikterus pada penderita ini akibat proses patologis. Fototerapi efektif

untuk menurunkan kadar bilirubin serum. Prinsip sinar terapi adalah oleh

pengaruh fotoisomerisasi dan fotooksidasi dari cahaya terhadap bilirubin. Disini

bilirubin dipecah menjadi fotoisomer dan dipyrol yang tidak toksik dan segera

dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan urin.12,13,16

Pemberian pengobatan biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi

yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang

mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai

sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif.

Tergantung pola dan resistensi kuman di masing-masing Rumah Sakit biasanya

antibiotik yang dipilih adalah golongan ampisilin/klosasin/vankomisin dan

golongan aminoglikosid/sefalosporin. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai

dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari.11,15

Penatalaksanaan terhadap pasien ini yaitu diberikan kombinasi antibiotika

golongan sefalosporin yaitu ceftazidime dengan dosis 125 mg/8 jam diberikan

secara injeksi dan Amikasin 20 mg/12 jam dari golongan antibiotik

aminoglikosid, diberikan secara injeksi. Untuk ikterus neonatorum pasien ini di

37
tegakkan dengan hasil bilirubin total dan direk yang meningkat sehingga dapat

ddiagnosis dengan kolestasis. Pengobatan kolestasis dapat berupa suportif

meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, dan terapi

untuk stimulasi asam empedu yaitu diberikan ursodeoksikolat. 11,16

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Van den Hoogen A, Gerards LJ, Verboon-Maciolek MA, Fleer A, Krediet TG.

Long-term trends in the epidemiology of neonatal sepsis and antibiotic

susceptibility of causative agents. Neonatology. 2012. Hal. 22-8.

2. Klinger G, Levy I, Sirota L. Epidemiology and risk factors for early onset sepsis

among very-low-birthweight infants. Am J Obstet Gynecol. 2012. Hal. 1-6.

3. Park HW, Lee NM, Kim JH, Kim KS, Kim SN. Parenteral fish oil-containing

lipid emulsions may reverse parenteral nutrition-associated cholestasis in

neonates: a systematic review and meta-analysis. J Nutr. 2013. Hal.2-4.

4. Khalaf R, Phen C, Karjoo S, Wilsey M. Cholestasis beyond the Neonatal and

Infancy Periods. Pediatric Gastroenterol Hepatol Nutr. 2012. Hal. 12-16.

5. Amirullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 2.

Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010. Hal. 170-85.

6. Etika Risa. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu

Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2007. Hal. 12-13.

7. Trauner M, Fickert P, Stauber RE. Inflammation-induced cholestasis (abstract).

Gastroenterol Hepatol. 2011. Hal. 945-59.

8. I Putu Gede Karyana, I GN Sanjaya Putra, Ni Putu Veny Kartika Yanti. Kolestasis

pada Sepsis Neonatorum di RSUP Sanglah. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. 2012. Hal.

14-3.

9. Nafday SM. Abnormalities of fetal growth. Textbook of Pediatric Care. American

Academy of Pediatric. 2011. Hal. 24-25.

39
10. Elisabeth Hutapea, Julfina Bisanto, Damayanti R. Sjarif, Partini P. Trihono.

Karakteristik Kolestasis Intrahepatik dengan Infeksi Saluran Kemih. Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Dr.

Ciptomangunkusumo, Jakarta. 2012.

Hal. 1-2.

11. Darmawati TA. Surjono SW. Evaluasi pemberian antibiotik untuk mencegah

kejadian sepsis neonatorum klinis dini pada neonatus dengan potensial terinfeksi

di RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Gajah

Mada. 2013. Hal. 1-2.

12. Hendarwati C. Assosiation between viscosity, strecobilin, bilirubin in meconium

stained fluid withmeconium aspiration syndrome. Universitas Diponegoro.

Semarang: 2013. Hal. 3.

13. Omer M, Khattak TA, Shah SHA. Etiological spectrum of persistent neonatal

jaundice. JMRC. 2012. Hal. 879.

14. Karyana G, Putra S, Yanti V. Kolestasis pada Sepsis Neonatorum di RSUP

Sanglah. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. 2015. Hal 12-15.

15. Feldman A, Sokol R. Neonatal Cholestasis. Textbook of Pediatric Care.

American Academy of Pediatric. 2012. Hal 153-59.

16. Bhatia V, Bavdekar A, Matthai S, Waikar Y, Anupam Sibal. Management of

Neonatal

Cholestasis. Consensus Statement of the Pediatric Gastroenterology Chapter

of Indian

Academy of Pediatrics. 2014. Hal 76-82.

40
41

Anda mungkin juga menyukai