Dan ini merupakan suatu kebiasaan ahli bidah sejak zaman dahulu
sampai sekarang untuk menjauhkan umat dari para ulama Robbaniyyin
yang berdakwah kepada tauhid serta menebarkan sunnah dan membasmi
syirik serta bidah. Hal ini seperti yang telah dialami oleh Dakwah
Salafiyah yang dijalankan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
rahimahullahu yang dituduh dengan berbagai macam celaan, bahkan
sebagian orang awam yangl termakan syubhat-syubhat mereka ketika
mendengar gelar wahabi Iangsung merinding dan lari ketakutan.
Dari ucapan-ucapan ulama salaf di atas dan yang lain yang tidak mungkin kami sebutkan semuanya di
sini, telah jelas bagi kita tanda-tanda atau ciri-ciri Murjiah sebenarnya. Inilah tanda-tanda Murjiah menurut
ulama salaf :
Para ulama salaf telah menyebutkan kepada kita tentang ciri-ciri orang-orang yang terlepas dan keluar
dari Murjiah, diantaranya
(Kenapa ???) mereka sangat gigih memperjuangkan aqidah; kekafiran itu hanya karena istihlal
semata, terlebih dalam kaitannya dengan realita para pemerintah yang mengganti syariat Alloh Taala
dengan undang-undang positif.
Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Alloh,
maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS.Al-Maidah : 44)
sebagai kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam.30
Mengapa kalian hanya mengkhususkan pengkafiran ini hanya kepada pemerintah kaum muslimin
saja? Bukankah ayat dalam surat Al-Maidah 44 tersebut umum mencakup siapa saja yang tidak berhukum
dengan hukum Alloh?! Bukankah orang yang berbuat bidah dan yang berbuat maksiat itu juga berhukum
dengan selain hukum Alloh ?! Alloh berfirman :
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh? (QS.
Asy-Syuura : 21)
Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil
keputusan? (QS. Al-Qolam : 36)
(Penetapan sesuatu) kufur adalah hak Alloh kemudian Rasul-Nya
Ketahuilah wahai kaum Muslimin, bahwa pemikiran takfir seperti infah yang mendasari adanya
peledakan dan pengeboman di beberapa negeri Islam. Maka berhati-hatilah dari pemikiran Khowarij ini dan dari
orang-orangnya!!!
Hal ini seperti yang dilakukan oleh Safar Hawali penulis kitab
Zhohiratul Irja yang menuduh Syaikh Al-Albani sebagai Murjiah. Dia
mengatakan : Dan tidaklah yang mengatakan bahwa orang yang
meninggalkan sholat (karena malas,-pent) tidak kafir melainkan yang telah
kemasukan pemikiran Murjiah, baik dia merasa atau tidak.39
(Sumber : Majalah adz-Dzakhiirah; Edisi 21; Rajab 1427-Agustus 2006; Dinukil dengan sedikit perubahan dan
pembenahan)
-OOO-OOO-
1 Telah sampai ke meja redaksi sebuah makalah yang berjudul Aqidah Jamaah Salafiyah dalam
Tinjauan Syari. Di dalamnya tertulis Aqidah Jamaah Salafiyah dalam masalan iman adalah Aqidah
Murjiah Fuqoha dan dalam masalah pengkafiran adalah Aqidah Murjiah Ekstrim (Jahmiyah).
2 Seperti yang dilakukan oleh DR. Safar Hawali hadaahullahu- dalam kitabnya Zhohiratul Irja yang
telah dibantah sendiri oleh Syaikh al-Albani rahimahullahu beserta murid beliau, Syaikh Ali Hasan al-
Halabi hafizhahullahu dalam kitab beliau yang berjudul ad-Duror al-Mutalalia. Alhamdulillah
pemerintah Saudi akhirnya mengetahui akan bahaya buku ini hingga tidak boleh disebarluaskan. (Lihat
footnote ar-Raddul Burhani hal. 46 karya Syaikh Ali Hasan).
3 Syarhu Ushul Itiqod Ahli as-Sunnah wal Jamaah (III/1071) karya al-Lalika`i.
7 Al-Ibanah an Syariatil Firqotin Naajiyah (II/899 no. 1255 : Kitabul Iman) karya Imam Ibnu Baththoh.
8 Kitabus Sunnah (I/334 n o. 692) karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.
9 Al-Ibanah an Syariatil Firqotin Naajiyah (II/893 : Kitabul Iman) karya Imam Ibnu Baththoh.
10 Ibid, (II/899).
13 Ibid, (VII/429)
14 An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar (hal. 351) karya Ibnu Atsir.
20 Asy-Syariah (II/283).
24 Apakah Dakwah Salafiyah yang dituduh dengan tuduhan Murjiah berpendapat seperti ini?!! Tolong
buktikan!!!
25 At-Tamhid (IV/242).
30 Lihat pembahasan riwayat ini secara riwayatan dan dirayatan di dalam Qurrotul Uyun karya Syaikh
Salim bin Ied al-Hilaly.
34 Asy-Syariah (I/342).
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
1. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran
dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
2. Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang
yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
3. Mereka mengharamkan istitsn` (mengucapkan saya beriman insya Allah) di dalam iman.
4. Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan
haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
5. Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
6. Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada
kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syariat Islam); bahwa
hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam
hati.[19]
Pertama : Atsar yang dikeluarkan Ishaq bin Rahawaih dari Syaibn bin Farrkh, ia berkata:
"Aku bertanya kepada Abdullah Ibnul-Mubrak: 'Apa pendapatmu tentang orang yang
berzina dan meminum khamr atau selain itu. Apakah ia dikatakan mukmin?. Abdullah Ibnul
Mubrak menjawab,Aku tidak mengeluarkannya dari iman, maka Syaibn berkata,Apakah
pada saat tua nanti engkau menjadi Murji`ah?, lalu Abdullah Ibnul-Mubrak
menjawab,Wahai, Aba Abdillah! Sesungguhnya Murji`ah tidak menerimaku, karena aku
mengatakan iman itu bertambah, sedangkan Murji`ah tidak mengatakan demikian'.[21]
Kedua : Apa yang disebutkan oleh al-Qdhi Abul-Fadhl as-Saksaki al-Hanbali (wafat 683 H)
dalam kitabnya, al-Burhn: Bahwa ada sekelompok ahlul bidah yang dinamakan dengan al-
Mansuriyyah -mereka adalah sahabat dari Abdullah bin Zaid-, mereka menuduh Ahlus-
Sunnah sebagai Murji`ah, karena Ahlus-Sunnah mengatakan, orang yang meninggalkan
shalat, apabila ia tidak mengingkari kewajibannya maka ia tetap seorang muslim; demikian
menurut pendapat yang shahh dari madzhab Imam Ahmad.
Mereka (ahlu bidah) mengatakan: Ini menunjukkan bahwa iman menurut mereka (Ahlus
Sunnah) adalah perkataan tanpa amal.[22]
1. mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan mutlak tanpa
perincian yang telah disepakati oleh para salaf, Ahlus-Sunnah sejak dahulu sampai hari ini.
2. mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan. Dalam
masalah ini terjadi khilf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama Ahlus-Sunnah sejak
dahulu hingga hari ini.
Menurut mereka, apabila seorang muslim berpendapat dengan dua pendapat tersebut, maka ia
telah terlepas dari Murji`ah.[25]
Syaikh Abdul-'Azz bin Abdullah bin Bz rahimahullah berkata,"Aku tidak melihat di bawah
kolong langit seorang yang 'alim tentang hadits pada zaman ini, seperti al-Allamah
Muhammad Nshiruddin al-Albni.
Beliau rahimahullah juga pernah ditanya: Siapa mujaddid (pembaharu) pada zaman ini?
Syaikh bin Bz juga pernah berkata,Aku tidak mengetahui seorang di alam semesta yang
lebih alim daripada Syaikh Nshir (al-Albani) pada zaman ini.
Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimn rahimahullah pernah ditanya, tentang orang yang
menuduh Syaikh al-Albni dengan irja` (Murjiah), maka beliau menjawab: Barangsiapa
yang menuduh Syaikh al-Albni dengan tuduhan irja`, maka ia telah salah, - orang itu - satu
di antara dua kemungkinan, (yaitu): ia tidak mengenal al-Albani atau tidak mengetahui apa
itu Irja`. Al-Albni rahimahullah seorang dari Ahlus-Sunnah dan pembela Sunnah. Dia juga
seorang imam dalam bidang hadits. Aku tidak mengetahui ada seorang yang menandinginya
pada zaman sekarang. Akan tetapi, sebagian orang kami mohon kepada Allah al-Afiyah-
timbul perasaan dengki pada hatinya. Apabila ia melihat penerimaan seseorang, mereka
mulai mencela seperti perbuatan orang-orang munafik yang mencela orang-orang mukmin
yang bershadaqah dan tidak mendapatkan kecuali usaha mereka. Mereka (munfiqn)
mencela orang yang bershadaqah dengan harta yang banyak dan orang miskin yang
bershadaqah. Kami mengetahui beliau (al-Albni) rahimahullah dari buku-bukunya, dan aku
mengetahuinya sebagai seorang yang memiliki 'aqidah Salaf dan selamat manhajnya. Akan
tetapi, sebagian orang ingin mengafirkan hamba Allah dengan apa-apa yang Allah tidak
mengafirkan mereka dengannya, kemudian menuduh bahwa orang yang menyelisihinya
dalam masalah takfir maka ia adalah Murji`ah; ini merupakan suatu kebohongan, kedustaan,
dan kezhaliman. Oleh karena itu, janganlah kalian mendengar perkataan-perkataan ini dari
siapa pun.
Beliau (Syaikh Utsaimin) juga berkata: Syaikh al-Albni seorang yang panjang langkahnya
(luas ilmunya), luas pengetahuannya, dan kuat pemikirannya. [26]
Begitu pula tuduhan hizbiyyun kepada Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafizhahullh.
Mereka menuduh bahwa beliau adalah Murji`ah?! Mereka menuduh demikian karena ada
fatwa dari Lajnah Da-imah yang memperingatkan dua buku karya Syaikh Ali bin Hasan,
yaitu at-Tahdzr min Fitnatit-Takfr dan Shaihatun-Nadzr bi Khatharit-Takfr. Padahal fatwa
ini tidak memvonis Syaikh Ali sebagai Murjiah.
Dalam masalah ini, Syaikh Ali telah menjawab serta menjelaskan dalam bukunya. Beliau
mengajak polemik kepada anggota Lajnah Da-imah dengan buku beliau yang berjudul al-
Ajwibah al-Mutal-imah al Fatwa al-Lajnah ad-D-imah.
Kemudian beliau membantah orang-orang yang memanfaatkan fatwa itu untuk kepentingan
hawa nafsu dan membela kelompok mereka. Beliau membantah dalam bukunya yang
berjudul at-Tanbhtul Mutaw-imah f Nushrati Haqqi Ajwibah al-Mutal-imah al Fatwa
al-Lajnah ad-D-imah setebal 610 halaman, diterbitkan oleh Maktabah Drul-Hadts-Daulah
Imrt, Cet. I, Th. 1424 H. Beliau membantah dengan bantahan ilmiah dan menjawab
tuduhan itu dengan dalil-dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah, perkataan ulama Salaf, dan
disertai bukti-bukti akurat dan marji (referensi) yang banyak. Beliau jawab satu per satu
dengan rinci, ilmiah dan nukilan yang sempurna, tidak sepotong-sepotong.
Tentang fatwa Lajnah Da-imah dijelaskan dengan gamblang oleh Syaikh Dr. Husain bin
Abdul-'Azz lu Syaikh dan Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimn rahimahullah .
Dr. Hushain bin Abdul Azz Alu Syaikh imam Masjid Nabawi dan Qadhi (hakim) di
Pengadilan Tinggi Madinah Nabawiyyah- pernah ditanya berkaitan dengan fatwa Lajnah Da-
imah:
Fadhilatusy-Syaikh, bagaimana pendapat Syaikh tentang fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah
Da-imah tentang kedua kitab Syaikh Ali al-Halabi: at-Tahdzr dan Shaihatun Nadzr,
bahwasanya kedua kitab ini mengajak kepada pemikiran Irja`, bahwa amalan bukanlah syarat
sahnya iman. Padahal kedua kitab ini tidak membahas masalah syarat sahnya iman atau
syarat kesempurnaan iman?
Menghadapi pertanyaan ini, maka Syaikh Dr. Husain bin Abdul Azz lu Syaikh menjawab:
Yang pertama, wahai saudara-saudaraku! Syaikh 'Ali dan masyayikh lainnya satu jalan.
Syaikh Ali adalah saudara tua sebagaimana para masyayikh yang mengeluarkan fatwa ini.
Syaikh Ali mengenal mereka, dan mereka pun mengenal Syaikh Ali. Mereka memiliki
hubungan baik dengan Syaikh Ali.
Syaikh Ali telah diberi Allah ilmu dan bashirah untuk mengatasi masalah ilmiah antara dia
dan masyayikh, dan masalah ilmiah ini untuk menjelaskan al-haq (kebenaran).
Adapun Syaikh Ali dan gurunya Syaikh al-Albni- barangsiapa yang berada di atas jalan
Sunnah, maka tidak ada satu pun yang meragukan bahwasanya mereka di atas manhaj yang
diridhai walillahil hamdu. Syaikh Ali walillahil hamdu- termasuk pembela manhaj Ahlus-
Sunnah wal-Jamaah.
Fatwa tersebut tidak me-nash-kan bahwa Syaikh Ali sebagai Murji`ah tidak akan beliau
mengucapkan ini!- khilaf antara fatwa ini dengan Syaikh Ali pada masalah kitab dan diskusi
bersamanya pada perkara ini. Keberadaan orang lain yang hendak memaksakan kandungan
fatwa ini, bahwasanya fatwa ini mewajibkan hukum atas Syaikh Ali bahwa beliau Murji`,
maka ini tidak saya pahami, dan aku menyangka bahwa saudara-saudara disini juga tidak
memahami ini. Fatwa ini walillahil hamdu- tidak menyelisihi hubungan antara Syaikh Ali
dan masyayikh, mereka menghormati dan menghargai Syaikh Ali.
Syaikh 'Ali telah menerangkan dengan penjelasan ilmiah (dalam kitab beliau -Ajwibah
Mutalimah ala Fatwa Lajnah D-imah) sebagaimana dilakukan oleh Salaful-Ummah-;
tidak ada seorang pun dari kita melainkan mengambil dan memberi, setiap orang diambil
perkataannya dan juga dibantah, kecuali penghuni kubur ini, yaitu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh Imam Mlik rahimahullah : Setiap ucapan
diterima dan ditolak, kecuali perkataan Rasul.
Demikianlah umat ini, berselisih pada awalnya antara yang mengambil dan yang menolak.
Tetapi manusia dari segi asalnya- kadang-kadang di tengah-tengah ucapannya ada ucapan-
ucapan lain yaitu yang dinamakan dengan perkataan-perkataan spontan disebabkan adanya
perdebatan, dan sebab tabiat asli manusia- yang terdapat di dalamnya sedikit keras; bahkan
juga di antara para sahabat Radhiyallahu anhum sebagaimana terjadi antara Abu Bakar dan
'Umar, dan antara yang lainnya dari kalangan sahabat seperti antara Aisyah dan Ali
Radhiyallahu anhuma .
Kesimpulannya, fatwa ini dalam pandanganku- tidak menghukumi, dan tidak menashkan
dengan nash yang jelas bahwa Syaikh Ali di atas manhaj Irja`. Sesungguhnya fatwa ini
adalah pembicaraan tentang sebuah kitab yang ditulis oleh Syaikh. Syaikh Ali telah menulis
kitab (Ajwibah Mutalimah) sesudah keluarnya fatwa, bukan dalam rangka membantah,
tetapi menjelaskan manhajnya dan manhaj gurunya, yaitu Syaikh al-Albni.
Yang kami yakini dan kami pertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala,
bahwasanya Syaikh Ali dan gurunya Syaikh al-Albni- sangat jauh di antara manusia dari
madzhab Murji`ah sebagaimana telah kami katakan sebelumnya-. Syaikh Ali demikian
juga Syaikh al-Albni- jika ditanyakan kepadanya: Apakah definisi iman? Tidak akan kita
dapati dalam ucapannya perkataan Murjiah yang mengatakan bahwa amalan tidak masuk
dalam keimanan. Bahkan nash-nash Syaikh al-Albni menashkan bahwa definisi iman,
adalah keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan, dan amalan dengan anggota tubuh,
bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.[27]
Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimn ketika ditanya oleh Syaikh Ali tentang fatwa
Lajnah Da-imah, beliau menjawab: Ini adalah suatu kesalahan dari Lajnah, dan aku merasa
terganggu dengan adanya fatwa ini. Fatwa ini telah memecah-belah kaum Muslimin di
seluruh negeri, sampai-sampai mereka menghubungiku baik dari Amerika maupun Eropa.
Tidak ada yang mengambil manfaat dari fatwa ini melainkan takfiriyyun (tukang
mengafirkan) dan tsauriyyun (para pemberontak).
Beliau juga berkata: Saya tidak suka keluarnya fatwa ini, karena membuat bingung manusia.
Dan nasihatku kepada para penuntut ilmu agar tidak terlalu berpegang teguh dengan fatwa
fulan atau fulan.[28]
Saya ingatkan kepada orang-orang yang menuduh para ulama dan kaum Muslimin dengan
tuduhan yang tidak benar akan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
.
MARAAJI
1. Al-Quran dan terjemahannya, terbitan DEPAG.
2. Shahh al-Bukhri.
3. Shahh Muslim.
4. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
5. Sunn Abi Dawud.
6. Sunn at-Tirmidzi.
7. Sunn an-Nas-i.
8. Al-Mustadrak alash Shahhain, karya Imam al-Hakim.
9. Kitbus Syarah, karya Imam al-Ajurri.
10. Syarhus Sunnah, karya Imam al-Baghawi.
11. Syarhus Sunnah, karya Imam al-Barbahari.
12. As-Sunnah, karya Imam Abu Bakar al-Khallal.
13. Silsilah al-Ahdts ash-Shahhah, karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.
14. Al-mn, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani.
15. Al-Milal wan Nihal, karya asy-Syahrastani.
16. Al-Farqu bainal Firaq, karya Abdul Qahir al-Baghdadi.
17. Maqalt Islamiyyn wakhtilful Mushalln, karya Imam Abul Hasan al-Asyari.
18. Majm Fatwa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
19. Syarh Ushl Itiqd Ahlis Sunnah wal Jamah, karya Imam al-Lalik-i.
20. Syarah Aqdah ath-Thahwiyyah, karya Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi tahqiq para ulama
dan takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
21. At-Takfr wa Dhawbithuhu, karya Syaikh Dr. Ibrhim ar-Ruhaili.
22. Dirst fil Ahw, karya Syaikh Dr. Nshir bin Abdul Karm al-Aql.
23. Wasathiyyah Ahlis Sunnah, karya Syaikh Muhammad Bakarim bin Muhammad
Baabdullah.
24. Firaq Muhirah, karya Ghlib bin Ali Awji.
25. Mujmal Mas-ilil mn wal Kufr al-Ilmiyyah fi Ushl al-Aqdah as-Salafiyah, Syaikh
Musa lu Nashr, Syaikh Ali Hasan al-Halaby al-Atsary, Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly,
Masyhur Hasan Alu Salman, Husain bin Audah al-Awaisyah, Baasim bin Faishal al-
Jawabirah, cet. II-Markaz Imam al-Albany.
26. Murji`atul 'Ashr, karya Syaikh Dr.Khlid bin Ali al-Anbari.
27. Fatw Ulam al-Akbir fm Uhdira min Dim-in fil Jaz-iri, karya Abdul Malik
Ramadhan al-Jaz-iri.
28. At-Tanbihtul Mutaw-imah fii Nushrati Haqqi al-Ajwibatil Mutal-imah alaa Fatwaa
al-Lajnah ad-D-imah, karya Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid.
29. Ar-Raddul Burhni fintishri lil Allmah al-Imam asy-Syaikh al-Muhaddits Muhammad
Nshiruddin al-Albni. Karya Syaikh Ali Hasan al-Halabi.
30. At-Tarf wat Tanbi-`ah bi Ta-shlt al-Allmah asy-Syaikh Muhammad Nshiruddin al-
Albni rahimahullaah f Mas-ilil Imn war Raddi alal Murji-`ah, karya Ali Hasan Ali
Abdul Hamid.
31. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaaah, oleh Yzid bin Abdul Qadir Jawas, cet. IV-
Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[19]. Lihat Murji`atul 'Ashr (hal. 54)
[20]. Tentang masalah seseorang bisa menjadi kafir, lihat makalah penulis di majalah As-
Sunnah, edisi 03/Tahun XI/1428 H/2007 M. (hal. 34-42).
[21]. Musnad Ishaq (III/670), dinukil dari Murji`atul 'Ashr (hal. 56).
[22]. Lihat Murji`atul 'Ashr (hal. 56-57).
[23]. As-Sunnah (III/566) oleh Imam Abu Bakar Al-Khalll.
[24]. Lihat Murji`atul 'Ashr (hal. 60). Lihat poin I (Ciri-ciri Murji`ah Menurut Ahlul Bidah
Terdahulu)
[25]. Lihat Murji`atul Ashr (hal. 62).
[26]. Lihat Fatwa Ulama al-Akbir (hal. 6-7)
[27]. Lihat at-Tanbiht al-Mutawimah (hal. 553-557)
[28]. At-Tarf wat Tanbi-ah (hal. 15)
[29]. HR. Abu Dawud (no. 3597), al-Hkim (II/27), dan Ahmad (II/70), dari Sahabat
'Abdullah bin 'Umar c. Hadits ini shahih, lihat Silsilah al-Ahdits ash-Shahhah (no. 437).
[30]. Lihat Shahh Muslim (no. 2002 (72)) dan Shahh at-Targhb wat Tarhb (II/545-546).
Musuh Dakwah Asy Syaikh Al-Bani
Kategori Majalah AsySyariah Edisi 077
Indexz
April 26, 2012
Para musuh dakwah beliau tak lepas dari salah satu dari sifat-sifat berikut ini,
1. Al-hadatsah (kemudaan)
2. Kedangkalan ilmu
3. Bidah
4. Suka untuk tampil
5. Merasa sebagai syaikh
Berbagai tuduhan tak berdasar dilontarkan kepada beliau dari beraneka ragam musuh
dakwahnya. Tetapi, itu adalah sebuah risiko yang mesti terjadi di saat seseorang menjalankan
sunnah Nabi n. Itulah yang terjadi pada asy-Syaikh al-Albani. Kami akan buktikan, insya
Allah, bahwa berbagai tuduhan dan tudingan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Namun,
saya di sini akan memfokuskan pada beberapa hal saja dan terkhusus yang tersebar di negeri
kita, karena keterbatasan waktu dan ruang.
Di antara tuduhan tersebut adalah sebagai berikut.
Bantahan
Saya merujuk pada tiga halaman yang dia tunjuk sebagai sumber tuduhannya (Mukhtashar al-
Uluw, hlm. 7, 156, 285) dalam kitab Mukhtashar al-Uluw yang saya miliki. Kitab yang saya
miliki adalah cetakan kedua, terbitan al-Maktabul Islami. Akan tetapi, di semua halaman
yang disebutkan di atas, tidak ada kata-kata tersebut.
Anehnya, dalam blog JT pada bahasan yang berbeda, yaitu asy-Syaikh al-Albani
menyerupakan Allah l dengan makhluk, juga persis menunjuk buku dan halaman itu. Ada
kesepakatan apa antara Abu Salafy dengan penulis di blog JT tersebut? Siapa mereka?
Juga pada referensi kedua, kitab (al-Aqidah ath-Thahawiyah Syarah wa Taliq al-Albani,
hlm. 25) juga tidak saya dapati pada buku saya, cetakan kedua terbitan al-Maktabul Islami.
Entah dia merujuk ke cetakan mana? Atau ini kritik ilmiah yang bagaimana?
Yang jelastanpa saya tunjukkan, biar mereka cari sendiri dan itu mudah, nukilan itu
memang ada dalam buku asy-Syaikh al-Muhaddits al-Albanisemoga Allah l senantiasa
membelanya dari rongrongan para musuh sunnah. Yang pertama adalah ucapan Ibnu Abil
Izzi al-Hanafi yang dianggap musyabbih oleh Abu Salafy, bukan ucapan al-Albani.
Menjawab kritikan Abu Salafy, saya katakan, maksud dari perkataan yang pertama adalah
membantah mazhab Asyariyah. Menurut Asyariyah, Allah nanti dilihat, tetapi tidak pada
arah tertentu. Memang membingungkan, dilihat tapi tidak pada arah tertentu.
Maka dari itu, beliau katakan, Coba koreksi akalnya.
Mengapa mereka mengatakan demikian? Mereka mengatakan dapat dilihat karena
haditsnya banyak, tidak dapat dimungkiri. Di sisi lain, mereka mengatakan tidak dari arah
tertentu karena mereka tidak meyakini ketinggian Allah l di atas makhluk-Nya. Padahal,
dalil bahwa Allah l di atas makhluk-Nya jauh lebih banyak daripada dalil bahwa Allah l
dilihat dalam surga, tetapi mengapa yang ini justru diingkari? Alhasil, paduan dari dua
keyakinan tadi, Allah nanti dilihat, tetapi tidak pada arah tertentu.
Adapun Ahlus Sunnah wal Jamaah (aswaja) meyakini bahwa Allah l di atas makhluk-Nya
sehingga Allah l akan dilihat oleh hamba-Nya di atas mereka seperti hamba melihat bulan,
sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits yang mutawatir.
Adapun ucapan kedua, tampaknya sengaja dia potong untuk membuat bingung pembacanya.
Padahal ucapan selengkapnya tidak demikian. Sebelum saya nukil, sedikit akan saya
terangkan duduk masalahnya.
Tentang masalah jihah yang artinya arah atau sisi, apakah boleh dikatakan Allah pada jihah
tertentu? Sebagian kelompok menolak untuk mengatakan bahwa Allah l berada pada jihah
tertentu. Tetapi, di balik penolakan itu mereka ingin mengingkari ketinggian Allah l di atas
makhluk-Nya. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah pada jihah, apabila yang mengatakan
demikian adalah ulama salaf, yang mereka maksud adalah jihah fauqiyah, yakni Allah l di
atas makhluk-Nya.
Yang paling tepat adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mengatakan, Allah di atas
makhluk-Nya sebagaimana tersebut dalam ayat dan hadits. Adapun kata jihah, karena lafadz
ini tidak terdapat dalam al-Quran dan hadits terkait dengan sifat Allah l, kita menjauhinya.
Karena semua ini, asy-Syaikh al-Albani mengatakan, Ringkas kata dalam hal jihah, apabila
yang dimaksud adalah sesuatu yang ada selain Allah l maka itu makhluk, padahal Allah l
adalah di atas makhluk-Nya, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang meliputi-Nya dan
membatasi-Nya, karena Dia terpisah dari makhluk sebagaimana akan disebutkan
keterangannya dari sejumlah imam. Akan tetapi, apabila yang dimaksud dengan jihah itu
adalah sesuatu yang tidak ada dan itu di atas alam ini, maka tidak ada di atas alam ini selain
Allah l.
Dari kutipan di atas, jelas bahwa beliau sedang mendudukkan sikap yang benar terhadap
jihah.
Kembali menanggapi Abu Salafy, dari keterangan di atas, rasanya tidak tepat apabila
penjelasan al-Albani diadu dengan ucapan ath-Thahawi karena beliau tidak sedang
menetapkan jihah secara mutlak. Bagaimana bisa kemudian diadukan dengan pernyataan ath-
Thahawi yang tidak menetapkan jihah? Paham, Abu Salafy?
Asy-Syaikh al-Albani meyakini ketinggian Allah l, Allah l di atas hamba-Nya. Ini pun
diyakini oleh ath-Thahawi, seperti dalam ucapannya, Muhiithun bi kulli syaiin wa fauqahu
(Mencakup segala sesuatu dan berada di atasnya).
Adapun ucapan beliau tidak diliputi oleh enam arah, maksud beliau adalah Allah l tidak
diliputi oleh makhluk-makhluk-Nya. Beliau tidak meniadakan ketinggian Allah l di atas
makhluk-Nya. Dengan demikian, tidak ada kontradiksi antara ucapan al-Albani dengan ath-
Thahawi. Hanya saja penggunaan ath-Thahawi terhadap kata-kata tersebut yang tidak ada
dalam ayat dan hadits lebih baik dihindari.
Hal ini karena bisa saja orang lain akan mengklaim beliau sebagai orang yang kontradiktif: di
satu sisi mengatakan Allah l di atas segala sesuatu, di sisi lain mengatakan tidak diliputi oleh
enam arah. Padahal maksud beliau dari kata yang terakhir seperti yang telah dijelaskan,
bukan menafikan ketinggian Allah l di atas makhluk-Nya. Maka dari itu, semestinya ath-
Thahawi mencukupkan dengan lafadz-lafadz yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Abu Salafy berkata, Dengan omongannya itu Syeikh Albani telah menuduh para ulama
Islam tidak berakal. Dan pada waktu yang sama ia telah membuktikan bahwa ia telah
menyimpang dari akidah Islam yang diyakini para imam Ahlusunnah.
Alhamdulillah, al-Albani tidak menuduh para ulama tidak berakal. Beliau hanya meminta
mereka yang mengingkari ketinggian Allah lbukan para ulama sunnahuntuk mengecek
akal mereka. Beliau tidak menyimpang dari akidah para imam Ahlus Sunnah, bahkan sejalan
dengan mereka. Justru Anda, wahai Abu Salafy, yang menyimpang dari para imam Ahlus
Sunnah.
Nah, sebagai bukti saya akan bertanya. Apakah Abu Salafy mengimani akan ketinggian Allah
l atau tidak?
Abu Salafy mengatakan, Maksudnya Mahasuci Allah dari berada di sisi tertentu.
Menurut Anda, apakah Allah l tidak di atas makhluk-Nya?
Saya tunggu jawabannya.
(disusun dari berbagai sumber, di antaranya Muhadditsul Ashr al-Albani, kaset-kaset
rekaman ceramah beliau, Majalah al-Ashalah, dan buku-buku beliau yang lain)
Ahlussunnah Bukan Sekuler ? (Syubhat Khawarij Ke-4)
Di antara tuduhan-tuduhan keji khawarij gaya baru (KGB) terhadap ahlus sunnah dan
salafiyyun adalah ucapan mereka: Ahlus sunnah sekuler yakni memisahkan agama dari
negara dan Ahlus sunnah adalah murjiah terhadap penguasa.
Sebelum kita membantah tuduhan khawarij ini, perlu kita dudukkan makna sekulerisme dan
apa yang dimaksud oleh KGB bahwa ahlus sunnah memisahkan agama dari negara.
Pemikiran sekulerisme didasari oleh paham Yunani yang mengatakan apa yang untuk
tuhan berikan untuk tuhan, dan apa yang untuk kaisar berikan untuk kaisar. Jadi
bagi kaum sekuler, agama tidak boleh menjadi dasar dari terbentuknya sebuah negara.
Bahkan ia merupakan bagian yang terpisahkan dari Negara.
Kemudian tujuan KGB mengatakan terhadap ahlus sunnah sebagai kaum sekuler, perlu kita
tanyakan kepada mereka: Apa maksudnya? Agar kita bisa membantah dengan tepat sesuai
dengan apa yang mereka maksudkan. Karena ada dua kemungkinan makna dari tuduhan
mereka:
Pertama: Jika mereka memaksudkan ahlus sunnah tidak pernah ikut campur dengan urusan
tata negara, penempatan tentara, pembangunan-pembangunan atau karena tidak mau ikut-
ikutan dalam hura-hura bidah demokrasi dan lain-lain; maka kita katakan: Ya. Ahlus
sunnah wal jamaah tidak akan masuk dalam kebidahan mereka dan tidak ikut
campur terhadap haknya penguasa, karena itu termasuk munazaah, yaitu merebut dan
mencampuri urusan penguasa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu alahi
wasallam berdasarkan hadits yang shahih:
(
) ( .
: .
Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam memanggil kami kemudian membaiat kami dan
diantara baiatnya adalah agar kami bersumpah setia untuk dengar dan taat ketika kami
semangat ataupun tidak suka, ketika dalam kemudahan ataupun dalam kesusahan,
ataupun ketika kami diperbuat secara tidak adil,dan hendaklah kami tidak merebut
urusan dari orang yang berhak beliau berkatakecuali jika kalian melihat kekufuran yang
nyata, yang kalian memiliki bukti di sisi Allah (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallaahu alahi wasallam melarang kita untuk mencampuri
urusan dari orang-orang yang berhak, yaitu para penguasa kecuali jika tampak pada
mereka kekufuran yang nyata.
Kedua: Namun jika mereka memaksudkan dengan kalimat tersebut bahwa ahlus sunnah tidak
membicarakan tentang hukum-hukum dan tata cara yang syari yang berkaitan dengan
kekuasaan dan tata negara, atau ahlus sunnah tidak menasehati dan beramar maruf nahi
mungkar kepada penguasa dan pemerintah, maka ini adalah kedustaan yang nyata.
Para ulama ahlus sunnah sejak dahulu sampai hari ini dan para pengikut mereka dari para
pencari ilmu salafiyyun selalu membahas ilmu-ilmu yang berkaitan dengan jamaah
(negara Islam), imamah (Kepemimpinan) dan baiat (sumpah setia kepada penguasa). Kitab-
kitab yang ditulis oleh mereka tentang masalah politik dan tata negara sangat banyak.
Seperti Al-Ahkamus Sulthaniyyah (hukum-hukum penguasa) karya al-Mawardi dan
Abu Yala, Asy-Siyasah Syariyyah (Politik Syariat) oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan As-Sadi, hakekatus Syura fil Islam (Hakekat musyawarah dalam Islam)
dan Lil Jaziiratil Arabiyyah Khususiyyah Falaa Tanbutu Demokratiah (Jazirah Arab
memiliki keistimewaan yang khusus, tidak akan tumbuh demokratisme padanya) oleh
Syaikh muhammad Aman Al-Jamii dan lain-lain.
Dan masih banyak lagi para ulama yang menulis perkara-perkara yang berkaitan dengan
politik, tata negara, kekuasaan dan sekitarnya, bahkan hampir setiap kitab yang menulis
tentang manhaj salaf ahlus sunnah wal jamaah selalu menulis satu bab yang khusus untuk
menerangkan sikap rakyat yang syari terhadap para penguasa dan tata cara menasehati
penguasa.
Dengan ini jelaslah kebatilan tuduhan khawarij terhadap ahlus sunnah dengan sekulerisme.
Adapun tuduhan mereka bahwa ahlus sunnah murjiah terhadap penguasaadalah karena
tidak mau mengikuti mereka untuk mengkafirkan para penguasa, menghalalkan darah
mereka kemudian memerangi mereka. Ini merupakan kebodohan mereka yang berikutnya.
Mereka menuduh ahlus sunnah sebagai murjiah dalam keadaan tidak mengerti bagaimana
pendapat murjiah.
Sesungguhnya murjiah adalah aliran sesat yang menyatakan bahwa amalan dosa sebesar
apapun tidak akan mempengaruhi keimanan. Keimanan tidak bertambah dan tidak
berkurang. Sehingga para ulama menganggap mereka sebagai aliran sesat yang
menyamakan imannya munafik dengan imannya Abu Bakar dan Umar radhiallahu
anhu, bahkan sama dengan imannya malaikat Jibril dan Mikail.
Berkata Syariik rahimahullah :sejelek-jelek kaum adalah Rafidhah tetapi murjiah berdusta
atas nama Allah.(As-Sunnah oleh Imam Al-Khallal 4/41, lihat Irsyadul Bariyyah hal.125).
Berkata Abdullah bin Thahir :demi Allah aku tidak berani mengatakan bahwa imanku
seperti Yahya bin Yahya atau Imam Ahmad tetapi mereka mengatakan imannya seperti
imannya malaikat Jibril dan Mikail.(Aqidatus Salaf wa Ashabul Hadits hal. 84).
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-
Baqarah : 143)
Tuduhan KGB ini persis seperti tuduhan para pendahulunya dari kalangan khawarij.
Sebagaimana diucapkan oleh para ulama.
Khawarij menuduh ahlus sunnah sebagai murjiah, sebaliknya murjiah menuduh ahlus
sunnah sebagai khawarij. Rafidlah yang ghuluw kepada Ali menuduh ahlus sunnah adalah
musuh ahlul bait, qadariyah (para penolak takdir) menuduh ahlus sunnah dengan jabriyah
(menolak adanya ikhtiar) dan sebaliknya jabriyah menuduh ahlus sunnah sebagai qadariyah.
Begitulah seterusnya, sejak dulu ahlul bidah selalu menuduh ahlus sunnahd engan tuduhan-
tuduhan keji karena tidak mau mengikuti kebidahan-kebidahan dan kesesatan-kesesatan
mereka.