Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PEDAHULUAN
Pakan merupakan bahan yang dapat dimakan, dicerna dan diserap baik
secara keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan atau tidak
diberikan kepada ternak adalah hijauan karena hijauan berguna untuk memenuhi
pakan di Indonesia masih kurang, mengingat di Indonesia terdapat dua musim yaitu
musim hujan dan kemarau. Saat musim hujan ketersediaan hijauan sangat banyak
dan saat musim kemarau ketersediaan hijauan sangat sedikit, hal ini yang membuat
para peternak menggunakan cara untuk menyediakan pakan hijauan. Cara yang
digunakan untuk memenuhi hijauan bagi ternak ruminansia yaitu dengan cara
yaitu praktikan mengetahui proses pembuatan dan ciri-ciri silase, amoniasi dan
BAB II
MATERI DAN METODE
tanggal 4 Mei sampai 25 Mei 2014 pukul 09.00-11.00 WIB dengan materi silase
dan amoniasi, sedangkan pada hari Rabu tanggal 21 Mei 2014 pukul 19.00-20.00
2.1. Materi
yaitu plastik sebagai tempat penyimpanan selama proses silase, amoniasi dan
bahan yang digunakan, lakban untuk menutup plastik agar lebih padat, kertas label
untuk menandai sampel, gelas ukur untuk mengukur air yang digunakan untuk
fermentasi, nampan untuk tempat pencampuran bahan-bahan, serta alat tulis untuk
mencatat hasil pengamatan. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu rumput raja
untuk bahan silase, dedak padi untuk bahan aditif pada silase, klobot jagung untuk
bahan amoniasi, urea untuk bahan aditif pada amoniasi, tepung ikan untuk bahan
2.2. Metode
dengan materi silase yaaitu memotong hijauan berupa rumput raja dan
3
melayukannya dengan kadar air 60%. Menimbang hijauan berat 100 gram
sebanyak tiga kali dan bahan aditif dedak padi berat 3 gram sebanyak tiga kali.
Mencampur hijauan dan bahan aditif yang telah ditimbang pada masing masing
dan memasukkan sampel yang telah homogen kedalam plastik dan memadatkan
Menimbang klobot jagung dengan berat 100 gram sebanyak 3 kali dan bahan aditif
urea dengan berat 4,35 gram sebanyak tiga kali. Mencampur urea dengan klobot
plastik dan memadatkannya serta menutup hingga rapat dan menyimpannya dengan
organoleptik meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH pada setiap minggunya.
dengan materi fermentasi yaitu menimbang starter berupa ragi tape sebanyak 4
gram. Menimbang tepung ikan sebanyak 200 gram dan memasukkannya pada
nampan. Menggerus ragi tape hingga lembut dan mencampurkannya pada tepung
ikan hingga homogen. Menambahkan air pada campuran tepung ikan dan ragi tape
BAB III
3.1. Silase
3.1.1. Tekstur
yaitu sedang atau mendekati seperti hijauan segar, hal ini menunjukkan hasil silase
yang sedang. Perubahan tektur sedang silase pada minggu ke-0 sampai minggu
ke-1 disebabkan oleh fermentasi subtrat padat pada bahan pakan oleh
Yulistiani (2012) bahwa fermentasi substrat padat pada bahan pakan lignoselulosa
et al. (2013) menambahkan bahwa silase yang baik memenuhi kriteria dengan
tektur yng lembut dan bila dikepal tidak keluar air dan bau.
3.1.2. Warna
seperti daun direbus atau hijau kekuning coklatan, hal ini menunjukkan hasil dari
proses ensilase yang bagus. Hal ini sesuai dengan pendapat Mugawati
et al. (2013) yang menyatakan bahwa silase yang baik memenuhi kriteria dengan
warna hijau kekuningan. Perubahan warna silase dari minggu ke-0 sampai minggu
ke-1 disebabkan oleh proses respirasi aerobik pada hijauan yang berlangsung
selama oksigen didalam silo masih ada sehingga warna hijauan menjadi hijau
kekuning coklatan. Menurut Hidayat (2014) bahwa perubahan warna yang terjadi
karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih
3.1.3. Bau
silase rumput raja pada minggu ke-1 memiliki bau sedang, pada minggu ke-2
memiliki bau sangat busuk dan merangsang dan pada minggu ke-3 hasil silase
rumput raja yang dibuat memiliki bau yang sangat busuk dan merangsang. Hal ini
menyebabkan hasil silase yang dibuat memiliki kualitas yang jelek. Silase dengan
kualitas baik memiliki bau asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti et al.
7
(2013) yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki ciri-ciri berbau harum
menjadi amonia (NH3). Hal ini sesuai Hermanto (2011) bahwa bau busuk pada
silase menunjukkan bahwa kandungan asam laktat dalam silase sedikit, dan bakteri
yang ada dalam silo didominasi oleh bakteri pembusuk serta banyak terjadi
3.1.4. Jamur
silase rumput raja pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 tidak terdapat jamur, namun
pada minggu ke-3 tedapat sedikit jamur, sehingga silase yang dibuat memiliki
kualitas jelek. Silase yang memiliki kualitas baik adalah silase yang tidak terdapat
jamur didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti et al. (2013)
yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki ciri-ciri tidak berjamur. Jamur
yang timbul pada silase diakibatkan oleh kandungan air bahan pakan yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan Iriani (2004) bahwa proses pembuatan silase yang tidak
disimpan dalam keadaan steril dan masih mengandung air yang tinggi akan
3.1.5. Penggumpalan
0 tidak terjadi penggumpalan, minggu ke-1 tidak terjadi penggumpalan, minggu ke-
8
mikroba dan pada saat pemadatan bahan kurang sempurna sehingga masih ada
udara yang masuk. Pengumpalan pada silase disebabkan oleh adanya pertumbuhan
jamur akibat dari silase yang tidak tertutup rapat sehingga oksigen dalam silo masih
ada. Hal ini sesuai pendapat Supriyanto dan Santoso (2010) bahwa secara visual,
kapang dan jamur yang tumbuh pada bagian atas silase sangat sedikit.
sempurna sehingga tidak ada lagi udara yang dimanfaatkan mikroorganisme yang
dapat menyebabkan kerusakan silase. Yuni (2009) menjelaskan bahwa silase yang
baik adalah silase yang tidak terjadi penggumpalan pada bahan pakanya karena
suasana yang asam akan mencegah mikroba penyebab penggumpalan tidak dapat
berkembangbiak.
3.1.6. pH
hingga minggu ke-2 menghasilkan pH 6,05 dan 6,03 menunjukan hasil yang baik
karena dalam keadaan asam sedangkan pada minggu ke-3 terjadi kenaikan pH yaitu
8,64 hasil tersebut tidak baik karena menunjukan dalam keadaan basa. Kenaikan
pH tersebut kemungkinan terjadi karenakan asam laktat yang terdapat pada ensilase
tersebut tidak berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald
et al. (2002) yang menyatakan bahwa proses ensilase pada tanaman akan
tersedia akan menghasilkan asam organik, khususnya asam laktat yang akan
menurunkan pH. Hidayat (2014) menambahkan bahwa silase yang baik dapat
3.2. Amoniasi
3.2.1. Tekstur
diamoniasi dan disimpan pada minggu ke-0 bertekstur kasar, pada minggu ke-1 dan
minggu ke-2 agak remah dan minggu ke-3 tekstur menjadi remah. Hal ini sesuai
dengan Zain (2009) bahwa amoniasi menyebabkan teksur menjadi lebih lunak
proses amoniasi mampu melunakkan serat-serat jerami sehingga serat menjadi lebih
hemiselulosa, lignin dan silika. Hal ini sesuai dengan Zulkarnaini (2009)
3.2.2. Warna
diamoniasi, pada minggu ke-0 jerami berwarna coklat muda, pada minggu ke-1
berwarna kuning kecoklatan, minggu ke-2 dan minggu ke-3 berwarna coklat tua
dan mendapat skor 8. Perubahan ini terjadi karena adanya alkali yang terkandung
didalam urea sehingga merubah warna kulit jagung menjadi coklat menunjukan
bahwa perubahan warna amoniasi ini baik karena sesuai dengan perubahan warna
yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahadi (2009) yang menyatakan
bahwa amoniasi merubah warna kulit jagung yaitu dari kuning kecoklatan menjadi
sempurna ditandai dengan warna amoniasi kulit jagung adalah coklat tua, hal ini
3.2.3. Bau
Berdasarkan hasil pengamatan parameter bau dan rasa amoniasi kulit jagung
didapatkan hasil yaitu pada minggu ke-0 berbau khas kulit jagung, minggu ke-2
memiliki bau ammonia tidak menyengat, minggu ke-2 berbau amoniasi menyengat,
minggu ke-3 jerami berbau amoniak menyengat sehingga mendapat skor 9 untuk
parameter tersebut. Bau amoniak tersebut berasal dari urea yang merupakan sumber
11
gas amonia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafi (2008) bahwa bau amonia
menyatakan bahwa urea atau CO(NH2)2 merupakan sumber gas amonia karena urea
adalah bahan padat yang berbentuk kristal dan bersifat alkali yang dibuat secara
sintesis dengan menggabungkan gas amonia dan CO2, di udara bebas NH3 akan
terikat oleh H2O lalu membentuk NH4OH, urea bila ditambah air dan bila terdapat
3.2.4. Jamur
dilakukan masuk dalam kategori sangat bagus. Sumarsih dan Tampoebolon (2003)
bahwa bahan amoniasi yang baik yaitu tidak berjamur. Tidak terdapatnya jamur
dikarenakan oleh proses pemadatan yang sempurna dan tidak adanya celah oksigen
yang dapat masuk. Hal ini sesuai dengan Hanafi (2004) yang menyatakan bahwa
jamur.
3.2.5. Penggumpalan
12
amoniasi yang dilakukan termasuk dalam kategori sangat bagus. Hal ini sesuai
dengan Sumarsih dan Tampoebolon (2003) bahwa ciri-ciri moniasi yang baik yaitu
pengemasan yang tidak sempurna sehingga udara dapat masuk dan populasi jamur
ada. Hal ini sesuai dengan Murni (2008) bahwa pada amoniasi jika oksigen dapat
masuk maka populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan panas
3.2.6. pH
minggu ke-2 9,31 dan minggu ke-3 9,32 mendapatkan skor 9. Terjadi peningkatan
pH yang bersifat basa sehingga hasil tersebut baik, proses amoniasi dengan urea
mengalami perubahan ureolitik menjadi amonia dan CO2. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa bahan pakan
hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan bahan pakan aslinya, tidak berjamur atau
suatu bahan akan mengalami ureolitik menjadi ammonia (NH3) dan CO2, dimana
3.3. Fermentasi
13
3.3.1. Tekstur
menunjukkan bahwa tekstur fermentasi tepung ikan masuk dalam kategori jelek.
Tekstur yang lembek menunjukkan adanya penambahan air sehingga tepung ikan
yang diberi air semakin lembek dibandingkan dengan tepung ikan tanpa air. Hal ini
sesuai dengan pendapat Julendra et al. (2007) tekstur pakan yang lembek
kemungkinan disebabkan oleh kandungan kadar air yang tinggi. Rosida (2010)
menambah kadar air produk tepung ikan makin banyak starter cair yang
3.3.2. Warna
perubahan warna dari hari ke-0 sampai hari ke-4 sangat terlihat nyata pada proses
ragi yang menghasilkan panas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratnasari (2009)
yang nyata hal ini karena metabolisme ragi menghasilkan panas. Panas yang berasal
sumber karbon 30% dan 50% hasil fermentasi berbau khas fermentasi, berwarna
coklat tua.
3.3.3. Bau
yang dihasilkan pada minggu ke-1 sedang, pada minggu ke-2 dan ke-3 bau yang
dihasilkan sangat menyengat dan berbau asam sedang, skor yang diperoleh adalah
mikroorganisme dan lama waktu fermentasi juga mempengaruhi bau asam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syahrul et al. (2009) menambahkan bahwa bau asam
disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme yaitu asam laktat, asam asetat,
dan lain-lain. Pradini dan Hariastuti (2009) menambahkan bahwa kadar asam laktat
3.3.4. Jamur
tidak terdapat jamur pada proses fermentasi ini sehingga mendapatkan skor 9. Tidak
yang ada didalamnya bekerja optimal sehingga tidak ada jamur pada fermentasi ini.
Hal ini sesuai dengan pendapat Heruwati (2002) yang menyatakan bahwa
atau jamur yang patogen maupun oleh racun yang dihasilkan. Sulistyanto and
3.3.5. pH
hasil sebagai berikut hari pertama pH 5,83, hari ke-2 pH 5,95, hari ke-3 pH 6,12
dan hari ke-4 pH 6,48. Pada pH (derajat asam) fermentasi setiap harinya mengalami
mengalami penurunan yang cepat. Hal ini sesuai dengan Murtidjo (2001) bahwa
fermentasi dikatakan berhasil jika pH dapat terjadi penurunan dengan cepat dan pH
fermentasi tetap rendah. pH fermentasi yang tetap asam disebabkan ragi tape
fermentasi sehingga pH tetap asam. Azizah et al. (2012) menambahkan bahwa gas
16
CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena gas CO2 memiliki sifat asam,
oleh karena itu gas CO2 juga berkontribusi terhadap nilai pH.
BAB IV
4.1. Simpulan
Simpulan dari hasil silase adalah memiliki kualitas yang jelek karena pH
keadaan asam dan tidak ada penggumpalan. Silase yang bagus memiliki ciri-ciri
kehijau-hijauan dan memiliki pH antara 4 sampai 4.5. Hasil dari amoniasi sangat
bagus jika dilihat dari bau dan warna sangat bagus, penggumpalan dan jamur tidak
ada, pH pada amoniasi bersifat basa sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Amoniasi yang bagus memiliki ciri-ciri berbau amonia menyengat, berwarna coklat
atau coklat tua, tidak berjamur, bertekstur remah dan pHnya basa. Hasil fermentasi
termasuk sedang karena bau, tekstur, warna sangat bagus dan tidak timbul jamur,
terjadi peningkatan pH pada proses ini walaupun masih dalam keadaan asam.
4.2. Saran
Saat pengemasa sebaiknya silase harus benar-benar terbebas dari udara yang
masuk dan pada saat pengemasan fermentasi juga harus dipastikan terbebas udara
dan tidak menganduk banyak gelembung udara. Sehingga pada proses silase dan
fermentasi tidak terdapat oksigen yang memicu pertumbuhan jamur dan bakteri
silase dan fermentasi yang dihasilkan bagus dan dapat disimpat lebih lama.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan silase dan amoniasi daun kelapa sawit sebagai bahan
baku pakan domba. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi Pengawetan Pakna Ternak. Program Sarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan. (Karya Ilmiah Fakultas Pertanian
Departemen Peternakan).
Heruwati Endang S., 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan
Peluang pengembangan. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan, Jl. K.S. Tubun Petamburan VI, Jakarta. Jurnal
Litbang Pertanian. 21 (3).
Iriani, N. 2004. Perubahan kandungan oksalat selama proses silase rumput setaria.
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian: 104-109.
Lestari Indarti P., Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawat. 2013. Kajian Teknologi
Fermentasi Limbah Ikan Sebagai Pupuk Organik. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jakarta.
McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh & C.A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. Prentice Hall England, England
Mugiawati, R. E., Suwarno, dan N. Hidayat. 2013. Kadar Air Dan Ph Silase Rumput
Gajah Pada Hari Ke - 21 Dengan Penambahan Jenis Additive Dan Bakteri
Asam. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1) : 201-207.
Murni, R., Suparjo., Akmal dan B.L. Ginting. 2008. Teknologi pemanfaatan limbah
untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Jambi.
Noferdiman, Rizal, Mirzah, Heryandi, dan Marlida 2008. Penggunaan urea sebagai
sumber nitrogen pada proses biodegadasi substrat lumpur sawit oleh jamur
Phanerochaete chrysosporium. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11(4)
: 7582.
Rahadi, S. 2009. Teknik Pembuatan Amonisi Urea Jerami Padi Sebagai Pakan
Ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Subekti, G., Suwarno dan Nur H. 2013. Penggunaan beberapa aditif dan bakteri
asam laktat terhadap karakteristik fisik silase rumput gajah pada hari ke- 14.
Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (3): 835-841.
Syahrul, Dewita, dan Diana A. 2009. Pengaruh Penggunaan Crude Enzim Pyloric
Caeca Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasem Ikan Bilih
(Mystacoleucus Padangensis). Vol. 37. No.1. Riau.
21
Zulkarnaini. 2009. Pengaruh Suplementasi Mineral Fosfor dan Sulfur pada Jerami
Padi Amoniasi Terhadap Kecernaan NDF, ADF, Selulosa dan Hemiselulosa.
Jurnal Ilmiah Tambua. 8 (3) : 473-477.
LAMPIRAN
(76,47% x 100) + a
60% = x 100%
100 + a
60 + 0,6 a = 76,47 + a
0,6a a = 7647 - 60
-0,4 = 7587
-7587
a = = -18967,5 ml
0,4
= 320 gr air
23
(46,38% x 100) + a
40% = x 100%
100 + a
40 + 0,4 a = 4638 + a
-0,6a = 4598
-4598
a = = -766,3 ml
0,6
(12,5% x 200) + a
70% = x 100%
200 + a
25 + a
0,7 =
200 + a
0,7 (200 + a) = 25 + a
140 + 0,7a = 25 + a
140 25 = a 0,7a
115 = 0,3a
115
a = = 383,3ml
0,3
pH air = 6,99
pH campuran = 7,00
pH bahan = pH campuran (pH air pH campuran)
= 7,00 (6,99 7,00)
= 7,01
26
pH air = 6,99
pH campuran = 7,00
pH bahan = pH campuran (pH air pH campuran)
= 7,00 (6,99 7,00)
= 7,01
27