Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang masih sulit terpecahkan hampir di
setiap daerah di Indonesia, selain itu kemiskinanpun merupakan salah satu tolok ukur
kondisi sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan
pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah sosial yang bersifat negatif timbul
akibat meningkatnya kemiskinan. Jawa Barat merupakan provinsi yang tingkat
kemiskinannya masih relatif tinggi dengan tingkat pengangguran yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Tingkat kemiskinan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya PDRB (Produk Domestik Regional Bruto, IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
dan pengangguran. Selain faktor-faktor tersebut, masalah kemiskinan tidak bisa terlepas
dari masalah waktu (periode) sehingga analisis kemiskinan ini memerlukan pendekatan
analisis yang tidak hanya mempertimbangkan data cross section namun juga menggunakan
data time series. Analisis yang tepat untuk permasalahan ini adalah analisis data panel.
Menurut World Bank (2004) dalam Whisnu Adhi Saputra (2011), salah satu sebab
kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan
dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Selain itu kemiskinan juga berkaitan
dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin
(the poor) tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan dan
kesehatan mereka pada umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak
dapat dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan,
kesehatan dan masalah- masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah
kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus dilakukan lintas sektor, lintas pelaku
secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi. (www.bappenas.go.id).
Analisis untuk mengetahui keterkaitan antara kemiskinan dengan faktor-faktor lain ini
harus juga mempertimbangkan perubahan dari waktu ke waktu yang tidak bisa diselesaikan
dengan analisis statistik biasa. Analisis statistik konvensional (analisis regresi, analisis trend
sekuler) mensyaratkan penggunaan data hanya untuk data cross section atau data time
series saja. Sedangkan banyak sekali studi atau penelitian dilakukan terhadap fenomena-
fenomena yang tidak tunggal yang diamati dalam beberapa periode atau tempat secara
sekaligus. Analisis yang terpisah untuk data cross section atau time series saja akan
menyediakan kesimpulan yang bisa jadi salah atau tidak logis atau tidak sesuai dengan teori
yang mendasarinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, analisis data yang dibutuhkan
harus bersifat multidimensi yaitu dimensi cross section dan dimensi time series. Struktur
data yang memasukkan dimensi cross section (individual) dan time series disebut data panel.
Dengan struktur dua dimensi ini memungkinkan peneliti untuk mengamati perubahan
dinamis karakteristik suatu individu/observasi dari waktu ke waktu.
Dalam makalah ini fokus utama permasalahan adalah bagaimana pengaruh PDRB, IPM,
dan pengangguran terhadap kemiskinan di Kota Malang.
1.2 Perumusan Masalah
Bedasarkan keadaan yang ada di Kota Malang, PDRB yang terjadi di kota Malang
mengalami kenaikan. Kenaikan yang terjadi pada harga berlaku dan harga konstan. Sampai
saat ini, karena adanya terus peningkatan PDRB dari kota Malang itu sendiri. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya laju pertumbuhan ekonomi yang penurunan laju pertumbuhan
dari tahun 2010 hingga 2014.
Laju pertumbuhan yang sedang ada di kota Malang yaitu bagian bidang Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan. Pertumbuhannya selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Terdapat juga bidang penggalian yang mengalami peningkatan pula. Pertambangan dan
Penggalian, Industri Pengolahan, Pengadaan Listrik dan Gas, Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah, Daur Ulang, dan Kontruksi. Serta Perdagangan Besar & Eceran; Reparasi
Mobil & Sepeda Motor.
Masih banyak hal lagi yang menyebabkan kemajuan laj pertumbuhan di Malang yang akan
dibahas di bagian berikutnya.
Dari segala bidang laju pertumbuhan kota Malang diatas, terdapat kenaiakan dan
penurunan. Hal tersebut yang menyebabkan ada naik turunnya laju pertumbuhan ekonomi
di Kota Malang. Walaupun adanya laju pertumbuhan, kemiskina masih banyak terjadi.
Padahal banyak sekali hal yang bisa dikembangkan jika dilihat dari laju pertumbuhan kota
Malang.

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Tujuan laporan ini dalam rangka untuk menyusun arahan dan rekomendasi
dalam menghadapi fenomena kemisknan yang terjadi denga bedasarkan PDRB dan laju
pertumbuhan dan menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
perekonomian yang terjadi di wilayah Kota Malang sehingga dapat dihasilkan arahan untuk
penanggulangan dan pengurangan kemiskinan.

1.3.2 Sasaran
1. 1. Mengenali dan memahami wilayah studi yang diambil yaitu Kota Malang
2. Melakukan identifikasi pengumpulan data (data primer dan data sekunder);
3. Melakukan identifikasi dan analisis aspek-aspek perekonomian yang terdiri dari aspek
fisik, geografis dan lingkungan, kependudukan, dan pemerintahan di Kota Malang
4. Melakukan analisis Ananlisis indikator makro pemerintahan daerah di kota Malang
5. Menganalisis PDRB pada Kota Malang
6. Menganalisis pengangguran dan ketenagakerjaan pada Kota Malang
7. Mengidentifikasikan Inflasi dari Kota Malang
8. Memberikan rekomendasi terhadap penanggulangan kemiskinan menggunakan PDRB
bedasarkan hasil analisis data-data yang disebut diatas dengan bedasarkan ilmu
Perencaan Wilayah dan Kota bagi pemerintah dan masyarakat setempat sebagai bahan
pertimbangan pegembangan ekonomi lokal di Semarang.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Kota Malang adalah kota besar kedua yang terdapat di Jawa Timur setelah kota
Surabaya, memilki luas wilayah 110,06 km2, terdiri dari 5 kecamatan dan 57 kelurahan.
Kota Malang terletak pada koordinat 112 06 112 07 Bujur Timur, 706 806 Lintang
Selatan dengan ketinggian antara 440-667 meter dari permukaan laut, dengan batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso
Sebelah Selatan : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang
Sebelah Barat : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji
Sebelah Timur : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi menjelaskan pada perkembangan ekonomi makro terutama
pada PDRB Kota Malang dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang meliputi letak
perkembangan jumlah nilai PDRB, laju pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, laju
pertumbuhan masingmasing sektor ekonomi, perkembangan pendapatan perkapita dan
kontribusi ekonomi kota yang terdapat di Kota Malang.

1.5 Sistematika Penulisan


Laporan Pengantar Ekonomi ini memilki lima Bab yaitu, Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian
Literatur, Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi Kota Malang, Bab IV Analisis Indikator
Ekonomi Makro Kota Malang, Bab V Penutup. Hal hal tersebut tersusun secara sistematika
sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab I meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
pembahasan, dan sistematika penulisan.
BAB II PENDEKATAN DAN METODE PENDEKATAN
Bab II berisi tentang kajian teori yang berhubungan dengan metode perhitungan
perkembangan PDRB dan hal hal yang berkaitan dengan PDRB.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI KOTA MALANG
Bab III berisi kondisi fisik alam yang terdapat pada Kota Malang, yaitu letak geografis yang
berupa keadaan alam, pembagian administrasi, serta kondisi nonfisik seperti
kepandudukan dan pemerintahan di Kota Malang.
BAB IV ANALISIS INDIKATOR EKONOMI MAKRO KOTA MALANG
Bab IV membahas tentang analisis PDRB Kota Malang, pengangguran dan ketenagakerjaan,
serta inflasi di Kota Malang.
BAB V PENUTUP
Bab V berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi untuk wilayah studi Kota Malang.
BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Perencanaan pembangunan ekonomi, memerlukan bermacam data statistik sebagai
dasar berpijak dalam menentukan strategi kebijakan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai
dengan tepat. Strategi dan kebijakan yang telah diambil pada masa-masa lalu perlu dimonitor
dan dievaluasi hasil-hasilnya. Berbagai data statistik yang bersifat kuantitatif diperlukan untuk
memberikan gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa kini, serta sasaran-
sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.
Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja,
memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional
dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.
Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar
pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.
Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan
statistik Pendapatan Nasional/Regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan
perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka
pendapatan nasional/regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil
pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah
pusat/daerah, maupun swasta.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan
jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai
aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi
yang dimiliki residen atau non-residen. Penyusunan PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga)
pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar
harga berlaku dan harga konstan (riil).
2.1.1 Pembagian PDRB
PDRB secara berkala dapat disajikan dalam 2 bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku
dan atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar, yang dapat di jelaskan berikut ini:
1. PDRB atas dasar harga berlaku yaitu mengambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga berlaku
digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi.
2. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar, dimana dalam
perhitungan ini menggunakan tahun 2000. PDRB atas dasar harga konstan digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
2.1.2 Ukuran-Ukuran PDRB
PDRB dapat diturunkan ke dalam ukuran-ukuran penting lainnya, yaitu:
1. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar
PDRB atas dasar harga pasar merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari
seluruh sektor perekonomian didalam suatu wilayah dalam periode tertentu, biasanya
satu tahun, yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih nilai produksi dengan
biaya antara.
2. Produk Domestik Regional Neto atas Dasar harga Pasar
PDRN atas dasar harga pasar merupakan PDRB yang dikurangi dengan
penyusutan. Penyusutan dikeluarkan dari PDRB oleh karena susutnya barang modal
selama berproduksi.
3. Produk Domestik Regional Neto atas Dasar Biaya Faktor
PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pas dikurangi pajak
tak langsung ditambah dengan subsidi dari pemerintah.
4. Pendapatan Regional
PDRN atas dasar biaya faktor merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi
dalam proses produksi, dan tidak seluruhnya menjadi milik suatu daerah/wilayah
karena termasuk pula didalamnya pendapatan penduduk wilayah lain. Demikian
sebaliknya, PDRN tersebut harus pula ditambah dengan pendapatan yang diperoleh
daerah lain. Bila pendapatan penduduk yang masuk dan keluar dapat dicatat dengan
pendapatan neto antar wilayah/daerah didapatkan pendapatan regional (Produk
Regional Bruto). Karenasulitnya memperoleh data pendapatan masuk dan keluar
suatu wilayah maka PDRN atasdasar biaya faktor diasumsikan sama dengan
pendapatan regional atau pendapatan neto.
5. Pendapatan Regional Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-masing
perkepala penduduk. Pendapatan perkapita tersebut dihasilkan dengan membagi
pendapatan regional/produk regional neto dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun.
6. Produk Domestik dan Produk Regional
Ada perbedaan pengertian dalam literatur ekonomi mengenai produk domestik
dengan produk regional. Kenyataan menunjukan bahwa sebagian kegiatan produksi
yang dilakukan disuatu daerah, beberapa faktor produksinya berasal dari wilayah/
daerah lain seperti tenaga kerja, mesin dan modal. Sehingga nilai produksi di wilayah
atau domestik tidak sama dengan pendapatan yang diterima oleh penduduk tersebut,
yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan antara produk domestik dan produk
regional.
Produk regional merupakan produk domestik yang ditambahkan pendapatan
yang mengalir kedalam wilayah tersebut, kemudian dikurangi pendapatan yang
mengalir keluar wilayah. Sehingga dapat dikatakan produk regional pada dasarnya
merupakan produk yang betul-betul dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang
dimiliki penduduk dalam wilayah yang bersangkutan.
7. Pendapatan Regional Atas Dasar Harga Barlaku dan Harga Konstan
Pendapatan regional atas dasar harga konstan.didapat melalui operasi
pengurangan pendapatan regional atas dasar harga berlaku dengan perkembangan
inflasi.

2.1.3 Pendekatan Perhitungan PDRB


PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dihitung berdasarkan harga pada tahun berjalan. PDRB
Atas Dasar Harga Konstan dihitung produksi atas dasar harga pada tahun tertentu.
2.1.3.1 Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku dapat dilakukan dengan 2 (dua)
pendekatan yaitu:
1) Metode Langsung
Pada penghitungan dengan metode ini digunakan data daerah sehingga hasil
penghitungannya memperlihatkan produk dan jasa yang dihasilkan di daerah
tersebut. Metode penghitungan ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam
pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan Produksi (Production Approach)
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang
dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam
penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1)
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan
penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) konstruksi,
(6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8)
keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa
pemerintah).
b) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di
suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan;
semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung
netto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
c) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Perhitungan PDRB berdasarkan pendekatan pengeluaran dikelompokkan
dalam 6 komponen yaitu: 1). Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup
semua pengeluaran untuk konsumsi barang, dan jasa dikurangi dengan
penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah tangga selama
setahun. 2). Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, mencakup pengeluaran untuk
belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang, baik pemerintah pusat dan
daerah, tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang
dihasilkan. Data yang dipakai adalah realisasi APBD. 3). Pembentukan Modal
Tetap Domestik Bruto, mencakup pembuatan dan pembelian barang- barang
modal baru dari dalam negeri dan barang modal bekas atau baru dari luar
negeri. Metode yang dipakai adalah pendekatan arus barang. 4). Perubahan
Inventori. Perubahan stok dihitung dari PDRB hasil penjumlahan nilai tambah
bruto sektoral dikurangi komponen permintaan akhir lainnya. 5). Ekspor
Barang dan Jasa. Ekspor barang dinilai menurut harga free on board (fob) 6).
Impor Barang dan Jasa. Impor barang dinilai menurut cost insurance freight
(cif).
2) Metode Tidak Langsung (Metode Alokasi)
Yaitu metode penghitungan nilai tambah dengan menggunakan data regional,
yaitu menggunakan Metode Alokasi. Alokator yang biasa digunakan antara lain
didasarkan atas:
a) Nilai Produksi Bruto atau Neto
b) Tenaga Kerja
c) Penduduk
d) Jumlah Produksi Fisik
e) Alokator lainnya yang dianggap cocok untuk daerah tersebut.
2.1.3.2 Metode Perhitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Seperti telah diketahui bahwa angka-angka pendapatan regional atas dasar harga
konstan adalah sangat penting untuk melihat pertumbuhan riil dari tahun ke tahun bagi
setiap agregat ekonomi. Agregat ekonomi yang dimaksud adalah PDRB, PDRB per Kapita
dan Pendapatan Regional per Kapita.
Dari segi metode statistik, suatu nilai atas dasar harga konstan dapat diperoleh
dengan cara:
1) Revaluasi
Metode ini dilakukan dengan cara menilai produksi masing-masing tahun
dengan menggunakan tahun dasar.
2) Ekstrapolasi
Metode ini dilakukan dengan cara memperbaharui (updating) nilai tahun dasar
sesuai dengan indeks produksi atau tingkat pertumbuhan riil dari tahun ke tahun.
3) Deflasi
Metode ini dilakukan dengan membagi nilai masing-masing tahun dengan
relatif harga yang sesuai (indeks harga ( 1/100 ).
2.1.4 Peranan Sektoral
Sektor ekonomi yang mempengaruhi PDRB Kota Malang terdiri atas:
a. Sektor Primer, yaitu Sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku
melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan deposit
di dalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah Sektor Pertanian dan Sektor
Pertambangan dan Penggalian.
b. Sektor Sekunder, yaitu Sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan baku baik
berasal dari Sektor Primer maupun dari Sektor Sekunder menjadi barang yang lebih
tinggi nilainya. Sektor ini mencakup Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas
dan Air Minum dan Sektor Bangunan (Konstruksi).
c. Sektor Tersier atau dikenal sebagai Sektor Jasa, yaitu Sektor yang tidak memproduksi
dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk Jasa. Sektor yang tercakup adalah Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan serta Sektor Jasa-jasa.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi


Berikut merupakan definisi dari pertumbhan ekonomi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
2.2.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkelanjutan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang berkembang bila ada kenaikkan
output riil. Pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan taraf hidup output riil seseorang.
2.2.2 Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi
Faktor sumber daya manusia
Faktor sumber daya alam
Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi
Faktor budaya
Sumber daya modal

2.3 Inflasi
2.3.1 Indeks Harga
Untuk menghitung besar laju inflasi,sebelumnya kita harus mengetahui dulu
besarnya Indeks Harga, yaitu perbandingan perubahan harga tahun tertentu (given year)
dengan tahun dasar (based year) . Indeks harga biasa digunakan untuk mengetahui ukuran
perubahan variabel-variabel ekonomi sebagai barometer keadaan perekonomian, memberi
gambaran yang tepat mengenai kecenderungan perdagangan dan kemakmuran.
2.3.2 Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
terusmenerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali
bilakenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar
dariharga barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam praktek, inflasi dapat
diamatidengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan ada
tidaknya suppressed inflation (inflasi yang ditutupi). Akibat inflasi secara umum adalah
menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat pendapatannya juga menurun.
Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5% sementara
pendapatan tetap, maka dapat disimpulkan bahwa secara riel pendapatan mengalami
penurunan sebesar 5% yang akibatnya relatif akan menurunkandaya beli sebesar 5% juga
(Putong, 2002)
2.3.3 Pembagian Inflasi
a. Berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama, yaitu:
1) Inflasi merayap/rendah (creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang
dari 10% pertahun.
2) Inflasi menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30% pertahun.
3) Inflasi berat (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100%
pertahun.
4) Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya
harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).
b. Berdasarkan sebabnya inflasi dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Demand Pull Inflation.
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhanyang tinggi di
satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapaikesempatan kerja
penuh (full employment), akibatnya adalah sesuai denganhukum permintaan,
bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, makaharga akan naik.
2) Cost Push Inflation.
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi
(naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan,nilai
kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh / menurun, kenaikan
harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh
yang kuatdan sebagainya). Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi
kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil)
ada perbedaan. Dalam kasusdemand inflation, biasanya ada kecenderungan
untuk output (GDP riil) naik bersama-sama dengan kenaikan harga umum.
Sebaliknya dalam kasus cost inflation, biasanya kenaikan harga-harga
dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang(kelesuan usaha).
Perbedaan yang laindari kedua proses inflasi ini terletak padaurutan dari
kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output)
mendahului kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor produksi
(upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita melihat kenaikan
harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang-barang
input/faktor produksi.Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam
praktek dalam bentuk yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di
berbagai negara di dunia adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut,
dan seringkali keduanya salingmemperkuat satu sama lain, Boediono (1982:
157-158).
c. Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul
karenaterjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat
padaanggaran belanja negara.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri, karena negara-negara yang menjadi
mitradagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, harga-harga barang
dan jugaongkos produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain
harusmengimpor barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri tentu
saja bertambah mahal.
2.3.4 Teori Inflasi
Menurut Budioeno, secara garis besar ada 3 (tiga) kelompok teori mengenai inflasi.
a. Teori Kuantitas (persamaan pertukaran dari Irving Fisher: MV=PQ)
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini
masihsangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama
dinegara-negara yang sedang berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebab
utama dari inflasi adalah: Pertambahan jumlah uang yang beredar.
Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations)
dimasa mendatang. Tambahan jumlah uang beredar sebesar x% bisa menumbuhkan
inflasi kurang dari x%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%, tergantung kepada
apakah masyarakat tidak mengharapkan harga naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih
buruk daripada sekarang atau masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari
sekarang, atau masa-masa lampau.
b. Teori Keynes
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar
bataskemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara
golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar
daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul inflationary gap).

2.4 Angkatan Kerja dan Pengangguran


Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun sampai 65 tahun ke atas yang
secara aktif melakukan kegiatan ekonomis. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja,
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan tidak mempunyai pekerjaan sama
sekali tetapi mencari pekerjaan secara aktif. Jumlah angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan jumlah penduduk usia kerja. Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) adalah angka yang menunjukan presentase angkatan kerja terhadap
penduduk usia kerja. AngkaTingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengetahui penduduk yang aktif bekerja ataupun mencari pekerjaan yang disebut
juga sebagai angkatan kerja. Untuk negara berkembang seperti Indonesia yang dimaksud
penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun sampai 64 tahun. Penduduk usia
kerja sering juga disebut dengan penduduk usia produktif.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja


Jumlah TPAK = x 100%
10
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH

3.1 Aspek Geografis, Administrasi dan Fisik

Kota Malang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Malang. Secara astronomi,


Kota Malang terletak pada posisi 112.06 112.07 Bujur Timur, 7.06 8.02 Lintang Selatan.
Kota ini berada di ketinggian 440-667 meter diatas permukaan air laut. Selain itu, Kota Malang
menjadi salah satu tujuan wisata di Jawa timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki.
Pada tahun 2008, tercatat suhu rata-rata udara berkisar 22,7C 25,1C dengan rata-rata
kelembapan berkisar 79% - 86%. Iklim yang terjadi di Kota Malang sama seperti di kota lainnya,
yaitu hujan dan kemarau. Keadaan tanah di Kota Malang Pada umumnya adalah dataran tinggi
dengan keadaan yang berbeda-beda. Pada bagian selatan, tanahnya cukup luas dan cocok untuk
industry. Pada bagian utara cocok untuk pertanian dan pada bagian barat sangat luas dan
menjadi daerah Pendidikan. Sayangnya, pada bagian timur keadaan tanah kurang subur.
Terdapat 4 jenis tanah namun yang mendominasi adalah alluvial kelabu kehitaman dengan luas
lebih dari 6 juta hektar. Struktur tanah pada umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu
mendapatkan perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang memiliki sifat peka erosi.
Jenis tanah andosol ini terdapat di Kecamatan lowokwaru dengan relatif kemiringan sekitar
15%. Selain itu, terdapat 4 gunung yang mengelilingi Kota Malang, yaitu Gunung Arjuno di
sebelah utara, Gunung Semeru di sebelah timur, Gunung Kawi dan Panderman di sebelah barat
dan Gunung Kelud di sebelah selatan. Batas wilayah yang dimiliki Kota Malang adalah sebagai
berikut:

Utara Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso,


Kabupaten Malang
Timur Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang, Kabupaten
Malang
Selatan Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten
Malang
Barat Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang
Sumber: Website Pemkot Malang

Tabel

Batas Wilayah Kota Malang


Sumber: Kota Malang Dalam Angka 2016

Gambar

Peta Administrasi Kota Malang

Terdapat 5 kecamatan di Kota Malang, yaitu Kecamatan Kedungkandang, Kecamatan


Sukun, Kecamatan Klojen, Kecamatan Blimbing dan Kecamatan Lowokwaru. Seluruh kecamatan
selain Kecamatan Klojen berbatasan langsung dengan kecamatan di Kabupaten Malang. Wilayah
Kecamatan yang Paling luas adalah Kecamatan Kedungkandang dengan luas total 39,89 km2 dan
yang terkecil adalah Kecamatan Klojen dengan luas 8,83 km2. Ketinggian dari semua kecamatan
hampir sama, yaitu kisaran 445-466 meter diatas permukaan laut. Tetapi untuk Kecamatan
Lowokwaru memiliki beda tinggi yang cukup jauh, yaitu dengan ketinggian 526 meter diatas
permukaan laut.

3.2 Pemerintahan

Berdasarkan klarifikasi dari kemampuan kelurahan dalam membangun wilayahnya


tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang bahwa seluruh kelurahan masuk dalam
kategori kelurahan Swa-Sembada. Berartikan bahwa seluruh kelurahan yang ada memiliki
sistem perhubungan dan pengangkutan tersedia dengan baik. Masyarakat tidak lagi mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitasnya dikarenakan telah tersedianya berbagai sarana dan
prasarana.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Malang yang bekerja menurut status
pekerjaa utama pada tahun 2014 tercatat sebesar 242.967 pegawai/karyawan/buruh di Kota
Malang. Pelayanan terhadap masyarakat yang dapat diberikan oleh para aparatur pemerintahan
anatara lain penerbitan akte kelahiran, kematian, perkawina, perceraian dan pengangkatan
anak/adopsi, serta diterbitkan juga berbagai sertifikat hak atas tanah.

3.3 Kependudukan

Menurut hasil dari Sensus Penduduk Kota Malang yang tercatat pada Badan Pusat
Statistik pada tahun 2010 sebanyak 820.243 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak
404.553 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 415.690 jiwa. Dengan rasio jenis kelamin
peduduk Kota Malang sebesar 97,05. Dilihat berdaasarkan hasil sensu penduduk 2010 pada
periode 2000-2010 rata-rata laju pertumbuhan penduduk pada Kota Malang disetiap
kecamatan hampir merata yaitu anatara 170.000-185.000, hanya pada Kecamatan Klojen yang
memiliki jumlah penduduk dibawah rata-rata yaitu 105.907. Populasi penduduk Kota Malang
menurut umur dengan 20-24 tahun dengan jumlah 977.775. pupolasi terendah terdapat pada
kelompok penduduk yang berumur 75 tahun dengan jumlah 14.720, jika dikelompokkan lagi
sekitar 80% penduduk yang berada pada Kota Malang merupakan penduduk berusia <50 tahun,
sedangkan 20% adalah penduduk yang berusia >50 tahun. Dari segi pemasaran dilihat bahwa
terdapat potensi yang besar untuk rentan usia 20-24 tahun yang pada umumnya adalah
mahasiswa dan sarjana. Pada usia 20-24 tahun yang mendominasi jumlah penduduk Kota
Malang sehingga dapat diperkirakan akan memperoleh untung yang sangat besar dari
konsumen.
BAB IV
ANALISIS INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAERAH
4.1 PDRB Kota Malang
4.1.1 Perkembangan Total PDRB Kota Malang
Pertumbuhan ekonomi Kota Malang pada tahun 2014 sebesar 5,82 persen, melambat
dibanding tahun 2013 mencapai 6,18 persen. Bahkan sejak dua tahun terakhir pertumbuhan
ekonomi Kota Malang melambat. Hal ini diduga disamping kondisi ekonomi global yang
belum membaik, juga disebabkan oleh berbagai kebijakan pemerintah yang kurang kondusif
bagi dunia usaha diantaranya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar
Listrik (TDL) dan tingginya tingkat suku bunga bank kebijakan pemerintah (BI rate).

Tabel IV. 1 PDRB Kota Malang Tahun 2010 2014 (Miliar Rupiah)

Harga Berlaku Harga Konstan


Tahun
Nilai Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan
2010 31.377.335,7 - 31.377.335,7 -
2011 34.967.994,4 11,44 % 33.273.669,8 6,04 %
2012 38.747.007,8 10,81 % 35.355.741,9 6,26 %
2013 42.819.853,0 10,51 % 37.541.663,6 6,18 %
2014 46.562.885,0 8,74 % 39.725.735,5 5,82 %
Sumber: BPS Kota Malang 2014

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa berdasarkan harga berlaku, nilai
pertumbuhan Kota Malang tahun 2014 lebih baik daripada tahun 2013, namun persentase
nilai pertumbuhannya berkurang dari 10,51% menjadi 8,74%. Begitu pula pada harga
konstan, pertumbuhan ekonomi Kota Malang persentase nilai pertumbuhannya berkurang
dari 6,18% menjadi 5,82%.

Grafik IV. 1 PDRB Kota Malang Tahun 2010 2014 (Miliar Rupiah)

50,000,000.00

40,000,000.00

30,000,000.00
Harga
20,000,000.00 Berlaku

10,000,000.00 Harga
Konstan
0.00
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: BPS Kota Malang 2014
Grafik IV. 2 PDRB Kota Malang Tahun 2010 2014 (%)

14
12
10
8
Harga Berlaku
6
Harga Konstan
4
2
0
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: BPS Kota Malang 2014

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa PDRB Kota Malang mengalami kenaikan
dari tahun ke tahun. Namun, persentase pertumbuhan Kota Malang mengalami penurunan
pada tahun 2013, yaitu 6,18%. Padahal, pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2012,
pertumbuhan Kota Malang sebesar 6,26%. Berdasarkan harga berlaku, pertumbuhan
ekonomi Kota Malang persentase nilai pertumbuhannya terus berkurang dari 11,44% pada
tahun 2011 menjadi 10,81% pada tahun 2012, menjadi 10,51% pada tahun 2013 dan 8,74%
pada tahun 2014.

4.1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang


Laju pertumbuhan ekonomi Kota Malang tahun 2014 sebesar 5,82 persen, melambat
dibanding tahun 2013 mencapai 6,18 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh
lapangan usaha Akomodasi dan Makanan Minuman sebesar 10,46 persen. Disusul lapangan
usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lainnya sebesar 9,83 persen; lapangan usaha Jasa
Perusahaan 8,77 persen; Jasa Pedidikan 8,31 persen dan lapangan usaha INformasi dan
Komunikasi 8,14 persen.
Adapun lapangan usaha lainnya yang mengalami pertumbuhan di atas 5 persen ialah
lapangan usaha Real Estate 7,25 persen, sedangkan lapangan usaha yang mengalami
pertumbuhan paling rendah adalah kategori Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang yang hanya tumbuh 0, 25 persen, melambat dibanding tahun sebelumnya
yang tumbuh 4,15 persen.
Grafik IV. 3 Laju Pertumbuhan Riil PDRB Kota Malang Tahun 2010 2014 (Juta (Rp))

6.3
6.26
6.2
6.18
6.1
6.04
6

5.9

5.8 5.82

5.7

5.6
2011 2012 2013 2014
Sumber: BPS Kota Malang 2014

Dari gambar di atas tampak bahwa sejak dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi
Kota Malang melambat. Hal ini diduga disamping kondisi ekonomi global yang belum
membaik, juga disebabkan oleh berbagai kebijakan pemerintah yang kurang kondusif bagi
dunia usaha diantaranya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik
(TDL) dan tingginya tingkat suku bunga bank kebijakan pemerintah (BI rate).

Tabel IV. 2 Laju Pertumbuhan Riil PDRB Menurut Lapangan Usaha (persen)
Tahun 2010-2014

Tahun
No. Lapangan Usaha
2010 2011 2012 2013 2014
Pertanian, Kehutanan dan
1. - 1,90 0,21 -0,94 1,80
Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian - -2,10 -2,68 -4,04 -1,82
3. Industri pengelolaan - 2,69 2,78 1,93 2,81
4. Pengadaan listrik dan gas - 8,15 10,24 1,59 0,67
pengadaan air, pengelolaan
5. - 5,18 4,63 8,24 3,09
sampah, limbah dan daur ulang
6. Konstruksi - 7,62 8,15 8,69 8,84
Perdagangan besar dan eceran;
7. - 7,51 7,60 7,09 5,48
reparasi mobil dan sepeda motor
8. Transportasi dan pergudangan - 5,31 7,46 7,34 7,16
Penyediaan akomodasi dan makan
9. - 7,50 9,27 8,01 10,46
minum
10. Informasi dan komunikasi - 8,48 10,39 11,96 8,14
11. Jasa keuangan dan asuransi - 7,82 9,33 12,72 6,72
12. Real Estat - 7,63 7,80 7,45 7,25
13. Jasa perusahaan - 5,66 5,74 6,97 8,77
Administrasi pemerintahan,
14. pertahanan dan jaminan sosial - 4,68 1,54 0,82 0,36
wajib
15. Jasa pendidikan - 7,62 7,20 8,76 8,31
16. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial - 13,87 10,62 8,43 9,83
17. Jasa lainnya - 4,03 3,07 3,93 4,55
Produk domestik regional bruto - 6,04 6,26 6,18 5,82
*Angka sementara
**Angka sangat sementara
Sumber: BPS Kota Malang 2014

4.1.3 Struktur Ekonomi Kota Malang


Grafik IV. 4 Presentase Peranan PDRB Tahun 2014 Kota Malang
Pertanian, Kehutanan, dan
0% 0.11, 0% Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
2%
Industri Pengolahan
2% 8% 3%
Pengadaan Listrik dan Gas
1%
Ulang/Water supply
1%
3% 27% Konstruksi

4% Sepeda Motor

0%Transportasi dan Pergudangan


5% Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
0% Informasi dan Komunikasi
13%
2%
Jasa Keuangan dan Asuransi
28% Real Estat

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan

Sumber: Olahan Data Sekunder Kelompok 11, 2016

PDRB Kota Malang merupakan gabungan dari sektor-sektor ekonominya. PDRB Kota
Malang terdiri dari tujuh belas sektor lapangan usaha. Berdasarkan pie chart di atas,
masing-masing sektor memiliki persentase yang berbebeda, seperti pertanian dan
kehutanan 0,03%, sektor Pertambangan dan Penggalian 0,11%, jasa lainnya 3%, Jasa
kesehatan dan kegiatan sosial 2%, jasa pendidikan 8%, adminitrasi pemerintah pertahanan
dan jaminan social wajib 2%, jasa perusahaan 1%, real estat 1%, keuangan dan asuransi
3%, informasi dan komunikasi 4%, penyedian akomodasi makanan dan minuman 5%,
transportasi dan perdagangangan 2%, sepeda motor 28%, kontruksi 13%, water supply
0,19 %, pengadaan listrik dan gas 0,02%, industry pengolahan 27%. Tujuh belas sektor
tersebut kemudian dijumlahkan menjadi PDRB Kota Malang. Peranan sektor sepeda motor
dan juga industri pengolahan mendominasi pada struktur perekonomi Kota Malang tahun
2014.
4.1.4 Laju Pertumbuhan Masing-Masing Sektor Ekonomi Kota Malang
4.1.4.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pada tahun 2014 lapangan usaha kategori pertanian, kehutanan, dan
perikanan memberi kontribusi terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku sebesar
0,31 persen. Lapangan usaha subkategori tanaman pangan merupakan penyumbang
terbesar terhadap lapangan usaha kategori ini yaitu tercatat sebesar 32,77 persen dari
seluruh nilai tambah kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Pertumbuhan subkategori tanaman pangan tahun 2014 mengalami
pertumbuhan sebesar 2,87 persen, lebih cepat dibanding tahun 2013 yang tumbuh -
3,86 persen. Pertumbuhan pada kategori ini tertinggi adalah lapangan usaha
subkategori perikanan yaitu sebesar 5,43 persen diikuti oleh lapangan usaha
subkategori tanaman pangan sebesar 2,87 persen. Sedangkan lapangan usaha yang
lain tetap mencetak laju pertumbuhan yang positif yaitu subkategori tanaman
hortikultura tumbuh 0,58 persen; subkategori peternakan tumbuh sebesar 0,73
persen; subkategori jasa pertanian dan perburuan tumbuh 1,35 persen.
4.1.4.2 Pertambangan dan Penggalian
Pada kategori pertambangan dan penggalian di Kota Malang hanya ada
kegiatan subkategori pertambangan dan penggalian lainnya. Peranannya terhadap
total PDRB sangat kecil sekali yaitu hanya 0,15 persen. Laju pertumbuhannya juga
menunjukkan pertumbuhan yang minus, tahun 2014 mencapai -1,87 persen.
4.1.4.3 Industri Pengolahan
Pada kategori industri pengolahan, lapangan usaha yang menyumbang
peranan terbesar adalah subkategori industri pengolahan tembakau sebesar 61,49
persen tahun 2014. Kemudian diikuti oleh subkategori industri makanan dan
minuman sebesar 17,78 persen. Sedangkan subkategori yang lain memiliki kontribusi
di bawah lima persen.
Secara keseluruhan, laju pertumbuhan kategori industri pengolahan pada
tahun 2014 adalah sebesar 2,81 persen. Lapangan usaha yang mencatatkan laju
pertumbuhan terbesar adalah subkategori industri tekstil dan pakaianjadi sebesar
6,49 persen; subkategori industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki sebesar 5,06
persen; dan subkategori indutri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar
4,18persen. Sedangkan yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah
subkategori industri kertas dan barang dari kertas, percetakan sebesar 1,26 persen.
4.1.4.4 Pengadaan Listrik dan Gas
Kategori pengadaan listrik dan gas berkontribusi sebesar 0,67 persen
terhadap total PDRB pada tahun 2014. Dari kontribusi tersebut, sebanyak 85,78
persennya disumbangkan oleh lapangan usaha ketenagalistrikan, dan 14,22 persen
oleh pengadaan gas dan produksi es. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi kategori
ini pada tahun 2014 adalah sebesar 0,67 persen. Masing-masing subkategori juga
mencatatkan pertumbuhan yang positif, lapangan usaha subkategori ketenagalistrikan
tumbuh sebesar 0,48 persen, sedangkan subkategori pengadaan gas dan produksi es
tumbuh sebesar 2,68 persen.
4.1.4.5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang
Kategori ini mencakup kegiatan ekonomi pengumpulan, pengolahan dan
penditribusian air melalui berbagai saluran pipa untuk kebutuhan rumah tangga dan
industri. Termasuk juga kegiatan pengumpulan, penjernihan dan pengolahan air dan
sungai, danau, mata air, hujan dll. Tidak termasuk pengoperasian peralatan irigasi
untuk keperluan pertanian. Peranan kategori ini terhadap perekonomian di Kota
Malang tahun 2014 0,20 persen. Sedangkan laju pertumbuhannya sebesar 3,09
persen, melambat dibanding tahun 2013 yang mengalami pertumbuhan sebesar 8,24
persen.
4.1.4.6 Kontruksi
Pada tahun 2014 lapangan usaha kategori konstruksi menyumbang sebesar
12,56 persen terhadap total perekonomian Kota Malang. Apabila diikuti
perkembangannya selama lima tahun terakhir peranan lapangan usaha kategori ini
cenderung meningkat, tahun 2010 sebesar 11,57 persen meningkat menjadi 9,47
persen pada tahun 2014. Sedangka laju pertumbuhannya tahun 2014 sebesar 8,84
persen, lebih cepat dibanding tahun 2013 yang tumbuh 8,69 persen.
4.1.4.7 Perdagangan Besar & Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor
Selama 5 tahun terakhir, kategori perdagangan besar dan eceran; reparasi
mobil dan sepeda motor memberi peran terbesar terhadap total perekonomian di
Kota Malang. Pada tahun 2014, kontribusi kategori ini sebesar 28,47 persen terhadap
total nilai PDRB Kota Malang. Apabila dilihat peranannya pada masing-masing
subkategori, perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasi menyumbang 28,70
persen dan subkategori perdagangan besar dan eceran bukan mobil dan sepeda motor
sebesar 71,30 persen terhadap lapangan usaha kategori ini.
Secara keseluruhan, laju pertumbuhan kategori perdagangan besar dan
eceran; reparasi mobil dan sepeda motor tahun 2014 sebesar 5,48 persen. Sedangkan
pertumbuhan di masing-masing subkategori adalah subkategori perdagangan mobil,
sepeda motor dan reparasi sebesar 3,99 persen dan subkategori perdagangan besar
dan eceran bukan mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar 6,07 persen.
4.1.4.8 Transportasi dan Perudangan
Kategori transportasi dan pergudangan terdiri dari 6 subkategpri lapangan
usaha, yaitu angkutan rel, angkutan darat, angkutan laut, angkutan sungai, danau, dan
penyeberangan, angkutan udara, serta pergudangan dan jasa penunjang angkutan, pos
dan kurir. Lapangan usaha subkategpri angkutan darat memberikan kontribusi
terbesar selama 5 tahun terakhir, dengan nilai kontribusi terhadap kategori ini
sebesar 87,23 persen pada tahun 2014. Sedangkan penyumbang terbesar berikutnya
adalah jasa penunjang angkutan, pos dan kurir sebesar 10,69 persen.
Secara keseluruhan, kategori ini mencatatkan laju pertumbuhan positif
sebesar 7,16 persen pada tahun 2014, mengalami perlambatan dibandingkan tahun
2013 yang mencapai 7,34 persen. Apabila dilihat pertumbuhannya pada masing-
masing subkategori, semua subkategori tumbuh positif. Pertumbuhan tertinggi dicapai
lapangan usaha subkategori angkutan jasa penunjang angkutan, pos dan kurir sebesar
7,81 persen. Subkategori angkutan darat dan subkategori angkutan rel juga
mengalami pertumbuhan cukup tinggi, masing-masing sebesar 7,11 dan 6,18 persen.
4.1.4.9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Pada tahun 2014, kategori penyediaan akomodasi dan makan minum
berkontribusi terhadap PDRB Kota Malang sebesar 4,88 persen, di mana sebesar 2,01
persennya (41,13 persen terhadap kategori) merupakan kontribusi dari lapangan
usaha subkategori penyediaan akomodasi dan sebesar 2,87 persen (58,87 persen
terhadap kategori) disumbangkan oleh lapangan usaha subkategori penyediaan
makanan minuman.
Secara keseluruhan, kategori ini mencatatkan laju pertumbuhan positif
sebesar 10,46 persen pada tahun 2014, lebih cepat dibandingkan tahun 2013 yang
tumbuh 8,01 persen. Masingmasing lapangan usaha subkategori penyediaan
akomodasi dan subkategori penyediaan makan minum juga menunjukkan
pertumbuhan positif sebesar 11,43 persen dan 10,01 persen.
4.1.4.10 Informasi dan Komunikasi
Kategori informasi dan komunikasi memiliki peranan sebagai penunjang
aktivitas di setiap bidang ekonomi. Dalam era globalisasi, peranan kategori ini sangat
vital dan menjadi indicator kemajuan suatu bangsa, terutama jasa telekomunikasi.
Peranan kategori ini terhadap perekonomian di Kota Malang tahun 2014 sebesar 3,94
persen. Apabila dilihat perkembangannya selama lima tahun terakhir, peranan
kategori ini cenderung melambat yaitu dari 4,05 persen pada tahun 2010 menjadi
3,94 persen pada tahun 2014.
Sedangkan laju pertumbuhannya juga menunjukkan kecenderungan yang
melambat. Secara berurutan, tahun 2011 tumbuh 8,48 persen, 2012 tumbuh 10,33
persen, 2013 tumbuh 11,96 persen dan 2014 tumbuh 8,14 persen.
4.1.4.11 Jasa Keuangan dan Asuransi
Pada tahun 2014 peranan lapangan usaha kategori jasa keuangan dan asuransi
terhadap perekonomian Kota Malang sebesar 2,92 persen. Kegiatan ekonomi pada
lapangan usaha subkategori jasa perantara keuangan menjadi penyumbang mayoritas
kategori jasa keuangan dan asuransi yaitu sebesar 52,18 persen. Sedangkan
subkategori asuransi dan dana pensiun dan subkategori jasa keuangan lainnya
masing-masing peranannya sebesar 32,00 persen dan 15,24 persen.
Secara keseluruhan lapangan usaha kategori jasa keuangan dan asuransi pada
tahun 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 6,72 persen, melambat dibanding tahun
2013 yang tumbuh 12,72 persen. Apabila dilihat pertumbuhannya pada masing-
masing subkategori, semua mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh lapangan usaha subkategori asuransi dan dana pensiun dan jasa
keuangan lainnya sebesar 7,32 persen, sedangkan terendah dialami oleh subkategori
jasa penunjang keuangan sebesar 5,32persen.
4.1.4.12 Real Estat
Kategori real estat memberikan kontribusi yang relatif stabil bagi PDRB Kota
Malang dengan peranan sebesar kurang dari 2 persen. Selama tahun 2010-2014,
secara berturut-turut sumbangan kategori real estat sebesar 1,40 persen; 1,40
persen; 1,37 persen; 1,38 persen; dan 1,36 persen. Pada tahun 2014 laju pertumbuhan
ekonomi kategori Real Estat mengalami pertumbuhan sebesar 7,25 persen, mengalami
perlambatan bila dibanding tahun 2013 yang tumbuh 7,45 persen.
4.1.4.13 Jasa Perusahaan
Kategori jasa perusahaan mencakup kegiatan jasa hukum dan akuntansi, jasa
arsitektur dan teknik sipil, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
periklanan dan penelitian pasar, jasa ketenagakerjaan, jasa agen perjalanan, jasa
keamanan dan penyelidikan, dan jasa penunjang usaha lainnya. Pada tahun 2014
peranan kategori jasa perusahaan ini dalam perekonomian Kota Malang hanya
sebesar 0,75 persen.
Seiring dengan pesatnya pembangunan di Kota Malang khususnya dibidang
ekonomi, pertumbuhan lapangan usaha kategori jasa perusahaan ini dari tahun
ketahun terus meningkat. Pada tahun 2011 lapangan usaha kategori ini tumbuh 5,66
persen; tahun 2012 tumbuh 5,74 persen; tahun 2013 tumbuh 6,97 persen; dan tahun
2014 tumbuh 8,77 persen.
4.1.4.14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
Kategori ini mencakup kegiatan yang sifatnya pemerintahan yang umumnya
dilakukan oleh administrasi pemerintahan. Kategori ini juga mencakup kegiatan
legislatif, perpajakan, pertahanan negara, keamanan dan keselamatan negara,
pelayanan imigrasi, hubungan luar negeri dan administrasi program pemerintah, serta
jaminan sosial wajib. Lapangan usaha kategori ini selama tahun 2010-2014
peranannya semakin menurun, dari 1,79 persen pada tahun 2010 menurun menjadi
1,58 persen pada tahun 2014. Hal ini lebih disebabkan tingkat pertumbuhannya kalah
cepat dibanding lapangan usaha kategori yang lain.
Pada periode yang sama, laju pertumbuhan lapangan usaha kategori
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib semakin melambat.
Pada tahun 2011 pertumbuhan lapangan usaha kategori ini tumbuh 4,68 persen,
tahun 2012 tumbuh 1,54 persen, tahun 2013 tumbuh 0,82 persen dan tahun 2014
tumbuh 0,36 persen.
4.1.4.15 Jasa Pendidikan
Kategori ini mencakup kegiatan pendidikan pada berbagai tingkatan dan
untuk berbagai pekerjaan, baik secara lisan atau tertulis. Kategori ini juga mencakup
pendidikan negeri dan swasta juga mencakup pengajaran yang terutama mengenai
kegiatan olahraga, hiburan dan penunjang pendidikan. Peranan lapangan usaha jasa
pendidikan selama kurun waktu lima tahun terakhir semakin meningkat. Pada tahun
2010 peranan lapangan usaha kategori ini sebesar 7,62 persen, meningkat menjadi
8,31 persen pada tahun 2014.
Dengan penghitungan PDRB atas dasar harga konstan 2010, laju pertumbuhan
jasa pendidikan Kota Malang tahun 2014 mengalami percepatan. Pertumbuhan
lapangan usaha kategori ini tahun 2014 sebesar 8,01 persen, lebih cepat dibanding
tahun 2013 yang tumbuh sebesar 7,68 persen.
4.1.4.16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Kegiatan penyediaan jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencakup: jasa rumah
sakit; jasa klinik; jasa rumah sakit Lainnya; praktik dokter; jasa pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh paramedis; jasa pelayanan kesehatan tradisional; jasa pelayanan
penunjang kesehatan; jasa angkutan khusus pengangkutan orang sakit (medical
evacuation); jasa kesehatan hewan; jasa kegiatan sosial. Selama lima tahun terakhir
peranannya dalam perekonomian Kota Malang semakin meningkat. Pada tahun 2010
peranan lapangan usaha kategori ini sebesar 2,06 persen, meningkat menjadi 2,44
persen pada tahun 2014.
Pada periode yang sama lapangan usaha kategori jasa kesehatan dan kegiatan
sosial cenderung menurun. Pada tahun 2011 pertumbuhan lapangan usaha kategori
ini sebesar 13,87 persen; berikutnya tahun 2012 tumbuh 10,62 persen; tahun 2013
tumbuh 8,43 persen; dan tahun 2014 tumbuh 9,83 persen.
4.1.4.17 Jasa Lainnya
Kategori jasa lainnya mempunyai kegiatan yang meliputi: kesenian, hiburan,
dan rekreasi; jasa reparasi komputer dan barang keperluan pribadi dan perlengkapan
rumah tangga; jasa perorangan yang melayani rumah tangga; kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa oleh rumah tangga yang digunakan sendiri untuk
memenuhi kebutuhan; serta jasa swasta lainnya. Kontribusi jasa lainnya terhadap
perekonomian Kota Malang tahun 2014 sebesar 2,92 persen, dengan pertumbuhan
sebesar 4,55 persen, lebih cepat dibanding tahun 2013 yang tumbuh 3,93 persen.
4.1.5 Perkembangan Pendapatan Per Kapita
Perkembangan pendapatan per Kapita merupakan Produk Domestik Regional Bruto
dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di suatu daerah. Perdapatan per Kapita
atau Income per Capita adalah Produk Regional Neto atas dasar biaya faktor produksi dibagi
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pedapatan per Kapita menunjukan besarnya
pendapatan yang didapatkan oleh masyarakat atas penggunaan faktor-faktor produksi
seperti alam, tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan disuatu waktu dan wilayah tertentu.

Grafik IV. 5 PDRB Per Kapita Kota Malang Tahun 2010 2014 (Juta (Rp))

60 55.04
50.93
50 46.43
42.21
38.16
40

30

20

10

0
2010 2011 2012 2014 2015
Sumber: Olahan Data Sekunder Kelompok 11, 2016

PDRB menunjukan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Pada
tahun 2014, PDRB per Kapita Kota Malang mencapai Rp. 55.040.628.- atau meningkat
8,07 persen dibanding tahun sebelumnya. Dari diagram diatas menunjukan bahwa
PDRB per kapita Kota Malang lima tahun terakhir setiap tahun meningkat. Hal ini
menunjukan bahwa secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Malang dari tahun ke
tahun semakin membaik
a. Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB per Kapita Kota Malang berdasarkan harga belaku mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar
42.819.853 yang merupakan PDRB Malang terbesar selama 5 tahun terakhir,
sedangkan terendah terdapat pada tahun 2010 yaitu sebesar 31.377.335,7. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel IV. 3 Produk Domestik Regional Kota Malang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha (Miliar Rupiah) 2010-2014

Tahun Pendapatan Per Kapita


2010 31.377.335,7
2011 34.967.994,4
2012 38.747.007,8
2013 42.819.853
2014 46.562.885
Sumber: BPS Kota Malang 2010-2014

Grafik IV. 6 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Produk Domestik Regional Kota Malang Atas
Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)

50000000
45000000
40000000
35000000
30000000 Pendapatan
25000000 Regional
20000000 (miliar
15000000 rupiah)
10000000
5000000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: Olahan Data Sekunder Kelompok 11, 2016
b. Atas Dasar Harga Konstan
PDRB per Kapita Kota Malang berdasarkan harga konstan mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun meskipun tidak sebesar atas dasar harga berlaku. Pendapatan
terendah terdapat pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 31.377.335,7 sedangkan untuk
pendapatan tertinggi yaitu terdapat pada tahun 2014 sebesar Rp 39.725.735,5.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.
Tabel IV. 4 Produk Domestik Regional Kota Malang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha (Juta Rupiah) 2010-2014

Tahun Pendapatan Regional (Juta)


2010 31.377.335,7
2011 33.273.669,8
2012 35.355.741,9
2013 37.541.663,6
2014 39.725.735,5
Sumber: BPS Kota Malang 2010-2014

Grafik IV. 7 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Produk Domestik Regional Kota Malang Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah)

45000000
40000000
35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
Pendapatan
5000000 Regional (juta
0 rupiah)
2010 2011 2012 2013 2014

Sumber: Olahan Data Sekunder Kelompok 11, 2016

4.2 Pengangguran dan Ketenagakerjaan


4.2.1 Struktur atau Skema Angkatan Kerja
4.2.1.1 Struktur Umur Tenaga Kerja
Data yang tercantum pada tabel IV.5 memperlihatkan bahwa proporsi tenaga
kerja berdasarkan usia 10 tahun ke atas menurut usaha utama sangat didominasi oleh
pedagang dengan jumlah tenaga kerja sebesar 118.257 dan jasa-jasa yaitu sebesar
101.365. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar dari semua jenis lapangan
usaha utama yang terdapat di Kota Malang. Sedangkan untuk jumlah tenaga kerja
menurut umur 10 tahun ke atas yang terkecil terdapat pada lapangan usaha utama
pertambangan dengan jumlah 957. Hal ini berkaitan dengan wilayah Kota Malang
yang merupakan wilayah populer untuk wisata dan terdapat beberapa departemen
pendidikan yang terkenal, menyebabkan banyak penduduk yang bekerja sebagai
pedagang dan jasa-jasa.
Tabel IV. 5 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha Utama

Lapangan Usaha Utama Jumlah Tenaga Kerja Persentase


Pertanian 13.069 3,33
Pertambangan 957 0,24
Industri 65.982 16,80
Listrik Gas & Air 2.550 0,65
Konstruksi 33.788 8,60
Perdagangan 118.257 30,11
Hotel dan Restaurant 16.256 4,14
Angkutan dan Komunikasi 24.863 6,33
Keuangan 11.156 2,84
Jasa-jasa 101.365 25,81
Lainnya 4.463 1,14
Jumlah/Total 392,706 100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010, BPS Kota Malang

Untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang


berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Kota Malang ditandai dengan
masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan dan jasa-jasa. Menandakan
bahwa Kota Malang dapat mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas
yaitu sumber daya yang produktif dan berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi,
menciptakan dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha disamping
adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi kerakyataan.
4.2.1.2 Struktur Pendidikan Tenaga Kerja
Variabel penting selain umur yang perlu dikaji dalam menganalisis struktur
angkatan kerja yaitu pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang
menentukan kualitas dari tenaga kerja. Tenaga kerja yang tersedia dalam suatu negara
baiknya memiliki pendidikan yang sesuai atau memadai dengan kesempatan kerja
yang tersedia, akan tetapi di Indonesia yang termasuk ke dalam negara berkembang
masih sering terjadi mismatch antara pendidikan dangan pekerjaan yang dijalanninya.
Pendidikan tenaga kerja diukur dari proporsi pendidikan yang ditamatkan.

Tabel IV. 6 Presentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas


Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah


Tidak/Belum Tamat SD/MI 19,53 20,10 21,21
SD/MI 22,24 22,19 23,77
SMP/MTs/SMPK 17,08 16,88 18,17
SMU/MA 18,13 21,15 21,02
SMK 9,89 6,61 8,83
Diploma I,II 0,88 0,87 0,47
Diploma III 1,23 1,22 0,65
D IV/S1 9,11 9,05 4,86
S2/S3 1,93 1,91 1,03
Jumlah 100 100 100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010, BPS Kota Malang
Berdasarkan data pada tabel di atas pendidikan tenaga kerja didominasi oleh
tenaga kerja yang tidak tamat SD dan tamatan SD. Sedangkan untuk tenaga kerja yang
berpendidikan SMP ke atas lebih sedikit, hal ini menunjukan bahwa masyarakat Kota
Malang kurang memahami arti pentig pendidikan untuk masa depan anak-anaknya.
Sementara itu pendidikan juga memerlukan adanya biaya yang relatif mahal. Tenaga
kerja pendidikan SMP dan SMA cukup banyak melihat banyaknya SMP dan SMA yang
ada pada Kota Malang baik yang umum maupun kejuruan. Tingkat pendidikan diploma
dan sarjana masih jauh dibandingkan dengan tingkat pendidikan dibawahnya.
4.2.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Grafik IV. 8 Tingkat Partisipatif Angkatan Kerja Kota Malang 2010-2014

67.0
66.5
66.0
65.5
65.0
64.5
66.4
64.0 66.0
63.5
63.0 64.3
63.8 63.7
62.5
62.0
2010 2011 2012 2013 2014

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Sumber: BPS Kota Malang 2010-2014

Tingkat partisipasi angkatan kerja Kota Malang tahun 2010 hingga 2014 mengalami
fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah angkatan kerja dibanding dengan total
penduduk usia kerja Kota malang adalah 63,8%. Pada tahun selanjutnya tingkat partisipasi
angkatan kerja kota ini mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu mencapai pada
angka 66%. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena pada tahun setelahnya kembali
menurun mencapai angka 64,3%. Tingkat partisipasi kota ini mengalami kenaikan kembali
pada tahun 2013 yaitu sebesar 66,4%. Namun seperti yang sudah disebutkan sebelumnya
bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja di Kota malang ini mengalami fluktuasi sehingga
pada tahun 2014 kembali mengalami penurunan yaitu sebesar 63,7%. Dari data tingkat
partisipasi Kota Malang perlima tahunan dapat dilihat bahwa Angka partisipasi terrendah
terjadi pada tahun 2014 serta yang tertinggi terjadi pada tahun 2013 atau satu tahun
sebelumnya.
4.2.3 Tingkat Pengangguran

Grafik IV. 9 Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Malang 2010-2014

8.00% 7.45%
7.00% 6.19%
6.00%
4.79% 4.95% 5.08%
5.00%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%

2010 2011 2012 2013 2014

Sumber: BPS Kota Malang 2014

Tingkat pengangguran di Kota Malang, cukup tinggi dimulai dari tahun 2010 yang
mencapai 7,45 % , dengan persentase yang cukup besar namun tingkat pengangguran di
Kota Malang mulai berkurang pada tahun 2011 dengan presentase 6.19% yang artinya
jumlah nya turun sekitar 1,26% dari tahun sebelumnya pada tahun 2012 pengangguran
mulai menurun lagi dengan presentase sebesar 4,79% keadaan mulai pengangguran mulai
berkurang dan berkurang namun pada 2 tahun kedepannya tepatnya pada tahun 2013 dan
2014 pengangguran meningkat kembali, pada tahun 2013 meningkat 0,16% dan di tahun
201 meningkat sebesar 0,13%.

4.3 Inflasi
4.3.1 Indeks Harga
Grafik IV. 10 Indeks Harga Konsumen Kota Malang 2010-2014

160
140
120
100
80 Indeks Harga
60 Konsumen
40
20
0
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: Olahan Data Sekunder Kelompok 11, 2016

Indeks harga biasa digunakan untuk mengetahui ukuran perubahan variabel-


variabel ekonomi sebagai barometer keadaan perekonomian, memberi gambaran yang
tepat mengenai kecenderungan perdagangan dan kemakmuran. Indeks Harga
Konsumen di Kota Malang dari tahun 2010 sampai 2013 terus mengalami peningkatan,
akan tetapi pada tahun 2014 mengalami penurunan. Indeks Harga Konsumen paling
tinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 142,33%. Adapun Indeks Harga Konsumen
yang terendah terjadi di tahun 2014 yaitu sebesar 113,36%.
4.3.2 Inflasi
Grafik IV. 11 Laju Inflasi Kota Malang Tahun 2010-2014

9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00 Laju Inflasi
3.00
2.00
1.00
0.00
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: Olahan Data Sekunder Kelompok 11, 2016

Grafik di atas menyajikan tentang informasi laju inflasi yang terjadi di Kota
Malang. Pada tahun 2011, Malang mengalami penurunan laju inflasi yang semula 6,70%
di tahun 2010 menjadi 4,05%. Namun secara keseluruhan peningkatan inflasi masih
mendominasi. Laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yang mencapai 8,14%. Laju
inflasi terendah yaitu sebesar 4,05% pada tahun 2011. Meskipun demikian, inflasi yang
terjadi pada tahun 2010-2014 termasuk dalam kategori ringan, karena nilainya masih
dibawah 10%.

Anda mungkin juga menyukai