Anda di halaman 1dari 54

AUDIT PENGENDALIAN INTERNAL

Disusun Oleh:
Raudhatul Medina 120620160002
Siti Sadiyyah 120620160021

Paper

Untuk mata kuliah Audit Khusus


Dosen : Dr. Sugiono Poulus, SE., MBA., Ak.

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
Tahun 2017

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3


1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5
2.1 Pengendalian Internal ....................................................................................... 5
2.2 Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan atau Internal Control over
Financial Reporting (ICoFR) ........................................................................... 6
2.2.1 Sarbanes-Oxley Act ...................................................................................... 7
2.2.2 Pedoman Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) .......... 11
2.2.3 Definisi Internal Control Over Financial Reporting ................................... 12
2.2.4 Kerangka Konseptual The Committee of Sponsoring Organizations of the
Treadway Commission (COSO)................................................................... 13
2.2.5 Pedoman ICoFR Menurut IIA .................................................................... 24
2.3 Memahami dan Menilai Risko ICoFR ............................................................ 31
2.3.1 Obtain and document understanding of internal control design and
operation. ................................................................................................................ 33
2.3.2 Assess Control Risk ..................................................................................... 35
2.3.3 Test of Controls (Uji Pengendalian) ........................................................... 42
2.3.4 Decide Planned Detection Risk and Design Substantive Test .................... 44
2.4 Laporan Auditor Mengenai Pengendalian Internal ......................................... 47
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................ 50
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 52
Lampiran I : Laporan Presentasi ..................................................................................... 53

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selain audit atas laporan keuangan, Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX,2002) -

section 404- mewajibkan auditor untuk melakukan audit atas efektivitas internal control

perusahaan atas pelaporan keuangan (Internal Control over Financial Reporting-ICFR).

Seperti yang dikutip dari Ernest dan Young (2005), manfaat untuk investor dengan

adanya penerapan audit 404 adalah laporan keuangan perusahaan yang lebih dapat

dipercaya dan diandalkan. Ketua Security Exchange Commission (SEC), William

Donaldson, menyatakan bahwa audit 404 -audit internal control- dapat menawarkan

keuntungan jangka panjang yang signifikan dalam mencegah terjadinya fraud dan

penyimpangan penggunaan sumber daya perusahaan dan menambah akurasi pelaporan

keuangan. Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana sebenarnya audit internal control,

dalam makalah ini kami akan paparkan mengenai Audit Internal Control beserta standar-

standar yang berlaku didalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pengendalian internal dan audit pengendalian internal.

2. Apa yang dimaksud ICoFR dan COSO.

3. Bagaimana prosedur audit pengendalian internal.

3
1.3 Tujuan

1. Untuk memberikan penjelasan mengenai pengendalian internal dan audit

pengendalian internal.

2. Untuk memberikan penjelasan mengenai ICoFR dan COSO.

3. Untuk memberikan penjelasan mengenai prosedur audit internal control.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Internal

Menurut Romney dan Steinbart (2012), pengendalian internal (internal control)

adalah proses yang diimplementasi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan

pengendalian dapat tercapai. Tujuan pengendalian tersebut meliputi:

Safeguard assets: mencegah atau mendeteksi akusisi, penggunaan, atau disposisi

aset yang tidak sah

Memelihara catatan dengan rinci untuk melaporkan aset perusahaan secara akurat

dan jujur

Menyediakan informasi yang akurat dan handal

Meningkatkan efisiensi operasional

Mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditentukan

Mematuhi peraturan dan regulasi yang berlaku

Pengendalian internal menurut The Committee of Sponsoring Organizations of

The Treadway Commission (COSO) Internal Control - Integrated Framework Executive

Summary (Mei, 2013), didefinisikan sebagai:

a process, effected by an entitys board of directors, management and other


personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of
objectives relating to operations, reporting, and compliance.

Definisi di atas merefleksikan konsep fundamental yang menyatakan bahwa

pengendalian internal (COSO, 2013):

Diarahkan untuk pencapaian sasaran di dalam satu kategori atau lebih operasi,
pelaporan, dan kepatuhan
Suatu proses yang terdiri dari tugas dan aktivitas berkelanjutan
Dilaksanakan oleh orang-orang
Mampu menyediakan keyakinan yang memadai

5
Beradaptasi dengan struktur entitas

Menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) (2009), pengendalian internal

melaksanakan empat fungsi penting, yaitu:

1. Pengendalian preventif (Preventive Control) mencegah masalah sebelum masalah


tersebut muncul. Sebagai contoh, adanya pengendalian atas akses fisik dan
logistik, seperti pintu yang dikunci atau penggunaan user ID dengan password
untuk mengakses aset.
2. Pengendalian detektif (Detective Control) melakukan pemeriksaan untuk
menemukan dan mendeteksi peristiwa tidak diinginkan yang telah terjadi.
Pengendalian detektif harus dilakukan secara tepat waktu sebelum kejadian
tersebut memberikan pengaruh negatif kepada perusahaan. Contoh
pengendalian detektif antara lain menggunakan CCTV untuk mengidentifikasi
akses yang tidak sesuai terhadap aset.
3. Pengendalian korektif (Corrective Control) mendeteksi kelalaian dan mengoreksi
kesalahan. Sebagai contoh mengelola salinan data backup, mengoreksi kesalahan
entri data, dan mengirimkan kembali transaksi untuk pengolahan selanjutnya.
4. Pengendalian direktif (Directive Control) memberikan arahan atau petunjuk
terkait aktivitas dan tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil dan
kejadian yang diinginkan. Sebagai contoh, adanya instruksi perakitan produk
dengan memberikan arahan kepada individu yang melaksanakan perakitan.

2.2 Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan atau Internal Control over

Financial Reporting (ICoFR)

Menyiapkan informasi keuangan yang handal merupakan tanggung jawab utama

manajemen di setiap perusahaan. Terlebih, investor menempatkan kepercayaan hanya

terhadap laporan keuangan perusahaan apabila perusahaan ingin memperoleh modal di

dalam pasar modal. Kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan

ini sebagian bergantung pada desain dan efektivitas proses dan penjagaan yang telah

ditempatkan atas akuntansi dan pelaporan keuangan yang membutuhkan akses informasi

yang akurat dan tepat. Tanpa adanya pengendalian akan sulit bagi perusahaan untuk

menyiapkan laporan keuangan yang handal dan tepat waktu untuk manajemen, investor,

kreditor, dan pemangku kepentingan lain. Ketika tidak ada praktik sistem pengendalian

internal, dapat dipastikan bahwa laporan keuangan akan mengandung kesalahan material

6
atau misstatements. Sebuah sistem pengendalian internal atas pelaporan keuangan

(Internal Control over Financial Reporting ICoFR) akan dapat mengurangi risiko

misstatement dan ketidakakuratan tersebut di dalam laporan keuangan perusahaan

(Guide to Internal Control over Financial Reporting, Center for Audit Quality, n.d.).

ICoFR merupakan elemen dari konsep yang lebih luas dari pengendalian internal.

Dari waktu ke waktu, ICoFR yang efektif telah menjadi kewajiban hukum. Sejak 1977,

hukum federal mengharuskan perusahaan publik untuk membangun dan mengelola

sistem pengendalian internal yang menyediakan keyakinan yang memadai terkait dengan

keandalan pelaporan keuangan dan persiapan laporan keuangan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum (PABU). Kemudian Sarbanes-Oxley Act of 2002 (SOX)

menambahkan syarat yang berlaku untuk perusahaan publik kebanyakan, bahwa

manajemen setiap tahunnya menilai keefektifan ICoFR perusahaannya dan melaporkan

hasilnya ke publik. Selain itu, SOX juga mengharuskan perusahaan publik pada

umumnya untuk melibatkan auditor independen untuk mengaudit keefektifan ICoFR

perusahaan (Guide to Internal Control over Financial Reporting, Center for Audit

Quality, n.d.).

2.2.1 Sarbanes-Oxley Act

Pada tanggal 30 Juli 2002, Sarbanese-Oxley Act of 2002 disahkan menjadi

undang-undang federal. Tujuan dari hukum ini adalah untuk melindungi para investor

dengan memperbaiki keakuratan dan keandalan pengungkapan perusahaan yang dibuat

sesuai dengan dengan hukum keamanan, dan untuk tujuan lain. Efek dari hukum ini

adalah adanya perubahan jangka panjang bagi perusahaan publik dalam hal penilaian

tanggung jawab pribadi untuk auditor, eksekutif, dan anggota direksi (board members),

7
pelaporan keuangan, dan pengendalian internal. SOX merupakan bagian dari regulasi

perusahaan yang paling substansial sejak adanya hukum sekuritas di tahun 1930an

(SANS Institute, 2004).

Pembuatan SOX ini merupakan wujud respon atas periode paling bergejolak

dalam sejarah perusahaan Amerika Serikat. Pada akhir 1990 dan awal 2000

(journalofaccountancy.com, 2002 diakses pada 19 Agustus 2014), perusahaan publik

raksasa seperti Enron dan WorldCom runtuh. Keruntuhan ini merusak kepercayaan

fundamental terhadap perusahaan AS dan merugikan investor miliaran dolar. Peristiwa

ini turut mematikan salah satu perusahaan akuntan publik terbesar, Arthur Anderson.

Sehingga, melalui mandat akan adanya keharusan atas keandalan dan kegunaan

pelaporan keuangan, SOX didesain untuk memperbarui kepercayaan investor dan

pemahaman atas pelaporan keuangan perusahaan publik, membuat laporan keuangan

lebih transparan, melindungi investor, menguatkan pengendalian internal, dan

menghukum eksekutif yang melakukan fraud (Romney dan Steinbart, 2012).

Menurut Romney dan Steinbart (2012), SOX merupakan legislasi penting yang

mengubah cara para direksi dan manajemen beroperasi dan memiliki dampak dramatis

pada Akuntan Publik Tersertifikasi (CPA) yang mengaudit mereka. Berikut ini

merupakan beberapa aspek penting dari SOX:

Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). SOX membuat PCAOB

untuk mengontrol profesi auditing. PCAOB mengatur dan menegakkan auditing,

risiko kualitas, etika, independensi, dan standar auditing lainnya.

Peraturan baru untuk auditor. Auditor harus melaporkan informasi spesifik

kepada komite audit perusahaan, seperti kebijakan dan praktik akuntansi penting.

Partner audit harus dirotasi secara periodik. SOX melarang auditor dari

8
pelaksanaan jasa non audit tertentu, seperti desain dan implementasi sistem

informasi. Perusahaan audit tidak dapat memberikan jasa kepada perusahaan

apabila manajemen puncak dipekerjakan oleh perusahaan auditing dan berkerja

untuk sisi perusahaan sebelum 12 bulan.

Peraturan baru untuk komite audit. Anggota komite audit harus diangkat dari

anggota Dewan Komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan

independen di perusahaan. Salah satu anggota komite audit harus seseorang yang

ahli keuangan. Komite audit merekrut, mengompensasi, dan mengawasi auditor

yang secara langsung melapor kepada mereka.

Peraturan baru untuk manajemen. SOX mewajibkan CEO (Presiden Direktur) dan

CFO (Direktur Keuangan) untuk menjamin bahwa 1) laporan keuangan dan

pengungkapannya disajikan secara wajar dan sebenar-benarnya, telah ditinjau

oleh manajemen, dan bahwa 2) auditor harus diberitahukan mengenai segala

kelemahan material dan kecurangan (fraud) yang terjadi di dalam pengendalian

internal. Jika manajemen dengan sengaja melanggar peraturan ini, mereka dapat

dituntut dan dikenakan denda. Perusahaan harus mengungkapkan perubahan

material terhadap kondisi finansial dalam Bahasa inggris secara jelas dan tepat

waktu.

Persyaratan pengendalian internal baru. Section 404 mengharuskan perusahaan

untuk menerbitkan suatu laporan keuangan yang menyatakan bahwa manajemen

bertanggung jawab untuk membangun dan memelihara sistem pengendalian

internal yang memadai. Laporan harus mencakup penilaian manajemen atas

pengendalian internal perusahaan, pembuktian akurasi, dan melaporkan

kelemahan signifikan atau ketidakpatuhan material.

9
Setelah SOX dikeluarkan, Securities and Exchange Commission (SEC) memberi

mandat bahwa manajemen harus:

Mendasarkan evaluasinya pada kerangka pengendalian yang diakui. Kebanyakan

perusahaan menggunakan kerangka yang diformulasikan oleh COSO.

Mengungkap semua kelemahan material pengendalian internal

Menyimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak memiliki pengendalian internal

pelaporan keuangan yang efektif jika terdapat kelemahan material

Menurut SANS Institute (2004) dalam publikasinya An Overview of

Sarbanes-Oxley for The Information Security Professional terdapat dua pasal yang dapat

membantu pemahaman SOX mengenai bagaimana SOX mempengaruhi pengamanan

informasi secara mendalam yang terkait dengan pengendalian internal atas pelaporan

keuangan (ICoFR), yaitu SOX Section 302 dan SOX Section 404. SOX Section 302

mengenai Corporate Responsibility for Financial Reports mengatur bahwa para

pejabat eksekutif harus mensertifikasi laporan tahunan maupun kuartalan. Pejabat

eksekutif ini harus memastikan bahwa laporan tidak mengandung pernyataan yang tidak

benar, salah saji, dan disajikan secara memadai dalam semua hal yang material, di mana

yang menjadi objeknya adalah rancangan pengendalian dan efektivitas pelaksanaan

prosedur pengendalian (Deloitte, 2013). Ketentuan ini turut menekankan tanggung jawab

pejabat eksekutif dalam membangun dan memelihara pengendalian internal, mendesain

pengendalian internal untuk memastikan bahwa informasi material terkait perusahaan

dan anak perusahaan diketahui oleh pihak terkait di dalam perusahaan, mengevaluasi

keefektifan pengendalian internal 90 hari sebelum laporan diterbitkan, dan menyajikan

kesimpulan mengenai keefektifan pengendalian internal mereka di dalam laporan. Bila

ditemukan defisiensi maupun perubahan atas pengendalian, pejabat eksekutif harus dapat

10
mengungkapkan kepada auditor perusahaan dan komite audit, serta pihak-pihak terkait

lainnya (DGS Law, 2002).

Sedangkan SOX Section 404 mengenai Management Assessment of Internal

Controls menjelaskan ketentuan yang mewajibkan laporan pengendalian internal berisi

asersi manajemen berdasarkan keefektifan struktur pengendalian internal perusahaan dan

prosedur atas pelaporan keuangan. Section 404 mengharuskan auditor independen

perusahaan untuk membuktikan keefektifan pengendalian internal atas pelaporan

keuangan (ICoFR) berdasarkan standar yang dikembangkan oleh PCAOB (Protiviti,

2007). Section ini luas dan tidak menyediakan pedoman spesifik mengenai bagaimana

pengendalian harus dinilai (SANS Institute, 2004).

2.2.2 Pedoman Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB)

Pedoman PCAOB terkait ICoFR meliputi Auditing Standard No. 2 (AS-2) dan

Auditing Standard No. 5 (AS-5). AS-2 yang dirilis pada tahun 2004 memuat pedoman

persyaratan untuk melakukan kinerja audit atas Pengendalian Internal atas Pelaporan

Keuangan (ICoFR) dan melibatkan beberapa arah penting pada cakupan dan pendekatan

yang dituntut auditor (Santoso, 2012). PCAOB (2006) menyatakan bahwa AS-2

menyediakan higher quality and enhanced transparency yang berakibat pada

munculnya beban biaya yang tinggi (Acito et al., 2014). Pada tahun 2007, untuk

menggantikan AS-2, PCAOB mengeluarkan Auditing Standard No. 5, An Audit of

Internal Control over Financial Reporting That is Integrated with An Audit of Financial

Statements. AS-5 mengadopsi pendekatan top down, risk-based di dalam audit

pengendalian internal, yang mana AS-5 menekankan auditor untuk fokus pada

pengendalian internal yang berkaitan dengan risiko atas akun signifikan dan

11
pengungkapan asersi relevan yang ada pada level enterprise. AS-5 secara eksplisit

mengakui bahwa auditor eksternal dapat menggunakan pekerjaan orang lain (work

of others) dan/atau menerima bantuan langsung dalam audit ICoFR yang dapat

meningkatkan efisiensi (Arens et al. 13th ed., 2010). Standar PCAOB dapat dijadikan

sebagai pedoman untuk manajemen tentang informasi dan dokumentasi yang dibutuhkan

oleh auditor untuk membuktikan (attest) bahwa penilaian ICoFR dilakukan secara benar

(Djakman, 2014).

2.2.3 Definisi Internal Control Over Financial Reporting

Menurut PCAOB (2004), Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan atau

Internal Control over Financial Reporting (ICoFR) adalah:

A process designed by, or under the supervision of, the companys principal
executive and principal financial officers, or persons performing similar
functions, and effected by the companys board of directors, management, and
other personnel, to provide reasonable assurance regarding the reliability of
financial reporting and the preparation of financial statements for external
purposes in accordance with generally accepted accounting principles and
includes those policies and procedures that:
1. Pertain to the maintenance of records that in reasonable detail accurately and
fairly reflect the transactions and disposistions of the assets of the company
2. Provide reasonable assurance that transactions are recorded as necessary to
permit preparation of financial statements in accordance with generally accepted
accounting principles, and that receipts and expenditures of the company are
being made only in accordance with authorizations of management and directors
of the company
3. Provide reasonable assurance regarding prevention or timely detection of
unauthorized acqusition, use or disposition of the companys assets that could
have a material effect on the financial statements.

Definisi PCAOB mengharuskan ICoFR untuk memberikan keyakinan yang

memadai berdasarkan keandalan pelaporan keuangan dan persiapan laporan keuangan.

Keyakinan yang memadai merepresentasikan keyakinan tingkat tinggi, namun tidak

12
absolut. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ICoFR telah efektif, salah saji mungkin

muncul, yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu (Agami, 2006).

Sedangkan ICoFR di dalam COSO framework 2013 dinyatakan sebagai:

A system of internal control over financial reporting is designed and implemented


to prevent or detect, in a timely manner, a material omission from or a misstatement
of the financial statements due to error or fraud.

Isu mengenai ICoFR semakin penting sejak kasus skandal akuntansi Enron dan

Worldcom terjadi pada tahun 2002. Sejak kejadian tersebut, dunia profesi akuntansi

mencari jalan terbaik untuk membangun kembali kepercayaan pada dunia bisnis.

Layaknya penerapan Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik

yang dapat memberi nilai tambah daripada perusahaan tersebut, penerapan ICoFR dapat

memberikan nilai tambah di dalam perusahaan yang kemudian dapat meningkatkan

kepercayaan investor untuk berinvestasi, mengingat investor menaruh perhatian pada

hasil audit independen atas keefektifan pengendalian internal dalam pelaporan keuangan.

Di samping itu, adanya penerapan ICoFR ini juga membantu dalam mendeteksi

terjadinya penipuan dan mencegah laporan keuangan yang tidak akurat (Santoso, 2012;

Wibowo, 2013).

2.2.4 Kerangka Konseptual The Committee of Sponsoring Organizations of the

Treadway Commission (COSO)

Menurut SANS Institute (2004), untuk tujuan pedoman pengendalian internal,

PCAOB memilih kerangka pengendalian yang dibuat oleh The Committee of

Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). COSO merupakan

sebuah organisasi inisiatif bersama dari lima organisasi sektor swasta yang didedikasikan

untuk menyediakan pemikiran kepemimpinan melalui perngembangan kerangka kerja

13
dan pedoman tentang manajemen risiko perusahaan, pengendalian internal, dan

pencegahan kecurangan (COSO.org, p. About us diakses pada 19 Agustus 2014). COSO

dibentuk oleh organisasi- organisasi sponsor The American Accounting Association

(AAA), The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), Financial

Executives International (FEI), The Institute of Internal Auditors (IIA), dan The Institute

of Management Accountant (IMA). Pada 14 Mei 2013, COSO merilis versi terbaru dari

Internal Control Integrated Framework (the 2013 Framework). 2013 Framework

ini membuat struktur yang lebih formal untuk desain dan evaluasi keefektifan

pengendalian internal dengan adanya 17 prinsip yang mendukung lima komponen

COSO. Di bawah COSO 2013 Framework ini menyatakan bahwa sistem pengendalian

internal yang efektif dapat terjadi ketika (Burns dan Simer, 2013, Vol. 20):

1. Masing-masing komponen dan prinsip yang ada hadir (present) dan berfungsi
(functioning). Present bermakna semua komponen dan prinsip ada di dalam
desain dan implementasi sistem pengendalian internal untuk mencapai tujuan
tertentu dan functioning bermakna komponen dan prinsip tersebut terus ada di
dalam pelaksanaan sistem pengendalian internal.
2. Lima komponen beroperasi bersama secara berkesinambungan.
Kerangka COSO bertujuan untuk memandu para manajemen atau pengelola

perusahaan dalam mengelola organisasinya untuk mencapai pengendalian internal yang

efektif dan peka terhadap risiko-risiko yang potensial pada organisasi (Moeller, 2009).

COSO mengembangkan kerangka pengendalian internal yang paling banyak digunakan

oleh para auditor internal untuk mengevaluasi penilaian Sarbanex-Oxley Section 404 atas

Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan atau Internal Control over Financial

Reporting (ICoFR). Kerangka ini dikenal dengan nama COSO Internal Control-

Integrated Framework.

COSO memiliki model dimensional yang terdiri atas tiga sisi, yang dapat dilihat

pada gambar dibawah. Dimensi pertama merupakan tiga objektif pengendalian internal

14
yang memungkinkan perusahaan untuk fokus pada aspek yang berbeda pada

pengendalian internal (COSO Executive Summary, 2013):

Gambar 2.1
COSO Model

1. Operations

Objektif ini berkaitan dengan keefektifan dan keefisienan operasi suatu entitas,

meliputi sasaran kinerja operasional dan keuangan, dan pengamanan atas aset dari

kemungkinan kehilangan.

2. Reporting

Objektif ini berkaitan dengan pelaporan finansial dan non-finansial internal dan

eksternal dan mencakup keandalan, tepat waktu, transparansi, serta sesuai dengan

yang telah ditetapkan oleh regulator, standard setter, dan kebijakan perusahaan.

3. Compliance

Objektif ini terkait dengan kepatuhan perusahaan kepada hukum dan regulasi.

Kepatuhan perusahaan ini tidak hanya kepada hukum dan regulasi yang berlaku

namun kerangka ini turut mempertimbangkan kenaikan atas permintaan dan

kompleksitas hukum, regulasi, dan standar akuntansi.

15
Dimensi kedua pada bagian depan, memiliki lima komponen pengendalian

internal terintegrasi di mana framework ini mengemukakan 17 prinsip yang

merepresentasikan konsep fundamental pada masing-masing komponen. Lima

komponen tersebut meliputi:

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

Lingkungan pengendalian merupakan seperangkat standar, proses, dan struktur

yang menyediakan basis untuk melaksanakan pengendalian internal di suatu

organisasi. Board of Directors (BOD) dan manajemen senior membangun tone

at the top berdasarkan pentingnya pengendalian internal yang meliputi standar

pelaksanaan. Menurut COSO framework 2013, prinsip yang mendukung

komponen ini antara lain:

a) Perusahaan berkomitmen atas integritas dan nilai etika.

b) BOD memiliki independensi dari manajemen dan bertindak mengawasi

pengembangan dan kinerja pengendalian internal.

c) Manajemen dengan dewan pengawas, membangun struktur, alur

pelaporan, serta wewenang dan tanggung jawab untuk mendukung

pencapaian objektif .

d) Perusahaan memiliki komitmen untuk memperoleh, membangun, dan

memelihara individu yang kompeten dengan objektif perusahaan.

e) Perusahaan memiliki individu-individu yang akuntabel dalam hal

tanggung jawab pengendalian internal dalam rangka mencapai

objektifnya.

16
Hasil dari pengendalian internal ini memiliki dampak pervasive (dampak

menyeluruh, mempengaruhi yang lain) pada keseluruhan sistem pengendalian

internal.

2. Penilaian resiko (risk assessment)

Setiap perusahaan menghadapi berbagai risiko, baik yang berasal dari dalam

maupun luar perusahaan. Risiko adalah kemungkinan di mana suatu kejadian

akan muncul dan secara negatif mempengaruhi pencapaian sasaran. Penilaian

risiko diperlukan karena meliputi suatu proses dinamis dan berulang untuk

mengidentifikasi dan menilai risiko dalam pencapaian sasaran. Manajemen

menetapkan objektif yang dihubungkan dengan berbagai level perusahaan

sebagai pre-kondisi penilaian risiko dengan kategori yang berhubungan dengan

operations, reporting, dan compliance dengan kejelasan yang memadai untuk

dapat mengidentifikasi dan menganalisis risiko dengan sasaran tersebut.

Manajemen juga harus memperhatikan perubahan yang mugkin terjadi pada

lingkungan eksternal dan model bisnis perusahaan yang dapat mempengaruhi

ketidakefektifan pengendalian internal. Dalam COSO framework 2013,

komponen risk assessment memiliki empat prinsip khusus, antara lain:

a) Perusahaan menetapkan objektifnya secara jelas untuk memudahkan

proses mengidentifikasi dan menilai risiko terkait objektif tersebut.

b) Perusahaan mengidentifikasi risiko usahanya terkait pencapaian objektif

seluruh entitas dan menganalisis risiko tersebut untuk menentukan cara

yang tepat untuk mengelolanya.

c) Perusahaan harus memperhatikan potensi dan adanya kecurangan dalam

menganalisis risiko pencapaian objektif.

17
d) Perusahaan mengidentifikasi dan menilai perubahan-perubahan dalam

organisasi yang dapat mempengaruhi sistem pengendalian internal

secara signifikan.

3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Aktivitas pengendalian adalah tindakan yang dibangun melalui kebijakan dan

prosedur yang membantu memastikan bahwa instruksi manajemen untuk

memitigasi risiko dalam pencapaian sasaran telah dilaksanakan. Aktivitas

pengendalian ini ada di dalam setiap level perusahaan, setiap tahap tingkatan

dalam proses bisnis, dan dalam lingkungan teknologi. Aktivitas pengendalian

dapat bersifat preventif maupun detektif dan meliputi serangkaian aktivitas

manual dan otomatis seperti otorisasi dan persetujuan, verifikasi, rekonsiliasi, dan

tinjauan kinerja bisnis. Umumnya perusahaan menggunakan sistem segregation

of duties untuk meminimalisir risiko tindakan yang tidak sesuai yang dapat

dilakukan oleh individu. Dalam COSO Framework 2013, komponen risk

assessment memiliki tiga prinsip khusus, yaitu:

a) Perusahaan memilih dan membangun aktivitas pengendalian yang

berkontribusi atas mitigasi risiko untuk pencapaian objektif pada level

yang masih dapat diterima.

b) Perusahaan memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian umum

terkait teknologi untuk mendukung pencapaian objektif.

c) Perusahaan menyebarkan aktivitas pengendalian melalui kebijakan yang

dibentuk untuk menentukan target dan ekspektasi serta prosedur untuk

merealisasikan kebijakan tersebut.

18
Menurut The Institute of Internal Auditors (2013), tidak cukup untuk hanya

mengenali berbagai macam risiko dan menghadirkan fungsi pengendalian.

Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan saat ini adalah menetapkan tanggung

jawab spesifik dan untuk berkoordinasi secara efektif dan efisien sehingga

jurang maupun duplikasi pengendalian tidak muncul. Tanggung jawab dapat

dipandang secara umum terdiri dari tiga garis pertahanan (Three Lines of Defense

model) yang menyediakan cara yang sederhana dan mudah untuk meningkatkan

komunikasi dalam manajemen dan pengendalian risiko melalui klarifikasi

tanggung jawab dan peran penting (IIA, 2013). Dalam model ini, pengendalian

manajemen merupakan garis pertahanan pertama di dalam manajemen risiko,

berbagai pengendalian risiko dan fungsi pengawasan kepatuhan merupakan garis

pertahanan kedua, serta audit internal merupakan garis pertahanan ketiga. Model

ini terlihat pada gambar berikut.

Sumber :

IIA Position Paper, 2013

Gambar 2.2
Three Lines of Defense Model

19
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Informasi diperlukan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab

pengendalian internal untuk mendukung pencapaian tujuannya. Manajemen

memperoleh dan menghasilkan, dan menggunakan informasi relevan dan

berkualitas dari internal maupun eksternal untuk mendukung fungsi komponen

lain dalam pengendalian internal. Komunikasi merupakan proses terus-menerus

dan berulang-ulang dalam rangka menyediakan, membagi, dan memperoleh

informasi yang diperlukan. Komunikasi internal adalah sarana yang mana

informasi disebarluaskan melalui organisasi. Komunikasi eksternal berfungsi

ganda: dapat menjadi komunikasi masuk dari informasi eksternal yang relevan,

dan menyediakan informasi kepada pihak eksternal sebagai respon persyaratan

dan ekspektasi. Menurut COSO framework 2013, prinsip khusus komponen

informasi dan komunikasi meliputi:

a) Perusahaan memperoleh atau menghasilkan serta menggunakan

informasi relevan dan berkualitas untuk mendukung fungsi pengendalian

internal.

b) Perusahaan secara internal berkomunikasi, meliputi objektif dan

tanggung jawab pengendalian internal yang diperlukan untuk

mendukung fungsi pengendalian internal.

c) Perusahaan berkomunikasi dengan pihak eksternal mengenai hal-hal

yang mempengaruhi fungsi pengendalian internal.

5. Pengawasan (Monitoring)

Komponen pengawasan berfungsi agar kekurangan dari sistem pengendalian

internal dapat segera dideteksi, dievaluasi, dan diperbaiki (Santoso, 2012). Dalam

20
COSO framework 1992 maupun 2013 dijelaskan bahwa terdapat dua jenis

evaluasi yang dapat digunakan perusahaan: evaluasi berkelanjutan, evaluasi

terpisah atau kombinasi keduanya. Evaluasi berkelanjutan dibangun di dalam

proses bisnis dan diaplikasikan untuk setiap level yang berbeda dalam

perusahaan, menyajikan informasi tepat waktu. Evaluasi terpisah dilaksanakan

secara berkala, dengan ruang lingkup dan frekuensi yang bergantung pada

penilaian risiko, keefektifan evaluasi berkelanjutan, dan pertimbangan

manajemen lain. Keduanya digunakan secara terpisah maupun tergabung untuk

memastikan apakah setiap komponen pengendalian internal, termasuk

pengendalian yang mempengaruhi prinsip di dalam tiap komponen, disajikan dan

berfungsi dengan baik. Adanya temuan akan dievaluasi berdasarkan kriteria yang

telah dibangun regulator, badan penetapan standar yang diakui atau manajemen

dan BOD, dan defisiensi akan dikomunikasikan kepada manajemen dan BOD.

Menurut COSO Framework 2013, prinsip di dalam komponen monitoring

meliputi:

a) Perusahaan memilih, mengembangkan, dan melaksanakan evaluasi

berkelanjutan dan/atau terpisah untuk memastikan apakah komponen

pengendalian internal dilaksanakan dan berfungsi dengan baik.

b) Perusahaan mengevaluasi dan mengkomunikasikan defisiensi

pengendalian internal secara tepat waktu untuk pihak yang

bertanggung jawab dalam mengambil tindakan perbaikan, termasuk

manajemen senior dan BOD.

Kerangka Pengendalian Internal COSO telah diadopsi Peraturan Menteri

Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata

21
Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik

Negara. Sistem pengendalian internal, menurut peraturan menteri pasal 26 tersebut terdiri

dari:

a. Lingkungan pengendalian intern dalam perusahaan yang dilaksanakan dengan

disiplin dan terstruktur terdiri dari:

1) Integritas, nilai etika, dan kompetensi karyawan;

2) Filosofi dan gaya manajemen;

3) Cara yang ditempuh manajemen dalam melaksanakan kewenangan dan

tanggung jawabnya;

4) Pengorganisasian dan pengembangan sumber daya manusia; dan

5) Perhatian dan arahan yang dilakukan oleh Direksi.

b. Pengkajian terhadap pengelolaan risiko usaha (risk assessment), yaitu suatu

proses untuk mengidentifikasi, menganalisis, menilai pengelolaan risiko yang

relevan.

c. Aktivitas pengendalian, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan dalam suatu

proses pengendalian terhadap kegiatan perusahaan pada setiap tingkat dan unit

dalam struktur organisasi BUMN, antara lain mengenai kewenangan, otorisasi,

verifikasi, rekonsiliasi, penilaian atas prestasi kerja, pembagian tugas, dan

keamanan terhadap aset perusahaan.

d. Sistem informasi dan komunikasi, yaitu suatu proses penyajian laporan mengenai

kegiatan operasional, finansial, serta ketaatan dan kepatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan oleh BUMN.

22
e. Monitoring, yaitu proses penilaian terhadap kualitas sistem pengendalian intern,

termasuk fungsi audit internal pada setiap tingkat dan unit dalam struktur

organisasi BUMN, sehingga dapat dilaksanakan secara optimal

Dimensi ketiga dari COSO Framework adalah fokus pengendalian internal. Fokus

berarti pengendalian internal dapat dikonsentrasikan untuk mengevaluasi dua level

perusahaan, yakni pada:

1. Level Entitas (Entity-Level)

Pengendalian pada level entitas dirancang untuk memitigasi risiko yang ada pada

tingkat lingkungan perusahaan yang lebih luas. U.S. Public Company Accounting

Oversight Board (PCAOB) menyatakan dalam Auditing Standard No. 5 bahwa

pengendalian pada level entitas meliputi: pengendalian terkait lingkungan

pengendalian; pengendalian atas pengambilalihan manajemen; proses penilaian

risiko; pengendalian untuk memantau hasil operasi; dan pengendalian atas proses

pelaporan keuangan periode akhir.

2. Level Aktivitas atau Proses (Activity or Process Level)

Pengendalian ini dibagi ke dalam pengendalian pada level proses (process level

controls) yang berfokus pada proses dan pengendalian untuk mengurangi risiko

pencapaian objektif proses tersebut, dan level transaksi (transaction level

controls) yang lebih mendetail dan berfokus pada transaksi dan aktivitas tertentu.

Verifikasi fisik atas aset, supervisi pegawai dan evaluasi kinerja, serta rekonsiliasi

akun-akun tertentu merupakan contoh dari process level control. Sedangkan

otorisasi, dokumentasi, dan pemisahan tugas merupakan contoh transaction level

control.

23
2.2.5 Pedoman ICoFR Menurut IIA

The Institute of Internal Auditors (IIA) merupakan asosiasi profesional

internasional yang didirikan pada tahun 1941 dengan kantor pusat global yang berlokasi

di Florida, Amerika Serikat. The IIA adalah perwakilan global profesi audit internal,

otoritas yang diakui, pimpinan yang diakui, kepala advokat dan pendidik utama. Secara

umum, para anggota bekerja pada auditing internal, tata kelola, pengendalian internal,

audit teknologi informasi, edukasi, dan sekuritas (security) (na.theiia.org, p. about us

diakses pada 25 November 2014).

SEC mengeluarkan suatu panduan untuk manajemen yaitu Commission Guidance

Regarding Managements Report on Internal Control over Financial Reporting Under

Section 13(a) or 15 (d) of the Securities Exchange Act of 1934 pada Juni 2007. Sejalan

dengan SEC, pada Januari 2008, dalam rangka mempermudah implementasi ICoFR, The

Institute of Internal Auditors juga menerbitkan panduan bagi perusahaan dalam menilai

dan menerapkan ICoFR, yaitu Sarbanes-Oxley Section 404: A Guide for Management by

Internal Control Practitioners. Panduan IIA ini telah mengacu pada COSO Internal

Control Integrated Frameworks. Keduanya juga telah mengikuti AS-5 yang diterbitkan

oleh PCAOB. Panduan yang diterbitkan oleh IIA ini memiliki empat tahapan utama

dalam ICoFR, yaitu (IIA, 2008):

1. Defining The Detailed Scope for Section 404

Suatu pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang efisien adalah ketika

manajemen dapat memperhatikan area-area paling berisiko dan dianggap material

terhadap laporan keuangan perusahaan (Djakman, 2014). Untuk dapat menghadirkan

keyakinan yang memadai, terdapat beberapa tahap dalam menentukan ruang lingkup

pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan:

24
a. Using a Top-Down and Risk-based Approach to Defining the Scope

Dalam mendefinisikan jangkauan penilaian manajemen, pendekatan top-down

dan basis risiko (TDRA) harus diambil. Pendekatan TDRA dimulai di tingkat

laporan keuangan dan memahami keseluruhan atas ICoFR. Pendekatan ini

memusatkan perhatian pada akun, pengungkapan, dan asersi yang

menggambarkan kemungkinan yang wajar atas salah saji yang material pada

laporan keuangan dan pengungkapan terkait melalui prinsip yang berfokus pada

risiko dan materialitas terhadap keseluruhan proses dan memberikan perhatian

yang lebih pada area yang memiliki risiko yang lebih besar.

b. The Detailed Process for Defining The Scope

Proses ini mencakup pengidentifikasian akun buku besar yang disusun dalam

laporan keuangan yang dikategorikan signifikan dan material.

c. Materiality

Suatu informasi dikatakan material jika pemahaman dan perubahan yang terjadi

dapat mempengaruhi keputusan ekonomis dari pengguna berdasarkan laporan

keuangan. Pertimbangan materialitas harus dilakukan oleh pihak yang memiliki

semua fakta dan pengetahuan setelah berdiskusi dengan pihak auditor eksternal.

Pertimbangan ini harus mencakup faktor kualitatif dan kuantitatif.

d. Significant Accounts and Disclosures

Setelah menentukan tingkat materialitas, manajemen harus menentukan

bagaimana dan di mana eror akan muncul. Laporan keuangan diuji untuk

menentukan akun dan pengungkapan mana yang memiliki kemungkinan

kesalahan material. Hal ini disebut sebagai akun signifikan.

25
Setelah risiko terkait akun signifikan diidentifikasi, pengendalian harus segera

dirancang untuk memitigasi risiko dari akun-akun signifikan tersebut. Tingkat

materialitas dan akun signifikan harus dinilai minimal tiga bulan sekali, atau

ketika terjadi perubahan yang material dalam bisnis, untuk memastikan bahwa

setiap area yang perlu diperhatikan telah tercakup di dalam ruang lingkup.

e. Financial Statement Assertions

Manajemen harus dapat memastikan semua asersi yang relevan untuk setiap akun

signifikan telah ditangani oleh pengendalian kunci yang tepat. Asersi yang

disarankan oleh AS-5 antara lain: Existence/Occurrence, Completeness,

Valuation/Allocation, Rights and Obligations, dan Presentation and Disclosure.

f. Significant Locations, Business Processes, and Major Classes of Transactions

Kebanyakan perusahaan beroperasi di beberapa lokasi, dan analisis harus dibuat

untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi tersebut yang signifikan. Mengacu pada

ketentuan PCAOB AS-5 tentang pengambilan keputusan atas penentuan cakupan

unit bisnis dengan memperhatikan beberapa faktor: (1) apakah unit bisnis terkait

merupakan unit bisnis yang signifikan secara individu (single entity); (2) apakah

unit bisnis terkait memiliki risiko yang signifikan; (3) apakah suatu unit bisnis

merupakan unit bisnis yang signifikan apabila dikonsolidasikan dengan unit

bisnis lainnya; dan (4) apakah terdapat tingkat pengendalian secara entitas pada

unit bisnis tersebut.

g. Key Control

Menurut IIA, key control adalah pengendalian yang, apabila gagal, berarti

terdapat kemungkinan yang memadai bahwa kesalahan material di dalam laporan

keuangan tidak dapat dihindari atau dideteksi secara tepat waktu. Key control

26
merupakan salah satu hal yang dibutuhkan untuk menyediakan keyakinan yang

memadai bahwa kesalahan material akan dihindari atau dideteksi. Penentuan

pengendalian utama merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas

dan efisiensi pengendalian internal perusahaan.

1) Identifying Key Controls Within Business Process

Manajemen perlu menentukan pengendalian-pengendalian utama yang

dilakukan pada proses bisnis tertentu, untuk memitigasi risiko yang ada

sehingga perusahaan secara keseluruhan dapat berjalan efektif.

2) Identifying Key ITGCs

Information Technology General Control memberikan keyakinan bahwa

aplikasi yang ada dalam perusahan telah dikembangkan dan dipelihara

dengan baik sehingga berfungsi secara optimal dan melakukan

pengendalian otomatis, sekaligus meyakinkan penggunaan aplikasi yang

tepat dan perlindungan terhadap data dari program dan tindakan yang tidak

terotorisasi.

3) Other Entity-level Controls

Manajemen tidak hanya harus memperhatikan pengendalian entity-level yang

memiliki hubungan langsung dengan salah saji material namun juga yang tidak

berhubungan langsung.

4) Spreadsheets and Other End-user Computing Issues

Kesalahan (error) seringkali muncul di saat mengunduh melalui sistem

perusahaan, misalnya pengunduhan yang tidak lengkap, data yang telah usang

dan tidak akurat, populasi pengunduhan yang tidak tepat, error pada perhitungan

spreadsheet, dan juga kesalahpahaman dalam menggunakan spreadsheet, serta

27
adanya perubahan data oleh user dan perubahan spreadsheet oleh user lain karena

buruknya pengendalian keamanan. Mengingat banyak kesalahan spreadsheet

yang ditemukan di sejumlah perusahaan yang menyebabkan kesalahan material

dalam laporan keuangan, risiko dalam bidang ini harus dikenali dan ditangani.

5) Controls perfromed by Third-party Organizations

Ketika fungsi pengendalian dilakukan oleh pihak ketiga, manajemen harus

melakukan penilaian dan menguji apakah pengendalian telah dirancang dengan

baik dan apakah pihak ketiga tersebut telah mengoperasikan pengendalian dengan

apa yang sudah dirancang.

6) Fraud Risk Assessment

AS-5 menyatakan bahwa auditor harus mengevaluasi apakah pengendalian

perusahaan telah mampu untuk mengidentifikasi risiko atas salah saji material

karena kecurangan. Manajemen dapat menimbang peluang dan memitigasi

terjadinya fraud dengan melakukan pemisahan tugas maupun pembatasan akses

yang bersifat preventif.

7) Process and Control Documentation

Proses bisnis penting dan, transaksi material dan pengendalian terkait harus

didokumentasikan. Manajemen harus membentuk suatu manajemen perubahan

(change management) apabila ada perubahan proses dan pengendalian dalam

perusahaan sehingga proses dokumentasi dapat disesuaikan dengan perusahaan

tersebut.

2. Testing Key Controls

Evaluasi dalam bentuk pengujian perlu dilakukan manajemen untuk memastikan

bahwa pengendalian telah beroperasi sesuai dengan rancangan dan apakah pihak yang

28
melaksanakan pengendalian memiliki otoritas dan kompetensi untuk melaksanakan

pengendalian secara efektif. Manajemen memiliki fleksibilitas dalam memilih teknik

untuk menguji pengendalian kunci, namun harus dipastikan bahwa:

Teknik pengujian harus menyediakan keyakinan memadai bahwa pengendalian

telah berjalan efektif sesuai yang didokumentasikan.

Ketika teknik self-assessment digunakan, harus terdapat konfirmasi tingkat

keyakinan atas independensi self-assessment tersebut.

Pengujian harus menyediakan keyakinan bahwa pengendalian beroperasi secara

efektif pada akhir tahun (tanggal akhir pelaporan). Bila dilakukan pengujian di

awal tahun harus terdapat tahapan- tahapan, seperti melaksanakan reperformance

pengujian sebelumnya dengan transaksi kuartal empat.

Pengujian harus dilakukan oleh individu yang kompeten dan terlatih. Manajemen

harus memilih pendekatan yang paling sesuai dengan organisasi setelah

berkonsultasi dengan pakarnya, termasuk auditor internal. Beberapa teknik

pengujian antara lain:

Traditional testing of controls, seperti:

- Performance of walkthroughs. Walkthrough merupakan proses reka-ulang

sebuah proses bisnis untuk memahami proses bisnis masing-masing siklus

dan keunikan pelaksanaan proses bisnis. Hal ini dilakukan melalui

konfirmasi kecukupan dokumentasi dan desain pengujian untuk mencapai

tujuan pengendalian.

- Tanya-jawab (inquiry), pemeriksaan (examination), dan inspeksi dokumen

terkait untuk mengonfirmasi bahwa pengendalian telah dilakukan secara

konsisten.

29
- Perhitungan ulang (reperformance) dari contoh transaksi untuk

mengonfirmasi bahwa pengendalian dilakukan secara efektif.

Continuous auditing, yang mencakup pengujian transaksi dalam periode yang

berkelanjutan. Pada umumnya teknik ini dibantu oleh software khusus untuk

memilih transaksi yang akan diperiksa.

Continuous monitoring, umumnya menggunakan software untuk memonitor

transaksi dan tidak hanya mengidentifikasi transaksi untuk pengujian, terutama

untuk pengujian keseluruhan transaksi yang diproses agar sesuai dengan

parameter yang dipilih.

Management self-assessment. Manajemen perlu berkonsultasi dengan pakar

pengujian untuk memastikan bahwa hasil self- assessment memberi bukti yang

wajar dan objektif bahwa pengendalian beroperasi sebagaimana yang dinilai.

Dalam rangka mematuhi peraturan SOX 404, perusahaan harus dapat

mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan untuk melaksanakan program internal

audit terkait SOX 404 ini, khususnya biaya atas jasa auditor eksternal. Oleh karena itu

manajemen dapat meminimalisir biaya ini dengan melaksanakan proses pengujian

ICoFR yang efektif dan efisien agar dapat mengurangi beban kerja auditor eksternal.

a) Testing Automated Controls

Merupakan pengujian yang dilakukan terhadap pengendalian di dalam sistem TI,

dapat dilaksanakan oleh staf TI perusahaan maupun auditor spesialis TI.

b) Testing Indirect Entity-Level Controls

Merupakan pengujian yang dilakukan pada pengendalian tidak langsung di

tingkat perusahaan, seperti nilai-nilai etika dan keefektifan pengawasan komite

audit. IIA menyarankan pihak manajemen untuk melaksanakan pengujian ini

30
mengingat manajemen lebih memiliki direct exposure dan memahami bagaimana

pengendalian dijalankan di dalam perusahaan.

3. Assessing the Adequacy of Controls, Including Assessing Deficiencies

Ketika seluruh pengendalian penting diidentifikasi dengan baik, dinilai secara

cukup sesuai rancangan, dan hasil pengujian mengindikasikan bahwa seluruhnya telah

berjalan secara efektif, manajemen harus pula dapat menilai keseluruhan sistem ICoFR

untuk efektif. Namun kenyataannya, pengecualian akan teridentifikasi di dalam

pengujian. Sejumlah pengendalian kunci dapat dianggap terlewat, tidak sempurna dalam

desain, atau tidak beroperasi secara efektif.

Manajemen harus menentukan apakah defisiensi-defisiensi ini mengartikan

bahwa sistem pengendalian internal tidak menyediakan tingkat keyakinan yang memadai

yang tidak akan menimbulkan kesalahan material di laporan keuangan yang akan

diterbitkan.

4. Managements Report on Internal Controls The End Product

Manajemen harus memberikan kesimpulan atas kinerja ICoFR yang sebenarnya

dan melaporkan hasil akhir kepada perusahaan. Apabila ditemukan defisiensi maka harus

dikomunikasikan beserta dengan informasi terkait yang disediakan agar investor dapat

memahami makna dan risikonya, dan bagaimana manajemen akan memastikan

integritas

2.3 Memahami dan Menilai Risko ICoFR

Setelah dipaparkan mengenai pedoman audit ICoFR dari IIA, pada bagian ini

akan dijelaskan mengenai bagaimana prosedur bagi auditor dalam memahami dam

menilai risiko pengendalian internal atas pelaporan keuangan secara lebih detail.

31
Meskipun di Indonesia belum diwajibkan untuk mengikuti aturan SOX 404, namun

prosedur penilaian risiko pengendalian internal yang umum (biasa dilakukan oleh auditor

dalam satu periode) dengan prosedur untuk ICoFR yang disyaratkan oleh SOX 404 tidak

berbeda, yang membedakan adalah cakupan audit pada ICoFR jauh lebih luas

dibandingkan audit umum. Karena pada audit ICoFR cakupannya lebih luas,

diperbolehkan untuk ditangani oleh dua KAP yang berbeda. Misalkan, untuk audit

laporan keuangan umum ditangani oleh KAP A, sedangkan untuk audit ICoFR ditangani

oleh KAP B. Namun perlu diingat, meskipun ditangan oleh KAP yang berbeda, hasil

yang dikeluarkan akan berhubungan karena asumsinya, jika ICoFR buruk, maka tidak

mungkin laporan keuangan yang dihasilkan akan disajikan secara wajar. Berikut adalah

fase yang dilakukan oleh auditor untuk memahami dan menilai pengendalian internal.

Gambar 2.3
Empat Fase Audit ICoFR

32
2.3.1 Obtain and document understanding of internal control design and

operation.

Fase pertama adalah mendapatkan dan mendokumentasikan pemahaman desain

pengendalian internal dan operasinya. Hal ini penting bagi auditor. Sumber utama bagi

auditor untuk memahami pengendalian internal biasanya berasalh dari dokumentasi

pengendalian internal dari manajemen (Section 404 mewajibkan manajemen untuk

mendokumentasikan proses penilaian efektivitas pengendalian internal atas pelaporan

keuangan). Standar audit juga mewajibkan auditor untuk mendapatkan dan juga

mendokumentasikan pemahaman mereka mengenai pengendalian internal.

Dokumen yang digunakan oleh auditor untuk memahami pengendalian internal

biasanya dalam bentuk narrative, flowchart, dan kuisioner. Karena section 404 memang

mewajibkan manajemen untuk membuat dokumen tersebut, maka itu sudah tersedia

untuk auditor.

a. Narrative, merupakan deskripsi tertulis mengenai pengendalian internal klien.

Biasanya menggambarkan empat hal: (1) Asal dari setiap dokumen yang ada

dalam sistem; (2) Proses yang terjadi; (3) Disposisi setiap dokumen dan

catatan dalam sistem ; dan (4) Indikasi pengendalian yang relevan dengan

penilaian risiko.

b. Flowchart, merupakan dokumen yang berisi diagram pengendalian internal

yang menggambarkan arus dalam organisasi.

c. Kuisioner pengendalian internal, dokumen yang mengajukan serangkaian

pertanyaan tentang pengendalian di setiap area audit sebagai alat untuk

mengidentifikasi kekurangan pengendalian internal. Respon yang diberikan

33
terdiri dari ya atau tidak. Tidak berarti menandakan ada kekurangan

dalam pengendalian.

Gambar 2.4
Kuisioner Pengendalian Internal Hillsburg Hardware Co.

34
Selain memahami rancangan pengendalian internal, auditor juga harus

mengevaluasi apakah pengendalian yang dirancang sudah diterapkan. Dalam prakteknya,

pemahaman mengenai desain dan implementasi pengendalian internal sering dilakukan

secara bersamaan. Dengan memahami desain dan implementasi pengendalian internal,

aditor dapat menilai apakah klien bisa di audit atau tidak.

2.3.2 Assess Control Risk

Setelah auditor memahami dan menilai pengendalian internal, auditor selanjutnya

membuat preliminary assessment of control risk untuk menilai risiko salah saji material.

Penilaian ini merupakan ukuran dari harapan auditor bahwa pengendalian internal akan

mencegah terjadinya salah saji material atau mendeteksi dan memperbaikinya jika telah

terjadi. Auditor akan memulai dari penialaian pengendalian pada level entitas. Seperti

yang diketahui bahwa pengendalian pada level entitas akan berdampak secara pervasive

kepada seluruh siklus perusahaan.

Setelah auditor sudah yakin bahwa pengendalian pada level entitas telah

dijalankan, langkah selanjutnya adalah membuat penialain untuk setap transaksi utama

dalam siklus transaksi dan mengaitkannya dengan audit objective. Banyak auditor

menggunakan matriks risko pengendalian (control risk matrix) untuk membantu dalam

proses penilaian risiko pengendalian pada tingkat transaksi. Tujuannya untuk memberi

kemudahan dalam mengatur penilaian risiko pengendalian untuk setiap audit objective.

Berikut adalah matriks risiko pengendalian untuk perusahaan Hilssburg Hardware Co.

35
Gambar 2.5
Matriks Risiko Pengendalian Hilssburg Co. - Siklus Penjualan

36
Dalam membuat matriks pengendalian, persiapan yang harus dilakukan adalah:

a. Identifikasi Audit Objectives

Langkah pertama dalam penialain adalah mengidentifikasi audit objectives

untuk setiap kelas/siklus transaksi, saldo rekening, dan penyajian dan

pengungkapan dimana penilaian dilakukan.

b. Identifikasi Pengendalian yang ada

Selanjutnya, auditor menggunakan informasi yang didapatkan dari fase

pertama (mendapatkan dan mendokumentasikan pemahaman mengenai

pengendalian internal) untuk mengidentifikasi pengendalian yang ada untuk

mencapai tujuan audit dalam siklus transaksi yang dimaksud. Misalnya,

auditor dapat menggunakan pengetahuannya mengenai sistem perusahaan

untuk mengidentifikasi pengendalian yang bertujuan mencegah terjadinya

kesalahan atau kecurangan dalam terjadinya transaksi terkait tujuan audit.

Perlu diingat, audit hanya harus mengidentifikasi pengendalian yang

mempunyai dampak signfikan dalam memenuhi tujuan audit terkait transaksi.

Ini yang disebut key control. Alasan untuk memasukkan hanya key control

adalah bahwa itu akan mencukupi untuk mencapai tujuan audit terkait

transaksi dan juga memberikan efisiensi audit. Contoh kontrol kunci untuk

Hillsburg Hardware ditunjukkan pada Gambar 2.5.

c. Menghubungkan pengendalian dengan audit objectives

Setiap pengendalian yang ada akan memenuhi satu atau lebih audit objectives.

Dapat dilihat pada gambar 2.5 bahwa satu pengendalian bisa memenuhi lebih

sari satu objectives. Bentuk matriks bisa menunjukkan bagaimana

pengendalian tersebut berkontribusi pada pencapaian satu atau lebih audit

37
objectives terkait transaksi. Dalam gambar 2.5, huruf/symbol C dimasukkan

pada kotak dimana pengendalian telah memenuhi tujuan.

d. Identifikasi dan evaluasi control deficiencies, significant deficiencies, dan

material weakness.

Auditor harus mengevaluasi apakah key controls ternyata tidak ada dalam

desain pengendalian internal atas pelaporan keuangan sebagai bagian dari

evaluasi control risk dan kemungkinan adanya salah saji laporan keuangan.

Standar auditing menentukan tiga tingkat tidak adanya pengendalian internal:

Control Deficiency. Hal ini terjadi jika desain atau operasi

pengendalian tidak membiarkan personil perusahaan untuk mencegah

atau mendeteksi salah saji secara tepat waktu saat menjalankan

fungsinya. Control deficiency terjadi ketika pengendalian yang

seharusnya ada hilang atau bahkan tidak di desain dengan benar.

Significant Deficiency, terjadi jika satu atau lebih control deficiency

yang tingkatnya parah namun tidak sampai material, tapi cukup

penting untuk mendapat perhatian dari orang yang bertanggung jawab

atas pengawasan pelaporan keuangan perusahaan.

Material Weakness, terjadi jika significant deficiency itu sendiri atau

dikombinasikan dengan significant deficiency lainnya, berakibat pada

kemungkinan bahwa pengendalian internal tidak dapat mencegah atau

mendeteksi salah saji material pada laporan keuangan.

Untuk mengetahui apakah internal control deficiency adalah kelemahan

material, mereka harus dievaluasi berdasarkan dua dimensi: kemungkinan

(likelihood) dan signifikansi. Lima tahap pendekatan bisa digunakan untuk

38
mengidentifikasi deficiencies, significant deficiencies, dan material

weakness.

1) Identifikasi pengendalian yang ada, karena deficiency dan material

weakness adalah absennya pengendalian yang memadai, maka

auditor harus terlebih dahulu mengetahui pengendalian yang ada.

2) Identifikasi ketidakhadiran key controls. Kuisioner, flowchart, dan

walkthrough adalah alat yang berguna untuk mengetahui dimana

pengendalian dirasa masih kurang dan kemungkinan salah saji

meningkat. Bisa juga menggunakan risk control matrix seperti

gambar 2.5.

3) Pertimbangkan kemungkinan kompensasi pengendalian

(compensating control). Compensating control adalah dimana di

tempat lain di dalam sistem ada yang mengimbangi tidak adanya key

control. Contoh umum dalam usaha kecil adalah keterlibatan aktif

pemilik. Bila ada kompensasi tersebut, tidak ada lagi deficiency atau

kelemahan material yang signifikan.

4) Tentukan apakah ada defisiensi atau kelemahan material yang

signifikan. Kemungkinan salah saji dan materialitas nya digunakan

untuk mengevaluasi apakah ada kekurangan atau kelemahan

material yang signifikan.

5) Tentukan salah saji potensial yang bisa terjadi. Langkah ini

dimaksudkan untuk mengidentifikasi salah saji tertentu yang

mungkin terjadi karena adanya kekurangan atau kelemahan material

yang signifikan. Pentingnya defisiensi atau kelemahan material

39
yang signifikan berhubungan langsung dengan kemungkinan dan

materialitas salah saji potensial.

Gambar 2.6
Defisiensi Pengendalian Internal Hillsburg Hardware Co.

Pada perusahaan Hillsburg Hardware, terdapat dua control deficiencies.

Keduanya bukan merupakan kelemahan material, namun salah satunya

(deficiency pertama) merupakan significant deficiency.

e. Menghubungkan control deficiency dengan Audit Objectives terkait

Sama halnya dengan pengendalian, masing-masing defisiensi atau kelemahan

material dapat diterapkan pada satu atau lebih tujuan audit yang terkait. Dalam

kasus Hillsburg Hardware pada Gambar 2.5, ada dua kekurangan kontrol, dan

masing-masing hanya berlaku untuk satu tujuan yang berhubungan dengan

transaksi. Defisiensi pengendalian ditunjukkan di tubuh gambar oleh D di

kolom tujuan yang sesuai.

40
f. Menilai Risiko Pengendalian untuk Setiap Tujuan Audit Terkait.

Setelah pengendalian dan kekurangan (defisiensi) diidentifikasi dan dikaitkan

dengan tujuan audit terkait transaksi, auditor dapat menilai risiko

pengendalian untuk tujuan audit terkait transaksi. Inilah keputusan kritis

dalam evaluasi pengendalian internal. Auditor menggunakan semua informasi

yang telah didapatkan sebelumnya untuk membuat penilaian risiko

pengendalian subyektif untuk setiap tujuan. Ada berbagai cara untuk

mengungkapkan penilaian ini. Beberapa auditor menggunakan ekspresi

subjektif seperti tinggi (high), sedang (medium), atau rendah (low). Lainnya

menggunakan probabilitas numerik seperti 1.0, 0.6, atau 0.2.

g. Mengkomunikasikan dengan TCWG (Those Charge With Governance).

Auditor harus mengkomunikasikan significant deficiencies dan material

weakness secara tertulis kepada TCWG segera setelah auditor menyadari

defisiensi. Komunikasi biasanya tertuju kepada komite audit dan manajemen.

h. Management Letter. Selain masalah ini, auditor sering mengidentifikasi

masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian internal yang kurang

signifikan, serta peluang bagi klien untuk melakukan perbaikan operasional.

Ini juga harus dikomunikasikan ke klien. Bentuk komunikasi sering

merupakan surat terpisahi, disebut surat manajemen (management letter).

Meskipun surat manajemen tidak diwajibkan oleh standar auditing, auditor

umumnya mempersiapkannya sebagai layanan nilai tambah audit.

41
2.3.3 Test of Controls (Uji Pengendalian)

Uji pengendalian adalah cara bagi auditor untuk mendapatkan bukti tambahan

mengenai efektivitas operasi pengendalian . Bukti ini akan digunakan sebagai pendukung

untuk mengurangi risiko pengendalian ke tingkat yang cukup rendah. Jika hasil dari uji

pengendalian menunjukkan bahwa operasi pengendalian telah berjalan seperti yang

diharapkan, maka risiko yang telah dinilai pada risk assessment tidak berubah. Namun,

jika ternyata saat uji pengendalian menunjukkan bahwa pengendalian tidak berjalan

dengan efektif, risiko yang telah dinilai harus dipertimbangkan kembali. Sebagai contoh,

saat uji pengendalian ditemukan bahwa penerapan pengenadlian hanya terjadi sampai

pertengahan tahun, atau orang yang menerapkannya sering melakukan salah saji. Dalam

situasi seperti itu, maka auditor akan menggunakan risiko pengendalian yang lebih tinggi,

kecuali jika terdapat kompensasi pengendalian. Namun auditor tetap harus

mempertimbangkan dampaknya terhadap laporan auditor atas pengendalian internal.

Auditor biasanya menggunakan empat tipe prosedur uji pengendalian untuk

mendukung efektivitas pengendalian internal, prosedur yang sama dengan yang

dilakukan dengan manajemen. Tipe-tipe tersebut yaitu:

a. Membuat pertanyaan (inquiries) tentang personel yang tepat. Meskipun

inquiry bukan sumber yang cukup reliable sebagai bukti mengenai efektivitas

pengendalian, ini masih diperbolehkan. Sebagai contoh, untuk menentukan

bahwa akses personil yang tidak berwenang ditolak ke file komputer, auditor

dapat mengajukan pertanyaan kepada orang yang mengendalikan library

komputer dan orang yang mengendalikan tugas pengamanan password akses

online.

42
b. Periksa dokumen, catatan, dan laporan. Banyak pengendalian yang

meninggalkan jejak bukti dokumentasi yang jelas yang dapat digunakan untuk

menguji pengendalian. Misalnya, ketika pesanan pelanggan diterima, hal

tersebut digunakan untuk membuat pesanan penjualan ke pelanggan, yang

disetujui untuk kredit. Kemudian pesanan pelanggan dilampirkan pada

perintah penjualan sebagai otorisasi untuk diproses lebih lanjut. Auditor dapat

menguji pengendalian dengan memeriksa dokumen untuk memastikannya

lengkap dan sesuai dan tanda tangan atau inisial yang diperlukan ada.

c. Mengamati (observasi) kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian.

Beberapa kontrol tidak meninggalkan jejak bukti, yang berarti bahwa tidak

mungkin untuk memeriksa bukti bahwa kontrol tersebut dijalankan di

kemudian hari. Misalnya, pemisahan tugas bergantung pada orang-orang

tertentu yang melakukan tugas tertentu, dan biasanya tidak ada dokumentasi

kinerja terpisah. Untuk kontrol yang tidak menghasilkan bukti dokumenter,

auditor umumnya mengamati pengaplikasian pengendalian di berbagai titik

sepanjang tahun.

d. Reperform client procedures. Terdapat kegiatan yang berhubungan dengan

pengendalian dimana terdapat dokumen dan catatan terkait, namun isinya

ternyata tidak mencukupi untuk tujuan auditor dalam menilai apakah

pengendalian beroperasi secara efektif. Misalnya, anggaplah bahwa harga

faktur penjualan diperoleh dari daftar harga utama, namun tidak ada indikasi

pengendalian didokumentasikan pada faktur penjualan. Dalam kasus ini,

umum bagi auditor untuk melakukan reperform aktivitas pengendalian untuk

melihat apakah hasil yang benar diperoleh. Untuk contoh ini, auditor dapat

43
melakukan prosedur reperform dengan menelusuri harga jual ke daftar harga

resmi yang berlaku pada tanggal transaksi. Jika tidak ada salah saji ditemukan,

auditor dapat menyimpulkan bahwa prosedur tersebut beroperasi

sebagaimana mestinya.

Menurut Arens et al (2014:311), sejauh mana uji pengendalian yang dilakukan

tergantung pada risiko pengendalian awal yang didapat (pada risk assessment). Misalnya,

jika auditor menggunakan risiko pengendalian yang rendah untuk di uji, maka ukuran

sampel akan lebih besar untuk inspeksi, observasi dan reperformance.

2.3.4 Decide Planned Detection Risk and Design Substantive Test

Pengujian substantif adalah prosedur-prosedur audit yang didesain untuk menguji

kesalahan dalam nilai rupiah (disebut juga salah saji moneter) yang mempengaruhi

langsung kebenaran dari saldo-saldo dalam laporan keuangan. Salah saji

(monetary misstatement) seperti itu adalah indikasi yang jelas dari salah saji dari akun-

akun. Terdapat 3 (tiga) macam pengujian substantif yaitu : (1) pengujian substantif atas

transaksi; (2) prosedur analitis; dan (3) pengujian terinci atas saldo.

Pengujian substantif atas transaksi

Tujuan dari pengujian substantif atas transaksi adalah untuk menentukan apakah

semua tujuan audit berkaitan dengan transaksi (transaction-related audit

objectives) telah terpenuhi untuk setiap kelas transaksi. Sebagai contoh auditor

melakukan pengujian substantif atas transaksi untuk menguji apakah transaksi

yang dicatat benar-benar ada dan transaksi yang ada semua telah dicatat.

Auditor juga melakukan pengujian ini untuk menentukan apakah transaksi

belanja telah dicatat dengan benar, transaksi belanja telah dicatat pada periode

44
laporan yang tepat, belanja telah diklasifikasikan dengan benar dalam neraca, dan

apakah belanja telah diikhtisarkan dan diposting dengan benar ke buku besar. Jika

auditor merasa yakin bahwa transaksi-transaksi telah dicatat dan diposting dengan

benar, auditor dapat meyakini bahwa jumlah dalam buku besar juga benar.

Prosedur analitis

Prosedur analitis mencakup perbandingan-perbandingan dari jumlahjumlah yang

dicatat dengan jumlah yang diharapkan yang disusun oleh auditor. Biasanya juga

prosedur analitis mencakup perhitungan rasio-rasio oleh auditor untuk

membandingkan dengan rasio tahun lalu dan data lain yang berhubungan. Dua

tujuan utama prosedur analitis yang dilakukan pada tahap pelaksanaan audit atas

saldo akun adalah

- mengindikasikan kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan

keuangan

- mengurangi pengujian terinci atas saldo.

- memahami bidang usaha klien

- menetapkan kelangsungan hidup suatu satuan usaha

Ada perbedaan mendasar dalam prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap

perencanaan dan prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap pengujian. Pada

tahap perencanaan, auditor mungkin menghitung rasio dengan menggunakan data

interim. Sedangkan pada tahap pengujian saldo akhir, auditor akan menghitung

kembali rasio itu dengan menggunakan data setahun penuh. Jika auditor percaya

bahwa prosedur analitis yang dilakukan mengindikasikan kemungkinan

terjadinya salah saji, maka prosedur analitis tambahan dapat dilakukan atau

auditor memutuskan untuk memodifikasi pengujian terinci atas saldo. Sedangkan

45
jika auditor mengembangkan ekspektasi dengan menggunakan prosedur analitis

dan menyimpulkan bahwa saldo akhir akun tertentu auditan layak, maka

pengujian rincian saldo tertentu mungkin diabaikan atau mengurangi ukuran

sampel yang dibutuhkan.

Pengujian terinci atas saldo

Pengujian terinci atas saldo memusatkan perhatian atas saldo-saldo akhir buku

besar untuk laporan realisasi pendapatan dan belanja serta neraca. Contoh dari

pengujian terinci atas saldo termasuk konfirmasi untuk saldo piutang,

pemeriksaan fisik persediaan, dan pemeriksaan kontrak utang dengan pihak lain.

Pengujian terinci atas saldo ini adalah penting karena bukti biasanya diperoleh

dari sumber yang independen sehingga dapat diandalkan.

Hampir sama halnya dengan pengujian atas transaksi, pengujian rincian saldo

harus dilakukan dengan memenuhi semua tujuan audit yang berkaitan dengan

saldo bagi masing-masing akun yang signifikan. Pengujian atas saldo akun juga

sangat penting karena bukti-bukti biasanya diperoleh dari sumber independen

dengan tingkat keyakinan yang lebih tinggi.

Luas dari pengujian terinci atas saldo bergantung dari hasil pengujian

pengendalian intern, pengujian substantif atas transaksi, dan prosedur analitis

untuk akun tersebut. Pengujian terinci atas saldo memiliki tujuan untuk

menetapkan kebenaran jumlah uang (monetary correctness) dari akun-akun

yang berhubungan sehingga dapat dikatakan sebagai pengujian substantif.

Pengujian rincian saldo juga dapat membantu dalam menetapkan kebenaran

moneter akun-akun yang berhubungan sehingga dianggap sebagai pengujian

46
substantif. Sebagai contoh, konfirmasi untuk pengujian atas salah saji adalah

pengujian substantif dan penghitungan Kas juga adalah pengujian substantif.

2.4 Laporan Auditor Mengenai Pengendalian Internal Berdasarkan Section 404

Sesuai SOX 404, berdasarkan penilaian dan pengujian auditor terhadap

pengendalian internal, auditor diwajibkan untuk membuat laporan audit mengenai

pengendalian internal atas pelaporan keuangan untuk perusahaan publik. Auditor dapat

menerbitkan laporan audit mengenai laporan keuangan dan pengendalian internal atas

pelaporan keuangan secara terpisah atau tergabung dalam satu laporan.

Ruang lingkup laporan auditor tentang pengendalian internal dibatasi untuk

mendapatkan keyakinan memadai bahwa material weakness dalam pengendalian internal

teridentifikasi. Dengan demikian, audit tidak dirancang untuk mendeteksi kekurangan

dalam pengendalian internal yang secara individual, atau secara agregat, yang tingkat

keparahannya ada di bawah tingkat material weakness. Berikut adalah beberapa contoh

laporan auditor mengenai pengendalian internal atas pelaporan keuangan.

Gambar 2.7
Laporan Auditor atas Pengendalian Internal

47
REPORT OF INDEPENDENT REGISTERED PUBLIC ACCOUNTING FIRM

To the Board of Directors and Stockholders of Microsoft Corporation


Redmond, Washington

We have audited the accompanying consolidated balance sheets of Microsoft Corporation


and subsidiaries (the "Company") as of June 30, 2013 and 2012, and the related consolidated
statements of income, comprehensive income, cash flows, and stockholders' equity for each
of the three years in the period ended June 30, 2013. These financial statements are the
responsibility of the Company's management. Our responsibility is to express an opinion on
these financial statements based on our audits.

We conducted our audits in accordance with the standards of the Public Company
Accounting Oversight Board (United States). Those standards require that we plan and
perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial statements are
free of material misstatement. An audit includes examining, on a test basis, evidence
supporting the amounts and disclosures in the financial statements. An audit also includes
assessing the accounting principles used and significant estimates made by management, as
well as evaluating the overall financial statement presentation. We believe that our audits
provide a reasonable basis for our opinion.

In our opinion, such consolidated financial statements present fairly, in all material respects,
the financial position of Microsoft Corporation and subsidiaries as of June 30, 2013 and
2012, and the results of their operations and their cash flows for each of the three years in
the period ended June 30, 2013, in conformity with accounting principles generally accepted
in the United States of America.

We have also audited, in accordance with the standards of the Public Company
Accounting Oversight Board (United States), the Company's internal control over
financial reporting as of June 30, 2013, based on the criteria established in Internal
Control Integrated Framework (1992) issued by the Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission and our report dated July 30, 2013, expressed
an unqualified opinion on the Company's internal control over financial reporting.

/s/ DELOITTE & TOUCHE LLP


Seattle, Washington
July 30, 2013

sumber: Microsoft Annual Report 2013


Gambar 2.8
Laporan Audit ICoFR yang Menyatu dengan Audit Laporan Keuangan:
Microsoft Corp.

48
Report of Independent Registered Public Accounting Firm

To the Supervisory Board and Shareholders of Koninklijke Philips N.V.:

We have audited Koninklijke Philips N.V. and subsidiaries internal control over financial reporting as of December 31, 2013,
based on criteria established in Internal Control Integrated Framework (1992) issued by the Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission (COSO). Koninklijke Philips N.V.s Board of Management is responsible for
maintaining effective internal control over financial reporting and for its assessment of the effectiveness of internal control over
financial reporting, included in the accompanying section 11.1, Managements report on internal control, of this Annual Report.
Our responsibility is to express an opinion on the Companys internal control over financial reporting based on our audit.

We conducted our audit in accordance with the standards of the Public Company Accounting Oversight Board (United States).
Those standards require that we plan and perform the audit to obtain reasonable assurance about whether effective internal control
over financial reporting was maintained in all material respects. Our audit included obtaining an understanding of internal control
over financial reporting, assessing the risk that a material weakness exists, and testing and evaluating the design and operating
effectiveness of internal control based on the assessed risk. Our audit also included performing such other procedures as we
considered necessary in the circumstances. We believe that our audit provides a reasonable basis for our opinion.

A companys internal control over financial reporting is a process designed to provide reasonable assurance regarding the
reliability of financial reporting and the preparation of financial statements for external purposes in accordance with generally
accepted accounting principles. A companys internal control over financial reporting includes those policies and procedures that
(1) pertain to the maintenance of records that, in reasonable detail, accurately and fairly reflect the transactions and dispositions of
the assets of the company; (2) provide reasonable assurance that transactions are recorded as necessary to permit preparation of
financial statements in accordance with generally accepted accounting principles, and that receipts and expenditures of the
company are being made only in accordance with authorizations of management and directors of the company; and (3) provide
reasonable assurance regarding prevention or timely detection of unauthorized acquisition, use, or disposition of the companys
assets that could have a material effect on the financial statements.

Because of its inherent limitations, internal control over financial reporting may not prevent or detect misstatements. Also,
projections of any evaluation of effectiveness to future periods are subject to the risk that controls may become inadequate because
of changes in conditions, or that the degree of compliance with the policies or procedures may deteriorate.

In our opinion, Koninklijke Philips N.V. and subsidiaries maintained, in all material respects, effective internal control over
financial reporting as of December 31, 2013, based on criteria established in Internal Control Integrated Framework
(1992) issued by the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO).

We also have audited, in accordance with the standards of the Public Company Accounting Oversight Board (United States), the
consolidated balance sheets of Koninklijke Philips N.V. and subsidiaries as of December 31, 2013 and 2012, and the related
consolidated statements of income, comprehensive income, cash flows, and changes in equity for each of the years in the three-
year period ended December 31, 2013, and our report dated February 25, 2014, expressed an unqualified opinion on those
consolidated financial statements.

KPMG Accountants N.V.

Amsterdam, The Netherlands

February 25, 2014

Sumber: Philips Annual Report 2013

Gambar 2.9
Laporan Audit ICoFR (Terpisah dari Laporan Audit Financial Statement)

49
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penyusunan paper ini adalah:

1. Pengendalian internal (internal control) adalah proses yang diimplementasi untuk

memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian dapat tercapai.

Tujuan pengendalian tersebut meliputi: safeguard assets: mencegah atau

mendeteksi akusisi, penggunaan, atau disposisi aset yang tidak sah, memelihara

catatan dengan rinci untuk melaporkan aset perusahaan secara akurat dan jujur,

menyediakan informasi yang akurat dan handal, meningkatkan efisiensi

operasional, mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah

ditentukan, mematuhi peraturan dan regulasi yang berlaku

2. ICoFR merupakan sebuah konsep mengenai pengendalian internal yang berfokus

pada pengendalian internal untuk risiko salah saji material. ICoFR berarti

merupakan kontrol yang dirancang khusus untuk menangani risiko yang terkait

dengan pelaporan keuangan. Secara sederhana, ICFR perusahaan publik terdiri dari

kontrol yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan

keuangan perusahaan dapat dipercaya dan dipersiapkan sesuai dengan GAAP.

Konsep ICoFR berangkat dari Auditing Standard No. 2 dan Auditing Standard No.5

yang dikeluarkan oleh PCAOB. Hal ini menjawab aturan dari SOX 404 yang

mewajibkan manajemen untuk bertanggungjawab atas pengendalian internal.

Sedangkan COSO adalah suatu kerangka kerja (framework) yang mempopulerkan

lima komponen pengendalian internal yaitu (1) control environment; (2) risk

assessment; (3) control activities; (4) information and communication; dan (5)

50
monitoring activities. Konsep ICoFR kemudian direfleksikan kedalam kerangka

kerja COSO, dan auditor yang auditee nya listing di SEC melakukan audit atas

ICoFR dengan mengacu pada kerangka kerja COSO.

3. Prosedur audit pengendalian internal terdiri dari empat fase, yaitu: (1) Obtain and

document understanding of internal control design and operation; (2) Assess

Control Risk; (3) Test of Controls (Uji Pengendalian); dan (4) Decide Planned

Detection Risk and Design Substantive Test. Setelah itu auditor akan megeluarkan

opini dalam laporan atas pengendalian internal terkait adapakh terdapat material

weakness dalam perusahaan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A & Loebbecke, James K. 2014. Auditing, an Integrated Approach: Seventh
Edition. Upper Saddle River, New Yersey: Prentice-Hall, Inc.

Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). 2013.


Internal Control Integrated Framework. melalui <http://www.coso.org/>

Deloitte. (2013). Training Control Group PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan,
Internal Control over Financial Reporting. Indonesia: Author.

Romney, Marshall B. & Steinbart, Paul J. (2012). Accounting Information Systems 12th
edition. New Jersey: Pearson Education.

OBrien, Patrick. (2006). Reducing SOX Section 404 Compliance Costs Via a Top-
Down, Risk-Based Approach. The CPA Journal.

SANS Institute. (2004). An Overview of Sarbanes-Oxley for The Information Security


Professional. Singapore: Author.

Sarbanes Oxley Act of 2002.

The Institute of Internal Auditors (IIA). (2013). IIA Position Paper: The Three Lines of
Defense in Effective Control Risk Management and Control. United States of
America: Author.

Tuanakotta, T. M. (2015). Audit Kontemporer (International Standards on Auditing).


Jakarta: Salemba Empat.

Sumber Lain

Microsoft Annual Report. (2013). Annual Report. Melalui<


https://www.microsoft.com/investor/reports/ar13/financial-review/auditors-
report/index.html>[24/9/7]
Philips Annual Report. (2013). Annual Report. Melalui, <
http://www.annualreport2013.philips.com/content/en/group_financial_statements/
auditors_report_on_internal_control.html>[27/9/17]

52
Lampiran I : Laporan Presentasi

Pemberi Pertanyaan:

1. Teguh Adiguna (120620150524)

Bagaimana hubungan audit pengendalian internal dengan tata kelola perusahaan?

Jawaban:

Auditor melakukan audit pengendalian internal dengan berpedoman pada COSO.


Pada kerangka COSO, didalamnya juga terdapat pedoman kerangka kerja
mengenai tata kelola perusahaan. Maka, ketika auditor melakukan audit
pengendalian internal, maka otomatis melakukan risk assessment pada tata kelola
perusahaan. Apabila ada kelemahan didalamnya, maka auditor dapat
memberitahukan kepada manajemen melalui management letter.

2. M. Ichsan (NPM. 120620150010)

Mengapa tidak menjabarkan kasus perusahaan, misalnya Telkom, yang jelas-jelas


sudah listing di NYSE?

Data yang dibutuhkan tidak tersedia. Namun sebenarnya audit pengendalian


internal, meskipun termasuk kedalam audit khusu, prosedur yang dilakukan sama
saja dengan yang biasa dilakukan auditor dengan mengacu pada ISA. Yang
menajadikan audit ini khusus karena di Indonesia audit ICoFR belum diwajibkan,
sehingga jika perusahaan ingin melakukan audit atas ICoFR harus melakukan
permintaan khusus kepada KAP.

3. Made Dwi (120620160027)

Bagaimana mendeteksi kesalahan pada saat audit IC?

Dalam melakukan audit pengendalian internal, ada empat fase yang harus
dilakukan. Fase pertama, auditor harus mendapatkan pemahan mengenai
pengendalian internal. Caranya bisa melalui flowchart atau kuisioner. Disini

53
auditor juga mengevaluasi apakah pengendalian internal sudah diterapkan atau
belum. Jika auditor sudah yakin pengendalian yang didesai sudah diterapkan,
auditor melakukan langkah selanjutnya yaitu melakukan risk assessment untuk
setiap transaksi dalam siklus dan mengaitkannya dengan audit objective
(Transaction Related Audit Objective-TRAO). Salah satu caranya dengan
menggunakan matriks control risk. Jika pengendalian yang ada sudah dapat
memenuhi audit objective, maka dapat dikatan bahwa pengendalian tersebut tidak
memiliki kekurangan (deficiencies), namun bila ternyata tidak dapat memenuhi
audit objective, disitulah auditor bisa menemukan bahwa ternyata ada kekurangan
dalam pengendalian internal. Tahap selanjutnya auditor tinggal melakukan TOC
dan Substantive Test untuk mendapatkan bukti tambahan.

Menanggapi Pertanyaan:

1. Annisa Nadia (120620160031)


2. Fesdine Cattelia (120620160025)

54

Anda mungkin juga menyukai