Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... 1
DASAR TEORI ...................................................................................................... 2
PENANGANAN KASUS DI UGD ......................................................................... 7
ALUR PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT DI UGD .......................... 9
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 10
LAMPIRAN............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

1
DASAR TEORI
A. DEFINISI LUKA
Vulnus (Luka) adalah suatu keadaan dimana hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan yang disebabkan oleh berbagai hal dan berbagai faktor

B. JENIS LUKA
Luka dgambarkan dengan bagaimana cara mendapatkan luka itu sendiri dan
menunjukkan derajat luka.
1. Berdasarkan penyebab
a. Luka lecet atau gores ( Vulnus ekskoriasi)
Merupakan cedera pada permukaan kulit akibat bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar, seperti kecelakaan lalu lintas, terkena benda tumpul
ataupun tajam.
b. Luka sayat atau iris ( vulnus skissum)
Merupakan jenis luka yang berupa garis lurus dan beraturan, seperti terkena pisau
pada saat di dapur, terkena pecahan kaca dan lan lain.
c. Luka tusuk (vulnus punctum)
Merupakan luka yang diakibatkan tusukan benda yang tajam maupn runcing yang
kedalamannya lebih daripaa lebarnya, seperti tusukan pisau, paku dan lain lain.
d. Luka karena gigitan binatang (vulnus morsum)
Luka yang disebabkan oleh gigitan binatang, biasanya tepi uka mengikuti dari
bentuk gigi binatang yang menggigitnya.
e. Luka bakar (vulnus combutio)
Merupakan luka yang disebabkan oleh benda panas, cairan panas, arus listrik, luka
pada jenis ini memiliki bentuk yang tidak beraturan.
f. Luka robek (vulnus laseratum)
Adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan, yang dsebabkan oleh benda tumpul
yang mengakibatkan penembusan pada kulit, luka ini biasanya ditemukan pada
kecelakaan lalu lintas, biasanya kedalaman luka mencapai lapisan mukosa hingga
otot.manifestasinya seperti Luka tidak teratur, jaringan rusak, benfkak, perdarahan
tampak lecet dan memar disetiap luka.

2. Berdasaran derajat kontaminasi


a. Luka bersih

2
Adalah luka yng tidak terdapat inflamasi dan infeksi, dan luka ini berupa sayatan
yang bersih dan steril dan tidak berkontak dengan traktus respiratorius, orofaring
maupun traktus genitouinorius sehingga kecil kemungkinan untuk terjadinya
infeksi.
b. Luka bersih terkontaminasi
Merupakan suatu luka pembedahan dimana saluran pernafasan, pencernaan dan
saluran perkemihan dalam keadaan terkontrol.
c. Luka terkontaminasi
Merupakan luka yang berpotensi terinfeksi, dimana saluran pencernaan,
pernafasan dan saluran perkemihan menunjukkan tanda infeksi, luka
terkontaminasi bisa ditemukan pada luka terbuka karena kecelakaan.
d. Luka kotor
Merupakan luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
penuh dengan tanda infeksi.

C. PEMERIKSAAN DAN PENATALAKSANAAN AWAL LUKA


1. Survei Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut
survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan
serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang cedera:

Airway
Menilai jalan nafas bebas. Memeriksa apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan
bebas atau tidak. Jika ada obstruksi maka dapat dilakukan tindakan:
- Chin lift / jaw thrust
- Suction / hisap (jika alat tersedia)
- Guedel airway / nasopharyngeal airway
- Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Breathing
Menilai pernafasan adekuat atau tidak. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan
dapat dilakukan:
- Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
- Menutup jika ada luka robek pada dinding dada

3
- Memberikan pernafasan buatan

Sirkulasi
Menilai sirkulasi/peredaran darah. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:
- Menghentikan perdarahan eksternal
- Segera memasang dua jalur infus kemudian memberikan terapi cairan

Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale.
AWAKE (A)
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.

Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang mungkin
ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line
harusdikerjakan.

2. Survei Sekunder
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu survei
sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi survei
primer. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination)
dilakukan dengan perhatian utama :
Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata
Telinga bagian luar dan membrana timpani
Cedera jaringan lunak periorbital
Pemeriksaan leher
Luka tembus leher
Emfisema subkutan

4
Deviasi trachea
Vena leher yang mengembang
Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga
Suara napas dan jantung
Pemantauan ECG (bila tersedia)
Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila ada
trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher)
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Pelvis dan ekstremitas
Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes gerakan
apapun karena memperberat perdarahan)
Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
Cari luka, memar dan cedera lain
Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk :
Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)
Pelvis dan tulang panjang
Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak disertai defisit
neurologis fokal.

D. LUKA PADA ANAK


Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak, terutama anak laki.
Angka survival trauma berat sangat dipengaruhi oleh kualitas pertolongan pra rumah sakit
dan kecepatan resusitasi. Penilaian awal (Initial Assessment) pada pasien trauma anak
sama seperti trauma dewasa. Prioritas utama adalah: Airway, Breathing, Circulation,
Disability neurologis dan Exposure (pemeriksaan lengkap dari ujung kepala sampai ujung
kaki). Selama pemeriksaan harus diwaspadai bahaya hipotermi.

5
Masalah khusus pada resusitasi dan intubasi anak :
Ukuran kepala, lubang hidung dan lidah yang relatif besar.
Bayi kecil cenderung bernafas melalui hidung ( nose breather)
Sudut rahang bawah lebih besar, letak larynx lebih tinggi serta
epiglottis yang lebih besar dan berbentuk U.
Cricoid adalah bagian tersempit dari larynx yang menentukan ukuran ETT. Pada
orang dewasa, bagian tersempit adalah pita suara.
Panjang trakea bayi aterm adalah 4 cm dan diameter ETT yang sesuai adalah 2,5
3 mm (panjang trakea dewasa sekitar 12 cm).
Distensi lambung sering terjadi setelah resusitasi dan perlu dekompresi dengan
pemasangan NGT (Naso-Gastric Tube).
Pada anak usia kurang dari 10 tahun, tidak dianjurkan menggunakan ETT dengan cuff
(balon) untuk menghindari pembengkakan subglottis dan ulserasi. Pada bayi dan anak,
intubasi oral lebih mudah dibandingkan intubasi nasal .

Syok Pada Anak


Perabaan denyut nadi anak mudah dilakukan pada daerah pelipatan paha (groin)
untuk arteria femoralis dan pada daerah fossa antecubiti untuk arteria brachialis. Jika
denyut nadi tidak teraba maka resusitasi harus segera dimulai.
Tanda-tanda syok pada anak :
Takhikardiaa.
Denyut nadi perifer lemah atau tidak teraba.
Pengisian kapiler (capillary refill ) > 2 detik
Takhipnea.
Gelisah
Kesadaran menurun
Produksi urine berkurang.
Hipotensi sering merupakan tanda klinis yang terlambat, ketika syok sudah berat.
Hipotermi adalah masalah yang besar bagi anak. Kehilangan panas melalui daerah kepala
cukup besar jumlahnya. Luas permukaan tubuh yang relatif lebih besar, meningkatkan
risiko hipotermi. Segera setelah memeriksa sekujur tubuh pasien pasangkan selimut
kembali. Infusi cairan harus dihangatkan

6
PENAGANGANAN KASUS DI UGD
A. KEDATANGAN
Pasien seorang anak laki-laki usia 3 tahun datang ke UGD diantarkan oleh kedua orang
tuanya karena mengalami luka robek (vulnus laceratum) di atas alis mata kanannya. Pasien
datang dalam keadaan menangis dan tingkat kesadaran kompos mentis.

B. ANAMNESIS
Setiba di UGD pasien langsung ditangani oleh perawat karena dokter yang berjaga di
UGD hanya satu orang dan pada saat yang bersamaan sedang menangani pasien UGD yang
lain. Perawat melakukan alloanamnesis kepada ayah dan ibu pasien sambil melakukan
penanganan awal yakni berupa survey primer kemudian melakukan penghentian perdarahan
pada pasien.
Dari alloanamnesis kepada ibu pasien di peroleh informasi bahwa pasien mengalami
luka robek (vulnus laceratum) karena terbentur oleh meja yang jatuh dari mimbar ketika
mengikuti pengajian di masjid dekat rumah pasien. Pada saat kejadian pasien di tolong oleh
guru ngajinya dan langsung dibawa ke orang tuanya yang kebetulan berada di luar masjid.
Setelah itu pasien di bawa oleh kedua orang tuanya ke UGD Rumah Sakit Nur Hidayah
dengan mengendarai sepeda motor. Selama perjalanan, ibu pasien hanya mencoba
menghentikan perdarahan pasien dengan menggunakan tangan saja tanpa ada penanganan
lainnya.

C. PEMERIKSAAN
Perawat UGD hanya melakukan pemeriksaan fisik berupa inspeksi terhadap keadaan
umum dan keadaan luka robek (vulnus laceratum) yang dialami pasien. Pada pasien tidak
dilakukan pemeriksaan penunjang.

D. PENATALAKSANAAN
Setiba di UGD perawat langsung menempatkan pasien di tempat rawat UGD dengan
tanda warna kuning. Perawat pertama kali melakukan survey primer. Namun, yang kami
perhatikan perawat hanya memeriksa jalan nafas dan pernafasannya saja tanpa memriksa
sirkulasi pasien. Setelah itu perawat melakukan pembagian tugas tanpa instruksi dari dokter
UGD yang masih memeriksa pasien lain. Sebelum melakukan tugas perawat yang bertugas
menangani pasien secara langsung melakukan cuci tangan WHO terlebih dahulu kemudian
mengenakan sarung tangan steril. Satu orang perawat melakukan penghentian perdarahan

7
dengan menekan kassa steril pada daerah luka robek pasien sedangkan perawat yang lain
memperisiapkan segala peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk bedah minor.
Setelah peralatan MLBM siap pasien langsung dipindahkan oleh perawat ke ruang
bedah minor yang berada di sebelah ruang UGD. Manajemen luka dan benah minor dipimpin
oleh seorang perawat senior dengan dibantu beberapa perawat lain dan disaksikan langsung
oleh ayah pasien. Proses manajemen luka dan bedah minor yang dilakukan kepada pasien
berlangsung cukup lama yaitu sekitar 20 menitan. Pasien mendapat sekitar 4 jahitan pada
lukanya.
Setelah proses MLBM selesai, pasien langsung digendong oleh ayahnya menuju
dokter UGD untuk konsultasi. Oleh dokter UGD pasien diberikan dua botol sirup berupa
obat antibiotik Amoxicillin dan obat antipiretik Paracetamol. Dokter memberikan beberapa
edukasi kepada orang tua pasien seperti: - kedua jenis obat yang diberikan dokter
diminumkan kepada pasien sebanyak tiga kali sehari (3x1).
- meminta agar pasien dibawa untuk kontrol tiga hari lagi untuk memeriksa jahitan luka
pasien.
- Orang tua berusaha meminimalisir agar luka pasien jangan sampai terkena air.
- pasien diberikan nutrisi yang baik untuk membantu proses penyembuhan luka.

E. PEMBAHASAN
Berdasarkan penjelasan di atas kami menemukan bahwa terdapat beberapa prosedur
penatalaksanaan yang terlewatkan dilakukan pada penatalaksanaan pasien di atas. Untuk
penggunaan triase, penempatan pasien di tempat rawat warna kuning sudah tepat mengingat
pasien datang dalam keadaan masih sadar penuh namun perlu memperoleh penanganan
segera.
Pada alloanamnesis perawat maupun dokter tidak ada yang menanyakan riwayat
penyakit dahulu maupun riwayat penyakit keluarga kepada orang tua pasien.
Pada saat initial assesment di UGD, perawat memeriksa airway dan breathing
bedasarkan tangisan pasien yang keras dan tidak terengah-engah atau terdengar abnormal
yang menandakan kemungkinan tidak ada masalah pada jalan nafas maupun pernafasan
sehingga tidak perlu diberikan oksigenasi. Namun, perawat tidak memeriksa denyut nadi
untuk memastikan sirkulasi normal atau ada gangguan. Selain itu juga tidak memeriksa
keadaan neurologis pasien mengingat kasus tersebut adalah cedera pada kepala yang
diakibatkan oleh benturan benda keras sehingga menurut kami perlu untuk melakukan
pemeriksaan neurologis untuk mengetahui ada tidaknya dampak trauma terhadap neurologis

8
pasien. Dengan demikian untuk initial assesment secara keseluruhan perawat tidak
mengikuti prinsip yang sesuai yaitu ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Dsability
neurologis, dan eksposure).
Perawat juga tidak melakukan pemeriksaan untuk status dehidrasi pasien. Mengingat
ketika sampai di UGD pasien megalami perdarahan yang cukup hebat ditambah pasien
belum memperoleh penanganan apapun sebelum sampai di UGD sehingga menurut kami
perlu dilakukan pemeriksaan untuk menemukan adanya tanda-tanda dehidrasi pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan dehidrasi juga mungkin perlu untuk mengetahui pasien mengalami
hipovolemia atau tidak karena berkaitan dengan penatalkasanaan lanjutan yang nantinya
perlu dilakukan kepada pasien.

ALUR PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT DI UGD RS NUR HIDAYAH

Pasien datang

TRIASE

Anamnesis singkat + Px. Fisik (TD, Suhu) oleh perawat

Dilaporkan ke dokter jaga UGD

Anamnesis lanjutan oleh


dokter
Penanganan awal sesuai kasus

Identifikasi

Rawat Inap Rawat Jalan

Tatalaksana sesuai kasus Terapi dan edukasi

Dari hasil pengamatan kami, alur penatalaksanaan gawat darurat di rumah sakit Nur
Hidayah sudah cukup baik. Pasien yang datang ke Rumah Sakit, awalnya melakukan
registrasi di bagian administrasi Rumah Sakit, kemudian menunggu panggilan dari pihak
UGD. Pasien kemudian masuk UGD dan dimulailah alur penatalaksanaan. Saat pasien

9
masuk, pasien dikelompokan (TRIASE), selanjutnya dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik awal (Tekanan Darah dan suhu) oleh perawat. Hasil pemeriksaan fisik awal kemudian
dilaporkan ke dokter jaga UGD, selanjutnya dokter melanjutkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik awal meliputi status generalis maupun lokalis sesuai dengan kebutuhan pasien. Setelah
diketahui diagnosis maupun diagnosis bandingnya, dokter segera memberikan terapi awal
dan dilihat reaksi atau perubahan pada pasien setelah menerima terapi tersebut. Selanjutnya
dokter akan mengidentifikasi apakah pasien perlu rawat jalan atau rawat inap.
Pasien yang hanya perlu rawat jalan kemudian berikan terapi sesuai kausa dan jika
perlu pengawasan maka dokter akan menganjurkan untuk control dalam jangka waktu yang
telah ditentukan dokter. Pasien/keluarganya juga akan diberikan edukasi sesuai dengan
penyakitnya. Untuk pasien yang perlu perawatan di Rumah Sakit/ rawat inap maka akan
dipindahkan ke bangsal perawatan dan di terapi/ dipantau perkembangan penyakitnya.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Dari penjelasan yang telah kami paparkan dapat disimpulkan bahwa alur
penatalaksanaan di Rumah Sakit Nur Hidayah menurut kami sudah baik namun mngkin
karena kurangnya fasilitas dan tenaga sehingga ketika terjadi banyak kasus di UGD dalam
waktu bersamaan para petugas medis di UGD kadang tidak mengikuti alur yang ada agar
semua pasien dapat segera teratasi secara cepat dan tepat.

B. SARAN
Kami menyarankan untuk PPK ke depannya jika ada perubahan jadwal sebaiknya
jangan diinfokan mendadak tetapi setidaknya maksimal H-2 agar kami sebagai
mahasiswa punya persiapan matang baik itu persiapan secara fisik, berkas-berkas, dan
ilmu agar Pwaktu hari PPK tidak membuang waktu untuk print ini dan itu serta tidak
bingung harus melakukan apa waktu mendapat kasus di UGD.

10
LAMPIRAN

11

Anda mungkin juga menyukai